hiirei

yabunoo

[#yabunoo, soulmate au: apa yang tercoret di kulitmu akan muncul di kulit belahan jiwamu] [untuk #Inoo31stbirthday]

Selama berbulan-bulan, Yabu tidak pernah mendapat respon dari belahan jiwanya. Dia berulang tahun ke-17 pada Januari lalu, yakin segala tulisan yang dia buat di telapak tangannya muncul di tangan belahan jiwanya, namun tidak pernah ada balasan.

Dia tentu paham adanya kemungkinan perbedaan usia antara dia dan belahan jiwanya. Mungkin dia masih belum berulang tahun, mungkin setahun-dua tahun lebih muda darinya, atau mungkin karena belahan jiwanya tidak tertarik akan hal yang dikatakan sudah ditentukan oleh takdir.

Jadi, walau Yabu punya perasaan menggebu-gebu terkait belahan jiwanya, dia belajar untuk menerima. Tidak apa-apa jika belahan jiwanya tidak terlalu menginginkannya. Atau, kalau belahan jiwanya masih belum berumur 17, Yabu tidak akan keberatan untuk menunggu.

Oleh karena itu, perasaan Yabu campur aduk ketika suatu pagi dia melihat tulisan asing di punggung tangannya.

Tolong jangan menulis yang aneh-aneh.

Kedua alis Yabu bertaut. Sesekali dia memang suka bosan dan menulis hal-hal tidak penting di tangannya. Atau tanpa sadar ketika dia tidak dapat menemukan kertas untuk menulis, tentu dia akan menyoret telapak tangannya untuk catatan singkat.

Namun semuanya hilang dari pikiran Yabu ketika dia menyadari satu hal; belahan jiwanya memutuskan untuk berkomunikasi dengannya!

Kau berulang tahun hari ini? Yabu berpikir sebentar. Atau baru ingin berbicara denganku?

Jawabannya datang ketika siang tiba, istirahat dari pelajaran membuatnya kembali mengingat kemajuannya dengan sang belahan jiwa. Tulisan itu terlihat kecil-kecil dan tidak teratur, berbeda darinya yang sedikit lebih besar dengan goresan garis panjang.

Intinya jangan terlalu banyak mencoret yang tidak perlu.

Terutama jangan di wajah.

Wajah? Yabu memang bukan bocah SD yang masih suka menggambar kumis bohongan di wajah atau semacamnya, namun teman-temannya suka menjahili dia ketika tidak sengaja tertidur.

Apa selama ini dia terganggu?

Hanya mengiyakan perintah itu dalam hati, dia memikirkan hal lain yang dapat dia tanya atau bicarakan. Orang itu sepertinya bukan orang yang mudah ramah atau mau saja diajak basa-basi. Yabu juga tidak bisa menanyakan hal-hal yang dianggap personal oleh belahan jiwanya.

Tidak terpikir apapun, dia hanya menanyakan alasan mengapa terutama jangan di wajah menjadi penekanan dalam larangannya. Lucu sebenarnya bagi Yabu, membayangkan belahan jiwanya sebagai orang yang murung dan suka cemberut, lalu menatap jengkel pada cermin yang menunjukkan wajahnya penuh coretan.

Ketika sekolah sudah selesai, Yabu dengan cepat menghampiri Hikaru dan menceritakan apa saja yang terjadi. Tidak terlalu banyak juga, mereka baru berbicara dua kali, tapi Yabu tidak dapat menahan kegembiraannya.

Hikaru yang sudah lama mengenalnya hanya bisa menganggukkan kepala, ikut tertawa kecil ketika Yabu tertawa. Setelah menunggu sekitar lima bulan penuh dengan temannya yang sesekali murung dan risau, Hikaru turut bahagia melihat semua emosi negatif itu kini berubah menjadi senyuman lebar.

“Kalau benar dia orang yang murung, kalian seperti melengkapi satu sama lain, ya,” Hikaru melirik temannya, “dia yang murung dan kau yang ceria.”

Yabu mengangkat kedua bahunya, senyum masih melekat pada wajahnya. “Bisa saja dia juga ceria, aku hanya butuh waktu saja. Aku juga tidak selalu ceria, kan.”

“Tapi, apa kau terpikir sebuah nama atau semacamnya? Beberapa orang berkata mereka dapat membayangkan nama belahan jiwa mereka, walau tidak semuanya dapat menebak dengan benar.”

“Tidak juga,” Yabu mencoba mengingat nama-nama orang yang pernah dia temui atau dengar, “namun rasanya nama Kei terdengar bagus.”

Hikaru mendengus, sedikit tertawa, “Kau berbicara seakan memikirkan nama anakmu.”

Kei akhirnya mereka pakai untuk menyebut belahan jiwa Yabu. Benar atau tidaknya nama itu, hanya waktu yang dapat memberi tahu dia.

Yabu berusaha keras untuk menginisiasi percakapan setiap harinya. Dia akan menulis selamat pagi atau semangat menjalani hari! yang lebih banyak tidak terbalas. Satu atau dua balasan yang dia terima hanya berupa ya atau kau juga.

Walau begitu, Yabu sedikit bangga karena setidaknya dia mendapat beberapa info penting terkait Kei.

Aku bekerja sebagai model, tulisnya beberapa hari lalu, aku sudah pernah kena masalah karena kamu.

Yabu tidak terlalu mengingat kejadian yang dikatakan Kei. Terlalu banyak kejahilan yang dilakukan teman-temannya—kini dia sudah memberi tahu mereka dan semoga tidak ada kejahilan lainnya di waktu mendatang.

Model? Untuk majalah apa? Apa aku bisa melihatmu di toko atau di jalanan?

Kau kan belahan jiwaku, Yabu menghela napas membacanya, kau pasti akan tahu ketika kau melihatku.

Tidak lucu sekali kalau dia harus pergi ke toko buku dan melihat semua majalah yang ada di sana—dan tidak ada jaminan juga Kei adalah model untuk majalah. Bisa saja dia model untuk iklan—Yabu sudah jarang menonton televisi—atau model-model lainnya.

Mengetukkan pulpennya ke meja, dia memikirkan apa saja yang harus dia lakukan.

Yang pasti, dia akan menemukan Kei.

#yabunoo soulmate au

They said that people are connected to their soulmate. If you write something on your skin, it will also appear on your soulmate’s. Though you can see it in a red color, other people would see it in the original color, so they won’t know if it’s you or your soulmate who wrote it.

It’s a blessing for some people, since they can fake their writing if their soulmate never wrote anything. Because, appearantly, some people just never got anything written on their skin. But, it will only works when people already reach the age of 17, so some people do hope there is an age gap between them and their soulmate.

When Yabu entered his classroom, he saw most of his classmates circled around one girl. The girl put her arms on the table, makes other could see the drawing on her hand. Or in-progress drawing, since it’s not finished yet. Slowly but surely, new lines appeared on her hand, making the rose on her hand more complete and detailed.

“Ah, I wish my soulmate could draw like that too,” said one of Yabu’s classmates. “They rarely wrote me back so I hardly know what kind of person they are.”

“Yeah, if my soulmate is an artist I probably would asked them to draw everyday.”

“But wouldn’t it be a hassle? You have to pay them since they are an artist, you know? They worked hard on that.”

“Well, I could give them another type of payment.”

Sighing inwardly, Yabu went straight to his desk. This soulmate thing had been on his mind since he first heard his parent’s story. The way you could be connected to the one that’s made for you. The way you would know them with just one look when your eyes met. The way life would seemed more colorful when you get to know them.

He knew that books and movies also romanticized everything and not everyone will get their happy ending. Meeting your soulmate is one of the rarest thing in the world, since you would never knew where they are. You can’t really tell them where you live just by writing on your skin. Personal information would never appear on their skin, even if you write on yours a thousand times. That’s why some people just straight gave up on finding their soulmates, never write anything just to put their hope on something that they probably would never have.

Yabu looked to the girl again, her smile so wide and he could tell that she really loved her soulmate just by seeing her eyes. He remember that one time the girl suddenly looked on her hand and surprised filled her eyes. He asked her after class what was it about, since after that all she did was writing on her skin, smile on her face just as wide as the one she makes right now.

“It’s my soulmate,” Yabu could still recall her voice, “they finally wrote me back!”

He asked her what it feels like. Even though he already hear it from every person he knew that turned 17 before him, he still felt his heart beats fast and mind wonders when it was his turn. Will his soulmate be the one that turned 17 first and wrote to him? Or would it be him? He doesn’t really mind if he should wait, since he knew it will be worth the wait.

“Hey, Yabu,” a voice called him, “are you thinking about that soulmate thing again?”

Hikaru, his best friend since forever, stared at him with his usual goofy smile. He knew about Yabu’s interest (he called it addiction, actually, but just to be nice he changed it) with this writing-on-your-skin soulmate thing. It’s amusing for Hikaru, really.

“Not really.”

“What?” Hikaru gasped. “Why wouldn’t you? It’s your birthday in eight days, right?”

“Yeah, that’s kind of the point. I don’t want to get my hopes up.”

Hikaru sighed. All this time, listening to Yabu’s story, watching some sappy movies that Yabu recently rent, and other times he got involved with Yabu and his curiosity about soulmate, he always worried about what kind of soulmate Yabu will have. He also watched and read a lot of stories with many possible endings. Like, what if Yabu’s soulmate speak a whole different language? Or what if his soulmate is one of the people that just straight gives up on this?

“Don’t worry, I’m sure your soulmate is an awesome person.” Hikaru patted his back. “After all, we’re only 16—well almost 17 in your case. We still got a lot of time ahead. Your soulmate could be five years younger than us, for all we know.”

“Yeah,” Yabu let out a long breath, “probably skipping gymnastic as we speak.”

“What, you don't think your soulmate is an athlete?”

Yabu threw his gaze to the field outside the window. Looking at some of the first grade wearing their PE outfit, stretching and talking to each other. “Nah, he'll probably sucks at sports.”

[onesided #yabunoo. angst. soulmate au.] [ficlet, bahasa indonesia.]

Semua orang yang ada di dunia ini terdiri atas satu pasang.

Pada umur lima, dia diberitahu bahwa nanti dia dapat mengetahui siapa pasangannya. Siapa yang seharusnya berada di ujung benang merah, terikat di masing-masing kelingking.

Pada umur 12, dia diberitahu kisah-kisah mengenai orang yang menemukan pasangannya. Misalnya saja, ayah dan ibunya. Bertemu tak sengaja di bandara. Ujung benang yang tadinya samar, akhirnya menemukan sang pemiliknya.

Pada umur 17, dia tidak pernah diberitahu mengenai kemungkinan yang ada. Kemungkinan tidak akan pernah menemukan pasangannya. Kemungkinan tidak akan bisa bersama seperti apa yang selalu diceritakan padanya tiap malam.

Kemungkinan bahwa, mungkin saja, orang yang menjadi pasangannya bukan tercipta untuknya.

Inoo melihat jari kelingkingnya. Terikat benang merah tipis. Seakan bisa putus kapan saja. Terhubung dengan jari kelingking yang lain. Yabu Kota.

Sayangnya, jari Yabu terhubung dengan orang lain.

[#inoo, #takaki, dan slight #yabuhika serta onesided #yabunoo. sudah jelas lah ya ini ke mana arahnya. rpg au.] [ficlet, bahasa indonesia.]

Satu peran dalam grup mereka umumnya dipegang oleh satu orang.

Misalnya peran fighter yang hanya dimiliki Yamada. Atau Yabu yang hanya menjadi paladin satu-satunya. Begitu juga dengan Daiki yang menjadi healer mereka. Semuanya dipegang oleh satu orang.

Namun ketika membicarakan peran pemegang sihir, ada Hikaru dan Inoo dalam grup mereka.

Sihir mereka tidak persis sama. Diajarkan dari orang yang berbeda juga, tentunya, sebab sihir selalu unik. Diberikan secara turun-temurun, namun semua orang akan memiliki ciri khas sihirnya sendiri.

Dalam kasus mereka, Hikaru lebih bisa menggunakan sihirnya untuk memberi damage secara langsung. Bisa juga menimbulkan elemen-elemen secara kehendak. Dan yang paling membedakan adalah tongkat milik Hikaru. Selalu ada di saku jaketnya. Tidak terlalu diperlukan juga, sebenarnya, sebab Hikaru tetap bisa menggunakan sihirnya dengan tangan kosong. Namun dia ingin memberikan perbedaan antara dirinya dan Inoo.

Sedangkan untuk Inoo sendiri, dia sebenarnya bisa saja melakukan apa yang bisa dilakukan Hikaru. Dia juga bisa memakai elemen-elemen tertentu sebagai kekuatannya untuk memberikan damage pada lawan. Hanya saja, dia kekuatan fisiknya tidak sehebat Hikaru.

Jadi untuk membantunya, Inoo akhirnya lebih fokus dengan sihir summon. Memanggil makhluk dari dimensi yang dibuatnya sendiri untuk membantunya. Dia yang membuat makhluk-makhluk itu sendiri, diberi nama satu per satu.

Yang menjadi masalah untuk Inoo hanya satu; Hikaru dan Yabu.

Entah siapa yang membuat keputusan ini menjadi mutlak, namun Hikaru selalu dipasangkan dengan Yabu. Keduanya akan mendapat misi bersama dan tentu menghabiskan waktu lebih banyak bersama pula.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Inoo punya sedikit perasaan kepada ketua (tidak resmi) tim mereka. Dan kini, sudah menjadi rahasia umum pula bahwa Yabu sudah memilih Hikaru sebagai pasangannya.

Inoo tidak terang-terangan mengeluh.

Namun Takaki, walau dikatakan sangat tidak peka ketika berkaitan dengan perasaan, mengerti betul apa yang dirasakan temannya itu.

Karena Yabu dan Hikaru sudah menjadi pasangan tidak terelakkan, Chinen dan Keito masuk ke dalam daftar berikutnya. Lalu ada Daiki dan Yamada, disertai Yuto yang malang karena seringkali harus mengalah dan ikut dengan keduanya.

Menyisakan Takaki dengan Inoo.

Takaki tidak pernah menanyakan langsung kepada Inoo. Jelas karena Inoo sendiri tidak mau menjawab. Langsung mengalihkan pembicaraan mereka ke hal lain.

Yang Takaki hanya bisa lakukan hanya satu; berbicara pada sihir milik Inoo.

Makhluk-makhluk yang baru diciptakan Inoo biasanya akan ada dalam dimensi mereka selama beberapa waktu. Nantinya akan hilang sendiri ketika Inoo terlalu lelah atau fokusnya hilang. Terkadang juga dapat datang sendiri tanpa dipanggil. Takaki belum begitu mengerti mengenai kedatangan tiba-tiba makhluk milik Inoo.

Takaki pikir, makhluk tersebut merupakan bagian dari Inoo. Lebih tepatnya bagian dari sihir Inoo, tapi pasti mereka juga membawa emosi sang pencipta, bukan?

Mereka tidak bisa bicara. Hanya bisa bersuara. Tidak berbeda jauh sebetulnya dari hewan pada umumnya. Bentuknya saja yang sedikit aneh dan tidak biasa (semua tergantung pada imajinasi Inoo).

Namun Takaki bisa menebak dari ekspresi yang terlihat di wajah makhluk-makhluk itu. Sebut Takaki gila tidak apa-apa, tapi dia selalu berpikir makhluk tersebut mengekspresikan apa yang tidak bisa Inoo tunjukkan.

Oleh karena itu, biasanya kalau sudah melihat salah satu makhluk milik Inoo dengan ekspresi terlampau sedih, Takaki akan merangkulnya. Kalau ukurannya kecil, maka dia akan memeluknya atau menaruhnya dalam pangkuan. Mengajaknya bicara mengenai apa yang tidak bisa dia bicarakan pada Inoo secara langsung.

[#yabunoo. ficlet, bahasa indonesia.]

Biasanya, Inoo-lah yang suka mengutarakan pertanyaan random. Namun kali ini, pertanyaan itu datang dari Yabu.

“Siapa orang yang kau sukai?”

Inoo sampai harus mengalihkan pandangan dari televisi demi menatap lelaki itu. Jarinya yang sedari tadi memencet tombol remote berhenti bergerak.

Hah?

Karena Inoo tidak menjawab—hanya menatapnya datar terlalu lama—dia membuka mulutnya lagi. “Orang yang kau sukai. Ada?”

Kini, Inoo tampak berpikir sebentar. Mungkin akhirnya jadi refleksi diri juga untuk memikirkan siapa yang dia suka.

Jawabannya diberi dalam bentuk gestur; gelengan kepala. Atensinya kembali pada layar televisi dan mencari saluran yang menayangkan acara bagus. Kalau tidak ada, paling-paling dia akan memutar kaset film-nya saja.

Yabu merasa tidak puas dengan jawabannya. Jadi, dia masih bertanya lagi. “Ayolah, siapa orang yang kau sukai?”

“Sudah kujawab, kan,” Inoo tidak menoleh, “tidak ada.”

“Mana mungkin tidak ada,” Yabu ikut mengalihkan pandangannya pada televisi, “aku akan terus bertanya sampai ...”

Dia sengaja menggantungkan kalimatnya, agar orang yang diajaknya berbicara itu tertarik. Atau setidaknya memberikan reaksi sedikit. Namun nihil. Inoo akhirnya sudah menemukan acara televisi yang dianggapnya bagus dan memilih untuk fokus menonton.

”... sampai kau menyebut namaku.”

Helaan napas terdengar. Bukan reaksi yang Yabu inginkan, namun setidaknya ada reaksi. Sedikit.

“Kota, kita sudah tinggal bersama sejak dua tahun lalu.”

“Tapi—”

“Aku tidak suka siapa-siapa.” Yabu dapat merasakan kepala Inoo pada bahunya. “Adanya orang yang kucinta. Kamu.”

Senyum lebar pun muncul di wajah Yabu. Rasanya aneh, memang, bertanya mengenai hal ini di saat mereka sudah berhubungan selama lima tahun. Namun, tidak ada salahnya untuk bertanya juga, bukan?

“Jadi jangan bertanya lagi Harusnya aku yang punya peran sebagai penanya random.”

Tawa Yabu lolos, bersamaan dengan tangannya yang memeluk Inoo untuk mendekatkan diri mereka.

[#yabunoo. angst-ish(?).] [ficlet, bahasa indonesia.]

Apa kamu tahu mengapa kita hanya diberikan satu jantung yang berdetak?

Yabu tidak pernah mengerti pertanyaannya. Tidak pernah mengetahui jawabannya. Pun tidak berusaha mencari.

Manusia umumnya memiliki sepasang organ.

Dua mata. Dua tangan. Dua kaki. Dua telinga. Lalu mengapa jantung kita hanya satu?

Kalau ingin jawab sejujurnya, ya tentu sebab jantung adalah organ dalam tubuh. Tidak pantas jika dibandingkan dengan anggota tubuh yang berada di luar.

Jika ingin membandingkan, menurut Yabu, bisa saja bandingkan dengan lambung. Hanya satu juga. Lidah juga hanya satu.

Namun lelaki itu tidak pernah menjawab. Malas berurusan dengan hal-hal picisan semacam roman. (Tentu dia dapat menebak jawabannya pasti berbau cinta dan sebagainya.)

Yang memberi pertanyaan, Inoo, juga tidak pernah memberinya jawaban. Hanya sesekali melemparkan kalimat itu di saat senggang. Yabu rasa, mungkin dia hanya ingin mengganggunya. Atau mengisi keheningan yang ada di antara mereka setiap berada di ruangan yang sama.

Pernah sekali, Hikaru mendengar Inoo melemparkan pertanyaan itu. Secara spontan, Hikaru menjawab, “Kalau jantung kita ada dua, apa tidak berisik? Terlebih saat kau panik atau sehabis berolahraga.”

Saat itu, Inoo hanya tertawa. Disahuti oleh si penjawab. Tentu bukan itu jawabannya, sebab terlalu memakai logika. Yabu mengenal Inoo cukup lama untuk dapat mengetahui bahwa jawabannya pasti bukan seperti yang diharapkan. Atau mungkin tidak juga.

(Entahlah. Yabu juga tidak yakin seberapa jauh mereka mengenal satu sama lain. Kalau dihitung, cukup lama. Kalau dirasa, cukup sebentar.)

Pada akhirnya, Yabu menemukannya sendiri. Jawaban dari pertanyaan Inoo yang menghantuinya selama bertahun-tahun.

Dia temukan pada hari pernikahannya, dengan seorang gadis manis yang dirasa tepat untuknya. Tidak banyak bicara. Lebih suka mendengarkan. Tidak banyak tanya hal aneh seperti Inoo.

Terlebih, tidak seperti Inoo yang melakukan hal-hal di luar dugaannya. Misalnya seperti memeluknya erat tiba-tiba di hari pernikahannya itu.

“Kau akan tahu jawabannya, Kota,” bisik Inoo pelan, “ketika kau mendekapnya erat dan merasakan detakan jantungnya di sisi kananmu.”

Pelukan itu mungkin hanya beberapa detik. Tidak lama, sebab ada orang lain juga yang mungkin akan mempertanyakan jika mereka berpelukan terlalu lama.

Hanya beberapa detik, namun Yabu akhirnya menemukan jawabannya.

Tuhan menciptakannya sepasang. Satu untukmu, satu untuknya. Kau akan tahu yang mana pasanganmu ketika kau mendekapnya erat, merasakan detakannya yang sama denganmu.

Yabu masih ingat jelas apa yang Inoo ucapkan. Masih jelas dalam memorinya bagaimana Inoo menahan duka seraya memberinya selamat.

Masih jelas dia rasakan bagaimana semuanya terasa terlambat dia sadari.

[#yabunoo. ceritanya ((ceritanya)) nge-date.] [ficlet, bahasa indonesia.]

Ada banyak hal-hal kecil (namun tetap romantis) yang bisa dilakukan ketika berada di kerumunan. Tentu agar tidak terpisah dengan satu sama lain. Atau mungkin karena ingin pamer karena punya gandengan.

Contoh kecilnya, tentu berpegangan tangan. Hal paling lumrah dilakukan. Sederhana, namun terasa romantisnya. Jari-jari kalian saling mengisi kekosongan satu sama lain.

Selain itu, hal yang biasa dilakukan adalah memegang ujung baju. Biasanya yang berada di belakang yang harus melakukan ini. Yang figurnya lebih kecil juga, agar tidak tertabrak dengan orang lain. Sangat efektif bagi pasangan yang punya sukarelawan untuk menghadang massa.

Dua cara itu paling mudah dilakukan. Paling umum.

Namun seharusnya Yabu juga mengerti, pacarnya yang satu ini suka memiliki ide yang lain. Kalau kata Keito, out of the box.

Jadi pada hari itu, di taman bermain yang penuh pengunjung, Yabu hanya bisa menatap Inoo pasrah. Sebaliknya, Inoo memandang dia dengan alis yang bertaut.

“Ayolah, Ko, kau harus mengakui ini cara yang efektif juga.” Inoo mengalihkan pandangannya pada sekitar mereka. “Jadi lebih mudah untuk menemukan satu sama lain jika kita terpisah.”

Yabu hanya bisa mengangguk. Pandangannya kini tertuju pada benda yang dipegangnya. Sebuah tali. Tali yang mengikat balon besar berwarna hijau muda.

Cara ini memang efektif, sih, sebab balon ini terlihat jelas dari kejauhan. Mudah juga bertanya pada orang-orang sekitar jika mereka terpisah nanti.

Menghela napas, Yabu mengikuti langkah Inoo mengelilingi tempat itu.

[#yabunoo. angst. paralel universe(s). ditulis dari sudut pandang kedua.] [ficlet, bahasa indonesia.]

Lagi.

Kau melihatnya. Kemeja putihnya menyerap darah. Kedua matanya tertutup setelah melihatmu terakhir kali. Kini tubuhnya terbujur kaku.

Kau merasakannya. Berat pistol dalam genggamanmu. Berat hatimu menatapnya. Serta berat pandangannya padamu.

Setelah yang keempat kali, kau memutuskan untuk tidak lagi menghitung. Memutuskan untuk diam saja dan abai pada hatimu yang lagi-lagi merasa gagal. Merasa tidak pernah cukup untuk bisa membuatnya bertahan hidup.

Di dunia yang kali ini pun, kau gagal.

Kau yang meminta ini terjadi. Kau yang memohon agar waktu bisa terus berulang. Kau yang mengharapkan kesempatan, lagi dan lagi, untuk terus bersamanya. Sebab kau tidak pernah berhasil menjaganya. Dia selalu berakhir mati, bersimbah darah, bahkan kali ini karena kau.

Lagi, kau pinta agar kalian dilahirkan kembali. Pada waktu yang berbeda atau yang sama, kau tidak peduli. Yang kau ingin hanyalah agar waktumu kembali pada titik nol, lalu kau akan kembali menjalani hidup dengannya.

Lagi, si pemegang waktu datang dengan tatapannya yang kau hapal. Tersenyum miring melihat kegagalanmu. Lagi dan lagi.

“Kau yakin masih ingin kembali?” Suaranya berat, menggema, membawamu pergi jauh dari tempatmu terakhir berdiri. “Kau masih gagal.”

Pertanyaan ini hanya basa-basi. Dia selalu bertanya setiap kau gagal. Mungkin sengaja agar kau urung dan berhenti bermain dengan para Dewa.

Dia hanya mendengus ketika kau tidak menjawabnya. Ibu jarinya siap menekan jarum jam pada waktu.

“Semoga berhasil, Yabu Kota.”

[onesided #yabunoo. ditulis dari pov kedua. ficlet. bahasa indonesia.]

Kamu terlalu sering melihatnya pergi. Lalu kembali.

Entah memang nasib atau dia yang tidak tahan dengan hubungan jangka panjang. Hubungan Inoo hanya bertahan dua bulan. Paling lama.

Kau juga tidak lagi bertanya sejak kelima kali kau melihatnya kembali. Suatu hari kau hanya mendengar ketukan di pintu, dua tiket film di tangan, serta senyumannya yang lebar.

Dia akan bercerita, nantinya, di sela gelas minumannya yang ketiga. Menggerutu mengenai banyak hal yang masih kau hapal. Kau juga tidak mengerti bagaimana otakmu merekam semua jejaknya.

Pada hari lainnya, kau melihatnya lagi. Tangan terpaut dengan orang lain. Senyumnya masih cerah dan lebar pada parasnya. Berjalan menjauhimu entah ke mana.

Kau sudah terbiasa.

Benakmu tidak lagi bertanya-tanya. Hatimu tidak lagi merasa pedih. Sebab kau yakin dia akan kembali. Lalu pergi lagi.

Namun yang pasti, dia akan kembali. Selalu.

Hanya saja, sekarang sudah berjalan satu tahun.

Kau berdiri di sampingnya yang kesulitan memasang dasi. Gugup terlihat pada wajahnya. Senyumnya masih ada, kecil, kalah dengan cemas. Di tangannya, secarik kertas bertuliskan sumpah janji yang akan dia baca nanti.

Untuk seseorang yang mengambilnya pergi. Darimu. Selamanya, jika sesuai dengan apa yang ditulis dalam sumpah janjinya.

[#yabunoo. soulmate au where your soulmate's first impression/thoughts about you is written on your wrist.] [ficlet. english.]

Inoo never really minds about other's first impression about him. He knows he blurts out things out of nowhere. Sometimes jokes way too much. Sometimes talks way too little.

He never got any great first impression, but he's good at changing it. Not all of them, still there's some people out there he can't please. But most of them told him they change their minds when they get to know him more.

However, he doesn't understand the writing in his wrist.

They said it's what your soulmate is thinking when they first land their eyes on you. Probably not when you met them the first time, since there's a possibility you just took a glance at someone at the bus, without knowing they're your soulmate.

Most people got something like “pretty” or “rude” or “cool”. Usually just one adjective word. Not a long sentence like what Inoo has on his wrist.

He hasn't met his soulmate yet. But when he does, he'll have to ask things to them.

'He looks so lonely there, does he needs someone? Should I go there? What do I have to say? Hika would probably said he's so out of my league.'