JeJeJJ

“Udah bangun Win? Nyenyak tidurnya?”

“Engghhhhh”

Winata mengucek matanya dan menguap, rasanya ia terlelap lama sekali setelah asik melepas rindu dengan Bright meski dari layar ponsel.

“Mau makan? Yuk, belum terlalu malam untuk makan malam”

Awan mengecek arlojinya yang menunjukkan pukul 20:30, selama empat jam lebih Winata terlelap dan selama itu juga Awan terjaga dan memperhatikan Winata yang tengah tidur, mengamati setiap detil wajah manis Winata dewasa, menyuburkan kembali ingatannya dari Winata kecil yang sering merengek padanya untuk dibelikan eskrim menjadi Winata dewasa. Waktu berlalu begitu cepat, rasanya seperti baru kemarin kini mereka sudah di hadapkan pada keputusan sulit.

“Nggak deh kak, Win gak lapar”

Winata bangkit dari sofa dan berjalan menuju sang papa yang terbaring diatas ranjang.

“Papa udah baikan?”

#FN 11

“Udah bangun Win? Nyenyak tidurnya?”

“Engghhhhh”

Winata mengucek matanya dan menguap, rasanya ia terlelap lama sekali setelah asik melepas rindu dengan Bright meski dari layar ponsel.

“Mau makan? Yuk, belum terlalu malam untuk makan malam”

Awan mengecek arlojinya yang menunjukkan pukul 20:30, selama empat jam lebih Winata terlelap dan selama itu juga Awan terjaga dan memperhatikan Winata yang tengah tidur, mengamati setiap detil wajah manis Winata dewasa, menyuburkan kembali ingatannya dari Winata kecil yang sering merengek padanya untuk dibelikan eskrim menjadi Winata dewasa. Waktu berlalu begitu cepat, rasanya seperti baru kemarin kini mereka sudah di hadapkan pada keputusan sulit.

“Nggak deh kak, Win gak lapar”

Winata bangkit dari sofa dan berjalan menuju sang papa yang terbaring diatas ranjang.

“Papa udah baikan?”

Iu

.hehe

Tags: ⚠️, 🔞, bxb,Smut but make it angst, Adult Content, Brightwin, Short Oneshot, Hurt, Leaving.


Estetika Wahid Apartmen 09:10 Pm

“Tapi saya cinta sama Bian tante.....”

“Lalu kalau hanya mengandalkan cinta apakah kalian akan menikah? Apa kalian sudah gila? Apa kamu kira saya tak menginginkan keturunan?”

Win dipukul telak, semua yang dikatakan Tante Davika adalah benar adanya, cintanya pada Bian memang sangat besar namun tetap saja tak akan bisa memungkiri fakta bahwa mereka adalah dua orang lelaki yang tak akan memiliki keturunan jika hubungan mereka dilanjutkan.

Air matanya tak bisa ia kendalikan, beberapa pengunjung cafe melihat ke arah meja mereka karena ingin tahu dan menerka-nerka apa yang terjadi.

“Jangan memulai cerita sedih disini, bukankah hidupmu sudah menyedihkan dengan menjadi benalu bagi Bian?”

Win menggeleng.

“Gak tante, sa.... saya sudah bekerja”

Waiter? Kamu kira sederajat dan setimpal dengan anak saya? Sadar Win..... Ini bukan dunia dongeng, Bian pantas mendapatkan yang terbaik buat dia”

Lagi, Win di pukul telak... Selama ini memang Bian yang membantunya, bahkan ketika ia sudah bekerja ia tetap tinggal di apartemen milik Bian.

“Bukankah kamu berpikir sudah cukup menjadi benalu bagi Bian tiga tahun terakhir? Apakah kamu tak ingin membalas budi atas kebaikan anak saya?”

Win tertunduk mendengarnya, ia mati-matian menahan tangisnya yang semakin terasa perih.

“Ini.... Tinggalkan Bian secepatnya, kamu harusnya tahu diri kamu itu siapa”

Davika menyerahkan sebuah amplop coklat yang berisi uang, uang transportasi untuk Win segera pergi menjauh dari cintanya.... Cinta pertamanya yang membuat dirinya percaya kalau ia dibutuhkan di dunia ini.

“Saya gak mau.....”

“Saya tak akan melakukannya...”

“Saya tak akan meninggalkannya...”

“Bian....” Panggilnya lirih

“Biannnn” Lebih keras ia rasa

“BIAAAANNNN”

ia menjerit keras dan membuatnya membuka mata, putih itu perlahan-lahan menjadi atap apartemen mereka.

“Iya sayang? Kenapa hmm? Aku baru pulang lembur”

Jawab Bian yang datang dari dapur dengan membawa segelas air putih.

Win menggeleng, yang tadi bukanlah sebuah mimpi saja, namun memang pembicaraannya dengan Tante Davika di cafe dekat tempat kerjanya tadi siang.

Win melirik ke tas kecilnya di atas nakas, di dalam sana terdapat amplop coklat yang ia terima dari tante Davika.

“Kamu mimpi apa hmm? Bangun tidur kok nangis?”

Lagi – lagi Win menggeleng, ini pertama kalinya ia berbohong pada Bian.

“Aku kangen kamu Bi, mau peluk”

Ujar Win dengan hati remuk redam, apakah ini sebuah perpisahan? Bian memang pantas memdapatkan yang terbaik, dan itu bukanlah dirinya.

Mau kalian meneriakkan pada dunia kalau cinta mereka baik-baik saja namun nyatanya tidak, ada kesenjangan yang luar biasa antara Bian dan Winata, dari faktor ekonomi, pendidikan hingga latar belakang yang kontras, mau kalian memaksakan hubungan seperti itu pada akhirnya akan kandas di tengah jalan juga.

Karena sejatinya hubungan yang baik bukanlah tentang kamu dan dia semata, namun kamu juga harus menerima dan diterima oleh keluarganya, itulah hal yang tak mereka punya, Win tak di terima oleh keluarga Bian, tentu saja.... Ini bukan sebuah kisah dongeng yang semuanya akan berjalan mulus dan lancar hingga akhir, rasa-rasanya langit bisa runtuh kalau keluarga Bian berkata 'Ya' dan menerima Win sebagai bagian dari keluarga mereka.

Bian tersenyum dan mendekat memeluk Winata, kini ia sudah mengganti pakaiannya yang tadinya seragam kantoran menjadi menggunakan kaos tanpa lengan dan celana pendek yang membuatnya nyaman.

“Kamu manja banget, kenapa huh?”

Ujar Bian sembari membelai puncak kepala Winata yang ada di perpotongan lehernya.

“Aku..... Rindu Bii, iya aku rindu”

Aku akan rindu pelukan ini Bii, sebelum aku pergi, sebelum semua warna pergi dan hidupku menghitam lagi.

Winata terisak dalam peluk Bian.

“Ssstttt, kamu kenapa nangis hmm? Ada masalah di kerjaan?”

Tanya Bian yang langsung menangkup pipi Winata dan menatap mata indah itu. Sangat menggemaskan di mata Bian.

Lagi-lagi Winata menggeleng.

Aku tahu kamu tak suka dibohongi Bii, namun maaf kali ini aku harus berkali – kali berbohong di hadapanmu, aku janji.... Ini yang terakhir.

“Lalu kenapa nangis hmm? Aku udah ada disini loh, katanya beberapa hari lalu kamu kangen? Ini aku udah ada disini sayang”

Bian mengecup kedua mata Winata yang sudah basah oleh air mata, ia mengirimkan kasih sayangnya dari kecupan singkat penuh ketulusan itu.

“Tante Davika gak marahin kamu Bii?”

Alis Bright mengernyit mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir kekasihnya.

“Mama? Kamu tau gak? Ini sulit di percaya sih Taa..... Mama yang nyuruh aku kesini nemuin kamu malahan, biasanya kan gak di bolehin kan? Apa ini artinya mama udah bisa nerim kamu ya Taa”

Ujar Bright berbinar-binar menebak-nebak mengapa sang mama mengizinkannya menginap disini, padahal biasanya tak akan dibolehkan.

Winata tahu apa yang terjadi.

Iya Bii, kamu di bolehkah karena ini terakhir kali aku akan bertemu denganmu Bii, this is the last time Bii, i'm so sorry.

“Iyakah?”

Winata berpura-pura tak tahu dan memalsukan senyumnya.

“Iya sayang, ahhhh semoga saja ini menjadi pertanda baik ya Taa”

Ujarnya dengan mata berbinar-binar seakan Bian bisa melihat masa depan mereka, tanpa Bian tahu kalau harapan itu telah pupus dan mati di hati Winata.

“Bii....”

Panggil Winata lirih, jika ini perpisahan.... Maka ia akan melakukannya untuk yang terakhir kalinya.

“Iya? Kenapa sayang?”

Bian meminum segelas air yang ia bawa, beberapa tegukan dan ia memberikan sisanya pada Winata untuk menghabiskan air mineral dingin yang ia bawa dari dapur.

Make love with me tonight

“Uhuk-uhuk”

Bian sampai tersedak di buatnya, tak biasanya Winata meminta lebih dahulu, bahkan jika di ingat – ingat ini adalah pertama kali Winata meminta untuk bercinta dengannya.

Are you sure?

Win mengangguk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Bian.

Ciuman itu terjalin begitu saja saat keduanya memejamkan mata.

Kaki Winata lemas berjalan di sepanjang koridor rumah sakit yang sepi, tangisnya semakin menjadi meski dalam diam dan sunyinya malam, Bright berjalan menggandeng tangannya dan menggenggamnya erat, seakan memberi tahu seberat apapun masalah yang Winata hadapi, ia akan selalu ada disini untuknya, namun rasa itulah yang membuat Winata takut, ia takut membuat keputusan yang salah dan melukai orang yang ia cinta.

Di depan sana ada Awan yang duduk di bangku depan pintu, ia sengaja menunggu kedatangan Winata yang pasti datang bersama seseorang bernama Bright, lelaki yang Winata bawa ke rumah untuk di perkenalkan pada keluarganya.

“Kak Awan... Papa mana kak?”

Tanya Win langsung dengan mengusap air matanya, Awan mau saja mengusap air mata Winata namun ia menjaga perasaan Bright, jauh dalam lubuk hatinya ia tak ada niat sama sekali untuk melukai keduanya, namun sekali lagi, ia juga tak bisa apa-apa.

“Ada di dalam Win, masuk aja”

Win langsung melepaskan pegangan tangan Bright, tanpa Win tahu kalau Bright baru saja merasa kosong.

“Bright ya?”

Tanya Awan sopan, ia masih bisa tersenyum di depan Bright saat ini.

“I-iya”

i think we need to talk bisa?”

Bright menoleh ke arah pintu dan dari kaca ia bisa melihat Win sedang menangis bersimpuh dengan menggenggam tangan sang papa, sekarang ia merasa bersalah, ia menyalahkan dirinya tentang apa yang terjadi pada papa kekasihnya, andai saja ia menolak ajakan Winata, andai saja ia tak muncul dalam makan malam tadi, andai saja dan ada ratusan pengandaian di kepala Bright saat ini, meski ia mencoba terlihat tenang namun jauh di dalam hatinya ia juga sama kalutnya dengan Winata.

“Boleh”

Jawab Bright singkat.

“Mari ikut aku”

Awan berjalan menuju koridor lain, ia berniat membicarakan sesuatu dengan Bright di luar ruangan ini.


Ruang An-nisa

“Papa.... Paaa”

Panggil Win lirih, sang mama dan kakak-kakaknya keluar ruangan untuk memberikan waktu pada Win berbicara dengan sang papa.

“Winata..... Anak papa”

Panggilnya lirih, suaranya seakan sudah jauh untuk bisa di dengar.

Tangis Win kembali pecah, ia tak bisa melihat sang papa seperti ini karenanya, ia tak bisa, ia tak akan sanggup.

“Papa maafin Win paa.... Maafin Win paaa”

Win menangis dengan kepala yang ia benamkan di ranjang.

Kepalanya di usap oleh sang papa pelan.

“Win...”

Panggil sang papa lirih.

“Iya paa, Win udah di sini Paa.....hiks maafin Win paa”

Win mencoba menghapus air matanya, meski percuma saja karena air matanya terus menetes bagai sebuah sumur penderitaan yang tiada akhir.

“Papa boleh minta satu permintaan sebelum papa meninggal?”

“Gak paa, papa gak akan kemana-mana, papa akan ada disini sama Win paa”

Win menjawab dengan mata sembab yang terus mengeluarkan air matanya, ia mati-matian menatap mata rabun sang papa yang termakan oleh usia.

“Terima kak Awan ya? Hanya itu satu-satunya permintaan papa”

DEGGG

Jantung Win bagai berhenti berdetak selama sekian detik, ia harusnya sudah tahu kalau akhirnya ia akan dihadapkan pada suatu pilihan, harusnya ia tahu kalau ini akan terjadi.

“Hanya itu permintaan papa nak, hanya itu”

Dan detik itu juga rasanya jiwa Win seperti di tarik paksa dari tubuhnya, ia tak tahu harus berkata apa.


Sekarang ini Winata berada di luar bersama sang mama dan saudara-saudaranya.

Di dalam sana sang papa sedang di tangani oleh dokter dan suster.

“Kira-kira sampai kapan tuan?”

Tanya sang dokter sedang berpura-pura menyuntikkan sesuatu pada selang infus ayah Winata.

“Sampai rencana saya berhasil dan Winata berkata iya”

Jawabnya dengan senyum miringnya yang yakin kalau Winata akan menuruti apa kainginannya.

Rumah Sakit Setjonegoro

Selama perjalanan menuju rumah sakit Winata terus menangis, hujan deras di luar sana mewakili perasaannya yang remuk redam, ia tak tahu harus bagaimana. Pikirannya kalut, hatinya takut, fisik dan psikologisnya sedang di uji dari segala sisi.

Jika bisa dan jika boleh ia akan lari keujung dunia manapun asalkan Bright bersamanya, namun hati kecilnya tak bisa menuruti keinginannya yang egois itu karena sang papa yang di larikan ke Rumah Sakit.

Meski tak ada yang menyalahkannya namun tetap saja, didikan sang papa dari ia kecil sangat membekas dan membentuk kepribadian Winata yang penurut mengambil alih pikirannya saat ini.

Sekarang ia menyesal membentak dan melawan perintah sang papa.

“Mas Bright..... Aku.... Aku takut mas”

Lirih Win di dalam mobil, pandangannya ia buang ke arah kaca yang mengembun seolah menertawakan penderitaannya yang baru saja di mulai, matanya tak berani melihat mata Bright.

Air matanya jatuh begitu saja membawahi pipinya, rasa takut kehilangan sungguh besar di benak Winata, namun ia tak bisa memilih antara Bright dan sang papa, keduanya memiliki andil yang sangat besar dalam hidupnya.

Sang papa yang membesarkan dan mendidiknya, Bright yang datang dalam hidupnya menawarkan uluran tangan untuk berjalan bersama dalam kegelapan dan menyembuhkan semua luka yang pernah ia rasakan, ini tak adil....sungguh tak adil, ini bukan sebuah pilihan yang mudah, bahkan rasa-rasanya Winata tak akan bisa memilih salah satu diantara keduanya.

“Taa....”

Panggil Bright lembut, traffic light di depan Rumah Sakit memang agak lama dan Bright memilih untuk menenangkan kekasihnya sejenak.

Ia menyentuh tangan Winata yang terasa dingin, rasa gugup dan takut kehilangan itu sangat kentara. Jauh di dalam lubuk hatinya ia juga tak mau kehilangan Winata, namun ada hal yang harus Winata prioritaskan dari dirinya, dan itu adalah sang papa, Bright tahu posisi dan tahu diri untuk mencoba mengerti posisi Winata saat ini.

Winata membawa matanya untuk membalas tatapan mata Bright, namun itu adalah keputusan yang salah, semakin ia menatap mata Bright, semakin ia ingin kabur ke belahan dunia lain bersamanya, juga rasa bersalah luar biasa yang tak mungkin ia bisa utarakan dengan kata-kata.

Everything will be okay Taa....”

Bright meremas Tangan Winata pelan, menyalurkan kehangatan dan rasa afeksinya disana, sedikit banyak bisa menenangkan Winata.

“Mas akan ikut semua keputusan kamu Taa, mas percaya sama kamu”

Tangis Win tambah pecah dan terdengar menyakitkan, ia langsung memeluk Bright erat-erat seakan tak mau kehilangannya, air matanya memasahi kemeja yang dikenakan Bright.

“Maafin aku mas.... Maafin aku”

Win terus meminta maaf pada Bright atas kejadian makan malam ini yang tak terduga, pasti Bright kecewa berat dengan apa yang terjadi.

“Sshhh iya Taa, iya sayang, gapapa kok, yuk kita tengok papa”

Bright melerai pelukan Winata, hujan yang semakin deras merajam bumi seakan ingin membisikkan sesuatu pada mereka, semesta yang sedang menangis seakan menjadi suatu pertanda buruk akan terjadi di depan sana.

Dibawah langit Wonosobo yang sedang menangis.

Hakata Sushi-09:30 Pm

Win menunggu tenang di mejanya setelah menyantap beberapa menu yang dihidangkan oleh seorang Chef muda di restaurant jepang ini.

Ia menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengatakan kritiknya terhadap makanan yang sudah ia telan, profesinya sebagai seorang kritikus makanan mengharuskannya lebih jeli tentang cita rasa makanan yang menyentuh lidahnya.

Terlihat satu persatu pengunjung restaurant ini mulai pergi meninggalkan kursi dan meja, juga beberapa karyawan yang satu persatu mulai undur diri karena waktu kerja mereka telah selesai.

Hanya tersisa seorang Chef di dapur sana, Bright namanya. Ia seorang Chef yang sekaligus menjadi owner restaurant ini.

Hal yang selalu membuat Bright gugup adalah saat Win memberikan pendapatnya tentang makanan yang ia sajikan, karena apa yang Win katakan esoknya akan terbit di koran lokal, jadi Bright harus memastikan kalau reputasi restaurantnya tetap mendapatkan review bagus setiap di setiap bulannya.

“Apa saya sudah boleh mengatakannya?”

Panggil Win sambil melambai ke pintu kaca yang tembus langsung ke dapur.

Sadar kalau Win akan mengatakan pendapatnya, Bright membuka pintu kaca itu dan membentangkannya lebar-lebar, membuat sosoknya terlihat jangkung dibalik cahaya lampu dapur yang menyilaukan.

“Anda boleh mengatakannya, di dapur”

Degup jantung Bright terasa lebih cepat, setelah mengetahui Win tak mengatakan sepatah katapun, Win langsung berdiri dan berjalan menuju dapur.

Win terlihat berjalan berputar – putar di bagian pantry yang menyetok beberapa bahan makanan segar.

“Well... Chef Bright”

Win membuka beberapa kancing kemejanya, ia melonggarkannya dan membuat dirinya senyaman mungkin.

“Sejauh ini baik-baik saja bukan?”

Win akan mengatakannya, namun kali ini bukan sebuah fakta, ia akan mengatakan sebuah kebohongan, makanan Bright sangatlah lezat dan tentu memenuhi standart lidahnya namun ia tak akan mengatakan pujian itu secara cuma – cuma.

Win sengaja melakukannya untuk mendapatkan apa yang ia mau, apa yang ia inginkan selama satu bulan terakhir, ia menahan hasrat untuk bisa menginjakkan kaki di restaurant ini sejak terakhir kali ia memberikan review nya 30 hari lalu.

“Baik-baik saja, semuanya lancar dan pengunjung semakin ramai”

Bright ikut membuka beberapa kancing pakaian ala chef yang ia kenakan, juga ia membuka celemeknya dan mengenbalikannya di tempat yang seharusnya sebagai tanda kalau jam kerjanya telah selesai, tapi nampaknya tak selesai sampai disitu karena malam ini Bright harus berusaha ekstra untuk membungkam mulut Win agar memberikan restaurant nya review yang bagus seperti bulan-bulan lalu.

Win terkekeh mendengarnya, seolah menyelekan apa yang dikatakan oleh chef muda di depannya.

“Tapi saya heran, mengapa mereka semua mau membuang uang hanya untuk makan salmon sushi yang dagingnya tak segar lagi”

Satu perkataan Win mengejutkan Bright, ia ingat betul kalau salmon yang ia gunakan selalu fresh dan bukan merupakan salmon beku karena ia sendiri yang belanja bahan-bahan makanan sebelum jam restaurant buka.

“Tuna mayo huh? Rasanya menjijikan, aku baru tahu kalau mayonaise rasanya bisa seburuk itu”

DEGGG

Bright tak banyak berkata, ia langsung memegang kemeja depan Win dan memuntirnya sambil mendorongnya ke dinding.

BRUKKKK

“Anda sengaja hmm?”

“Woah... Lihatlah, begini cara anda menyambut seorang kritikus makanan huh? how dare you!!!”

SLURRPHH

Bright langsung melumat bibir yang baru saja membentaknya itu, ia tahu kalau inilah yang di inginkan Win, inilah jalan satu-satunya.

Ia mengecup, mencium, menjilat dan menghisap bibir Win dengan rakus, Bright juga melumat deretan gigi indah itu dengan lidahnya dan saling menukarkan saliva satu sama lain.

Ketika ciuman itu terlerai, sebuah senyum melengkung di bibir keduanya, Win yang mendapatkan apa yang ia inginkan, juga Bright yang dapat membaca apa yang diinginkan oleh Win.

“Bagaimana? Apa masih kurang fresh? Bukankah bulan lalu kamu menyukainya sampai membuat bibir kita bengkak di keesokan hari hmm?”

Win terkekeh mengingat kejadian yang hampir sama satu bulan lalu. Juga ia yang menyadari kalau Bright tak menggunakan saya-anda lagi, namun aku-kamu, sepertinya hal panas akan terjadi disini.

“Tentu aku menyukainya Chef, bukankah aku sudah pernah bilang kalau aku suka makanan yang fresh?”

Win berkata seraya menyentuh bibir indah Bright dengan kedua jari telunjuknya, ia sangat menyukai bentuk bibir Bright yang sangat seksi dan menggoda.

“Tapi aku masih mengeluhkan tentang mayonaise buatanmu yang rasanya sangat bu....”

Bright tak membiarkan Win mengatakan sesuatu yang buruk tentang makanannya, ia kembali mencumbu Win dengan liar sampai rasanya oksigen menjauh dari jarak jangkauan mereka berdua.

“Aku punya sesuatu yang lebih baik daripada mayonaise”

Bright menggenggamkan tangan Win ke sesuatu yang mengeras diantara dua pahanya.

“Iyakah? Apa kamu yakin aku akan menyukainya?”

Win menanyakan hal itu disaat tangannya sedang sibuk meremas dan mengurut kejantanan Chef di depannya.

“Aku masih ingat betul bagaimana kamu menelan 'mayonaise milikkku' sebulan lalu, bukankah rasanya sangat nikmat? Sampai kamu tak menyisakan setetespun 'mayonaise' itu dan menjilat sisanya di lantai dapur”

Bright menang kali ini, ia tahu apa yang Win inginkan, dan ia memiliki apa yang Win sangat inginkan.

“Aku hanya tak suka sesuatu terbuang sia-sia”

Tangannya masih bergerak keatas dan kebawah dengan frekuensi yang ia atur sedemikian rupa hingga membuat nafas Bright mulai terasa berat dan memburu.

“Kalau begitu, keluarkan mayonaise yang kamu suka.... Gunakan mulutmu untuk mengeluarkannya”

Bright menekan kedua pundak Win kebawah hingga kepalanya tepat berada di depan sesuatu yang mengeras diatara kedua pahanya.

“Aku membutuhkan sedikit bantuanmu disini Chef”

Win tersenyum licik sambil mendongak keatas melihat wajah Bright yang terlihat tegas.

“Aku akan membantumu dengan senang hati, pastikan mulutmu tak pegal ketika aku memompa dan menghujamkan penisku hingga ke ujung tenggorokanmu”

Di dalam ruang ganti.

“Ahhh coach enak bangethhh, sepong batangnya juga ahhh”

Awan terus mendesah dan meracau seiring mulut Newwie yang menghisap kepala penisnya, hanya bagian kepala penisnya saja tapi mampu membuat Awan seperti ini.

“Ummm..... Slurphhh... Mmmmhhh”

Sama dengan Awan, Newwie juga menikmati sesi oral ini, ia menjilat, mencium dan menghisap kepala penis Awan yang terus memberinya asupan cairan bening dan kental bernama precum.

Fuck, all the way coach

Awan memegang kepala Newwie dan menghujamkan penisnya hingga masuk dan menyentuh tenggorokan sang pelatih, tak masuk semua karena ujuran awan terlalu besar dan panjang untuk bisa masuk seluruhnya, tak lebih dari setengah panjang penis Awan yang masuk dan memenuhi mulut dan tenggorokan Newwie.

“Ummmmm”

Hanya gumaman yang keluar dari mulut Newwie, mulutnya yang disumpal penis Awan mampu membuatnya kehabisan nafas.

“Tahan bangsatttttt, enak banget coach ahhh, kalau gini caranya Awan mau latihan tiap hari kalau bisa nyumpel mulut coach pake kontol gini”

Awan menahan kepala Newwie yang ia sumpal dengan kejantanannya, yang ia mau hanya rasa nikmat yang lebih dan lebih lagi.

PWAHHH

“Ahhhh... Haahhhh”

Newwie mengatur nafasnya karena beberapa detik tadi oksigen terasa menjauh dari jangkauannya. Penis Awan yang menyumpal mulutnya membuat ia susah bernafas dengan normal.

“Suka nyepong kontol hmm?”

Tanya Awan sambil membersihkan sisa – sisa liur dan precum di bibir Newwie.

Belum sempat Newwie menjawab pertanyaan Awan, ia sudah di sumpal lagi oleh penis anak didiknya itu. Kali ini berbeda dengan sebelumya, kepalanya di pojokkan ke tembok sehingga tak bisa menghindar, sepertinya Awan akan melakukan face fuck dan Newwie tak keberatan menerimanya.

“Ahhh yeahhh, ngewe mulut coach aja udah enak banget fuck

Awan menghentakkan penisnya masuk dan keluar ke mulut Newwie, kepala penisnya menyodok tenggorokan sang pelatih hingga kadang membuatnya mual sampai mengeluarkan air mata, ia tak menangis hanya respon tubuhnya saja ketika penis Awan menyentuh tenggorokannya berkali-kali.

“Ghokkkk....ummmmhhh....slurphhh”

Newwie mencoba menerima dan menelan semua cairan precum yang terus membanjir dari penis Awan, sepertinya sudah beberapa minggu ini Awan tak mengeluarkan spermanya hingga precum nya saja bisa sebanyak ini, Newwie juga bisa merasakan urat-urat yang ada di sepanjang batang penis Awan, meliuk-liuk ia rasakan dengan lidahnya.

“Ahhh coachhh aku mau Deepthroat boleh ya?”

Awan menarik penisnya, tak sampai keluar dari mulut Newwie namun hanya sampai bibirnya saja. Ia memberi Newwie waktu untuk mengambil nafas sebelum ia menghujamkan penisnya hingga masuk keseluruhan di tenggorokan Newwie.

one breathe, okay?”

Tutur Awan sambil memainkan kepala penisnya di deretan gigi rapi itu, rasa ngilu langsung membuat kakinya gemetaran.

Ready?”

Newwie mengangguk dan bersiap menerima ukuran penis Awan di mulutnya, dari beberapa penis yang pernah ia oral sejauh ini penis Awan lah yang paling besar dan panjang.

CLOKKKK

“Damnnnnnn, anget banget bangsattttt”

Awan mengumpat dan mengeluarkan sumpah serapahnya ketika seluruh penisnya berhasil ia hujamkan dan masuk kedalam tenggorokan Newwie yang hangat nan lembab itu.

Sedangkan Newwie sedang kepayahan menerima penis Awan yang rasanya ingin menghancurkan tenggorokannya, sangat dalam dari yang ia ekspektasikan.

PWAHHH

“Woahhh congratulations, coach berhasil nelan semua kontol Awan ahahaha”

Candanya ketika ia mengeluarkan penisnya dan ia menyadari dari kepala penis hingga pangkalnya sudah basah oleh liur Newwie, ia tak perlu mengambil pelumas yang sudah ia siapkan di tasnya.

“Panjang banget kontol kamu Wan.... Ahhhh.. Haahh”

Awan ikut berjongkok dan menyamakan tingginya dengan Newwie.

“Enak kan? Mau gak di ewe sekalian? Pasti mentok banget kan coach?”

CUPPP

Awan mencumbu bibir merah muda Newwie dan melumatnya habis, ia menelan liur yang bercampur dengan precumnya sendiri itu sampai tak bersisa.

“M-mau... Ahhh”

Good Boy, kalau mau cepet berdiri mepet ke tembok, aku kasih yang enak abis ini”

Newwie menurut langsung berdiri menghadap tembok dan membelakangi Awan, ia kira Awan akan langsung melakukan penetrasi dan menghujamnya tanpa ampun, namun ia salah, ternyata Awan ingin melakukan rimming.

Nice ass

Puji awan yang asik meremas pantat newwie yang putih mulus itu, ia gemas sekali, rasa-rasanya ia akan memberi sedikit kenangan.

PLAKKKK

AAAAHHHHHH

Newwie menjerit histeris ketika pantatnya di tampar keras sekali sampai terasa panas.

“Mau di ewe huh?”

PLAKKKKKK

“Ahhhhhhhh, Awan please stophhh”

PLAKKKKKK

“Hggghhh, Wan please Ahhhhh...... Just fuck my ass”

Awan tak mendengarkannya, ia asik menampar pantat Newwie kanan kiri secara bergantian hingga kulit putih itu berubah menjadi kemerahan.

Setelahnya Awam membuka pantat itu sampai ia melihat lubang anal Newwie yang berwarna merah muda, seperti yang sudah Awan duga.

“Woahhhh, looks so yummy

SLURPPHHH

“Ahhhhhhhh Awannnn”

Newwie mendesah dan kakinya bergetar hebat, ia sangat lemah dengan rimming, ketika lidah hangat itu menyantuh analnya, rasa nikmat langsung menjalar ke seluruh tubuhnya tanpa henti, seperti disengat oleh aliran listrik.

“Hggghhhh.... Ahhh e-enakhhhh ahhh terusshhh”

“umm... Slurphhh... Mmmm”

Awan terus memainkan lidahnya, tangannya juga tak mau pasif, ia meremas remas bongkahan pantat Newwie dengan gemas.

“Ahhhh.... Haahhhh”

“Mau dimasukin sekarang?”

Tanya Awan setelah berdiri dan menggesekkan penisnya di pantat Newwie, ia juga berbisik di telinga sang pelatih lalu menjilatnya yang membuat Newwie merinding sekujur tubuh.

“Huumm.... M-masukin aja Wan”

“Aku masuk”

Bisiknya setelah perlahan kepala penisnya menembus pertahanan terakhir Newwie.

“Hgghhh, p-pelanhhhhh ahhhh”

“Sempit bangetthhhh ahhhh”

Perlahan namun pasti, centi demi centi penis Awan mengisi penuh anal Newwie hingga rasanya sangat penuh dan mentok, bahkan penis Awan tak hanya menyentuh prostatnya namun menekannya sampai rasanya Newwie bisa keluar detik itu juga.

“Hgghhhh, Awan gerakinnnhhh ahhhh enak bangethhh”

Awan menarik penisnya perlahan dan Newwie merasakan kekosongan yang luar biasa ketika Awan mencabut penisnya namun di detik selanjutnya Awan menghentakkan penisnya lagi hingga masuk ke titik terdalam, bahkan Newwie harus menahan nafasnya beberapa kali ketika Awan melakukannya lagi, lagi dan lagi.

“Ahhh yeshhh, enak coach? Enak di ewe kontol muridnya sendiri hmm?”

“Hgghhh ahhh enakkhhh, enak banget Wann please harderhhh...”

CLOKKKK

Fasterhh....”

CLOKKKK

Depeerhhh

CLOKKKK

AAaahhhhhhhhhhh

Newwie memekik keras ketika berkali-kali penis Awan menyentuh dan menekan prostatnya berkali – kali, kedua tangan Newwie berpegangan pada dinding, menahan berat tubuhnya dan tubuh Awan yang mulai mengintimidasi.

Sialnya kedua tangan Awan juga tak mau tinggal diam. Awan meremas dan memilin kedua nipple merah muda Newwie secara terus-menerus dan semakin intens.

“Ahhh Awan aku... Aku mau sampai”

“Barengan Ahhhh dikit lagi coach

Semakin lama hujaman penjs Awan ke anal Newwie semakin cepat, membuat keduanya meraih putih itu Secara bersama-sama.

“Aku.... Aku keluar ahhhhhh”

Fuckkkk aku keluar di dalem aarghhhh”

Keduanya sampai disaat yang sama, keringat membanjiri tubuh mereka berdua, juga nafas mereka berdua yang masih memburu dan tubuh mereka yang sama-sama kaku setelah mencapai orgasme bersama-sama.

“Tadi itu..... Hebat banget Wan”

Puji Newwie sambil meringis merasakan analnya penuh dengan sperma hangat dan kental milik Awan.

Coach juga hebat banget, Ahhhhh”

“Sepertinya kita butuh mandi lagi”

Tutur Newwie ketika menyadari tubuh mereka berdua basah oleh keringat.

“Dan mengulanginya sekali lagi?”

Awan terkekeh ketika mengatakannya.

“Gila saja, tentu saja enggak”

Jawab Newwie keluar dari ruang ganti menuju kamar mandi, yang setelahnya disusul oleh Awan untuk membersihkan tubuh mereka berdua sekali lagi setelah persetubuhan panas tadi.

Konten Kotor JeJe

2020

Phuket-17:15 Pm

Matahari sudah berada di peraduannya setelah seharian melewati katulistiwa, hari ini adalah hari besar untuk Bright, sebuah event yang memamerkan seluruh tahap kehidupannya yang terangkai indah dibalik jepretan foto dan kokohnya figura.

“Jadi ini semua hasil fotografi kakak semua?”

Tanya seorang pengunjung terakhir, ia seorang remaja laki-laki yang banyak bertanya, tentu saja Bright dengan senang hati memberikan guide tour untuk menutup acara hari ini.

“Tak semua, tapi kebanyakan memang hasil fotografiku”

Mereka berhenti disebuah foto Bright kecil yang ada di gendongan sang ibunda.

“ini foto kakak?”

Bright mengangguk dan mulai menjelaskan.

“Iya, dan yang sedang menggendongku itu mama, perempuan yang kamu jumpai di depan tadi, ingat?”

Remaja laki – laki itu mengangguk tanda mengerti.

“Beliau awet muda ya? Mungkin kalau aku gak dikasih tahu sama kakak, aku ngiranya itu saudaranya kakak tau ahahhahaha”

Remaja lelaki itu memuji dan mereka berdua terkekeh bersama – sama.

“Terimakasih pujiannya, kamu manis sekali”

Sang mama yang mereka berdua bicarakan ternyata menyusul kemari dan mendengar percakapan mereka.

“Halo tante, salam kenal dari aku.....Mick”

Remaja yang bernama Mick itu langsung menyalami sang ibunda dari seniman yang karyanya ia lihat-lihat disini.

“Kamu mengingatkan tante pada seseorang”

Ujar sang mama tiba-tiba sambil menerawang kejadian beberapa tahun lalu, kejadian kelam yang menjadi tonggak dan saksi masa kelam Bright, anaknya.

“Ma....”

Panggil Bright lirih, nada ucapannya menyembunyikan banyak arti.

“Kalau ini foto temen-temen kakak?”

Mick beralih ke foto selanjutnya yang menampilkam Bright dengan beberapa teman-temannya seperti Gun, Off, Tay, Newwie dll.

Bright mengangguk lagi.

“Aku heran, jarang sekali ada remaja yang menyukai bahkan mendatangi ke acara seperti ini bukan? Biasanya remaja seumuranmu lebih sering menghabiskan waktu di mall untuk bermain video games”

“Aku dulu punya kakak, jadi setiap liburan semester dia selalu mengajakku ke galeri dan dia pernah cerita kalau pacarnya seorang photographer ahahhahaha dia itu konyol sekali”

Jawab Mick jujur, dulu ia memang memiliki seorang kakak yang kuliah di Bangkok, namun sekarang mereka tak pernah lagi bisa ke galeri bersama-sama, atau bahkan datang ke acara Bright sore ini.

“Iyakah? Kenapa gak diajak sekalian aja?”

“Gak bisa kak, kakakku udah bahagia di surga”

Sorot wajah Mick terlihat murung mengingat kenangan indah bersama kakaknya itu.

I'm so sorry

Bright memeluk remaja yang tingginya tak sampai di dadanya itu. Sang mama yang melihat itu hanya bisa tersenyum.

“Gapapa kak, yuk lihat kesana lagi”

Mick berjalan dan melihat foto demi foto, namun ada salah satu foto yang sangat familiar, seseorang di foto itu seperti ia kenal, sayang sekali orang di foto itu sedang berpose dengan wajah yang ditutupi buku, jadi ia tak bisa memastikan.

“Kalau foto ini kak?”

Mick menunjuk sebuah foto yang ada di ujung ruangan, foto terakhir di galeri ini.

Diantara ratusan foto di ruangan ini, ada satu foto yang sebenarnya sangat berat untuk dia pamerkan, namun hati kecilnya memilih untuk memperlihatkannya pada dunia.

“Ini teman kakak juga” Jawab Bright lirih.

Itu pacarku, ia kekasih terhebatku.

Batin Bright dalam hati.

“Kenapa posenya beda sendiri ya kak? Yang ini gak kelihatan wajahnya”

Bright tersenyum miring.

“Dia orang yang pemalu, dia juga alasan kenapa kakak ada disini”

“Ahhhh, dia gak ikut kak?”

Pertanyaan Mick menusuk hati terdalam Bright, ingatannya dipaksa melihat ulas balik beberapa tahun lalu ketika masa-masa terindahnya dengan sang kekasih.

“Enggak, dia gak ikut kemari....”

Nafasnya terasa sesak, matanya mulai berair namun masih ia tahan.

“Rumahnya disini, makanya aku mengadakan pameran disini”

Teringat beberapa tahun lalu, Bright sangat membenci waktu dimana sang kekasih harus pulang ke Pukhet karena liburan semester. Namun ia tak bisa apa-apa karena sang kekasih memiliki keluarga disini.

“Ahhhh, satu pertanyaan lagi boleh kak? Ya kalau gak dijawab juga gapapa sih”

“Tentu boleh”

“kenapa kakak mendonasikan hasil event ini untuk membantu orang yang menderita kanker?”

Bright tak menyangka kalau pertanyaan itu yang keluar dari mulut remaja ini, hatinya sakit menyadari kalau penyakit sialan itu yang menjadi penyebab ia harus berpisah dengan sang kekasih.

“Bright.....” Panggil sang mama cemas, ia tahu kalau beberapa pertanyaan Mick terlalu personal untuk Bright.

Bright tersenyum seolah memberi isyarat kalau ia baik-baik saja.

“Ada sesuatu di belakang sana yang membuatku belajar, bahwa selamanya tak pernah ada, bahwa semua janji-janji yang dibuat manusia pada akhirnya akan terpatahkan dengan kehendak tuhan bukan? Bahkan lewat sebuah penyakit sekalipun....”

Bright mengambil nafas yang terasa sangat menyesakkan dada. Ia memandangi foto sang kekasih lekat-lekat dan menyentuh figuranya.

“Dan aku benci ketika menyadari dia pergi karena penyakit itu”

Tuntasnya lirih, seakan suaranya jauh sekali untuk di dengar.

Mick mengangguk, sebenarnya ia ingin berkata banyak kalau sang kakak juga pergi meninggalkannya karena penyakit itu. Namun ia sadar ini sudah terlalu sore, mungkin ia akan kembali lagi besok.

“Parahnya lagi aku tak mengenal satupun dari keluarganya, aku hanya tau dimana 'rumah' nya yang sekarang”

Mick memeluk Bright erat, sama seperti yang dilakukan Bright padanya beberapa saat tadi.

“Kakak hebat, temen kakak pasti bahagia kalau tau kakak ngadain event ini untuk dia kak, kakak juga baik hati”

Bright tersenyum getir sambil membalas pelukan Mick, ada hati yang menghangat disana, hati sang mama yang melihat kejadian itu berlangsung.

“Sepertinya sampai disini aja ya kak, aku harus pulang, lagi pula aku yang tak tahu diri datang kemari di menit-menit penutupan ahahaha”

“Terimakasih sudah mau berkunjung, kemarilah lagi esok”

Mick mengangguk dan pamit pulang, sosoknya semakin kecil lalu menghilang di pandangan mata Bright dan sang mama.

“Bright, anak mama... Kamu gapapa?”

Wajah khawatir terlihat di wajah sang mama, ia tahu hati Bright sedang tak baik-baik saja setelah beberapa pertanyaan yang harus membuatnya teringat hal terpedih dalam hidupnya.

“Gapapa ma, yuk nanti kita kemalamaan untuk berkunjung”

Ia memeluk mamanya erat, hanya beliau yang sekarang ia punya dan akan ia jaga seperti intan permata.

“Mama sudah beli bunga matahari, kamu pernah bilang kan kalau Win suka bunga matahari?”

Bright mengangguk lemah di pelukan sang mama, air mata yang sedari tadi ia tahan kini tumpah juga.

Ia tak menyangka kalau pertemuannya dengam bocah bernama Mick itu akan mengingatkan Bright pada Win sebesar dan sehebat ini, ada apa sebenarnya?

Win, aku datang sama mama ke rumahmu sebentar lagi.

Dan mereka berjalan bergandengan menuju mobil yang membawa mereka ke sebuah tempat dimana nama Win terukir diatas nisan sebagai bukti dan tonggak tak terbantahkan kalau kepergiannya itu nyata.