time setting : ai semester enam, ui udah selesai, baby greig (ei) umurnya 2 tahun lebih beberapa bulan.
disclaimers : disini ei manggil ui itu buy ya, aslinya abuy! BUKAN plesetan dri bunda, ibu, atau yang lain alias tiba tiba aja muncul panggilan abuy WKWKWK
click! cklek!
rentetan pin apartemen berbunyi disambut dengan sosok seorang ayah juga suami dari rui dan baby greig, isaiah baru menyelesaikan dua mata kuliahnya setelah kurang lebih empat jam bergumul dengan segala angka juga garis yang menjadi tinjauan wajib mata kuliah jurusannya, sipil.
“papaaa~ papaa ini eii udah nunggu daritadiii, sampai ngambek loh sama buy” sambut rui beserta greig di gendongannya saat melihat isaiah muncul dari balik pintu hunian mereka.
greig yang melihat sosok kembarannya berada kini tepat dihadapan langsung saja mengulurkan kedua tangannya agar di gendong oleh sang ayah, “pa!” melihat itu isaiah dengan tangan terbuka menerima greig masuk dalam gendongannya yang langsung diterpa perasaan cemburu oleh si lawan bicara,
“tuh kan! emang anak papanya banget! buy cemburu, ei maunya sama papa terus~” katanya becanda, sang dominan lantas memeluk buah hati juga suaminya dalam satu pelukan besar guna menyamankan perasaan keduanya.
“anaknya buy juga lah, kan bikinnya berdua”
“HEH!”
selesai dengan adegan canda bercanda tadi, kini isaiah telah mengubah penampilan nya dengan gaya yang lebih santai, celana rumahan selutut berserta kaus oblong yang membuat orang orang kadang pangling dan tak menyangka bahwa pria tampan itu sudah menikah bahkan memiliki seorang putra.
beres dengan kegiatan beberesnya, isaiah menuju ruang tengah dimana keluarga kecilnya tengah berkumpul, ei yang sibuk dengan permainannya sendiri sampai melupakan presensi sang abuy, juga rui nara yang hanya mampu menatap punggung kecil anaknya sendu.
“eiii~ main sama papa yuk?”
“PA! PA INNNNNN!!!” teriaknya antusias, membuat isaiah sontak tersenyum manis sembari memeluk sang anak yang sedang merangkak kearahnya dengan semangat, “HAP! ei kena!”
“APP, EI NAAAA!”
isaiah sontak menggesekkan hidung mancung mereka berdua sesaat setelah greig masuk dalam pelukannya, mengecup seluruh wajahnya dengan puas sebelum mendudukan putranya pada mini baby seat yang pernah mereka beli saat ei baru menginjak usia sembilan bulan.
dua lelaki kembar berbeda generasi itu kian bercokol dengan beragam logo serta re-rebotan yang mereka miliki hingga melupakan presensi rui yang sedari tadi memperhatikan mereka dengan pendangan takjub, dua dominan tampan ini adalah miliknya? sepenuhnya milik seorang rui nara?
kadang ia tak yakin pada dirinya sendiri, namun semua terjadi begitu cepat dan terduga, kehamilannya yang mulai membesar saat mereka secara sah di nikahkan secara hukum, kehamilan masa tua nya yang begitu berat karena ia masih harus menyelesaikan studi semester akhir hingga bagaimana repotnya ia bersama sang suami mengurusi si kecil greig sembari melakukan kewajiban masing masing.
“ei lihat deh, abuy ngelamun, cium abuy coba”
“BUY! CUP!”
merasakan kecupan basah pada pipinya membuat rui seketika tersadar dari lamunan indahnya, menahan wajah sang anak agar dapat mengecup pipi tirusnya lebih lama, “ei udah nggak ngambek sama abuy?”
greig menggeleng gemas, “abuy minta maaf ya ei? maaf kalau abuy belum bisa jadi orang tua yang baik, maaf kalau abuy masih kurang pengertian, kurang mengerti mau nya ei apa, maaf kalau abuy nggak bisa diajak main robot, maaf kalau abuy kadang nggak peka sama sifatnya ei…” tutur rui lirih sembari menahan genangan air mata yang kian berembun pada bagian bawah matanya.
“hng? pa? buy nan aniss~” beo nya kepada sang ayah.
isaiah yang melihat rui hampir menangis kemudian membawa pria mungil itu masuk kedalam dekapan sembari memeluk greig juga dengan satu tangannya yang lain. namun rui seakan belum ingin tenang, ia membalikkan tubuhnya membelakangi isaiah dan greig hanya karena ia tidak ingin mereka melihatnya menjadi lemah seperti sekarang.
insting nya sebagai seorang ayah dan suami kini telah matang sepenuhnya walaupun mungkin umurnya belum bisa diakatakan cukup untuk mengemban tugas dan resiko sebagai seorang kepala keluarga, maka dengan senyuman teduhnya isaiah menggengam kedua tangan greig, “adeek, adek tadi ngapain hayooo sama buy?”
greig menggeleng, “ei ainn!!! ain ama buy!”
“emang iya adek main sama buy? katanya abuy nggak seru diajak main robot, hayoo adeeek~”
namun greig tetap menggeleng, merasa bahwa ia tidak pernah melakukan hal yang dikatakan oleh sang ayah, dalam benaknya semua hal yang ia lakukan bersama buy dan papa adalah ‘main” itulah mengapa bocah itu tidak menyangkal bahwa ia memang benar bermain dengan sang abuy kala papa sedang melakukan kewajiban diluar.
“adek, tadi katanya adek nggak mau mam? terus adek gemes gemesin pahanya abuy, iya?” isaiah bertanya dengan halus, ia tak mau substansi kalimatnya dipahami sebagai sesuatu yang mengancam walau nyatanya tindakan seperti itu terlarang dan membahayakan.
isaiah tidak ingin menghakimi sang anak karena ia tau greig kemungkinan besar sedang tidak sadar saat melakukan tindak kegemasan terhadap rui, tindakannya seolah olah ditutupi oleh insting bermainnya yang jelas lebih mendominasi karena bagaimana pun sejatinya yang diketahui oleh batita itu hanya main, main, dan main.
lama memproses kalimat sang ayah bersama mainan robot kuning berbentuk salah satu superhero dalam dekapannya greig mengangguk samar, “ei ain ama buy!”
isaiah mengangguk, “kalau misalnya papa gemesin ei kayak gini” terangnya sembari mengecupi pipi anaknya berulang ulang hingga membuat batita tersebut risih, “PA! NANANANAN, KITH DA BOYEH!!!”
papa greig tersenyum, “kalau papa gemesin ei kayak gitu, ei pasti marah kan sama papa? sama dek, sama kayak adek ke abuy. adek kalau gemesin abuy jangan sampai gemes banget deekk, abuy nanti nggak mau ajak adek main lagi kalau papa nggak ada di rumah” jelas isaiah perlahan sembari memeluk tubuh greig perlahan, lelaki itu juga mengarahkan pandangannya kepada sang suami yang masih senantiasa menghapus air matanya dengan beberapa lembar tissue.
“buy!”
“sekarang coba adek peluk abuy, terus sayang sayang abuy nya, minta maaf sama abuy, abuyyy maafin ei yahhh! jangan cuekin abuy dong, kan abuy temen mainnya adek juga!” kata isaiah menggebu gebu, membiarkan anaknya melepaskan pelukan mereka berdua lalu merangkak tepat ke arah rui nara yang sedang duduk membelakanginya juga sang ayah.
“BUY! buy anan aniss yah! apin ei yaah abuy ntikkk!!!”
mendengar seruan cadel anaknya membuat rui kembali diterjang perasaan bersalah, padahal itu hanya luka kecil tapi anaknya sampai harus menerima teguran dari sang suami padahal harusnya rui bisa berusaha lebih keras untuk menenangkan perasaan anaknya sendiri, bagaimana pun greig adalah bagian dari dirinya juga.
tubuh kurusnya kemudian tergerak memeluk greig yang sedari tadi sudah mengalungkan kedua tangan mungilnya pada leher sang abuy yang dibalas dengan pelukan yang kalah erat oleh sang empunya tubuh. “anakku… abuy sayang banget sama ei~” rui berbisik pelan tak lupa mengecup sisi kepala greig dengan sayang.
greig kemudian menenggelamkan kepalanya di dada hangat rui, mendudukan dirinya di pangkuan sosok yang telah melahirkan nya ke dunia, greig bahkan sudah akan tertidur dalam pelukan rui nara sanking nyaman nya bersandar disana sembari menikmati usapan halus rui pada pundak sempitnya, jika isaiah tak mengejutkannya dengan kecupan mendadak—lagi. “NANANAN! BUY, PA KITH DA BOYEH!!!” katanya sembari memasang wajah garang yang sebenarnya malah imut di mata kedua orang tuanya.
“isaiah, udah ah! anaknya udah mau bobo, hush! jangan usil sama anak aku!”
“bikinnya berdua, jadi anak aku juga”
“ISAIAH!”