JeJeJJ

Flowery Landscapes of Hokkaido Japan

Bw


Manusia adalah makhluknya yang kecil, ia tak berdaya tanpa adanya rasa cinta yang tumbuh seiring usia, terkadang manusia yang kurang bersyukur atas apa yang diberikan oleh sang kuasa, saat dirimu diberikan sebuah cinta namun kau menolaknya, selalu ada penyesalan diakhir sebuah cerita yang terangkai indah bagai puisi saat senja.

Bersyukur adalah salah satu cara bagaimana dirimu menghargai apa yang telah diberikan sang kuasa dan terlebih lagi menghargai dirimu sendiri atas apa yang kau punya selama ini, dan banyak orang bilang bahwa dipuncak Lawu kau akan bisa menemukan siapa dirimu yang sebenarnya, dipuncak sana adalah tempat orang bersyukur dan mengagumi keindahan karya tangan tuhan yang selama ini tak bisa kita lihat.

Banyak diantara manusia yang memfilosofikan gunung sebagai perumpamaan cinta mereka, namun mereka tak tahu kalau gunung menyimpan sebuah kisah di tiap pijakan batunya, di tiap kabut tebal yang menyelimutinya, dan kisah bright dan winata dimulai dari sana.


Bagi sebagian orang, mendaki adalah kegiatan yang menyenangkan untuk melepas stress dari penatnya semua hingar bingar kota, bagi sebagian orang lagi, mendaki adalah hal yang menyeramkan, semua hal bisa saja terjadi, dari faktor alam sampai faktor manusianya sendiri.

Pun konon katanya di gunung banyak hal terjadi, tak terkecuali gunung Lawu, gunung yang namanya sudah melalang buana sebagai gunung pendakian di Jawa Tengah ini menjadi salah satu gunung favorit para pendaki, disinilah yang namanya pertemanan dan persahabatan diuji, mitosnya di gunung ini terasa menantang ditiap pijakan kaki, apakah teman atau sahabatmu akan meninggalkanmu ketika kau mengalami hal buruk? Apakah mereka akan mencarimu ketika kau terpencar dari rombonganmu? Disinilah semuanya diuji.

Dan disinilah winata, ia bersama rombongannya yang terdiri dari 4 orang, ada siwi, khao, Afi dan dirinya sendiri. Mereka sengaja tak mengajak Puim dan Love karena mereka berdua takut dengan mitos yang beredar, pun mereka sudah diperingatkan oleh dua gadis itu untuk tak pergi mendaki ketika keadaan alam yang sedang tak menentu dan tak bisa ditebak seperti saat ini.

Namun mereka berempat tetap berangkat menuju jalur pendakian, pagi ini cerah sekali, tak ada awan hitam dilangit, terbentang langit yang berwarna biru dengan burung-burung yang terbang memulai hari dengan mencari makan bersama kawanan mereka, pun suara cicit burung yang merdu menjadi pertanda alam kalau hari ini semuanya akan baik-baik saja, cuaca sedang mendukung mereka untuk melakukan pendakian menuju puncak lawu.

Sejujurnya ini adalah pendakian yang pertama kali bagi mereka berempat, sehingga mereka tak terlalau paham dengan cara packing yang benar, mereka tak tahu kalau tas yang mereka bawa beratnya tak boleh lebih dari 1/3 berat tubuh mereka, jadilah winata yang membawa banyak sekali barang-barang yang tak ia perlukan, hal itu juga terjadi pada tiga orang lainnya.

Mereka berangkat dari Semarang menggunakan sebuah mobil Jeep milik ayah Winata, Afi yang menyetir mobil ditemani Khao didepan, sedangkan Winata dan Siwi duduk di kursi belakang, sepanjang perjalanan mereka habiskan untuk mengobrol kesana kemari, membahas hal yang tak penting hingga kantuk menyambangi mereka, satu persatu dari mereka pun tidur, hanya Afi yang terjaga dan terus membawa mereka menuju sebuah Gunung indah nan mempesona itu.

Tak ada setengah hari mereka sampai, dengan langkah mantab mereka berempat langsung menuju jalur pendakian pertama, dengan menggunakan tas ransel yang terlihat sangat berat untuk dibawa, mereka membulatkan tekad untuk sampai dipuncak lawu apapun yang terjadi.

Cerahnya cuaca hari ini menambah keyakinan mereka berempat untuk segera melakukan pendakian, beberapa pendaki juga terlihat berlalu lalang mendahului mereka, perlahan mereka mulai menapakkan kakinya di kaki gunung Lawu, berjalan berderet dengan ururan Afi, Khao, Siwi dan Winata di urutan terakhir.

“eh kalian tau gak sih kalau dipuncak sana katanya indah banget” itu suara Afi yang samar-samar terdengar diterbangkan angin.

“tau lah, gue udah pernah lihat cuplikan videonya, katanya emang seindah itu dan worth it” Khao menjawabnya, suasana sejuk ini sangat menyulut semangat mereka berempat untuk segera tiba di pos pemberhentian pertama.

“gue sih belom pernah kesana ya, ini pertama kali sih….” Siwi melanjutkan.

“eh…kan ini perdana kita semua kan ke puncak lawu? Terus gimana kalau kita tersesat?” siwi lagi.

“gak lah, kan banyak pendaki lain juga, tinggal ikutin jalurnya aja gue yakin kita semua sampai puncak kok” Afi meyakinkan teman-temannya, ya ide gila mendaki gunung Lawu disaat cuaca ekstrem ini adalah usulan darinya.

“tapi harusnya sih kita ngajak Bright, iyakan win? Ahahahhaha” goda siwi pada winata yang berada dibelakangnya.

“apaan sih, aku sama Bright gak ada hubungan apa-apa walau dia nembak aku seribu kalipun gak akan gue terima” Jawab winata yang masih mengekor dibelakang Siwi.

“ahahahha kenapa sih win? Bright anak Mapala kan bisa tuh bermanfaat kalau dikondisi kayak gini, ya seenggaknya dia udah pernah mendaki lah” Khao merespon win dan tak menoleh sedikitpun.

“khao apa sih, kata Afi kan juga banyak penunjuk arah disini, jadi gak perlu tuh bantuan Bright yang anak mapala itu” jawab win agak ketus, ia tak suka kalau teman-temannya sudah membahas antara dirinya dengan Bright.

Bukannya apa-apa, Winata memang tak menyukai Bright karena ia adalah anak Mapala, winata tak suka itu, sejujurnya winata tak suka kegiatan outdoor seperti ini, ia ikut mendaki karena bujukan ketiga temannya yang terus-terusan mengajaknya dari jauh-jauh hari.

“iya iya ih gausah ngambek gitu kali, yuk semangat guys kita gak akan jauh lagi sampai pos satu nih”

Afi menyemangati rombongannya, ia sudah melihat sebuah rambu yang bertuliskan bahwa tak jauh lagi pos pemberhentian pertama sudah dekat.

“iya nih, ranselku berat banget kayak mau jatoh aja nih rasanya”

winata mengeluh karena dirasa ranselnya yang semakin berat, bukan, sebenarnya bukan tas winata yang terasa semakin berat, namun karena stamina mereka perlahan terkuras karena terus mendaki dengan jalur agak terjal itu lah yang membuat seolah tas mereka semakin terasa semakin berat.

“iya gue juga nih, kayak pundak gue rasanya capek banget bawa tas segede gini, ini kita gak salah packing kan?” siwi merasakan hal yang sama dengan hal yang dirasakan winata, pundaknya semakin berat karena energinya sudah terkuras.

Mereka semua masih berjalan denga formasi barisan menuju pos pertama.

“iya gue tahu, yuk bentar lagi sampai bisa istirahat dulu sambil makan atau minum gitu kan. Lagi-lagi Afi meyakinkan teman-temannya.

“tuh udah kelihatan posnya, yuk agak cepetan” khao menambahi karena ia melihat pos pemberhentian pertama itu.

Sedangkan diantara mereka berempat, terlihat Winata yang sepertinya kelelahan dan kuwalahan membawa beban ransel dan beban dirinya sendiri, keringat mengucur deras dari tubuh winata saat itu, namun angina sejuk yang menerpa mereka membawa sebuah keyakinan sendiri dibenak masing-masing bahwa alam sedang menyetujui dan merestui mereka untuk segera menuju puncak sana.

Suara pepohonan yang tertiup angin menjadi sebuah irama dan melodi yang sangat langka mereka nikmati dan dengarkan, melodi yang menenangkan siapapun yang mendengarnya diikuti suara kicauan burung dan belalang menambah suasana alam terbuka ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi mereka berempat.

“pelan dikit dong jalannya, agak capek nih” winata mengintrupsi teman-temanya yang berjalan didepannya semakin cepat, dirinya agak tertinggal karena ia lambat dalam berjalan dengan membawa semua beban berat di punggungnya ini.

Hal itu membuat Afi sebagai ketua pendakian mereka berhenti dan menoleh kebelakang, hal itu juga dilakukan oleh Khao dan Siwi, mereka berhenti sejenak menunggu Winata yang berjalan agak pelan.

“ini kalau kita jalan pelan gini kapan sampai puncaknya coba? ahahhaha”

Canda Afi yang membuat mereka semua tertawa, namun jauh di lubuk hati Winata ia takut jika ia tertinggal atau ditinggalkan oleh teman-temannya.

___

POS 1-02:30 Pm

Mereka semua beristirahat sejenak di POS 1, saling bergantian memakai toilet untuk melakukan keperluan masing-masing, disana ada beberapa pendaki yang juga sedang beristirahat namun sudah berkemas untuk bersiap-siap kembali mendaki menuju POS 2. Winata sedang menggunakan toilet ketika ketiga temanya sedang berbincang-bincang dengan pendaki lainnya.

“kalian juga mau mendaki ke POS 2? Gak mau barengan nih?” Tawar seorang pendaki perempuan bersama gerombolan yang mungkin itu komunitas pecinta alam.

“enggak kak makasih, kami baru sampai pun, mau istirahat bentar, lagipula satu teman kita masih ada di toilet kak” jawab Siwi sopan

“baiklah, hati-hati kalau dijalan okay?”

“siap kak” Khao merespon dengan cepat

Saat perempuan pendaki itu akan meninggalkan mereka tiba-tiba ia berbalik dan mendekat pada Afi, Khao maupun Siwi, seperti ada sesuatu yang akan ia sampaikan pada mereka.

“oh iya, saya mau ngasih tahu” ujar perempuan itu setengah berbisik, membuat mereka bertiga agak mendekatkan diri pada pendaki itu agar suaranya sampai di indera pendengaran mereka masing-masing.

“disini ada mitos pasar ghaib, kalian udah tahu kan?”

Mereka bertiga mengangguk secara bersamaan

“sebenarnya ada satu lagi pantangan yang harus kalian tahu, ini gak banyak dibicarakan dimasyarakat luas, tapi kalian harus mengetahuinya”

Dan mereka mengangguk lagi seraya semakin menyimak kata perkata, kalimat per kalimat yang diucapkan oleh perempuan pendaki itu. Tanpa mereka sadari kalau Winata yang masih didalam toilet itu tidak mengetahui sebuah pantangan yang dikatakan perempuan pendaki itu pada mereka.

___

POS1-03:30 Pm

Satu persatu dari mereka berempat sudah bersiap-siap melanjutkan perjalanan, terlihat ada dua tenda yang mereka bawa, rencana untuk bermalam diperjalanan dengan satu tenda untuk dua orang sudah mereka pikirkan matang-matang. Dua tenda itu dibawa oleh Khao dan Siwi, dengan formasi Afi Khao dan Siwi Winata untuk penggunaan tenda tersebut.

“yuk berangkat” ajak Afi.

“iya bagus nih cuacanya, sambil lihat sunset gini, indah banget kan? Jarang-jarang disemarang kita lihat sunset” sahut Siwi yang sudah bersemangat untuk melanjutkan perjalanan, tubuh mereka semua terasa lebih segar dan lebih bertenaga untuk kembali berjalan dan mendaki menuju pos ke dua di atas sana.

“emangnya tau kemana tujuan kita selanjutnya?” tanya Winata membuat mereka semua terdiam, namun Afi tersenyum mendengarnya, ia sudah melakukan research sebelum memutuskan berangkat mendaki dan menaklukan gunung Lawu.

“tau dong, kita ambil jalur Cemoro Sewu buat ke Pos 2” Jawab Afi dengan menyedekapkan tangannya di dada.

“yuk ah, nanti keburu malam kita gak jalan-jalan” ajak Khao yang sudah mulai berjalan pelan.

“iya ayo, tungguiiinnnnnn” Winata langsung bergabung dengan mereka.

Lagi-lagi menggunakan formasi berbaris dengan Afi sebagai kepala dan Winata sebagai ekornya. 1 jam sudah mereka terus berjalan, cahaya matahari kini sedang mematang menuju puncak senja, cahaya keemasan itu bersinar diufuk barat bersamaan dengan puluhan burung yang terbang pulang menuju sarang masing-masing, membawa makanan untuk sang anak yang menunggunya seharian.

Semakin lama senja semakin mematangkan warnanya, menyihir siapapun untuk berhenti sejenak menikmati indahnya karya yang maha kuasa, tak terkecuali keempat pemuda yang berasal dari kota metropolitan ini, menikmati senja dengan suara pepohonan yang ditiup oleh angin adalah moment langka untuk mereka nikmati dan dapatkan, jadilah mereka berhenti sejenak, duduk bersisian di tepi jalan menuju ufuk barat mengantar sang surya pulang ke peraduannya.

“indah ya” khao melihat matahari yang semakin mengecil tertelan barat sana.

“indah banget sih ini, gak nyesel kan gue ajak kesini?” Afi membanggakan dirinya.

“iya bagus, tapi ini semakin malem, apa gak sebaiknya kita terus jalan biar sampai di Pos Cemoro Sewu?”

tawar Siwi yang khawatir karena keadaan yang semakin menggelap, suara angin yang mengerakkan pohon juga samar-samar membuat bulu kuduknya meremang semua, benar-benar suasana yang berbeda dan kontras sangat terasa disini, dan itu mereka semua rasakan, hanya saja ego mereka yang tinggi dan menantang liarnya dunia malam itulah yang harus mereka segera kurangi dan mereka kendalikan.

Semakin gelap semakin dingin, cahaya senja kini telah menghilang seiring matahari yang pulang keperaduannya, dilangit tertinggal rembulan yang tengah purnama, cahayanya terang namun tak seterang mentari, kabut malam pun kini turun dari puncak gunung, membuat jarak pandang mereka terbatas dan mereka semua kedinginan dan memakai jaket ekstra mereka masing-masing.

“dingin banget gak sih” khao menggosokkan kedua telapak tangannya, berusaha menghangatkan dirinya dengan gerakan yang menghasilkan panas statistik itu.

“iya nih, keluarin senter gih, kabutnya tebal banget ini, semoga kita gak salah jalan sampe ke Cemoro Sewu”

Sesuai namanya, Pos ii Cemoro Sewu ditandai dengan banyaknya pohon cemara yang menuntun para pendaki menuju ke Pos peristirahatan itu, agaknya mereka masih jauh dari tujuan mereka, disekitar mereka hanya ada pohon pinus yang menjulang tinggi, yang mungkin saja umurnya jauh lebih tua dari umur ke empat pemuda modal nekat ini.

“yuk jalan”

Dengan modal keberanian yang semakin menciut seiring malam yang larut, mereka semua mulai berjalan, masih dengan formasi yang sama, tak berfikir untuk merubah formasi sama sekali, mengingat ke tiga dari empat pemuda itu mengetahui pantangan yang ada ditempat ini dan mengabaikan salah satu diantara mereka yang belum mengetahuinya, iya, orang itu adalah Winata yang tak tahu menahu tentang sebuah hal yang dikatakan oleh seorang pendaki perempuan di POS 1 tadi, entah apa yang terjadi, apakah mereka bertiga lupa memberi tahu Winata soal pantangan itu? Sangat kebetulan sekali kalau mereka bertiga lupa disaat yang sama? Ataukah karena ketakutan mereka menghadapi dunia malam gunung lawu yang membuat mereka lupa? Bisa saja terjadi.

Perlahan mereka mulai bergerak, dalam gelap gulitanya malam mereka menyusuri jalanan yang semakin terasa menyempit, jalan rata itu kini berubah menjadi rerumputan licin, entah mereka mengarah kemana, ke pos dua atau semakin masuk kedalam hutan yang belum tentu mereka tahu kemana ujungnya. Yang jelas mereka semua melangkah ditengah tebalnya kabut malam Gunung Lawu bermodalkan senter sebagai penerangan mereka dan keteguhan hati sebagai pegangan mereka menuju puncak lawu esok hari.

“ini dimana sih fi, aku takut fi”

Winata bersuara dibelakang sana, suaranya terdengar jelas oleh mereka semua, angin malam berhembus menggoyangkan pohon-pohon pinus yang ada di sekitar mereka.

KRETEKKKK KRETEKKK

Suara batang pohon yang berderit itu menambah suasana semakin mencekam, dinginnya angin juga seperti membisikkan sesuatu kepada mereka namun entah itu apa, mereka semua tak mengetahuinya.

“fi beneran deh aku takut banget fi huhuhu”

Winata merengek dibelakang, ia benar-benar ketakutan karena ini pengalaman pertamanya dan harus langsung berhadapan dengan medan yang ekstrem seperti ini.

“bisa diem gak sih? Gue didepan nyariin jalan buat kalian, diem dulu napa dah”

Afi sepertinya kesal sendiri mendengar rengekan Winata yang tiada habisnya, didepan sana Afi mencoba menyipitkan matanya dan mendapati sebuah lahan datar yang bisa mereka gunakan untuk bermalam dan memasang tenda disana.

“yuk kedepan ada lahan datar, kita nge-camp disitu aja”

Ajak Afi sebagai ketua sekaligus pemandu mereka itu, satu persatu anak manusia itu menembus kabut melangkah menuju lahan itu, namun belum juga sampai ke lahan itu lagi-lagi Winata bersuara.

“duhhh……win kebelet pipis huhuhu gimana dong ini?”

“yaelah winnnn ada aja sih yang lo omongin, yang takut lah yang ini lah itu lah sekarang apa? Kebelet pipis? Astaga winnnn” Afi sepertinya kehilangan kesabaran menghadapi Winata yang vokal sekali di saat-saat seperti ini.

“ya gimana dong huhuhuhu ini kebelet banget gimana dong ini” Win sampai harus berjongkok untuk mengurangi rasa ingin buang air kecilnya.

“pake botol aqua nih, mau gak? Gue denger sih biasanya kalau pendaki kebelet pipis pada ditampung di botol aqua” Khao menawarkan sebuah botol minumnya yang sudah kosong itu pada Winata.

“ihhh gak mau, yang ada malah pencemaran lingkungan tau gak sih? Kalau missal kita lupa buang tuh botol apa gak kasian yang nemu harta karun kaya gini? Gak mau, win gak mau pipis pake botol huhuhu” Protes win yang benar-benar sudah tak tahan.

“astaga winnn lo tuh ya…” Afi diam sebentar sembari berfikir.

“Siwi lo temenin win pipis deh, gue sama khao kesana bikin tenda sama api unggun” perintah Afi pada Siwi yang dari tadi hanya diam dan mengamati obrolan.

“lah kok gue? Lo aja lah fi, lo kan yang hafal jalan” protes Siwi

“yaelah bawa aja ke pojokan saja bentar, gue disana nyalain api unggun pasti kelihatan lah”

“ihhh iya ayo siwiiii, udah ga tahan” ajak win langsung menggandeng tangan Siwi untuk segera berpencar.

“wait….nih bawain tas gue Fi, pasangin tenda gue sama Winata sekalian, lo sih nyuruh gue”

Siwi menyerahkan tas ranselnya yang tak kalah besar dari Winata, ditambah ia membawa tenda.

“gampang, yaudah gue kesana sama khao ya? Jangan lama-lama okay?”

“ihhh ayo cepetan siwiii, udah ga tahannnnn”

Win langsung menggandeng Siwi dan mereka berempat berpisah disana, ada Afi dan Khao yang menyusuri kabut menuju tanah yang datar untuk mereka semua bermalam, ada Winata dan Siwi yang menuju ujung sana untuk segera menuntaskan panggilan alam yang dialami Winata.

Win berjalan menembus kabut dengan modal lampu senter yang ia punya, ketika sampai di sebuah semak yang mungkin ia yakin tak akan ada hewan buas yang mengintai mereka, Winata memutuskan untuk menuntaskan panggilan alamnya disana.

“siwi, lo disini bentar ya? Jangan ngintipppp, awas ajaa”

“astagaaa ngapain gue ngintip sih, buat apa sih winnn hihh”

“yaudah kalau gak mau ngintip ya lihat arah sana aja, jangan liatin akuuu”

“iya iyaaa”

Setelahnya Winata langsung menuju semak dibelakang pohon besar itu, Siwi menunggunya dengan jarak yang agak jauh.

“ahhhhhhhhh” lirih win ketika ia sedikit demi sedikit mengeluarkan beban panggilan alamnya itu.

Seperti ada beban yang diangkat dari pundaknya setelah ia membuang hasil ekskresi tubuhnya itu, setelah dirasa selesai, Winata baru saja akan memanggil Siwi, namun ada suara yang ia tangkap. Itu suara yang familiar, benar, win mengenal suara itu namun ia tak mengingat itu suara siapa.

‘wiiiinnnn, ikut aku’

Iya itu suara yang ia kenal, suara it uterus memanggilnya dari arah belakang.

‘ayo berbalik dan ikutlah denganku win’

Suara itu terus memanggil winata, memanggil untuk segera berbalik dan mencari tahu kemana suara itu berasal, dan winata mengikutinya, ia berbalik dan didapatinya Siwi sudah tak ada lagi berdiri dan menunggunya.

‘siwi kemana sih’ batin win

Namun ia terus mengikuti suara itu yang menuntunnya jauh masuk kedalam hutan pinus, ia terus melangkah tanpa takut, tanpa rasa gentar, ia masuk kedalam kabut tebal dan menghilang disana.


Siwi yang merasakan kalau tak ada hawa keberadaan temannya itu berbalik dan ia tak mendapati Winata disana, tak ada temannya yang tadi berada di semak belukar itu, dengan khawatir Siwi menyusuri semak dan mengelilingi pohon demi pohon disekitar sana, namun nihil ia tak menemukan Winata disana.

Dengan perasaan yang bercampur dengan ketakutan ia berlari menuju Afi dan Khao yang terlihat sudah membuat api unggun di ujung sana, cahaya panas api itu menembus tebalnya kabut sehingga Siwi degan mudah menemukan Afi dan Khao yang sudah mendirikan kedua tenda itu.

Afi yang melihat Siwi berlari dari balik kabut seperti merasaan perasaan tak enak, rasa was-was ada hinggap di pundaknya. Ia berdiri dari semula duduk didepan api unggun.

“GUUYYYYYSSS”

Siwi berteriak sambil berlari kencang, nafasnya terengah-engah ketika sudah sampai didepan api unggun, keringatnya sebesar biji bunga matahari, menandakan ia berlari dengan perasaan takut yang sangat luar biasa, didapatinya kaki siwi yang gemetaran menambah dugaan Afi semakin menguat.

“kenapa?Winata mana?” tanya Khao yang baru menyadari kalau salah satu temannya tak kembali dari ujung gelap disana.

“udah aku cari-cari tapi gak ada sumpahhh, gue takut nih” siwi menjelaskan ditengah nafasnya yang terengah-engah karena berlari secepat mungkin.

“lah terus gimana? Lo gak ngerasa apa gitu? Masa iya tiba-tiba ilang sih” tanya Afi yang menuntut penjelasan dari Siwi.

“beneran gak ada, udah gue cari di semak-semak, gue cari dibalik pohon besar juga gak ada sumpahhh”

“lah terus ini gimana donggg” Khao mulai khawatir mendapati Winata yang hilang tanpa jejak.

“bentar deh gue baru keinget sesuatu…..” kata afi lirih

“apa?”

“kalian inget kata perempuan tadi sore? Kalian ada yang ngasih tahu win gak?”

Dan mereka menggeleng bersamaan, bodohnya mereka tak memeberi tahu Winata tentang hal itu, padahal sejak senja menjadi gelap mereka bertiga sudah merasakannya kalau ada yang memanggil-manggil mereka dari belakang, itulah sebabnya Afi, Khao dan Siwi tak pernah menengok kebelakang ketika Winata sedang merengek dan mengeluh untuk buang air kecil, hal kecil namun fatal dan sudah terlanjur terjadi.

“kannn…..pasti win nengok kebelakang pas ada suara orang yang manggil-manggil dia, terus gimana? Kita bertiga mau cari winata bareng-bareng atau nge-camp dulu disini lanjutin cari winata besok?” Afi memberikan pilihannya.

“duhh gimana ya fi, gue takut tapi gue juga gak bisa biarin win hilang malam-malam ditengah hutan kaya gini” jawab Siwi.

“gue juga nih, kita bertiga selama gak berpencar kayanya aman sih”

“yaudah kita putuskan ya, ini beresin semua tenda, kita cari win sama-sama malam ini sampai ketemu okay?”

Dan mereka segera bergegas melipat kembali tenda yang sudah mereka buat, juga mematikan api unggun yang mereka nyalakan, mereka bertiga berjalan menyusuri hutan ditengah gelapnya malam dan tebalnya kabut pegunungan, mengesampingkan rasa takut mereka demi mencari kawan mereka yang bernama Winata.

___

Suara itu menuntun winata masuk kedalam gelap dan sunyinya hutan pinus, ia berjalan mengikuti suara yang terus memanggilnya.

Anehnya ia tak sadar kalau dirinya terus dituntun menuju sebuah pemukiman ditengah hutan sana. Hingga ada sebuah tanda yang bertulisakan ‘selamat datang di pasar malam’. Win tak paham mengapa ia bisa berada disini, ketika ia sadar tak ada Siwi yang menemaninya, dan tempat apa ini? Pasar malam? Mengapa tak ada satupun penjual yang terlihat?

Dengan langkah gontai, Winata berjalan melihat barang-barang yang di jual di pasar ini, tidak ada tanda-tanda keberadaaan manusia disini. Lalu bagaimana ia akan membayarnya jika ia menginginkan sesuatu dari tempat ini.

Ia berjalan ke salah satu lapak jualan yang menjual buah apel, ia ingin membelinya dan ketika ia akan menyentuh apel itu, bisikan itu terdengar lagi.

'jangan sentuh, ayo ikuti aku'

Semakin lama semakin jelas, itu suara yang sama yang memanggilnya untuk datang kemari, atau karena ia belum membawa winata sampai tujuan, sehingga suara itu muncul lagi?

Dengan kaki lemas, winata mengikuti suara itu, jika di hitung jarak dirinya hilang dari titik awal sampai sekarang ini sangatlah jauh, bahkan teman-temannya belum tentu bisa mencapai jarak seperti ini dalam waktu semalam.

'win, ayo ikut aku, kemarilah'

Dan winata terus berjalan, melewati jalan berbatu, melewati semak belukar ditengah gelapnya malam dan tebalnya kabut yang membatasi jarak pandang, yang ia tahu ada suara yang terus menuntunnya dan ia penasaran siapa dibalik suara itu.

'teruslah berjalan dan kau akan menemukanku'

Lagi, suara itu lagi, suara yang sangat familiar namun kenapa winata bisa lupa itu suara siapa.

Hingga ia berada di tepi aliran sungai, ia ingat kalau ada pendaki yang tersesat biasanya mereka akan mengikuti kemana arah aliran air membawa mereka ke arah pemukiman, namun ini sangat berkebalikan dengan suara itu yang memintanya menjauh dari sana.

'jangan, jangan ikuti dia, kembali ikuti aku'

Suara itu berbisik seperti tepat ditelinga winata, namun Winata sudah ada di tahap lelah, ini sudah terlalu jauh, ia ingin menangis di tengah kegelapan malam seperti ini, dingin yang semakin malam semakin menusuk karena kabut baru saja turun dari puncak lawu membuat suhu tubuh winata semakin turun drastis. Ia bisa saja terkena hipotermia saat ini.

Winata telah memutuskan untuk mengikuti aliran sungai daripada kembali mengikuti suara yang menuntunnya ke tempat yang tak ia ketahui entah dimana asalnya.

'jangan ikuti dia, kembali win, kembali padaku, disana ada mara bahaya win'

Namun winata tak mengikutinya saat ini, win memilih mengikuti instingnya dengan menyusuti ditepian sungai, suara itu terus memanggil-manggilnya untuk kembali Namun winata tak mempedulikannya lagi, hingga winata melihat sebuah pohon beringin besar sekali, pohon tua yang sangat besar berusia ratusan tahun.

Tiba-tiba terdengar suara gerombolan perempuan yang tertawa, tawanya mengerikan sekali, winata seperti sedang berada di tengah podium, ia seperti sedang diawasi oleh ratusan mata yang tak bisa ia lihat namun bisa ia rasakan.

Tubuhnya merinding hingga menggigil, suara tertawa itu seperti menertawakan dan mengejek winata mengapa ia tak mendengarkan suara yang menuntunnya dan malah mengikuti aliran sungai yang belum tentu juga ia tahu kemana ujungnya.

“SIAPA KALIAN, KELUARRR”

Winata berteriak, ia ketakutan, tubuhnya merinding hingga membuatnya menggigil ketakutan, namun bodohnya mengapa ia malah menantang maut?

“HIHIHIHIHIHI”

Suara cekikian itu bertambah banyak, bertambah dekat membuat winata panik dan tak tahu harus apa, badannya serasa lemas, ia harus kemana lagi?

'berbaliklah, lalu lihat rembulan yang sedang purnama, dan ikuti aku'

Suara itu lagi, dan kali ini winata benar-benar mengikutinya entah kemana suara itu akan menuntunnya.

Dengan berlari menggunakan ransel yang overload membuat winata ketakutan dan kelelahan sekaligus, ia mengikuti arahan suara itu, suara yang familiar namun gagal ia kenali.


Ia sampai di tengah hutan, hutan yang dikelilingi pohon cemara tinggi-tinggi, suara itu telah menghilang, tak lagi memanggil atau menuntunnya, membuat winata kesal sendiri, mengapa ia harus sampai sejauh ini mengikuti suara yang tak jelas itu, ditengah cahaya rembulan yang sedang purnama.

Didepan sana winata melihat sebuah gubuk, bukan gubuk tua, terlihat kokoh dan sepertinya winata akan bermalam disana sebelum ia akan melanjutkan perjalanan esok hari.

Dengan beban berat ransel di pundaknya rasanya winata bisa ambruk sekarang juga, dan semua hal mistis yang ia alami tentang pasar malam dan sesuatu yang terus menertawainya di pohon beringin benar-benar membuat winata lemas kalau mengingatnya, namun suara tadilah yang menyelamatkannya, suara tadilah yang terus mengarahkannya agar bisa menjauh dari marabahaya, dan suara itulah yang sudah memperingatkannya. Suara siapa?

Ia berjalan menuju gubuk itu, semakin dekat, semkin jelas bahwa ia tak sendiri disini, ada seseorang di gubuk itu, orang itu memunggunginya, namun sepertinya ia kenal dengan orang yang berada di gubuk itu.

“maaf, boleh aku istirahat sebentar disini?”

Tanya winata sopan, tentu saja, ia hanya singgah disini sehingga harus menjaga sikapnya.

Orang itu berbalik dan melihatnya, winata kenal dengan orang ini, winata mengenalinya, orang yang selama ini selalu mengejarnya dan selalu mengungkapkan cinta padanya namun selalu winata tolak karena ia tak menyukai kegiatan Mapala yang orang ini ikuti, iya, orang itu adalah Bright.

“Bright?”

“loh win? Kamu kok bisa sampai di lawu?” Tanya Bright heran.

“aku mendaki sama temen-temen, kamu juga ngapain disini? Mendaki sama siapa?”

“aku juga sedang mendaki, ini lagi istirahat”

“ohhh….”

“terus temen-temenmu mana?”

“ummm, sebenernya aku kepisah sama mereka, ini aku gak tau ada dimana”

“tujuan kalian mau ke pos mana?”

“kata Afi sih ke pos Cemoro Sewu”

Alis bright mengernyit, jelas ia paham sekali daerah dan medan disini, lalu mengapa hanya winata yang berhasil menuju arah cemoro sewu?

“cemoro sewu ya? Coba kamu lihat sekelilingmu win, ini semua pohon apa?”

Win mengedarkan pandangannya kesekitar, benar, disekeliling mereka hanya ada pohon cemara yang besar dan tinggi-tinggi.

“ini pohon cemara kan?” tanya win pelan

“yup, dan pos cemoro sewu sepertinya masih ada diatas sana” Win mengangguk sebagai responnya

“lalu kemana temen-temenmu win?”

“aku gak tau bright, tadi sih aku dianter siwi, tapi pas aku nengok kebelakang kok gak ada, aku sendiri bingung”

Bright tersenyum mendengar jawaban itu, sedangkan win seperti keheranan, mengapa ia tersenyum? Apanya yang lucu?

“yaudah istirahat disini aja, Cuma gubuk sih tapi lebih baik lah daripada tenda, lagipula ini kayanya udah tengah malam” ajak bright sambil memiringkan kepalanya untuk melihat ransel besar dibawa oleh win.

“besar banget raselmu? Gak berat? Bawa apaan aja sih?”

BRUKK

Win melepas ranselnya dan menjatuhkannya ke tanah, benar kata bright kalau isi ransel ini overload.

“iya berat banget huhuhu”

Bright tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, ia tahu kalau win masih awam dengan dunia pandakian seperti ini. Selanjutnya ia mengangkat ransel winata.

“yuk masuk, biar aku aja yang bawa ransel ini. Kabutnya juga udah tebal banget win”

Winata masih mematung disana, dia agak ragu untuk bermalam satu gubuk dengan bright.

“hey ayo, diluar tambah dingin, belom lagi kita gak tahu kalau ada hewan liar yang mungkin sedang cari makan kan? Yuk”

Benar kata bright, mengapa winata tak berpikir bahwa bisa saja ada hewan liar disekitarnya? Jika saja ia menyadarinya dari tadi, mungkin saja ia sudah berdiam diri dan tak akan berani melangkahkan kakinya sejauh ini.

Jadilah mereka masuk kedalam gubuk itu dengan bright yang membawakan ransel yang berukuran besar milik winata.


“kamu buat apaan bright?” Tanya win yang melihat bright sedang merebus air dengan peralatan yang ia bawa.

“aku mau buat teh hangat buat kita, kamu juga belum makan kan?”

“ummmm…u-udah kok bright”

krucuk-krucuk

Winata sampai menutup wajahnya dengan kedua tangannya, dasar perut kurang ajar, mengapa sangat kontras sekali dengan yang baru saja win katakan, malah ia meraung seakan menunjukkan kalau winata tengah berbohong kalau ia sudah mengisi perutnya. Bright tertawa mendengarnya.

“ahahahaha, kau tak pandai berbohong huh? Jangan pernah berbohong ya? Aku buatkan mie rebus untuk kita berdua okay?” Win tersenyum dan mengangguk

“terimakasih bright, kamu baik”

“bukan apa-apa win, bukankan kita harus saling menolong kan?”

Bright menuangkan air mendidih itu ke dua gelas yang didalamnya sudah berisi gula teh, sisanya ia kembalikan ke kompor portable itu untuk menyeduh mie rebus.

“maksudku, aku sudah sering menolakmu bukan? Aku pikir tidak seharusnya kau berbuat sebaik ini pada orang yang telah menolak cintamu kan? Bukan sekali dua kali, entah aku juga sudah tak menghitungnya lagi bright” Bright terkekeh mendengarnya.

“bukankah bagus kalau aku tak mudah menyerah?”

Win ikut terkekeh bersama bright yang sibuk mengaduk aduk mie di air mendidih.

“hanya saja, ya…kamu tahu kan alasanku menolakmu bright?”

“aku tahu, karena aku anak mapala kan? Sedangkan kau tak terlalu suka dengan orang-orang yang tergabung di dalamnya, iyakan?” Win mengangguk, matanya melihat air mendidih di atas kompor portable itu.

“jika saja aku tak ikut mapala apakah kau akan menerimaku menjadi kekasihmu win?”

“mungkin saja, bisa aku pertimbangkan hahahaha”

Mereka berdua tertawa bersama didalam gubuk tua diatas langit yang sedang purnama dan ditemani kabut tebal yang turun dari lereng gunung lawu.

“kalau begitu aku lebih memilih mapala”

Hal itu membuat hening seketika, win kira bright benar-benar akan keluar dari mapala jika saja ia akan menerimanya, namun pernyataan bright barusan tadi membuat kecanggungan yang luar biasa diantara mereka saat ini.

Bright menuang mie itu kedalam dua mangkok yang sudah ia siapkan sebelumnya. Setelahnya ia melihat kerah winata dengan mimik serius.

“kau tahu win? Bahwa memilih untuk mencintai hobi dan mencintai orang adalah hal yang sulit kulakukan, karena bagiku….aku kira kau akan memberiku support untuk melakukan hal yang aku suka”

“bright….”

“tak apa win, bagiku mencintai alam adalah hal aku pilih saat ini, karena ketika aku ada dipuncak sana, rasanya semua beban hidupku sudah hilang, semuanya telah diangkat dari pundakku, rasanya seperti…menyadari bahwa manusia adalah sebagian kecil dari ciptaanya, diluar sana masih banyak maha karya tangan tuhan yang bahkan masih kita tak ketahui sebelumnya kan?”

Win mengangguk

“lalu mengapa harus bersedih, bahkan siapa tahu aku akan menanyakan itu lagi padamu malam ini ahahahhaha”

Win tersenyum sejenak, tadi ia mengira bright akan benar-benar berhenti, namun ternyata tidak, jauh dilubuk hati winata, ia juga menyukai bright, hanya saja ia belum bisa menerima hobi yang bright geluti beberapa tahun terakhir.

“mungkin suatu hari nanti win, iya… suatu hari nanti mungkin kamu akan mengerti mengapa aku mencintai alam sampai dititik ini, nih dimakan dulu yuk, kalau dingin gaenak”

Winata mererima mangkuk dan segelas teh yang bright buatkan untuknya, mereka makan bersama digubuk sempit ini.


Backsong [Ellie Goulding-How long will i love you]

[https://open.spotify.com/track/7CFQrZR4WeKEg4vweqp8Gv?si=6l3sfUPQSSi8ZppavM0Axg]

Bright dan winata sedang berbaring, bersebelahan memang, winata sepertinya tak bisa tidur walau bright sedang menemaninya disini dan bright sepertinya menyadari hal itu.

“gak bisa tidur win?”

Bright kini berbalik dan mencondongkan dirinya kearah winata, matanya menatap winata dari samping.

“iya nih bright, dingin banget gak sih? Walau udah pakai jaket sama selimut tebel kayak gini, gak kayak di Semarang yang panas kalau malam”

Win berkata sambil menahan giginya yang bergemeletukan, dingin ini benar-benar membuat dirinya menggingil.

“iya kah? Kok aku gak kedinginan ya win?”

“masa sih bright, ini dingin banget tauu”

“beneran, sini coba pegang tanganku”

Dan winata menyebrangkan tangannya dan menggenggam tangan bright, terasa hangat sekali, sangat berbeda dengan dirinya yang jari-jarinya mulai memucat karena dingin yang ia rasakan ini.

“eh iya, kok hangat sih”

Bright tersenyum melihat ekspresi winata yang lucu dan menggemaskan, entah kapan lagi ia bisa melihat wajah winata dengan jarak sedekat ini, mungkin tak akan pernah terulang lagi.

“mau aku buat lebih hangat?” bright menawarkan diri, tidak, ia tak sedang menggoda winata.

“apaan sih bright, jangan mikir aneh-aneh ah”

“ahahahahaha, win…win”

Bright terkekeh namun juga ia bergerak semakin dekat, semakin dekat dan semakin dekat, lalu ia memeluk winata.

“kamu mikir apa emangnya win? Aku hanya ingin peluk kamu kaya gini aja kok, gak lebih”

Winata hanya diam, pelukan bright terasa hangat sekali menyelimuti dirinya, ia tak menyangkalnya kalau ia nyaman seperti ini, jika tak menuruti ego, winata mau saja membalas pelukan bright, namun ia masih berfikir seribu kali untuk melakukannya. Diam-diam winata tersenyum, iya...mungkin saja suatu hari nanti ketika hatinya sudah mau berbesar hati menerima bright, ia akan paham, untuk saat ini biarlah seperti ini.

“kenapa senyum-senyum hmm? Kamu boleh peluk aku balik kok”

Sadar kalau bright baru saja memberinya izin membuat winata gelisah, ia bingung akankah ia balas memeluk atau membiarkan bright memeluknya semalaman, namun hangatnya bright yang ia butuhkan saat ini.

“ya itu kalau kamu mau sih, kalau gak mau juga gapapa kok”

persetan

Win langsung balas memeluk bright, menempatkan kepalanya diceruk leher bright dan menyesapi wangi maskulin darinya, pasti saat ini wajah winata sedang berwarna merah menahan malu, juga karena telah meruntuhkan egonya sendiri.

“hangat kan?”

Win mengangguk sembari mengetatkan pelukannya.

“nyaman kan?”

Lagi-lagi win mengangguk

“kalau gitu, tidurlah, kau aman disini win, kau aman”

Bright membelai rambut winata, lalu ia mengecup puncak kepalanya, menyadari betapa sayangnya ia pada insan yang ada dipelukannya membuat bright tak mau kehilangan apalagi berpisah dengan winata, mungkin saja suatu hari nanti winata sudah mau, mungkin saja suatu hari nanti nasib baik sedang berpihak padanya, pada mereka berdua.

“win….” Panggil bright

“ya?” win menjawab dari celah-celah leher bright

“kalau aku tanya kamu sekali lagi, maukah kamu menerimaku?”

Bright masih membelai rambut winata dengan lembut.

“entah bright, aku sendiri ragu dengan perasaanku”

Ada hening sejenak, baik bright maupun win tak bersuara lagi.

“kalau begitu baiklah, ayo tidur, ini udah malam, esok temanmu akan sampai sini”

“kau tau dari mana?”

“tau aja, memangnya siapa yang mau kehilangan kamu hmmm?” Win tersenyum mendengar jawaban bright yang terdengar seperti sedang menggodanya.

“selamat tidur bright”

“selamat tidur juga win”

Sekali lagi bright memberinya kecupan dipuncak kepala winata, dan setelahnya mereka tertidur dengan posisi berpelukan, saling menghangatkan satu sama lain dibawah langit gunung lawu dengan segala cerita yang tersembunyi dibaliknya.


Dingin itu datang lagi, perlahan merenggut hangat yang winata rasa, mengambilnya secara paksa hingga membuat dirinya terjaga, mentari sudah bersinar, suara nyanyian burung juga terdengar, namun ia tak mendapati bright disisinya, hanya ada ransel milik bright dan sebuah notes disana.

Winata menguap untuk menghilangkan rasa kantuknya, lalu ia bangkit dari tidur dan membaca notes diatas ransel milik bright itu.

hai win, sepertinya nyenyak sekali ya? Maaf aku tak bisa menemanimu lebih lama lagi, aku harus melanjutkan perjalanan, dan aku tak bisa menundanya, aku takut kalau aku kehabisan waktu, jadi aku tinggalkan tasku disini, mungkin saja kau membutuhkannya, kau bisa belajar cara packing di dalamnya, dan kalau saja kau mau, bawa pulang tas ini dan kembalikan padaku dirumah ya dan sepertinya teman-temanmu akan sampai disini sebentar lagi, langsung pulang ya jangan kepuncak Lawu, hari ini cuaca sedang tak bersahabat, Bright.

Win membacanya hingga kalimat terakhir

“hufftttttt”

ia membuang nafasnya, bagaimana bisa ia membawa dua tas ransel, ia membawa ranselnya saja sudah keberatan ini lagi ditambah tas dari bright, yang benar saja iyakan?

“WINNNNN”

“winnnn”

Itu suara teman-temannya, mengapa kebetulan sekali? Dengan cepat winata berdiri dan keluar dari gubuk tua itu.

“AFIIII, SIWIII, KHAOOOO, AKU DISINIIIII”

Ia melambaikan tangannya agar teman-temannya melihatnya

“WIIIIINNNNN”

Siwi terlihat senang sekali mendapati temannya itu masih dalam keadaan baik dan selamat.

“astaga kamu kok bisa sampai sini sih win?”

“nanti deh gue ceritain”

“dan…lo kok bisa tau arah ke cemoro sewu? Gue baru sadar kalau semalem kita tersesat tau” itu Afi

“nanti deh pokoknya gue ceritain, yang penting gue mau kepuncak lawunya dibatalin ya pleaseeee”

“HAH? KOK GITU?” lagi-lagi Afi

“firasat gue gak enak aja, ini aja gue beruntung ketemu sama Bright semalem jadi selamat deh gue disini sama dia”

“bright?” khao bersuara

“iya”

“mana?” kali ini siwi

“udah duluan dia, katanya takut ketinggalan rombongan, tuh tasnya aja ada didalam, dia titip di taroh rumahnya kalau kita pulang hari ini”

“yaudah deh ayo siap-siap kita turun sekarang juga, keselamatan kita nomor satu, mungkin aja ada kesempatan lain pasti kita bisa sampai kepuncak Lawu kok”

Afi memberikan keputusannya yang langsung disetujui oleh ketiga rekan lainnya, dan hari itu mereka sepakat untuk turun menuju lereng dan kembali ke mobil mereka.


Mobil mereka sampai didepan rumah Bright, deret-deret kursi itu ada didepan rumahnya, mereka berempat tak tahu apa yang akan diselenggarakan disini.

Mereka berempat turun bersama-sama dan masuk kedalam rumah bright, sepi, benar-benar sepi, di ruang tamu itu ada banyak bingkai foto bright dengan latar puncak, mungkin saja salah satunya ada puncak lawu, bright terlihat tampan disana.

“cari siapa ya nak?” seorang perempuan paruh baya keluar dari dalam rumah ketika menyadari ada empat pemuda yang berdiri didepan pintu rumahnya. Itu adalah ibu Bright.

“ah selamat siang ibu” ucap win yang langsung menyalaminya dan diikuti ketiga temannya yang lain.

“ini bu, mau ngembalikan ranselnya bright, tadi dia titip sama saya buat dibawa pulang kerumah”

Perempuan itu menatap winata heran, setelahnya ia menerima ransel yang winata bilang adalah ransel dari sang putra, dan benar saja semua isi dan benda-benda itu adalah milik sang putra tercinta, bright.

“kamu nemu ini dimana sayang?” Air mata ibu itu jatuh.

“loh bu kenapa? Win salah bicara ya bu? Win minta maaf bu”

“enggak win enggak, ibu hanya rindu sama bright” Mulai dari sinilah firasat dan dugaan buruk itu muncul

“ahhhh sebentar lagi bright juga pulang bu, semalem kan ketemu sama saya di deket cemoro sewu, nih buktinya minta ranselnya buat dikembalikan kan bu?”

“nak….bright telah pergi nak…”

Tidak, winata tak paham apa yang dikatakan sang ibu.

“kalian lihat semua suasana duka disini? Semua karangan bunga semua kursi yang ditata rapi, sudah tujuh hari nak bright tak kembali kerumah”

Hal itu membuat mereka semua tercengang, apalagi winata, bagaimana bisa sang ibu berkata seperti itu? Jelas-jelas semalam ia bertemu dengan bright dan memeluknya hingga tertidur pulas, tidak, ini tak nyata.

“lalu kami dapat kabar bahwa bright ditemukan di dekat pohon besar didekat sungai dan ia sudah tenang disana, disurga”

Sang ibu terlihat sedih, meski mencoba mengikhlaskan, nyatanya masih menggoreskan sebuah luka dan duka.

Pikiran winata berkecamuk, pohon besar dipinggir sungai? Pohon besar itu? Yang semalam menertawainya? Lalu winata tersadar, bahwa suara itu adalah suara bright, suara yang menuntunnya hingga selamat, suara yang mengatakan bahwa disana ada marabahaya, bright tak mau hal itu terjadi pada winata, sosok yang ia cinta hingga jiwa sudah tak menyatu dengan raga.


Backsong [maudy ayunda-kamu dan kenangan]

[https://open.spotify.com/track/6dMXNAMr1dlAAUo53QKfqs?si=-zgEvkoSQwuBtDG7e3hqOw]

1 tahun berlalu

Aku terlambat, semua kesempatan yang aku punya kini telah kadaluarsa, mustahil bagiku memutar waktu, semuanya telah tertinggal dibelakang, namun tidak dengan kamu dan segala kenangan yang masih tersimpan di memoriku, mengapa dahulu tak ku ucapkan aku mencintaimu sejuta kali sehari?

Ternyata rasanya sepeti ini, rasanya dicintai sedemikian hebatnya oleh seseorang namun aku tak menyadarinya, malah dengan bodohnya aku terus menolaknya agar ia menyerah, jika boleh aku mau semuanya terulang lagi, jika bisa aku akan berkata ‘iya’ untuk setiap tanya yang ia katakan padaku.

Tidurlah bright, aku tahu kau tak pernah meninggalkanku sejak hari pertama kita bertemu, aku tahu kau mencintaiku sedemikian hebatnya hingga kau memanggilku waktu itu untuk mengucap perpisahan yang terakhir kalinya, ataukah semua niat ke Lawu hari itu adalah sebuah panggilanmu untukku? Kau merindukanku? Jika iya, meski sudah terlambat dan setahun berlalu, aku akan berkata ‘iya, aku juga merindukanmu'

Jadi, disinilah aku sekarang, ditempat yang sama ketika kau memelukku hari itu, saat kau bertanya terakhir kalinya padaku akankah aku akan menerimamu, dan sekarang aku sadar bright, aku paham dengan kalimat ‘suatu hari nanti’ itu, mungkin inilah waktunya, waktu aku menyadari kalau aku mencintaimu sama besarnya, aku kehilangan dirimu hingga mengoyak duniaku, dan aku sadar kalau semuanya telah terlambat untuk diputar ulang dan menerimamu menjadi seorang pendamping hidupku, karena sekarang kau akan terus mendampingiku, meski berbeda dimensi, berbeda ruang dan waktu, namun aku tahu kalau cintamu padaku sekuat itu hingga malam itu kau datang menyelamatkanku, terimakasih bright.

Bright, hari ini, menit ini dan detik ini aku datang kemari sebagai winata yang berbeda, aku sudah bisa melihat sesuatu dari sudut pandang lain, aku mengerti sekarang mengapa kamu cinta dengan alam, karena kini aku juga mencintainya sama dengan caramu mencintainya, alam ini ternyata indah sekali bright, namun akan semakin indah jika aku menaklukannya bersamamu, disampingku.

Tahukah bright? Aku sudah mendaki beberapa gunung, namun baru sekarang aku baru memberanikan diriku untuk mendaki lawu, mengapa? Karena aku sangat mencintaimu bright, setahun berlalu pun tak mengubah apapun, tak merubah kenyataan bahwa duniaku tak akan sama lagi tanpamu, tak akan mengubah kalau kini aku semakin mencintaimu bahkan disaat sudah terlambat sekalipun. kau berhasil merubahku menjadi pribadi yang lebih baik bright, dan aku berterimakasih untuk itu, dan sampai saat itu tiba, aku akan terus datang kemari dari musim ke musim berikutnya, aku akan menjengukmu ditempat yang sama, jangan bosan ya? Terimakasih karena telah mencintaiku sedemikian hebatnya.

Cemoro Sewu, Lawu, Jawa Tengah.

winata dan jeje pamit undur diri

Yuh

Dengan langkah gontai, Winata berjalan melihat barang-barang yang di jual di pasar ini, tidak ada tanda-tanda keberadaaan manusia disini. Lalu bagaimana ia akan membayarnya jika ia menginginkan sesuatu dari tempat ini.

Ia berjalan ke salah satu lapak jualan yang menjual buah apel, ia ingin membelinya dan ketika ia akan menyentuh apel itu, bisikan itu terdengar lagi.

'jangan sentuh, ayo ikuti aku'

Semakin lama semakin jelas, itu suara yang sama yang memanggilnya untuk datang kemari, atau karena ia belum membawa winata sampai tujuan, sehingga suara itu muncul lagi?

Dengan kaki lemas, winata mengikuti suara itu, jika di hitung jarak dirinya hilang dari titik awal sampai sekarang ini sangatlah jauh, bahkan teman-temannya belum tentu bisa mencapai jarak seperti ini dalam waktu semalam.

'win, ayo ikut aku, kemarilah'

Dan winata terus berjalan, melewati jalan berbatu, melewati semak belukar ditengah gelapnya malam dan tebalnya kabut yang membatasi jarak pandang, yang ia tahu ada suara yang terus menuntunnya dan ia penasaran siapa dibalik suara itu.

'teruslah berjalan dan kau akan menemukanku'

Lagi, suara itu lagi, suara yang sangat familiar namun kenapa winata bisa lupa itu suara siapa.

Hingga ia berada di tepi aliran sungai, ia ingat kalau ada pendaki yang tersesat biasanya mereka akan mengikuti kemana arah aliran air membawa mereka ke arah pemukiman, namun ini sangat berkebalikan dengan suara itu yang memintanya menjauh dari sana.

'jangan, jangan ikuti dia, kembali ikuti aku'

Suara itu berbisik seperti tepat ditelinga winata, namun Winata sudah ada di tahap lelah, ini sudah terlalu jauh, ia ingin menangis di tengah kegelapan malam seperti ini, dingin yang semakin malam semakin menusuk karena kabut baru saja turun dari puncak lawu membuat suhu tubuh winata semakin turun drastis. Ia bisa saja terkena hipotermia saat ini.

Winata telah memutuskan untuk mengikuti aliran sungai daripada kembali mengikuti suara yang menuntunnya ke tempat yang tak ia ketahui entah dimana asalnya.

'jangan ikuti dia, kembali win, kembali padaku, disana ada mara bahaya win'

Namun winata tak mengikutinya saat ini, win memilih mengikuti instingnya dengan menyusuti ditepian sungai, suara itu terus memanggil-manggilnya untuk kembali Namun winata tak mempedulikannya lagi, hingga winata melihat sebuah pohon beringin besar sekali, pohon tua yang sangat besar berusia ratusan tahun.

Tiba-tiba terdengar suara gerombolan perempuan yang tertawa, tawanya mengerikan sekali, winata seperti sedang berada di tengah podium, ia seperti sedang diawasi oleh ratusan mata yang tak bisa ia lihat namun bisa ia rasakan.

Tubuhnya merinding hingga menggigil, suara tertawa itu seperti menertawakan dan mengejek winata mengapa ia tak mendengarkan suara yang menuntunnya dan malah mengikuti aliran sungai yang belum tentu juga ia tahu kemana ujungnya.

“SIAPA KALIAN, KELUARRR”

Winata berteriak, ia ketakutan, tubuhnya merinding hingga membuatnya menggigil ketakutan, namun bodohnya mengapa ia malah menantang maut?

“HIHIHIHIHIHI”

Suara cekikian itu bertambah banyak, bertambah dekat membuat winata panik dan tak tahu harus apa, badannya serasa lemas, ia harus kemana lagi?

'berbaliklah, lalu lihat rembulan yang sedang purnama, dan ikuti aku'

Suara itu lagi, dan kali ini winata benar-benar mengikutinya entah kemana suara itu akan menuntunnya.

Dengan berlari menggunakan ransel yang overload membuat winata ketakutan dan kelelahan sekaligus, ia mengikuti arahan suara itu, suara yang familiar namun gagal ia kenali.


Ia sampai di tengah hutan, hutan yang dikelilingi pohon cemara tinggi-tinggi, suara itu telah menghilang, tak lagi memanggil atau menuntunnya, membuat winata kesal sendiri, mengapa ia harus sampai sejauh ini mengikuti suara yang tak jelas itu, ditengah cahaya rembulan yang sedang purnama.

Didepan sana winata melihat sebuah gubuk, bukan gubuk tua, terlihat kokoh dan sepertinya winata akan bermalam disana sebelum ia akan melanjutkan perjalanan esok hari.

Dengan beban berat ransel di pundaknya rasanya winata bisa ambruk sekarang juga, dan semua hal mistis yang ia alami tentang pasar malam dan sesuatu yang terus menertawainya di pohon beringin benar-benar membuat winata lemas kalau mengingatnya, namun suara tadilah yang menyelamatkannya, suara tadilah yang terus mengarahkannya agar bisa menjauh dari marabahaya, dan suara itulah yang sudah memperingatkannya. Suara siapa?

Ia berjalan menuju gubuk itu, semakin dekat, semkin jelas bahwa ia tak sendiri disini, ada seseorang di gubuk itu, orang itu memunggunginya, namun sepertinya ia kenal dengan orang yang berada di gubuk itu.

“maaf, boleh aku istirahat sebentar disini?”

Tanya winata sopan, tentu saja, ia hanya singgah disini sehingga harus menjaga sikapnya.

Orang itu berbalik dan melihatnya, winata kenal dengan orang ini, winata mengenalinya, orang yang selama ini selalu mengejarnya dan selalu mengungkapkan cinta padanya namun selalu winata tolak karena ia tak menyukai kegiatan Mapala yang orang ini ikuti, iya, orang itu adalah Bright.

“Bright?”

“loh win? Kamu kok bisa sampai di lawu?” Tanya Bright heran.

“aku mendaki sama temen-temen, kamu juga ngapain disini? Mendaki sama siapa?”


layaknya kapal yang sedang berlayar. Brian dan metawin kini sedang berada dalam perjalanan menuju kebahagiaan. layar mereka mengembang dan membentang. angin membawa mereka semakin cepat berpacu dengan waktu. lalu mereka dapati kalau cinta yang mereka punya untuk dibagi berdua dan dinikmati bersama.


Brian dan win bertolak dari distrik inti menuju tempat tujuan, hanya brian yang tahu kemana mereka akan pergi, win sengaja tak diberi tahu oleh suaminya itu karena ini adalah salah satu kejutan pernikahan mereka, ya, brian telah mereservasi sebuah tempat yang indah di sektor 4 untuk menghabiskan waktu bulan madunya.

Sepanjang perjalanan win selalu vokal, terkadang ia akan berbicara dengan brian menceritakan bagaimana perasaannya setelah menikah dengan penerus tahta kerajaan itu, terkadang ia menghabiskan waktu dengan mengunyah camilan yang mereka bawa, sesekali ia memasukkan camilan itu kedalam mulut brian untuk membaginya berdua dan mereka nikmati bersama, bahkan terkadang metawin akan tertidur karena lamanya perjalanan yang mereka tempuh.

“kak masih lama ya? Capek banget nih posisi duduk terus huhuhu”

Brian masih fokus pada jalanan yang senggang, tak lama lagi mereka akan sampai di sektor 4, hanya harus melewati beberapa stop lagi untuk sampai keperbatasan sana.

“memangnya kamu mau posisi apa hmmm?”

jawab Brian dengan nada bercanda, ia terkekeh sendiri, pikirannya sudah kemana-mana sejak dirinya sah menjadi suami seorang metawin.

“he?” respon win bingung, ia melihat kearah bright, didapatinya bright sedang terkekeh menahan tawanya.

“kak bri kenapa sih? Win tuh beneran capek, pikirannya kotor mulu ihhh sebel” win berkata dengan nada merajuk

“ahahahha kak bri juga serius, kalau kalau capek duduk mau kakak pangku?”

brian mendekatkan dirinya pada win, mengabaikan jalanan yang sedang lenggang didepannya.

“gakkk…kak bri pasti mikir aneh-aneh deh, lagipula kan kak brian lagi nyetir mobil, harus konsen”

“iya deh iya, kita stop sebentar di rest area ya? Istirahat dulu aja daripada dipaksakan kan?”

“boleh kak, sekalian cari makan siang ya? Win laperrrrr”

Rengek win seraya memegang perutnya, bright terkekeh mendengar metawin yang seperti ini, seperti ingin dimanja olehnya.

“iya sayang”

Kalimat sesederhana itu membuat win blushing hingga wajahnya memerah, aahhhh nyatanya win juga sudah berfikir sejauh itu setelah menikah dengan brian.

Mobil mulai menepi ke rest area, mereka benar-benar akan beristirahat sejenak sebelum menuntaskan perjalanan menuju sektor 4.

“yuk turun sayang”

Lagi, win masih belum terbiasa dipanggil seperti ini, rasanya seperti…..ada jutaan kupu-kupu yang terbang diperutmu. Win turun dan brian langung menggandeng dan menggenggam tangan metawin, seakan ingin menunjukkan kalau metawin sudah menjadi miliknya dan hanya dirinyalah yang boleh berbuat seperti ini.


Mereka duduk berhadap-hadapan dikantin, meski banyak orang yang mengenali mereka, nyatanya rakyat negeri ini selalu menempatkan privasi orang lain terlebih dahulu, jadi bright dan win nyaman untuk sekedar beristirahat dan makan disini.

“mau makan apa win?” brian membolak balikan buku menu.

“win pengen makan……….”

“sayur? Daging?” tebak sang suami

“dua-duanya boleh sih kak”

“daging aja ya? Kata papi kamu harus banyak makan daging, biar kuat staminanya”

“hah? Emang kita disana mau ngapain kak? Kerja yang berat-berat ya? Huhuhu win kira mau santai-santai”

“ahahahaha gak gitu sayang, ya ….stamina buat….hehehhe paham kan?”

Win diam dan berpikir sejenak, setelah dirasa ia paham kemana ujung pembicaraan ini, matanya langsung melotot melihat brian.

“kak bri kenapa sih ih, dari tadi loh….masa bahas itu mulu ih”

Win agak kesal agaknya, bright mendekat dan membisikkan sesuatu disana

“kamu sih gak ngasih kak bri dari kemarin-kemarin”

“kan……anu…nanti disana ajaaa”

“nah gitu dong, kak bri kan jadi semangat ahaahhaha, iya kamu makan daging aja ya? Kak bri mau makan sayur aja”

“kenapa kak brian gak makan daging, kan biasanya juga sharing makanan sama win kan?”

“kata papi, kalau mau punya anak cowo, kamunya harus makan daging yang banyak, kak bri yang makan sayur”

“hah? Emang ada kaya gitu kak? Ihhhhh kak brian kok udah mikir sejauh itu sihh…win…win kan jadi…..ahhh”

“ahahahha jangan malu-malu gitu lah sayang, kak bri pesenin ini ya?”

Win mengangguk saja.


Roda mobil kembali berputar, mereka melanjutkan perjalanan terakhir mereka menuju tujuan, tak lama hanya 1 jam saja mereka sudah sampai disebuah bangunan megah dengan desain futuristik, brian sudah memesan tempat ini jauh-jauh hari sebelum pernikahan mereka diselenggarakan.

“yuk turun sayang”

“iya kak”

Satu persatu koper yang mereka bawa diturunkan dari bagasi, ketika win akan membawa sebuah koper berukuran sedang, ia dicegah oleh brian.

“biar kak bri aja yang bawa” ia tersenyum pada metawin.

“gapapa kak, win bisa bawa kok”

“enggak, sini biar kak bri bawa semua”

Jadilah brian membawa dua koper berukuran besar dan sedang itu. Diperlakukan demikian membuat win tersenyum sendiri, ternyata begini rasanya.

Didalam ruangan yang sangat megah ini ada banyak sekali kamar, dan ruangan-ruangan lain yang terlihat sangat indah.

“kak ngapain sih reservasinya disini? Apa gak terlalu besar ya kak? Kan kita berdua doang disini”

“shhhh gapapa win, kak bri mau mainnya pindah-pindah”

“he?...”

“KAK BRIIIIIII…..GITU LAGIIII”

“AHAHAHAHHAHA”

“udah ah, win mau mandi, ini udah sore”

“mau…mandi bareng ya sayang”

Win terdiam, mengapa ia tak memikirkan kemungkinan brian akan memintanya mandi bersama, sial.

“eummmm…anu…..kak”

“gapapa kan? Kita udah nikah loh win, mau ya?”

dengan malu-malu metawin mengangguk.


Brian sudah berada didalam bathub menunggu metawin untuk segera masuk dan bergabung dengannya didalam sana.

namun diluar kamar mandi metawin merasakan debaran yang luar biasa, entah tak tahu mengapa, mereka sudah pernah melakukannya namun saat ini rasanya sangat berbeda, rasanya seperti apapun yang kau lakukan semesta akan mendukungmu, bahwa tak ada kata salah disini, semua yang terjadi dibenarkan oleh semesta dan seisi negri ini.

Win mengambil nafas sebanyak mungkin lalu ia hembuskan bersama semua keraguan yang ada dipundaknya. Kini ia memakai sebuah kimono putih, yang didalamnya hanya ada celana dalam yang ia pakai, ia masih ragu untuk membuat dirinya polos dibalik kimono ini.

dengan langkah mantab ia masuk kedalam kamar mandi. Didapatinya brian sedang asik berbaring menggunkaan kedua tangannya sebagai tumpuan dibelakang kepalanya, mengekspos otot dada, tricep dan bicepnya secara bersamaan, membuat win bingung dan gelisah apakah ini keputusan yang tepat untuk mandi bersama brian. Baru saja win akan melangkah keluar, brian sudah memergokinya dan memanggil win untuk segera masuk dalam bathub.

“loh sayang, mau kemana? Sini sama kakak” Panggil brian seraya melambaikan tangannya.

“eh….i-iya kak”

Sudah tertangkap basah, win tak bisa keluar saat ini, ia melangkah mendekati bathub dan duduk diatasnya sebelum masuk kedalam bathub.

“ayo masuk sini, masih sisa banyak nih, gede banget bathub-nya sayang?”

Brian menggeser tubuhnya, agar metawin segera masuk dan bergabung untuk berendam bersamanya.

“ayo masuk sini”

“ummmm kak….win……”

“kenapa? Malu? Kak bri suamimu win kenapa malu, sini masuk”

Win tersenyum lalu ia melepaskan kimono yang ia pakai, hanya ada cd yang menempel ditubuhnya, selanjutnya ia ikut masuk kedalam dan berendam bersama, bright membawa kepala metawin untuk ia sandarkan di otot bicepnya.

“siapa bilang boleh pakai cd hmmm?

brian langsung mengarahkan tangan metawin menuju privasinya.

“kakkkkkk….”

“kenapa hmm? Udah keras kan, nungguin kamu dari tadi lama banget kenapa?”

Brian mendekat dan mengendus dan kadang menjilat telinga metawin, membuat win kegelian sendiri juga merasakan gejolak yang mulai merambat keseluruh tubuhnya, ditambah lagi kini win menggenggam milik bright yang tengah ereksi sempurna, meski air di bathub tertutup busa, win bisa memastikan kalau milik sang suami kini benar-benar ereksi sekeras-kerasnya.

“kak geli ahhhh”

“teruslah menggelinjang kalau itu bisa menghilangkan geli mu sayang, kak bri mau jadi vampire disini”

Brian mulai menjilat area telinga dan leher jenjang metawin, memberikan win rangsangan kecil yang akan menjadi pemicu meledaknya libido mereka berdua.

“gerakin tanganmu sayang, buat kak bri enak, bisa?”

ucap brian lirih ditelinga metawin, bahkan tanpa diperintah metawin tentu akan melakukannya untuk brian.

Win mulai menggerakkan tangannya dari kepala penis brian menuju pangkalnya, air busa membuatnya menjadi licin dan itu memberikan sensasi nikmat.

“kak…”

“hmmmm?”

“win gak mau main disini” rengek metawin

“siapa yang bilang kita mau main disini sayang? Udah gak sabar kamu?”

Win gemas sendiri, ia meremas penis brian lebih keras dan hal itu membuat brian terkejut, entah ada rasa ngilu dan nikmat yang datang bersama-sama.

“jangan di remas kayak gitu dong win, ayo sini naik ke pangkuan kakak”

Win tersenyum lalu ia mulai naik ke pangkuan suaminya yang sudah sah menjadi raja itu, wajah mereka berhadap-hadapan, brian bisa merasakan hembusan nafas metawin, pun hal yang sama dirasakan si manis.

“kamu juga udah keras huh?” Win mengangguk

“tapi gak sekarang ya kak, sekarang mandi aja boleh?”

Bright tersenyum dan mengangguk, baginya kenyamanan metawin lebih penting dan lebih ia prioritaskan daripada menuruti egonya yang mungkin akan menyakiti si manis ini.

“kalau boleh jujur, ini punyanya kak bri ngeganjal duduknya win nih heheheh”

“gapapa, dudukin aja. Sini kasih kak bri kiss sayang”

Dan mereka berciuman, sangat pelan dan lembut, kecupan itu semakin lama semakin dalam, bright bahkan bermain lidah saat ini, ia menyebrangkan lidahnya untuk menyapa deretan gigi kelinci metawin dan mencari lidah win disana, nikmatnya mereka rasakan bersama, meski kini mereka tengah berendam, nyatanya suhu tubuh mereka berdua memanas seiring terbawanya mereka dalam permainan sederhana ini.

PWAHHHH

“ahhh…hahhh….udahan yuk kak, mandi di shower abis ini nyantai di gazebo enak deh kayanya kak”

“boleh”

Mendengar jawaban dari sang suami membuat win senang, namun hal itu harus pupus seketika.

“tapi kita harus buka ini dulu sayang”

Lanjut bright langsung menarik satu-satunya kain yang menutupi badan win, ia menariknya dengan gerakan cepat dan hal itu membuat kaki win yang semula terbuka kini reflek menyatu dan hal itu membuat win hampir terjengkang kebelakang kalau saja brian tak menaikkan lututnya sebagai sandaran punggung si manis yang tengah terkenjut ini.

Kini mereka berdua sama-sama polos, hanya saja bagian privasi mereka saat ini tertutupi air yang mengembangkan busa sabun, win hampir saja mau menjerit histeris karena saking kagetnya dengan gerakan brian yang tiba-tiba itu, namun ketika brian menaikkan lututnya dan memberikan sandaran agar win tak jatuh, reflek win untuk menjerit itu hilang.

“kakkk win kaget tauk ihhh”

“ahahahaha kamu sih, siapa suruh buru-buru banget, nikmatin aja dulu sayang, sini peluk kak bri”

Metawin mendekat, menempatkan kepalanya di pundak brian, saling besisian, pandangannya langsung menghadap punggung sang raja, pun sama dengan brian, kini matanya langsung tertuju pada punggung putih bersih metawin, mereka terus bertahan diposisi itu untuk saling menggosok punggung sang pasangan, sesekali brian melakukan kejahilan dengan bergerak lebih jauh kebawah lalu meremas pantat suami manisnya itu.

“jangan nakal deh kak tangannya”

“gapapa dong, kamu kan punya kak bri hahahaha”

“udahan yuk kak? Abis ini aku mau tiduran di gazebo sambil lihat bintang dilangit pasti bagus deh kak, yuk kak”

“hmmm? Bentar….”

Brian agak mengangkat badan metawin, hal yang selanjutnya yang ia lakukan membuat win menggigit bibirnya sendiri untuk meredam erangan namun gagal juga.

Brian memasukkan penisnya kedalam metawin, tidak, brian tak sekasar itu, ia sangat menyayangin metawin sebanyak ia ingin hidup dan menua bersamanya, ia melakukannya dengan pelan dan hanya memasukkannya saja, tak melakukan gerakan menarik diri dan mendorongnya, hanya memasukkan saja dan ingin merasakan kehangatan yang sudah sangat lama tak ia rasakan sejak terakhir kali mereka melakukannya dengan metawin dulu.

“kakkk….emmhhhhhhh….ke-kenapa di…sinihhhhh”

Win merasakan dirinya penuh hingga ke titik ujung sana, brian benar-benar mengisinya hingga tak bercelah, semuanya penuh oleh brian. Win sampai memejamkan matanya dan mencakar punggung suaminya itu untuk melampiaskan nikmat dan perih yang ia rasakan datang bersamaan.

“uhh…huhhhh….kak…emmhhhh yaudah…..di…sinih….ajahhh…gerakainhhhh”

Brian tersenyum mendengar suaminya itu yang ternyata tak tahan juga, namun kali ini ia akan mengetes kesabaran metawin, sejauh apa dia bisa mengendalikan dirinya atau malah akan merengek-rengek untuk segera menuntaskan permaianan panas di bathub ini. Ia mulai menyabuni punggung metawin, punggung kesukannya, brian tak peduli dengan penisnya yang tengah ereksi luar biasa dan sudah melakukan penyatuan dengan metawin, juga brian sebisa mungkin menahan desahannya ketika win mengetatkan cengkramannya pada otot-ototn dalam tubuhnya hingga menimbulkan rasa nikmat pada penis brian.

“eeemmmhhh….ayo kak..please gerakinhh…..ini enak bangethhhhh”

“ngomong apa kamu win, tadi katanya gak mau main disini hmm? Ini kakak lagi gosokin punggung kamu nih, ayo gosokin juga punggung kakak”

Win tak bisa fokus, ia terus-terusan mengejang dan mencakar punggung brian, buku-buku kukunya sampai memutih karena deraan nafsu yang semakin mendorongnya kehilangan kontrol akan tubuhnya sendiri. Win mulai menggerakkan pinggulnya keatas dan kebawah, mencari-cari nikmatnya sendiri karena brian sepertinya tak berencana memberinya kepuasan saat ini, brian hanya ingin menggodanya.

“eh…apanih? Kenapa gerak-gerak? Diem sayang”

Brian berucap sembari menahan nikmatnya dari setiap gerakan yang ditimbulkan dari gerakan metawin.

“gerakinn….pleaseee…gerakin kakkk”

PLAKKKK

Brian menampar pantat metawin, membuat bunyi kecipak di air menjadi nyaring.

“AHHHHH….yahhh…iya kak please hukum win….ahh”

Nafsu itu seperti ditiupkan pada jiwa metawin, ia semakin liar, semakin hilang kendali namun brian langsung memegang pinggang suaminya itu yang sibuk bergerak naik turun.

“shhh….nanti sayang, kak bri kasih kamu sampai kamu puas, sampai kamu gak bisa jalan, iya kan? Nanti jangan disini, ayo selesaikan mandinya dulu”

“ta-tapi…emmhhhh ini….enak bangethhh….please kak….ahhhh….”

Win terengah-engah merasakan penis brian yang semakin menganjal dirinya

“win….win mau….emhhh….win mau hamil anak kak bri….please…..fuck me kak”

“gitu? Mau hamil anak raja hmmm?”

“i-iya…ayo kak…ini nanggung bangethhhh”

Mendengar itu membuat brian terpancing juga, metawin yang biasanya sangat manis kini seperti jalang didepannya dan brian menyukainya, ia langsung menggendong metawin kelaur dari bathub dan membawanya ke ruang shower, belum sempat win mengeluarkan sepatah katapun kini brian membuat win terpojok di kaca, mereka berdiri dan win membelakangi brian.

“ini yang kamu mau win huh”

“AHHHHH….i-iya…please”

Brian mulai memompa win dengan gerakan yang lembut, memastikan kalau win juga menikmati permainan ini sebanyak ia menikmatinya, meski berakting kasar namun tetap saja perlakuannya sangat lembut pada metawin, brian memegang pinggung win dengan kedua tangannya agar win tak menjauhkan pinggulnya ketika brian sedang menggila memompakan penisnya dalam-dalam.

“ahh….enak kak? Huhhhhh…..ahhhh….enak gak kak?”

“shittt.,…enak banget win….sempit banget kamu sayanghhh”

Winn tersenyum mendengarnya, ia suka dipuji, ia haus akan itu, semakin ia dipuji semakin liar nafsu bergejolak dalam dirinya.

“kak bri suka…ahhh…..hahhhh…kakk…kencengin lagi..”

“win….mau…..”

“NANTI!.....HAH….FUCKK…BARENGAN SAYANG”

Brian semakin mempercepat temponya, bunyi benturan kedua kulit semakin nyaring terdengar.

“iyahhhh….gitu kak…..yang kenceng…ahhh…enak…ahhhh”

Brian berpindah dari memegang pinggang metawin kini langsung menuju dada dan meremasnya, ia suka meremas dada suaminya yang terbentuk itu, dada bidang win dan puting pink itu ia remas dan ia mainkan dengan mencubitnya pelan namun membuat win kesetanan.

“ahhh…enakkk…..win mau keluar kak….gak kuathhh….kontol kak bri kerasa ….sampe dalem…..bangethhhh”

“keluarin win…..kalau mau keluarin aja…ahhh…”

“win kel-luarhh..AHHHH”

“SHITTT tambah ketat bangethh fuckkk…..sayangghhhhh”

Win mendapat pelepasannya, nikmat sekali bercinta dengan sang suami yang gagah seperti brian, kini tinggal brian yang belum mencapai pucaknya.

Brian semakin cepat berpacu didalam sana, nafasnya terengah-engah, pun win yang kini sudah lemas karena lelahnya menghadapi sang raja yang staminanya tak ada habisnya ini.

“ah-kak…bri….u-udahhh…..ngiluu…”

“dikit lagi win…..fuckk dikit lagiiii”

Tanpa disangka, brian langsung mengeluarkan penisnya memposisikan kepala win didepan kejantanannya, ia tak menerima protes, sebelum ada sepatah kata dari mulut metawin, brian lebih dulu menjejalkan penisnya langsung menuju tenggorokan metawin si manis itu, ia ingin win menelan spermanya tak bersisa, semuanya tak menyisakan setetes benih pun.

“telen sayang…ahhhh shitt…kak bri keluar win….telannn”

Win tak bisa berkata tidak, semua cairan cinta itu masuk semua dan ia menelan semuanya tak bersisa, ini benar-benar diluar dugaan seorang winata, ia ingin brian keluar didalamnya namun yang ia dapatkan malah sperma brian yang sukses ia telan semua, meski win agak kecewa, namun tak apa, permainan mereka bisa diulangi lagi nanti atau esok hari.

Konten Kotor JeJe 2020

Pacarnya pak dosen

sparks fly

***

Seperti dandelion yang tertiup angin Ia pasrah dibawa angin kemanapun ia berkelana Begitukah jalan takdir? Jika kemarin adalah sebuah duka Maka besok kau akan diberi tawa Jika kemarin adalah kemarau panjang Maka besok adalah hujan yang menyejukkan Dan hingga saat akhir itu tiba Yang dilakukan manusia hanyalah mengikuti Dan menghendaki dirinya dibawa lebih jauh oleh takdir yang membawa kisah perjalanan panjang mereka

*** Ruang Permata Azura 04:10 Pm

Sudah mulai sore, cahaya mentari sudah mulai berubah warna menuju senja, seharian win disini menghabiskan waktu menjaga bright, ketika bright ingin ke kamar mandi maka win akan memapahnya seraya memegang gagang infus, menungunya diluar kamar mandi hingga selesai dan memapah bright kembali menuju ranjang, pun win akan mengambilkan minum ketika bright mulai haus, tak jarang mereka mengobrol hingga membuat win tertawa terbahak-bahak, bagi bright inilah obatnya, obat paling ampuh untuk dirinya bangkit dari sakit ini.

“mas udah sore nih, kayanya mas harus mandi deh….”

“eh maksudnya di seka, mau sendiri?”

Bright tentu tak ingin merepotkan win hingga urusan seperti ini, urusan menyeka bahkan mengganti pakaian hingga semua pakaian yang menutupi dirinya.

Bright mencoba menggerakkan tangannya namun masih serasa sakit karena jarum infus yang masih terpasang disana.

“eh yaudah biar win aja yang nyeka mas, bentar win siapkan air hangat sama handuknya”

Bright hanya bisa tersenyum mendapati bahwa win mau mengerjakan semua ini untuknya, bright berjanji setelah ini, setelah semua kekacauan ini, rasa-rasanya ia memiliki sebuah harap, ia akan bertanya pada win sekali lagi.

Win kembali dengan baskom dan air hangat didalamnya, juga handuk kecil yang terendam air hangat untuk menyeka tubuh bright.

“ganti pakaian sekalian ya mas”

“boleh pake pakaian biasa gak sih win? Baju rumah sakit jelek, mas pasti kelihatan jelek kan?”

“ahahahhahah apaan sih mas, ya kan emang gini baju pasien rumah sakit, dan enggak kok, mas gak jelek, masih……ganteng”

Win mengucap kalimat pujian di akhir sangat pelan dengan nada lirih, namun tentu saja bright mendengarnya.

“apa win? Mas gak dengar”

bright ingin memastikan bahwa apa yang ia dengar itu benar adanya, namun yang di dapati adalah wajah win yang semakin memerah.

“udah ah mas, win ambilin pakaian gantinya dulu”

Win langsung menuju lemari kecil disana, didalamnya ada beberapa baju pasien rumah sakit dengan wanra yang sama, juga ada sebuah box celana dalam yang Gun bawa, ternyata gun benar-benar tahu kalau barang yang tak terpikirkan bisa dibutuhkan disaat seperti ini.

“mas…” panggil win yang masih berada didepan lemari

“iya win?”

“mau ganti celana dalam sekalian? Dibawain pak Gun kok, ada nih”

Bright terdiam, kalau ia ganti celana dalam otomatis win lah yang akan memakaikan untuknya, dan pasti win canggung untuk melakukannya, namun jika ia menolaknya, dirinya sendiri yang merasa tak nyaman.

“ah harusnya win tak usah tanya, lakukan saja, iyakan?”

Win menyobek bungkus celana dalam itu dan mengambil satu dari tiga isinya, lalu ia membawanya bersama baju dan celana pasien yang berada didalam lemari ini, meski samar ia bisa melihat ukuran celana dalam tadi, ukuran itu membuat win merona sendiri, sial, mengaapa ia harus berfikir kotor disaat seperti ini.

Winata berjalan menuju ranjang, lalu ia memeras handuk yang terendam air hangat itu dan mulai proses memandikan bright sore ini.

Ia memulai dengan membasuh muka yang lebih tua, ditengah sibuknya win membasuh wajah sang dosen, mata bright tak lepas dari memandang winata, saat ini posisi mereka sangat dekat sekali.

“kamu tambah manis ya win”

Win tersenyum mendengarnya

“mas….jangan gombal deh ah…ini rambut mas mulai panjang, mau saingan sama reza rahardain huh?hahahahha?”

Win tertawa renyah membuat hati bright senang.

“ini juga….”

Win memegang dagu bright yang mulai ditumbuhi rambut tipis.

“mau pelihara kumis sama jenggot? Ahahaha win gak mau ya dikira jalan sama om-om”

Lagi-lagi mereka tertawa, sungguh win adalah obat paling ampuh untuk bright saat ini.

“emangnya kamu masih mau jalan sama mas?”

Tanya bright, tangan kanannya membelai rambut winata, iya, ia rindu membelai rambut asdos yang ia cintai ini.

“ummm…..gimana kalau kita cari tahu jawabannya setelah mas keluar dari rumah sakit?”

Win tersenyum manis sekali

“sure,dengan senang hati win”

“yak sekarang berbalik, win mau basuh punggung mas”

Begitulah win dengan telaten membasuh setiap inchi tubuh bright, hingga tiba giliran untuk hal yang lebih intim

“ummm….mas mau ganti celana dalam sendiri atau win bantu?” tanya win agak ragu, ia mau-mau saja melakukannya namun pasti akan sedikit canggung.

“mmmm….kamu boleh bantu mas turunin celana mas, nanti untuk celana dalam kalau mas bisa mas pakai sendiri”

Jawab bright sama agak ragunya

“oke, win ada ide”

Winata mengambil selimut, langsung ia bentangkan menyutupi setengah badan bright.

“nahhh…kalau gini kan lebih mudah”

Win mulai memasukkan kedua tangannya kedalam selimut, melucuti celana yang bright kenakan dan pastinya celana dalam yang bright kenakan juga. Selanjutnya ia memeras handuk itu lagi dan mulai membasuh tubuh bagian bawah dari sang dosen.

Fakta bahwa win mau melakukan ini disaat hubungan mereka sudah hancur berkeping-keping memunculkan sebuah rasa di hati bright, bahwa ia tak salah memilih orang, ia tak salah menjatuhkan hatinya pada winata, win rela melakukan ini untuknya dan terus menemaninya disaat sakitnya, tak henti-hentinya ia berterimakasih dalam hatinya karena dipertemukan oleh winata.

Perlahan bright merasakan sentuhan winata di tubuhnya, meski pelan namun ia merasakannya, ia bahkan harus menahan nafas ketika tanpa sengaja winata menyentuh bagian privasinya, mau bagaimana lagi?

Lalu win mengambil CD baru tadi, ia mulai memakaikannya, tangannya mulai masuk kedalam selimut.

“okay, just do it right?”

Bright mengangguk

“do it”

Tangan win langsung masuk dan memakaikannya, meski keduanya harus menahan nafas ketika kulit mereka bersentuhan, sialnya bright tak bisa menahan dirinya, ia tergoda saat itu dan itu disadari oleh winata, ia merasakannya bahwa ukuran bright jauh membesar dari saat tadi ia melucuti celananya, namun win hanya diam dan memakaikannya hingga semuanya selesai, acara mandi sore bright kini telah selesai.

***

Gawin, Gun dan Mike sudah ada disini, win membuatkan teh untuk mereka semua, ia baru saja menyuapkan makan sore bright dan saat ini bright akan meminum obatnya.

“wahhh udah segeran aja lu, kemarin aja kita kerumah lo udah kayak mayat tau gak? Ngeri anjirrr”

Itu Gun

“ahahahaha iya, coba kita gak kesana, udah jadi ikan asin kering lo bright HAHAHAHAHAH”

Mike dan Gun tertawa keras, mereka asik menjahili bright saat ini. “nih mas obatnya, diminum dulu”

Win menyerahkan segelas air mineral dan obat pada bright untuk ia minum, pun setelahnya win mengambil segelas teh untuk dirinya sendiri.

“yaelah minum obat lo? Obat paling ampuhnya kan udah ada disini nih” Gawin menggoda bright dan winata disaat yang sama, membuat win senyum-senyum sendiri.

“udah diseka sama win ya?” Gawin lagi

“udah” jawab win sekenanya

“telaten banget gak sih si win? Berbakti banget lah, cocok udahhh” Tebak siapa? Tentu Gun.

“oh iya win, udah tahu kan kalau ada celana dalam baru?” Gun lagi

“udah, win udah pakaikan”

“HAH?” Gun dan Mike bersamaan.

“udah, jangan mikir aneh-aneh lo” ini bright yang pasti tahu kemana arah pikiran rekan sejawatnya itu.

“ahahahhaa tau aja lo bright, eh btw ukuran CD lo apaan mike”

Gun sepertinya sedang gila sore ini, ia mulai mengintrogasi satu persatu orang diruangan ini tentang ukuran celana dalam.

“gue sih udah double xl udah sesek, tau lah gue kan lelaki perkasa” Mike menyombongkan diri

“dihh….gue 3 xl aja gak sombong kaya lo, letoyyy”

Ledek Gun pada Mike, sedangkan win hanya bisa geleng-geleng kepala sambil meminum the-nya hingga….

“lo gak tanya gue? Actuallya CD yang lo bawain kekecilan, ukuran gue 4xl” ucap bright membuat winata terkejut.

BYURRRRR

Win menyemburkan teh yang ada dimulutnya karena terkejut dengan kalimat yang bright ucapkan tadi. Sialnya ia menyembur Gun yang ada didepannya, membuat kemeja gun kini basah kuyup karena semburan teh dari winata.

“HAHAHAHHAHAHAH”

Mike, Gawin bahkan Bright tertawa diruangan itu, mereka menertawai Gun yang terkena semburan teh hangat dari winata.

“eh…pak..maafin win pak, win gak sengaja”

Win takut saat ini.

“untung ya kamu deket sama bright, sabar Gun sabarrrrr”

“ahahaha lo emang pantes disembur woyy, 3 xl? Ngelindur lo? Ukuran S aja lo kedodoran”

Lagi Mike masih ingin membuat suasana menjadi humoris Mereka semua tertawa karena lawakan celana dalam ini

Ruang Permata Azura 05:10 Pm

Stuck

***

sama seperti purnama sinarnya memupus gelap cahayanya memupus badai ia seperti pelita bagi dunia yang gelap gulita lalu bright mendapati bahwa dunianya baik-baik saja

***

Semarang, 26 Desember 2019 RS Elizabeth 08:15 Am

Bright terbangun ketika samar-samar ia mendengar suara percakapan, iya itu suara yang ia kenal, suara yang mengantarnya pulang hingga ia membuka mata sewaktu subuh tadi, suara Winata yang tengah bercakap-cakap dengan dokter, ternyata dokter sedang visit pagi ini.

“pak Bright harus diet kafein dahulu, ini untuk mempercepat recovery, juga tolong obat yang diberikan harus diminum tepat waktu”

“baik dok, terimakasih”

“apakah pasien sudah siuman? Harusnya sudah karena pangaruh anastesi-nya sudah mulai hilang”

“sudah dok, pagi tadi saya tahu mas Bright sudah siuman, namun sekarang tidur lagi”

“baiklah, kalau keadaan memang sudah membaik saya akan lepaskan semua selang, itu saja pesan saya ya dik win, obat dan makanan yang diberikan tolong segera diberikan pada pasien, saya izin visit pasien lain dulu”

“baik dong, maaf saya mau tanya, apakah nanti mas Bright akan dipindahkan keruangan yang lebih nyaman? Maksud saya yang lebih kondusif?”

“iya dik, nanti bisa ke bagian administrasi dan semuanya akan segera diurus ya”

“kira-kira ada ruangan VVIP yang masih tersisa gak ya dok?”

“bisa ditanyakan kebagian administrasi, tapi sepertinya masih ada karena tak banyak yang memilih menggunakan ruangan VVIP”

Jawab sang dokter, jelas ruangan itu bagaikan ruangan nomor wahid di Rumah Sakit ini, tak banyak yang menggunakannya karena memang harganya yang sangat fantastis per malamnya, namun itulah winata, ia ingin yang terbaik untuk Bright, agar proses recovery-nya cepat berlangsung.

“baik dok terimakasih”

Setelahnya tak ada suara lagi, Bright yang masih diserang sedikit efek anastesi kini mencoba membuka mata dari kantuknya.

Ia merasakan winata mendekatinya, lalu duduk disamping ranjangnya, winata membelai puncak kepala bright, ia membisikkan sesuatu disana.

“bangun mas, win disini gak pergi” ucap winata lirih yang selanjutnya ia mengecup puncak kepala Bright.

Diperlakukan begitu membuat hati bright senang, namun sialnya ia kalah melawan efek anastesi itu, lagi-lagi ia harus terlelap mengaku kalah dengan kantuk yang semakin membuat matanya berat.

***

Ruang Permata Azura 11:30 Am

Bright terbangun, matanya terbuka dan perlahan ia bisa melihat dengan jelas, anehnya ini ruangan yang berbeda, apakah ia sudah dipindahkan? Ruangan ini benar-benar ruang VVIP di rumah sakit ini, hanya ada satu bed besar dan ruangan disini sudah seperti kamarnya sendiri, ada sofa, kulkas, bahkan ada televisi alat-alat pembuat minuman.

Bahkan kini bright menyadari bahwa semua selang yang tadi menempel ditubuhnya sudah menghilang entah kemana, tubuhnya benar-benar merasa lebih baik saat ini.

“mas udah bangun?”

Itu winata, ia duduk disofa sembari menonton tv, ia mendapati bright tengah membuka mata dan memperhatikan tubuhnya sendiri, mungkin ia heran kemana semua selang-selang itu tadi.

Win langsung mendekat dan duduk ditepi ranjang bright, ia membantu Bright untuk duduk, matanya tak pernah lepas dari mata bright yang selalu memandangnya, mata yang sama dengan mata yang membuat winata jatuh cinta ketika di hero café dahulu.

“kamu disini win”

ucap bright lirih, suaranya seperti akan menghilang karena saat ini tenggorokannya terasa seperti gurun sahara, sangat kering dan haus.

Win tersenyum, tanpa ia bertanya ia paham kalau bright kini tengah kehausan, ia berdiri dan mengambil air mineral kedalam gelas, tak sampai disitu, win membuka laci dan mencari-cari sesuatu didalamnya, ternyata sebuah sedotan yang ia cari.

“minum dulu mas”

Dan bright meminum satu gelas air mineral itu, sangat cepat air itu berkurang hingga kedasar gelas.

“lagi”

ucap bright setelah meneguk air segelas tadi Win terkekeh melihat Bright yang kehausan terlihat lucu.

“haus banget mas? Iya win ambilkan lagi”

Setelah win memberi satu gelas lagi, ia duduk ditepi ranjang, tersenyum melihat bright yang terlihat sudah membaik.

“makan dulu yuk mas, abis ini minum obat”

“win…”

panggil bright dengan muka agak murung, kepalanya agak tertunduk.

“iya?”

Win masih memandang bright, tak berkurang sedikitpun atensinya untuk sang dosen.

“maafin mas gak bisa jaga diri sampai masuk rumah sakit”

Win agak tekejut mendengarnya, bukan, ini bukan salah bright juga, bukan salah siapapun, tak ada yang patut disalahkan dalam hal seperti ini, yang membuat win terkejut adalah kalimat itu keluar ketika bright baru saja siuman, bukankah jelas? Hanya ada winata dikepala bright, bahkan disaat sakitnya seperti ini ia masih meminta maaf atas perbuatan bodohnya yang menyakiti dirinya sendiri.

“mas, gak perlu minta maaf, yang penting sekarang win udah ada disini jagain mas, okay? Gak perlu ada yang dikhawatirin lagi, fokus sama recovery mas ya”

“gak win, mas…..mas gak pantas dapet perhatian seperti ini…”

Kata bright yang sukses membuat win terperangah, win mematung mendengar kalimat bright barusan.

“mas gak pantas dapet kebaikanmu seperti ini win, mungkin….mungkin kamu Cuma kasian kan sama ma…”

“SSSHHHHHHHHHH”

Win memotong ucapan bright dengan menempatkan jari telunjuknya didepan mulut sang dosen, sebagai isyarat untuk diam.

“win gak suka kalimat mas yang tadi…”

Win memegang dagu bright dan ia mengangkatnya sedikit sehingga mata mereka bisa saling memandang.

“win kesini bukan karena kasihan sama mas, sekarang daripada omong kosong makan dulu yuk, abis itu minum obat”

ia memberikan senyum itu pada bright, hanya pada bright.

Tentu senyum itu tertular pada yang lebih tua, namun ia tersenyum dengan air mata yang jatuh dengan sendirinya.

“udah gausah nangis….”

Win menghapus airmata yang membasahi pipi bright

“nanti win juga ikutan nangis, mas gak mau kan kalau win sedih?”

Bright mengangguk

“nah, kalau gitu cepat pulih, cepat keluar dari sini ya mas, yuk makan dulu”

Win turun dari ranjang dan mengambil bubur diatas meja, masih hangat karena memang baru saja datang, dan bright tak sarapan tadi pagi karena efek anastesi yang masih terasa ditubuhnya.

“nahhhh ayo makan….aaaaaaa”

Win menyuapkan bubur hangat itu dan bright tentu saja menerimanya dengan senang.

“uummmmm….kok gak enak ya win, enak bubur buatanmu”

“ahahahaha iya nanti kalau udah sembuh, win bikini bubur lagi buat mas”

“beneran?”

“iya beneran, nih dihabiskan, win mau ngupas apel buat mas”

“kamu udah makan belom?”

bahkan disaat seperti ini Bright sempatnya peduli pada winata, ia khawatir kalau ternyata win sendiri belum makan dari pagi atau parahnya dari kemarin.

“udah kok mas, coba tebak win makan apa tadi?” win terkekeh sendiri dengan menu sarapannya tadi.

alis bright mengernyit, ia disuruh menebak.

“kamu ke kantin? atau pesan makanan ke gojek? atau makan nasi goreng dengan telur mata sapi?”

ia mengingat bahkan menu makanan yang mereka makan malam dikala hujan hari itu.

“ahahahaha ya enggak lah mas, masa siang-siang makan nasi goreng sih.....tadi win makan menu sarapan mas tauuu....dan ya...makanan rumah sakit emang gak seenak makanan diluaran sana kan mas ahahahhahah”

bright ikut tertawa mendengar jawaban win, ternyata win makan jatah sarapannya tadi, karena ia tertidur, win lah yang menghabiskan jatah makan pagi itu.

“yaudah nih, diabisin pokoknya, win mau kupas apel dulu ya”

Win menyerahkan semangkok bubur itu pada bright, setelahnya ia mengambil apel dan pisau untuk mengupasnya.

“oh iya win, yang lain mana?”

“yang lain? Ohh pak Gawin cs? Ya ngajarlah mas, nanti sore selesai ngajar mereka semua kesini kok”

“ahhhh….kamu gak kuliah ya berarti?”

Win berhenti dari aktivitas mengupas apelnya. Lalu ia tersenyum.

“tak apa mas, win lebih dibutuhkan disini, lagipula pak mike dan yang lain tahu kok win disini jagain mas kan?”

Bright mengangguk, selanjutnya hanya ada suara denting pisau dengan piring, juga bright yang sibuk mengosongkan isi mangkoknya.

“buburnya kok gaenak ya win? Enakan masakanmu” Ucap bright (lagi)

Hal itu membuat win berhenti mengupas apel, ada hal yang aneh namun winata berpikir kalau bright memang sedang ingin terus-terusan menyanjung masakannya.

Win tersenyum

“abis ini makan apel ya mas”

Ruang Permata Azura 11:50 Am

Puzzle

***

Sejatinya tidur adalah mati Kau terputus dengan ramainya kegiatan dunia Ketika jiwamu dibawa entah kemana namun ragamu tak ikut terbawa Sama seperti bright, ia tertidur namun ia mendengar semuanya Suara-suara itu, tangis-tangis itu. Ia mendengarnya namun ia tak bisa membuka mata

***

Bright sedang ada disebuah taman, taman yang sangat indah, dimana daun-daun berguguran bersamaan dengan musim gugur, bright berada di london, taman dekat rumahnya dan ia mengenali tempat ini, ia sedang terduduk disana dengan sebuah kotak puzzle di kedua tangannya, ia duduk disebuah kursi sendirian disana.

Dilihatnya kotak puzzle itu yang isinya sudah berantakan, ia berniat menyusunnya menjadi sebuah gambar yang utuh, satu persatu potongan puzzle itu ia susun, berkali-kali ia gagal berkali-kali juga ia bingung mengapa ada beberapa bagian yang hilang, itu berarti puzzle ini tak bisa menjadi sebuah gambar yang utuh.

“ini gimana sih, kok gak selesai-selesai”

Bright menggumam sendiri karena kesal puzzle ditangannya tak kunjung selesai ia susun, justru malah tambah rumit dan kacau, bagian demi bagian puzzle itu mulai tak beraturan membuat kekesalannya memuncak, akhirnya ia membanting puzzle itu ditanah membuat semua bagian-bagian kecil itu tercecer disana, ia tak bisa menyusun dan menyelesaikannya.

“mas bright kenapa? Sini aku bantu”

Suara itu, bright seperti mengenalnya, namun siapa? Sungguh bright familiar dengan suara itu.

“sini aku bantu”

Orang itu mulai memunguti puzzle itu di tanah, memungut satu persatu hingga tak ada yang bersisa.

“yuk disusun ulang mas, pasti bisa”

Orang itu duduk didepan bright sambil menaruh puzzle yang sudah kacau itu dikursi taman.

“tapi aku pusing, dari tadi gak bisa terus” jawab bright setengah kesal

“bisa kok, ayo aku bantu”

Orang itu mulai menyusun satu bangian, lalu selanjutnya bright, orang itu lagi, kembali ke bright lagi, hingga puzzle itu hampir lengkap, kini tersisa tinggal 1 bagian puzzle dan giliran bright yang menyusunnya.

“nah tinggal satu nih mas, ayo pasti bisa”

Bright mencobanya, namun bagi dirinya bagian ini tak pas, tak bisa masuk dan ia yakin bahwa puzzle ini adalah puzzle yang cacat dan tak lengkap.

“gak, ini gak bisa. Emang puzzle-nya aja yang rusak”

Orang itu tersenyum melihat bright

“sini coba, aku yang benerin”

Bright menyerahkan puzzle itu pada orang didepannya, dan orang itu melihat satu bagian yang tersisa lalu tersenyum pada bright.

“mas, terkadang kita membutuhkan orang lain untuk membantu dan melengkapi sesuatu yang hilang itu, kita membutuhkan orang lain untuk melihat dari sudut pandang lainnya, coba perhatikan…..”

Orang itu memasang bagian terakhir puzzle, dan bright terkejut karena bisa pas dengan sisa ruang kosong di puzzle itu, jadi selama ini ia hanya salah dalam mengotak-atik posisi puzzle yang terakhir.

“bisa kan mas” orang itu tersenyum

Senyumnya indah sekali, bright ingat senyum itu, itu senyum orang yang ia cintai, orang yang ia ingin jaga, ia mati-matian mengingat hingga ia menemui sebuah cahaya putih dipikirannya.

“kamu win? winata?”

Orang itu tersenyum lagi, kali ini lebih manis dan lebih cerah.

“iya mas….”

“ayo aku antar pulang, tempat kita gak disini, kita pulang sama-sama ya”

Setelahnya ia menuntun bright pulang menuju luar taman, mereka berjalan berdampingan, namun ketika diluar taman bright kini sendiri, win tak ada bersamanya, hanya gelapnya ruangan yang tersisa.

“saat kau membuka matamu, kau akan menemukanku”

Itu suara win, tapi bright tak bisa menemukan dimana winatanya, jadilah ia mengikuti kemana sumber suara itu.

“semuanya akan baik-baik saja”

Bright semakin dekat

“aku akan menemanimu disini mas”

Diujung sana ada titik putih, bright berjalan kesana

“win gak pergi, win disini sama mas”

Bright sampai di titik putih itu, matanya membelalak terbuka, yang ia tangkap adalah putih yang berangsur-angsur menjadi atap rumah sakit, ia bingung kenapa ia ada disini, diedarkannya padangan matanya, jam di dindin menunjukkan pukul 5 pagi, ia merasakan tangan kanannya sedang ada diatas kepala seseorang, bright melirik kesamping, disana ada winata, ia tertidur pulas dengan mata sembab, ada sebuah perasan haru dan senang dihatinya, karena winata ternyata disini bersamanya dan menuntunnya untuk segera bangun dari tidur panjangnya.

“ma…kasih….win” ucap bright lirih, air mata itu jatuh dari pelupuk matanya.

Setelahnya ia memejamkan matanya lagi, kali ini ia tertidur dengan perasaan bahagia mendapati winata berada disini, disisinya, bersamanya.

26 Desember 2019 Bright dan kepingan ingatannya. RS Elizabeth – 05:00 am

Panas banget