sekotak.apasaja

Ia dan Perayaan Beberapa Perihal

Mengapa kau biarkan ia menyusuri pipi? Karena ia dapat melegakan hati Lantas mengapa ia kau biarkan juga membasah pada sela-sela pakaianmu? Karena ia membuat perasaan itu lahir kembali Meski ada beberapa hal yang perlu kita lewati

Mungkin kiranya, ada sepuluh tanjakan berbatu Mungkin kiranya, akan ada beberapa duri yang melukai Mungkin kiranya, akan ada keramaian namun yang terlihat hanya sebuah padang pasir Sampai disini kau sudah mengerti? Kurasa kita melakukan hal yang sama, hanya saja aku menahannya agar tak bersuara

-puisi oleh Biru [now play: DAY6 (Even of Day) — Where The Sea Sleeps]

Untuk Pena, Bagian Dari Cerita

Lampu itu kembali menyala, membuat langkah kaki terdengar kembali Sudah sejak lama yang diharapkan tak seharusnya datang Maka dari itu kita mulai saja dari sebuah lembaran kosong Dimana satu dan dua kata mulai dari bagian teratas

Namun entah mengapa ia teringat bahwa pena tersebut Telah dibawanya pergi, dan kami semua tak tahu menahu Akan pena, akan rasa, akan sedih, akan bimbang Dan yang kutahu hanya sebuah kata “mati”

Maka dari itu matikanlah kami, dalam sebuah cerita Dimana babak baru akan dimulainya kembali

-Puisi oleh biru

Bukan Jawaban Sementara

Jadi, perjalanan kita mau sampai mana? Kamu mau berhenti dimana? Oh, kiranya aku terlalu banyak bertanya Tapi, aku menanyakan perihal ini pada diri sendiri Namun, seringkali kuselipkan doa disela-sela pertemuan antara dua mata Yang kulihat hanya ada dua sepasang sepatu merah berjalan beriringan Sejalan, berdekatan, bersamaan dan kemudian pudar Oh ternyata, Tuhan mengambil salah satu dari mereka “Cukup sampai dalam beberapa bab saja” sisanya cukup melihat dari atas sana Semoga kiranya surga menjadikan tempat sebaik-baiknya

-puisi dari biru

Oh Itu Kamu

Maksudnya itu berarti mudah? Oh bukan begitu, kiranya hanya dapat kata “lega” Tapi berujung pada pemikiran tak terduga Dan membuat lilin itu menjadi “mati”

Tak ada lagi pilihan, kecuali membuat ia kembali menyala Tapi diri sendiri dibuat bingung dimana korek apinya? Lantas jika menggunakan rokok apakah bisa? Lantas jika menggunakan sebuah amarahmu apakah bisa? Tidak, semua tidak

Semua diam, semua memilih pergi Membiarkan lilin itu mati Bersama rasa diri yang sudah kembali menjadi abu Kiranya semua menjadi kelam Lantas ada satu titik terang, oh ternyata itu kamu

-puisi dari biru

Bertikai Kita

Kamu maunya apa? Enggak tahu, dia bingung Kamu maunya apa? Enggak tahu, dia pusing Lalu? Mengapa harus dia

Karena dia yang punya kata Lantas kamu? Aku pergi, bersamaan dengan kertas yang sudah menguning Dibawanya pergi bersama mimpi

Mengapa demikian? Karena mereka kembali saling membenci

-puisi oleh biru [now play: The Walters — I Love You So]

Yang Kutulis

Pertama, ada satu hal Kedua, ada dua hal Ketiga, oh ini surat yang kau tulis

“Kau yakin sudah menulisnya dengan benar?” Tentu, karena ada banyak kata yang meyakinkan Termasuk tentang untuk mengakhiri hidup pada akhir kalimat

-puisi dari biru. (oct 02/20/21)

Bagian yang Perlu Dimengerti

Bukan itu yang dimaksud Melainkan “menata” Bukan malah “melupakan” Yang ada kiranya malah menambah pusing tiap malam

Itu, aku dengar masih jelas kau menahan mengigit jari atau bantal Kiranya bisa meredam suara tangis Tapi pendengaranku lebih tajam dari sebilah pisau “Jadi aku dengar, tangisan itu”

Tangisan yang sekiranya masih saja membawa gundah Tangisan yang sekiranya membawa beberapa kelanjutan yang penuh tanya Aku hanya bisa berharap “semoga mereda” sedikit demi sedikit Lalu perlahan semua kembali terasa seperti melangkah pada hal baru

  • puisi dari biru. [terima kasih sudah membaca]

Serupa Cerita Lama, Memang Benar Kiranya

Kira-kira kita mulai darimana? Tentang cerita yang berawal dari ketidaksengajaan Tentang cerita yang membawa untuk kita menjadi lebih dekat Namun lebih dekat tak menjanjikan kita untuk lekas bersama

Aku menduga bahwa isi selanjutnya hanya tentang perpisahan Dan rasa tak asing yang mengundang kesedihan Lalu kita menjadi merunduk untuk saling melupa Melupa, bahwa ada bagian yang setidaknya hendak terisi penuh

Setelah membuka baru tersadar Ternyata semua telah hilang, tolol begitu kiranya Mata kembali terpejam ketika perasaan itu datang kembali Oh iya, masih ada menangis untuk sekiranya menjadikan tidak apa-apa

Tidak apa-apa dalam titik selanjutnya, dan kemudian baru tersadar itu kenangan lama namanya

Aku

Aku ingin hidup lebih lama lagi Kiranya sebabnya begini, Guna memenuhi bagian yang rumpang Membayar semangkuk bakso Memberi sebuah harapan dimana kita akan selalu ada

Tiap beberapa pekan sesekali menggengam beberapa kata Menguatkan untuk kembali berdiri Kadang, mereka pura-pura tuli Maunya tetap terbaring berbaring dengan beberapa hal yang belum juga terselesaikan

Bebal, oh iya Itu Aku Keras kepala, oh iya itu Aku Habis akal, oh iya itu Aku Oh iya itu aku oh iya itu aku Oh iya itu aku Oh iya itu aku Oh iya itu aku Oh iya itu aku

Semuanya menjadi aku Semuanya menjadi bagian diriku aku

-have a great day for someone who read this

Aku Merekam Kemarahan Ayahku

Menyerngit, memikirkan isi kepala Aku merasa tidak mempunyai tempat yang aman Bahkan saat aku tertidur Perkataan mereka memenuhi isi kepalaku

Berkali-kali aku hendak membuatnya diam Tapi ibu lebih dulu mengatakan “Berhenti menusuk kepalamu dengan ujung jarum” Seruan ibu tak asing

Oh iya, Hal itu mengingatkanku pada pria yang disebutnya ayah Tapi sungguh tak pantas untuk disebut ayah