Aku berpikir aku ini bunga
Lalu aku menyirami diriku bahwa;
mekar adalah bukti
tumbuh tinggi adalah prosesnya
namun semakin dipikir-pikir;
aku kian mendekati layu,
bahkan sebelum menyentuh mekar.
Aku berpikir aku ini nakhoda
Lalu aku bercita melayar kapal sendiri;
telah mahfhum kubaca bintang-gemintang
mempelajari ombak dan sifat anginnya
namun semakin dipikir-pikir;
aku takut tenggelam,
bahkan sebelum menginjak pesisirnya.
Atas segala cita lagi-lagi aku berpikir
akan menjadi sosok yang hebat;
bunga yang cantik harum
dan nakhoda yang piawai
menantang samudera.
Namun, nyaliku telah ciut
bahkan semakin bertambah usia,
aku semakin pengecut.
takut akan kemungkinan
yang tidak saintifik dan logis,
aku semakin gila.
Perkara bunga, cukuplah bunga.
Nakhoda dan kapalnya, cukup diangan.
Aku tertunduk dan tersungkur ketika nyatanya
laut kehidupan menawarkan air garamnya yang
semakin asin.
Bergantung pada harapan layaknya sedang bertaruh,
antara dikabulkan atau tidak,
atau justru artinya adalah ditunda.
Rencana demi rencana yang tercipta,
harusnya sangat diwajarkan apabila gagal.
Entah makna apa dibalik kebalikan yang ada,
Seharusnya kita bersyukur, bukan?
Lagipula, skenario yang
dituliskan tidak pernah
buruk hasilnya.
Perkara itu harusnya aku bisa jadi sadar dan tidak kecewa
seperti ini. Berkali-kali aku mengutuk atas apapun yang
merusak susunan benang merah yang kususun dengan
sedemikian rupa; rencana dan cita.
Tapi apa elok aku menyalahkan yang lain alih-alih diriku
lah yang punya kuasa lebih atas pilihan yang diambil?
Hari dimana aku bertambah usia ini,
harusnya aku tidak mementingkan selebrasi.
Ini cuman hari-hari biasa.
Dan bagian terbaik dari menjalani hari-hari itu adalah
menyadari bahwa kita masih bisa melihat orang-orang
terdekat kita.
tersenyum, menangis, marah.
Segenap emosi dari mereka adalah
bara yang buat aku hidup.
Antusias membalut
kasih dan kalut
untuk 365 hari kedepan.
seribu keraguan antara
Eksistensi diri dan validasi
Bergelut antara badai dan cerah
di ujung penghidupan
Nahkoda tubuh ini
berlayarlah kapal ini
tiap tarikan
tiap hembusan
tiap aliran
tiap denyutan
seperti bertaruh
pada permainan kartu
aku menang, aku selamat
aku kalah, aku mati dilahap ombak.
Aku sudah sampai di penghujung tahun,
namun belum kutemukan dermaga tempat berlabuh,
aku lelah terus berlayar, para penumpang kapal
terus berisik menyerukan kemenangan dan kekalahan
terhadap permainan mereka, lalu mabuk menghabiskan
seratus botol wine, lantas sembarang membuang bekasnya,