JeJeJJ

Divide Us

***

Tuhan mengirimkan pertanda, tinggal bagaimana kepekaan makhluknya untuk membacanya. Tuhan pasti memberi tahu, tinggal bagaimana kita menanggapi dan mempercayai. Namun juga terkadang manusia yang tak mengerti. Manusia yang tak peka. Atau manusia yang tak mau mempercayainya. Hingga tanda itu menjadi nyata. Dan sesal hanyalah sebuah kata percuma.

***

Aku melihatnya disana, diantara kerumunan orang di mall ini.

Aneh, ia melihatku tapi mengapa ia seperti tak mengenaliku, padahal aku masih sama, aku winata yang ia cinta.

Sesegera mungkin aku menghabiskan jus alpukat digelasku, aku akan menemuinya disana. Mengapa ia jalan-jalan sendiri ke mall? Bukannya ia bisa mengajakku keluar berdua? Bukankah begitu hal yang sering kami lakukan 3 bulan terakhir ini?

Aku berjalan menuju arahnya, ia melihatku, mataku dan matanya saling memandang, namun aneh, tatapan matanya terasa dingin dan asing, rasanya seperti ia menatap seorang 'stranger'. Aku sangsi sendiri, benarkah itu dirinya atau orang lain? Namun aku sangat yakin bahwa itu adalah dirinya, ia adalah mas bright.

Aku semakin dekat dan aku memutuskan untuk duduk tepat didepan mejanya.

“mas bright kesini sendiri?” Tanyaku padanya.

Lagi – lagi aneh, ia seperti tak mengerti bahwa aku sedang mengajaknya berbicara.

“mas? Halooo, mas bright?”

“ah iya? Kamu bicara sama saya? Kok kamu tau nama saya?”

Hah? Jawaban macam apa itu, tentu aku tahu dirinya sebanyak aku mengenal diriku sendiri, ia sudah menjadi bagian dari diriku saat ini.

“mas ngomong apa sih, ini aku win, winata”

“winata?” ia seperti kebingungan, dan mencoba mengingat sesuatu tapi aku tak tahu apa itu.

Aku mengangguk.

“maaf saya tak mengingatnya, sepertinya kamu salah orang”

Jawaban macam apa itu? Tentu ia mengingatnya, bagaimana bisa ia lupa?

“ahahahha apaan sih mas, gak lucu tau”

Aku mengedarkan pandanganku keseluruh mall, kemana orang-orang, kenapa tak ada seorang pun disini? Hanya ada aku dan mas bright disini.

“iya beneran, maaf ya, mungkin kamu salah orang”

“enggak mas, ini win, masak mas bright lupa sih?” Jawab ku ngotot

“tapi saya gak merasa kenal sama kamu” Ia berdiri dan akan melangkah pergi. Namun aku memegang pergelangan tangannya.

“mas gak lucu tau, ini win mas, dan mas mau kemana? Disini aja nemenin win”

“maaf ya, pertama saya gak kenal sama kamu, kedua saya harus pergi karena memang saya mau pergi, maaf”

Ia melepaskan genggaman tanganku. Setelahnya ia berlalu pergi.

“MASSSSSS INI WIN MASS”

Jeritku dengan terisak, bagaimana bisa ia lupa? Bagaimana bisa ia tak ingat Setelah semua perjalanan yang pernah kami lalui? Aku tak bisa menerimanya.

Namun semakin aku memanggilnya, semakin ia jauh, semakin ia mengabur dalam pandanganku, entah karena dirinya yang menghilang atau karena aku yang menangis, aku tak tahu, aku tak bisa membedakannya.

Aku ingin meneriakkan namanya hingga ia kembali disini, disisiku.

“maaasssssss”

Ia terus berjalan

“MAAAAS BRIGHT”

ia tak menoleh sedikitpum

“MAAAAAASSSSS BRIGHT, INI AKU WINATA MASSSS.... HIKSSS”

Dan ia menghilang.

“MAAAASSSS”

Aku mendapati diriku terbangun dengan nafas terengah-engah, apa yang baru saja terjadi, apa tadi? Dan aku menyadari kalau tadi hanyalah sebuah mimpi, hanya bunga tidur saja.

Kulihat jam didinding, masih pukul 3 pagi, kupandangai wajahnya, sangat damai dalam tidurnya, aku yakin hari esok semuanya akan baik-baik saja, semuanya akan kembali seperti semula.

“tidur yang nyenyak mas, win gak pergi, win disini sama mas”

Aku membelai rambutnya yang mulai panjang, aku mendekati wajahnya dan mengecup dahinya.

“maafin win saat itu ya mas, cepat bangun, win nunggu mas disini”

Setelahnya aku pergi kekamar mandi untuk mencuci muka, kudapati diriku yang telah jatuh padanya, meski dengan jalan yang berliku, namun aku mau.

***

Tuhan mengirimkan pertanda, tinggal bagaimana kepekaan makhluknya untuk membacanya. Tuhan pasti memberi tahu, tinggal bagaimana kita menanggapi dan mempercayai. Namun juga terkadang manusia yang tak mengerti. Manusia yang tak peka. Atau manusia yang tak mau mempercayainya. Hingga tanda itu menjadi nyata. Dan sesal hanyalah sebuah kata percuma.

***

RS Elizabeth 03:10 Am

Coming Home

***

Sejauh apapun kita berjalan, kita akan selalu menemukan rumah. Sejauh apapun kita terpisah, kita akan selalu menemukan jalan untuk bertemu. Sekejam apapun takdir memisahkan kita, pada akhirnya kita akan bersatu lagi. Memunguti dan menyatukan satu persatu kepingan hati kita bersama. Karena bagiku..... Kamulah rumahku.

***

Semarang, 10 Oktober 2019. 22:10 Pm

Metawin tak bisa tidur, bukan apa-apa, dua hari lagi ia akan di wisuda dengan gelar doktor, ia ingat perjalanan panjang untuk meraih gelar ini, ia mempertaruhkan segalanya untuk meraihnya, untuk mewujudkan cita-citanya.

Banyak air mata yang telah jatuh sebagai bukti liku-liku perjalanan metawin untuk mencapai sebuah akhir, bahkan ia rela melepas cinta pertamanya, Bright lah orangnya.

Cinta mereka sama, jiwa mereka satu, namun karena perbedaan pandangan hidup dan cita – cita, semuanya harus berakhir dijalan.

Win yang bersikeras untuk menjadi Psikolog handal dan juga Bright dengan obsesinya di dunia militer, yang jelas win menentanganya, bukan tanpa alasan, win takut kehilangan bright, ia terlalu cinta hingga ia setakut itu, tanpa ia sadari, diakhir ia sendiri yang kehilangan bright karena perbedaan yang menjadi tembok pemisah diantara mereka.

Tiga tahun berlalu, mereka semakin dewasa, pun dengan pola pikir mereka, sejujurnya keduanya masih memiliki rasa yang sama, hanya saja ego mereka terlalu tinggi untuk mengulang semuanya sekali lagi.

Dalam tiga tahun terakhir juga mereka diam-diam saling berharap satu sama lain, namun apa daya kesibukan win dengan dunia penelitian dan Bright dengan dunia militernya menjadi sebuah ujung jurang diantara mereka.

Saat ini, detik ini, win berjanji pada dirinya sendiri, ia akan mengirim pesan singkat pada bright sekarang juga, ia akan bertanya apakah bright akan datang diacara wisudanya ataukah tidak, ia berjanji sekali ini saja ia akan menyingkirkan semua egonya.

Diatas ranjang, win mulai gelisah, menimbang-nimbang bagaimana reaksi Bright ketika ia mengirimkan pesan ini, sebelum semuanya terlambat sebelum egonya kembali meningkat, win nekat mengirim pesan itu, pun ia tak yakin apakah bright akan membalas pesannya karena sudah selarut ini.

Setelah mengirim pesan itu, Win buru-buru membuat ponselya dalam mode diam, ia tak bisa membayangkan bright akan membalas seperti apa.

Lima menit ia diam, akhirnya win penasaran juga, ia membuka ponselnya dan ia mendapati bright membalas pesannya.

Win bingung harus mulai darimana, namun otaknya terlalu pintar untuk tak membiarkan win dalam kebodohan saat ini.

Dengan begitu win terdiam diatas ranjang, harusnya ia tak menghubungi bright lagi, malah ia melakukannya, lihat? Apa yang ia dapat sekarang?

Win meruntuki dirinya sendiri, meski rasa itu belum sepenuhnya padam, namun tetap saja ia kesal dengan dirinya sendiri.

***

Semarang, 12 oktober 2019 Auditorium GMM Univercity 09:30 Am

Hiruk pikuk mahasiwa ada disini, bisingnya memenuhi telinga metawin, ia melihat banyak tawa bahagia dan tangis bahagia, ada orang tua yang bangga memeluk anaknya dan sanak saudara yang datang melihat saudara nya diwisuda.

Namun tidak dengan metawin, ia sendirian, tak ada orang tua yang menemani karena ia tak memiliki satu pun diantara mereka, tak ada saudara yang datang hanya untuk mengucap selamat, tak ada, win sendiri bersama sepi.

Ada rasa dalam hatinya yang mendamba bahwa suatu saat nanti ia ingin merasakan bagaimana rasanya merayakan wisuda bersama orang tua dan sanak saudara, namun itu hanya angan belaka, ia disini sendiri berdama sepi yang menemani.

Nama demi nama sudah mulai disebutkan, ia menunggu gilirannya untuk dipanggil, suasana khidmat ini membuat win melankolis, seandainya dulu mereka tak pernah berseteru, maka sekarang bright akan menemaninya.

“WIN METAWIN”

Namanya disebut, ia buru-buru berdiri menuju podium menuju rektor dan ia sudah menyiapkan pidato untuk ia ucapkan didepan.

“saudara-saudara sekalian, dengan bangga kami perkenalan pada kalian, WIN METAWIN mahasiswa S2 Profesi Psikologi dengan IPK 3,95”

Dengan begitu riuh tepuk tangan memenuhi gedung ini, matanya mengedar keseluruh gedung melihat wajah-wajah bahagia para wisudawan yang didampingi oleh orang tua, andai saja ia punya, andai saja..... Andai.

Win menuju podium untuk memberikan sepatah dua patah kata terimakasihnya, namun belum ada suara yang keluar, tenggorokannya serasa tercekat oleh batu, ia terpaku disana, melihat insan yang berdiri di pintu masuk ujung sana, pandangannya terkunci disana membuat para audience heran dan akhirnya satu persatu pasang mata di ruangan ini melihat di arah pintu masuk itu.

Ada Bright disana, dibalut dengan jas hitam yang terlihat sangat pas dikenakan diacara formal seperti ini. Win terpaku disana, memastikan dirinya tak sedang berhalusinsi.

Bright berjalan menuju podium, dan win merasakan kalau ini bukanlah sebuah ilusi ataupun halusinansinya saja.

Bright sampai, mereka saling bertatapan, tak ada interupsi dari rektor seakan memang sudah direncanakan sebelumnya.

“hai win...”

Win hanya diam dan mematung.

“bahagialah, bukannya ini hari bahagia untukmu?”

“aku... Aku kira kamu gak akan datang”

Bright hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.

“i'm coming.....”

Win mengernyitkan alisnya.

“i'm coming Home win, tell the world that i'm coming Home”

Lanjut bright melihat audience.

“saudara – saudara sekalian, dengan bangga saya Bright Vachirawit berdiri disini sebagai orang yang mendampingi win, win metawin lulusan terbaik tahun ini.....”

Lagi, tepuk tangan memenuhi ruangan ini, tak lama, sampai sunyi kembali menyambangi auditorium ini. Bright menghadap pada metawin, menatap matanya.

“ingat beberapa malam lalu kalau aku bilang kita ini adalah sebuah tanda koma?”

Win mengangguk.

“iya win, saat itu kita seperti tanda koma, karena apa? Aku akan terus mengusahakanmu hingga kita menjadi tanda titik...”

“maaf jika aku datang tak membawa buket bunga besar ataupun hadiah kado yang besar dan mewah lainnya...”

“ah tak apa Bright, aku yakin kau datang kesini pun sudah sebuah perjuangan untuk meminta izin bukan? Aku sangat menghargai itu”

Bright tersenyum, ia merasakan bahwa metawinnya tak banyak berubah, masih sama seperti dulu.

“namun....”

Ujar bright yang selanjutnya ia berlutut dihadapan metawin, membuat win terkejut dengan tingkah bright saat ini.

“aku punya kado istimewa untukmu...”

Bright mengeluarkan sebuah kotak cincin, membuat win hampir berair mata disana.

“win metawin, tiga tahun lamanya kita terpisah, namun aku tahu rasa kita masih sama, maka dengan ini aku ingin bertanya padamu, maukah kamu untuk terus menjadi tanda koma untukku? Untuk terus sama-sama berjuang hingga ke titik akhir? Maukah?”

Tanya bright berlutut didepan win, audience juga tak bisa diam, mereka semua heboh, ada yang mengabadikan momen ini, ada yang berteriak pada win untuk menerimanya, membuat rasa dalam hati win yang akan padam seperti disiram oleh bensin, rasa itu kini berkobar hebat.

Win menangis, air matanya sebagai bukti betapa bahagianya ia saat ini, ia mendapatkan kado yang luar biasa disaat wisudanya, lebih dari yang ia minta.

Win mengangguk,

“mau..... Wi... Win... Win mau bright.... Win mau jadi tanda komanya bright hiks....”

Win menangis dalam bahagia, Bright memasangkan cincin itu di jari manis metawin, terlihat pas dan seakan cincin itu memang terpatri untuk melingkar dijari metawin.

Bright berdiri dan langsung memeluk win yang sedang berair mata bahagia.

Begitulah cuplikan kisah mereka, bahwa sejauh apapun jarak memisahkan nyatanya cinta akan menemukan jalan pulang, bahwa sedenial apapun kita menolak rasa, akan ada saat dimana ia menuntut untuk segera diungkapkan pada dunia, dan itulah yang sedang dilakukan Bright dan win saat ini, mengakui pada dunia bahwa cinta mereka belum padam, bahwa kisah mereka belum selesai, dan bahwa tanda koma itu akan mereka bawa bersama-sama hingga tanda titik selanjutnya.

Bright&win Psikolog dan tentara yang sedang berbahagia. Dibawah langit semarang yang menjadi saksinya. Bahwa kisah mereka masih ada. Bahwa perjalanan mereka masih panjang untuk dilalui bersama.

***

Sejauh apapun kita berjalan, kita akan selalu menemukan rumah. Sejauh apapun kita terpisah, kita akan selalu menemukan jalan untuk bertemu. Sekejam apapun takdir memisahkan kita, pada akhirnya kita akan bersatu lagi. Memunguti dan menyatukan satu persatu kepingan hati kita bersama. Karena bagiku..... Kamulah rumahku.

***

Semarang, 12 Oktober 2019.

S

etelah berucap demikian, Bright mengatur pendingin ruangan mobil, ia mengatur sampai ke suhu paling rendah, beginilah rencananya akan dimulai.

Hujan yang semakin deras diluar gedung parkir membuat win gelisah, dengan keadaan gedung parkir yang sepi dan dirinya yang tak tahan dengan rangsangan demi rangsangan dari vibrator membuat win ingin melakukannya disini. Saat ini juga.

Bright yang akan menginjak pedal gas dibuat terkejut karena tiba-tiba win mencondongkan dirinya pada bright, tangannya langsung mencari bagian selangkangan sang dosen, sedangkan jarak diantara mereka sudah terkikis, win mencium bright, Bright membiarkan submisive nya bermain-main sebentar, namun tetap saja tak akan ia berikan semuanya saat ini juga.

“mmmmm..... Ummm”

Win menggumam disela-sela ciuman panas mereka, tangannya tak bisa diam, terus – terusan meremas dan mengurut penis bright dari luar celana, mencoba merangsang agar penis sang dominan mengalami ereksi lagi.

Harap

***

Hidup adalah tentang waktu Sama sepertiku dengannya Waktu yang kuhabiskan untuk mencintai dan memberi Waktu yang ku habiskan untuk dicintai dan menerima Hingga waktu yang serasa menyempit dalam derit lantai rumah sakit Ia menghimpitku dengan segala rasa yang tak pernah kukenali sebelumnya.

***

RS Elizabeth Semarang 21:35 Pm

Dengan perasaan yang bercampur menjadi satu, winata berlari menuju ruangan di sudut rumah sakit ini, ia berlari sekencang mungkin dengan airmata yang bercucuran, perkataan tak akan bisa menggambarkan bagaimana hancurnya hati seorang winata saat ini.

Ditiap langkahnya ia melafalkan doa-doa, dalam setiap nafasnya ia terus berharap semuanya akan baik-baik saja, ia berlari sekencang mungkin dan tak peduli lagi dengan keadaan sekitar.

Win meninggalkan teman-temannya yang masih didalam mobil, bahkan win memilih menaiki tangga daripada harus antri menggunakan lift karena hanya akan membuang-buang waktunya.

Ditiap pijakan kakinya hanya tersisa sakit yang terus mendera hatinya, terus berharap semuanya akan baik-baik saja. ia berhenti sejenak untuk menangis, untuk menguatkan hatinya kalau semuanya akan baik-baik saja, bright akan baik-baik saja.

***

Winata melihatnya, disana ada Gun, Mike dan Gawin diluar ruang IGD, dengan langkah lemas, win berjalan menuju mereka.

“win…” Panggil Gun

“mas bright mana? win mau lihat, mana? mas bright manaaa?”

Win bertanya dalam frustasi dan tangisnya yang sudah tak bisa ia pendam, genap 10 hari mereka saling mendiamkan dan kali ini win mendapat kabar kalau Bright masuk ruang ICU rasanya seperti disambar petir, seperti dunianya telah berhenti berotasi saat itu juga.

“bright lagi didalam, sedang di tangani dokter, doakan semoga semuanya akan membaik” itu Gawin yang bersuara.

Win berjalan menuju jendela transparan, disana ia melihat bright sedang berjuang dengan banyak selang yang dipasangkan di mulut dan sebagian tubuhnya, hati winata dibanting hancur melihat bright seperti ini, tangisnya pecah saat itu juga, ia perih melihat bright yang seperti ini, harusnya ia sudah tahu, harusnya ia lebih peka kalau bright akhir-akhir ini lebih pucat dari biasanya, harusnya ia tahu, iya, win menyalahkan dirinya sendiri saat ini. ia menangis dalam diam yang semakin perih meremas hatinya.

“mas….bangun mas”

ucap win lirih, perih di hatinya membuatnya tak sanggup berkata-kata. Dalam diamnya ia berdoa pada tuhan untuk mengembalikan ‘bright-nya’ seperti sedia kala, ia berharap kalau semuanya masih belum terlambat.

***

tuhan….jika kau berikan aku kesempatan aku mohon kembalikan ia seperti sedia kala aku berjanji akan mencintainya setiap detik yang aku punya aku berjanji akan meruntuhkan semua egoku padanya jika mencintainya masih sempat jika ini masih belum terlambat aku mohon kembalikan dirinya padaku aku minta jangan ambil dia dariku

***

win tak berhenti menangis, ia dipeluk oleh siwi untuk menenagkannya, rasa pedih dihati winata menjadi semakin perih ditiap detiknya, mendapati kenyataan bahwa bright kini tengah terbujur tak berdaya dengan alat-alat medis ditubuhnya.

kakinya dingin menggigil bukan karena suhu yang terlampau rendah, namun karena rasa takut kehilangan yang luar biasa membuat tubuhnya gemetar, ia tak siap jika suatu hari harus kehilangan Bright, ia tak siap, ia tak bisa membayangkan sesuatu yang pedih seperti itu.

Ia sadar kalau dokter telah keluar dari ruangan itu, sayup-sayup ia mendengar percakapan dokter dengan Gawin disana.

“dok, teman saya sakit apa dok?” tanya gawin.

“asam lambungnya sudah kronis pak, ditambah sepertinya pak Bright semingguan terakhir terus-terusan mengkonsumsi kafein dan makanan instan, hal ini memperburuk keadaan”

Hanya mendengar itu membuat win menangis lagi, ia menangis dalam diam bersama semua rasa bersalah yang ia rasakan, meski ia tahu ini tak sepenuhnya menjadi salahnya namun ia menyalahkan dirinya sendiri atas hal ini.

“kira-kira akan dirawat berapa lama dok?”

“setidaknya tiga sampai lima hari, dan semoga recovery-nya juga cepat pak”

“baik terimakasih dok”

Win sudah lemas, tubunya gemetar mendapati kenyataan perih seperti ini.

“win? Mau masuk lihat bright?” tanya Gun pada win, ia tahu siapa yang harus diprioritaskan, saat ini hanya win lah yang menjadi sumber semangat hidup Bright.

Tanpa ada sepatah kata, ia bangkit dan melangkah masuk kedalam ruangan itu, tiap langkahnya serasa hancur, ditiap pijakan kakinya ada airmata yang jatuh, ia menutup mulutnya sendiri melihat keadaan bright, pucat dan terlihat agak kurus, dengan rambut yang agak gondrong dari biasanya, ia mengerti dan sadar sekarang, kalau bright benar-benar sehancur itu setelah ia meninggalkannya.

Matanya melihat selang-selang yang masuk melalui mulut dan hidung sang dosen, hatinya teriris melihat bright yang seperti ini. Ia duduk disisi ranjang, ia mendekat kewajah bright untuk membisikkan sesuatu.

“mas….” Sangat pelan sekali suaranya keluar, ia tercekat dengan keadaan yang seperti ini.

“bangun mas…”

“win….hiks..win janji…” ia mulai terisak dalam perih yang menghancurkan hatinya dari segala rasa duka yang ia rasa.

“kalau mas bangun…hiks… kita…kita jalan-jalan kekota lama lagi ya mas…hiks”

Air matanya winata jatuh membasahi bantal, ia tak bisa pura-pura kuat saat ini mendapati bright yang tengah terbujur di ranjang rumah sakit seperti ini.

“win…win janji…kita jalan lagi ke hero café ya mas….”

“win mohon….bangun….hiks…bangun mas”

Dilihatnya wajah bright baik-baik, terdapat kantung mata hitam disana menandakan kalau insomnia telah menjadi sahabat bright tiap malam sepuluh hari terakhir, rambutnya yang mulai panjang menandakan bright tak sempat merawat dirinya sendiri.

“mas….hiks….bangun mas…bangunnnn”

“katanya mas cinta…katanya mas sayang…bangun masss”

“win udah disini…win datang mas hiks….win mau…”

“win cinta sama mas…win cinta….bangunnnn…hiks”

Ia mengecup dahi bright, dengan sisa airmata yang ia punya, dengan sisa harap yang masih ada dalam kalbunya, ia berdoa dan meminta pada tuhan untuk tak mengambil kebahagiaannya.

Win memposisikan kepalanya diranjang tepat disebelah bright, ia mengangkat satu tangan bright dan ditempatkan diatas kepalanya.

“mas….win kangen diginiin sama mas…..hiks”

“win….win kangen mas acak-acakin rambut win”

“bangun ya mas besok”

Malam itu winata tertidur disana, menemani bright yang sedang berjuang melawan sakitnya, malam itu juga hati win tak pernah berhenti untuk berharap dan terus memanjatkan doa. Bahkan malam natal yang harusnya indah dan penuh kasih sayang harus berubah menjadi sepi dan penuh airmata seperti ini, bagi bright dan bagi winata.

Tanpa winata sadari walau bright dalam pengaruh obat bius namun kesadaran itu belum meninggalkan dirinya, airmata itu jatuh dari pelupuk mata bright, ia mendengar, ia mendengat semuanya dan rasanya ia ingin bangun saat ini juga namun ia tak bisa, ia tak mampu, yang ia percaya adalah winata telah ada disini bersamanya, menemaninya…..lagi.

***

Hidup adalah tentang waktu Sama sepertiku dengannya Waktu yang kuhabiskan untuk mencintai dan memberi Waktu yang ku habiskan untuk dicintai dan menerima Hingga waktu yang serasa menyempit dalam derit lantai rumah sakit Ia menghimpitku dengan segala rasa yang tak pernah kukenali sebelumnya. jika mencintainya masih sempat jika ini masih belum terlambat aku mohon kembalikan dirinya padaku aku minta jangan ambil dia dariku

***

Winata dan segala sesalnya Bersama langit semarang yang menemaninya. 25 Desember 2019

Bad sign

***

Andai hidup seindah dongeng Namun ia bukan. Andai hidup hanya ada bahagia Namun ia fana. Selalu ada tangis bahagia dan tangis duka. Selalu ada kemarau dan penghujan Pun tak selamanya kemarau Dan tak selamanya penghujan Sama seperti hidup Tak selamanya bahagia Akan ada masa duka yang menyambangi kita di waktu yang tak pernah kalian prediksi sebelumnya.

***

Semarang, 25 Desember 2019 08:10 Pm

Win sudah ada disini, didepan rumah yang tak ia tahu, ia diajak oleh Puim, tentu juga ada Siwi dan Love yang akan ikut merayakan natal bersama.

Sebagai anak rantau kesempatan menghabiskan waktu bersama keluarga adalah waktu yang sangat langka, apalagi saat natal seperti ini.

“puim ini rumah siapa sih?” Tanya win pada puim yang baru saja keluar mobil.

“udah yuk ikut aja, pasti lo seneng deh, soalnya ada yang kangen sama lo didalam”

Win menaikkan satu alisnya, siapa memangnya? Dalam benaknya ia bertanya-tanya.

“yuk masuk”

Mereka berempat masuk dalam rumah itu, begitu pintu dibuka ada anak kecil yang lari kearah mereka.

“kak puimmmmmm, kak winnnnnnn”

Win familiar dengan suara itu, itu suara irene, anak kecil yang saat itu bertemu dengannya di florist. Anak kecil yang membuat hatinya menghangat karena melihat manisnya interaksinya dengan Bright saat itu.

Win memeluk bocah itu, sama-sama dengan senyum mengembang.

“halo ireneee, gimana kabarnya? Wahhh gak nyangka ya kita ketemu lagi”

Irene tak menjawab, ia asik bergelayutan di pelukan win.

“yuk masuk”

Ajak puim, dan mereka semua masuk, seperti halnya natal, banyak hiasan khas natal yang membuat mereka serasa dirumah sendiri. Pohon natal dengan bola lampu yang menyala, beberapa hiasan halloween dan permen juga beberapa bakery yang membuat mereka berempat serasa nostalgia kemasa kecil mereka.

Disana ada sebuah bunga yang ia kenali, itu si cattleya yang pernah Bright belikan untuk irene, ia masih berbunga dan terlihat cantik.

ingatannya dipaksa untuk menampilkan semua kenangan manisnya dengan bright, dan itu menyakiti dirinya sendiri.

'ia cantik dan seperti memang cocok berada disana, terimakasih mas' batin win dalam hati.

***

Ruang tamu, 09:05 Pm

Mereka semua sedang duduk di ruang tamu, tante anisah benar-benar menjamu tamu mahasiswa nya dengan baik, berbagai gula-gula, bakery hingga makanan berat disediakan untuk mereka semua.

“makasih ya tante, maaf kami semua ngerepotin disini” Ucap win menerima bakery yang baru saja matang dari oven.

“ahh enggak nak win, kalian semua udah kayak anak tante sendiri, tuh lihat irene aja senang banget main sama kalian, sering-sering main kesini yaa”

Win tersenyum.

“kalau senggang pasti main lagi tante” jawab siwi.

“tante, cake nya enak, kenapa gak buka toko aja tan?” Win memuji cake buatan mama irene.

“wahhh nak win ini, suka banget muji-muji gitu ahahahha tante gak bisa bikin porse besar win, udah ini buat kalian aja dihabisin ya”

Dan mereka asik memakan kue hangat itu hingga...

“loh.... Nak win, kok pak Bright gak ikut datang? Kemana?”

Makanan di tenggorokan win serasa menjadi batu, tak bisa ia telan, sudah payah ia kemari untuk membuat lupa akan bright kini malah di ingatkan.

“eum....anu tante.... Gimana ya...”

Puim mencoba menjawab namun ia sama bingungnya.

Win baru saja akan bersuara setelah setengah mati ia menelan kue yang serasa menjadi batu yang mengganjal tenggorokannya namun ada pesan yang masuk dari ponselnya.

***

Andai hidup seindah dongeng Namun ia bukan. Andai hidup hanya ada bahagia Namun ia fana. Selalu ada tangis bahagia dan tangis duka. Selalu ada kemarau dan penghujan Pun tak selamanya kemarau Dan tak selamanya penghujan Sama seperti hidup Tak selamanya bahagia Akan ada masa duka yang menyambangi kita di waktu yang tak pernah kalian prediksi sebelumnya.

***

Semarang, 25 Desember 2019

Elizabeth

***

Yang namanya sahabat. Ia adalah orang pertama yang akan peka dan bertindak. Meski tak bertalian darah. Meski bukan saudara. Rasa peduli itu tumbuh dan ada. Yang namanya sahabat. Ia adalah orang pertama yang sadar dan akan bertindak. Seperti saat ini, Gawin menuju Elizabeth mencari Dokter Davika berada.

***

Minggu, 22 Desember 2019 10:30 Am

Gawin sudah ada di ruang ini, ruang tunggu untuk setiap pasien yang memiliki janji dengan seorang dokter.

Rumah sakit Elizabeth ini benar-benar istimewa jika dibandingakan dengan rumah sakit lainnya di Semarang, selain pengobatan secara medis, disini juga ada psikolog dan psikiater yang membantu dokter menentukan diagnosa dari berbagai kacamata dan sudut pandang.

Ia sudah membuat janji dengan seorang dokter bernama Davika yang memberi diagnosa pada sahabatnya, ia disini bukan untuk berobat namun untuk memastikan dan mencari informasi lebih banyak.

“pak gawin? Silahkan pak, bu davika sudah ada didalam”

Ucap seorang perawat.

“baik, terimakasih mbak”

Dan gawin memasuki ruangan ini, hanya putih bersih khas rumah sakit, disana ada seorang dokter dengan tag nama davika.

“selamat siang pak Gawin, silahkan duduk pak”

Ujar dokter davika ramah. Gawin duduk dan berhadap-hadapan dengan Davika.

“ada yang bisa saya bantu? Atau ada keluhan?”

“ah enggak dok, saya disini mau bertanya tentang diagnosa teman saya”

Alis davika mengernyit, tak biasanya ada yang datang hanya untuk bertanya seperti ini, apalagi sampai membuat janji tempo hari.

“ba... Baik.... Boleh tau siapa namanya?”

“Bright dok, Bright Vachirawit. Dia dokter di Univ GMM”

“baik tunggu sebentar. Saya cari datanya dulu ya”

Dan setelahnya Davika sibuk mencari data Bright di komputer, memastikan datanya benar dan akurat.

“baik, ini sudah ketemu, nama pasien Bright Vachirawit, dengan diagnosa Short therm memory lost, benar?”

“iya dok”

“jadi, apa yang mau ditanyakan?”

“to the point aja ya dok, apakah bisa sembuh?”

Sang dokter tersenyum mendengar pertanyaan yang sudah sering ia dengar dari keluarga ataupun pasien sekalipun, tentang kemungkinan sembuh dari gangguan atau penyakit yang ia derita.

“pak Gawin, saya tidak bisa memastikan apakah pasien bisa sembuh atau tidak pak, namun ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan pada bapak mengenai pak Bright....”

“dari hasil beberapa test, pak Bright mengalami stress dan depresi ringan, saya rasa dia tertekan akhir-akhir ini, saya harap pak Bright bisa menemukan coping stress yang sesui untuk mereduksi itu, karena dari Stress inilah yang memperburuk keadaan.....”

“dan untuk sembuh? Semua penyakit bisa sembuh asal ada kemauan dan daya juang dari pasien itu sendiri pak, saya lihat juga pak Bright terakhir kemari kadar gulanya rendah sekali, mukanya pucat dan dari riwayat medis memiliki asam lambung, Saya harap pak Gawin bisa memperhatikan asupan makanan yang di konsumsi pak Bright..... “

Gawin termenung sejenak, sejak berpisah dengan Winata, Bright benar-benar tak terurus, ia tak peduli dengan dirinya lagi, bahkan gawin tak pernah melihat bright makan siang di kantin lagi, entah apa yang sebenarnya terjadi. Gawin menyadari bahwa peran Winata sangat luar Biasa besar pada hidup Bright, bahkan bisa sekacau ini ketika mereka tak bersama.

Kalau sudah begini, bagaimana ia harus bertindak? Ia tak bisa memaksakan win untuk bersama bright, ia tak mau win mencintai bright hanya karena iba, pikiran Gawin berkecamuk memikirkan apa dan bagaimana ia harus bertindak kedepannya.

Jika Bright terus-terusan seperti ini, hanya tinggal menunggu waktu saja hingga semuanya semakin memburuk. Bright membutuhkan winata saat ini, namun apakah winata membutuhkan bright seperti bright membutuhkan winata? Disitulah Gawin berfikir keras.

Kanyataan bahwa kemarin Gawin sengaja mengetes Bright dengan menanyakan semua hal tentang winata ia tak lupa sedikitpun, namun ketika gawin menyuruh Bright mengambil bola, justru Bright melakukannya berkali – kali, ini aneh namun memang nyata, bahwa winata sudah menjadi pusat dunia bright bahkan ketika kisah mereka telah usai.

“untuk saat ini kira-kira apa yang bisa saya lakukan dok?”

“jika anda rekan kerjanya sebaiknya anda memegang schedule kegiatan pak Bright dan ingatkan apa – apa saja yang harus ia lakukan”

Sudah, gawin sudah melakukan itu beberapa bulan belakang sejak ia mencurigai kalau Bright lebih sering lupa dari biasanya.

“kalau untuk pasien sendiri dok?”

“untuk pak Bright sudah pasti asupan makanan bergizi sangat dibutuhkan, dan untuk melakukan pencegahan bisa menulis 'to do list' di notes untuk selalu mengingatkan apa saja yang akan dilakukan hari ini, simple memang pak, namun itu adalah langkah penting sekali “

Ia teringat, kemarin ketika ia sengaja meminjam ponsel Bright dan membuka catatan, semuanya hanya ada nama win disana, bahwa selama ini hanya win lah yang selalu bright coba ingat untuk tak ia lupakan.

Sekarang Gawin bingung, ia harus apa?

Minggu, 22 Desember 2019. Gawin dan Elizabeth.

Thinking

*** Semuanya masih sama Tak ada yang berbeda Setidaknya seperti itu yang aku percaya Hingga satu persatu keyakinanku dipatahkan oleh fakta Aku tak lagi sama

***

Sabtu, 21 Desember 2019 Rumah Bright 07:45 Am

Bright tidur sangat singkat malam tadi, hanya dua jam ia tertidur karena akhir-akhir ini insomnia sering menjadi temannya ketika malam hari tiba. Ia menemani Bright dari mimpi buruk yang terus datang dan berulang.

Bright terbangun dengan perasaan yang buruk pagi ini, kepalanya serasa berputar dan berdenyut. Ia ingat ini hari sabtu, hari libur yang biasanya ia habiskan bersama winata, ah nyatanya bright tak akan pernah bisa lupa dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan winata.

Ia berjalan kedapur kali ini, lagi-lagi untuk membuat kopi, ia mengabaikan ancaman asam lambungnya yang bisa berulah kapan saja. Mengabaikan kalau Syndrom Dory bisa ia lawan dengan makan makanan yang bergizi seperti yang selama ini Win Masakkan untuknya, seminggu terakhir hanya kopi dan mie instan yang menemaninya.

Dituangkan serbuk kopi itu kedalam gelas, setelahnya ia memasukkan satu sendok gula, namun sebelum ia menuangkan air panas, Bright kembali ke kamar untuk mengambil ponselnya.

Setelah kembali ke dapur, tanpa sadar bright memasukkan lagi satu sendok gula kedalam gelasnya, padahal ia sudah memasukkan satu sendok sebelumnya. Dituangkannya air panas itu kedalam gelas dan dicampur air mineral agar bisa segera ia seduh.

Sembari menunggu kopinya agak dingin, ia menelfon Gun untuk menghabiskan weekend bersama rekan-rekan lainnya.

“halo gun”

“gimana bright?”

“futsal?”

“gass lah, mike sama gawin biar gue ajak sekalian”

“oke abis ini gue prepare langsung berangkat ke GOR aja ya?”

“yoi, ketemu disana aja nanti”

“oke, makasih, gue gabut banget weekend ini gak kemana – mana”

“ahahaha biasanya sama winata iya kan? Gapapa sini kumpul sama kita-kita aja”

“oke, gue abis ini otw”

“yoi”

Dan telfon dimatikan.

Setelannya bright meminum kopinya, betapa terkejutnya ia ketika kopi yang ia minum terasa sangat manis, Bright berfikir dan yakin sekali ia hanya memasukkan satu sendok gula tadi, bagaimana bisa jadi semanis ini? Ia bingung sendiri.

Belum selesai kebingungannya terpecahkan, Bright memegang ponsel lagi dan mencari kontak Gun disana, ia memencet pilihan 'panggil' disana.

“halo”

“kenapa bright? Jadi kan futsal nya?”

“loh kok tau gue mau nelfon lo ngajakin futsal?”

“lah? Gimana sih? Lo kan juga barusan telfon gue ngajakin futsal, aneh deh lo, gajelas sumpah ahahaha udah ah gue mau otw jemput mike sama gawin nih”

“ahh..... Iya... Yaudah ya”

“oke”

Keanehan ini benar-benar dirasakan bright, ia termenung didapur memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.

Tentang kopi yang ia buat terlalu manis dan Gun yang tahu ia akan mengajaknya bermain futsal, dengan ragu ia membuka riwayat panggilan.

Dan benar saja, dua menit lalu ia sudah menelfon Gun, namun dirinya tak merasa sudah melakukannya hingga ia menelfon Gun lagi.

Dan ia sadar, isi dari surat diagnosa itu tak mengada – ada.

“gue inget kok.....”

“gue.... Gue inget...”

Ucap bright lirih menghibur dirinya sendiri.

***

Semuanya masih sama Tak ada yang berbeda Setidaknya seperti itu yang aku percaya Hingga satu persatu keyakinanku dipatahkan oleh fakta Aku tak lagi sama

***

Sabtu pagi Bright dan Syndrom Dory-nya 21, Desember 2019.

Gum

Setelah memakai pakaiannya, Bright bergegas memunguti pakaian win yang berserakan dilantai.

Sebelum memakaikannya, Bright terlebih dahulu mengeluarkan sebuah alat yang memiliki kendali remot dari handbag, ia mengangkat satu kaki win di pundaknya dan ia masukkan alat itu kedalam tubuh win. Membuat metawin yang tertidur mengerang seketika.

“eeemmhhhhh...... Masshhhhh.... Itu..... Itu apaahhhhh ahhhh”

“yang bikin kamu keenakan nanti sayang, pakai ya....”

Setelahnya Bright memakaikan pakaian itu pada metawin, mengabaikan sebuah vibrator yang menyumpal lubang bawah metawin.

“ayo bangun sayang, udah mas pakaikan celananya, yuk” Bright menarik win berdiri, setelahnya ia memeluk dan mencium keningnya.

“nanti kemaleman sayang, bangun dulu ya, nanti boleh tidur di mobil” lanjut bright.

Sedangkan win? Ia gelisah dalam duduknya, sesuatu yang menyumpalnya dari bawah mulai bergetar pelan, membuat dirinya tak nyaman dan gelisah.

“masshhhhh ahhh.... Can i take it off..... Please... Mmmhhhhhh”

“yuk jalan”

Bright berakting seolah tak mendengar rengekan win tentang vibrator itu, tak cukup rupanya ia mempermaiankan metawin, bahkan saat ini ia memberikan obat perangsang dan menyumpalkan vibrator pada win.

Pelahan win melangkah bersama Bright meninggalkan ruang audio visual, mereka menuju lift untuk membawa mereka ke lantai dasar, didalam lift Bright memulai aksinya, mempermainkan win dengan remot kontrol yang ada ditangannya, ia menaikkan frekuensi getaran pada vibrator itu, win yang terkejut hampir saja ambruk di lantai karena lututnya sudah terlalu lemas untuk dipermainkan seperti ini, jika saja ia tak berpegangan pada lengan kekar bright, win sudah jatuh dilantai lift.

“massshhhhh...... Pleasee... Ini.... Ini..... Ahhhh”

Win terus meminta pada bright untuk menghentikan kejahilannya, sedangkan bright tersenyum licik karena permainan yang sebenarnya baru saja akan dimulai, hanya menunggu waktu saja hingga obat itu meresap dan mengubah kekasihnya yang terlihat polos akan menjadi binal seketika.

Lupakan.

***

Jika aku diberi satu buah permintaan, aku hanya ingin terus mengingatnya. Membawa setiap memori yang kuhabiskan bersamanya hingga pandanganku menghitam. hingga otakku tak lagi bisa bekerja. Tidak, aku tak lagi bermimpi untuk memilikinya. Aku tahu aku tak pantas. Untuk itu, aku hanya meminta. Untuk bisa terus mengingatnya.

*** Kamar Bright 21:00 Pm

Ia tak bisa tidur, pengaruh kopi sangat luar biasa padanya, setelah membaca pesan dari gawin, ia menoleh pada sebuah surat yang ada disana, meski sudah membacanya, ia ingin membaca sekali lagi dan memastikan sekali lagi.

Untuk itu ia mengambil surat itu, ia keluarkan isinya lalu ia baca baik-baik tiap kalimat dan tiap katanya.

Air mata itu jatuh dengan sendirinya menyadari bahwa memang harus ia akui semua gejala dan kriteria itu semakin ia rasakan akhir-akhir ini.

“win.... Mas tak meminta banyak pada tuhan, mas tahu jika memilikimu kembali itu mustahil, mas juga bukan makhluknya yang suci, namun jika mas diberikan sebuah keajaiban, mas hanya ingin terus mengingatmu win......”

Bright menangis dalam sepinya malam, ia ditemani oleh sunyi yang menyergapnya dari segala arah. perih dihatinya berbondong-bondong meledakkan tangisnya.

“mas akan pastikan, disaat tak ada lagi yang bisa mas ingat, mas akan selalu mengingatmu, disaat satu persatu memori mas hilang, mereka tak akan bisa mengambilmu dari ingatan mas....”

“biarlah..... Mas lepaskan kamu win, kamu berhak bahagia dengan siapapun orang diluar sana.... Hiks... Mas akan kasih izin kamu untuk pindah dosbing... Mas kasih izin win.....”

Bright benar – benar menagis sejadi-jadinya saat ini, hidupnya hanya berpatok pada notes yang selalu mengingatkannya tentang apa saja yang harus ia lakukan, namun ternyata dalam notes itu hanya ada jadwal-jadwal yang ia buat untuk winata, hanya ada Winata disana. Didalam notesnya yang menjadi pegangannya, semua jadwal itu ia buat untuk winata.

Sedangkan sisanya? Semua gawin yang membantunya, gawin yang selalu mengingatkannya kegiatan apa apa saja kedepan. Sungguh winata sudah menjadi pusat dunia bagi Bright.

“sekarang mas paham, bahwa mencintai memang tak harus memiliki, melepas juga salah satu cara untuk mencintai seseorang, untuk mencintaimu win....”

“mas lepaskan....”

“karena mas sadar, sama halnya seperti menggenggam pasir. Semakin erat genggaman itu, semakin sadar diakhir mas tak mendapatkan apa-apa”

“bahagialah win”

“perpisahan bukanlah duka, meski harus menyisakan luka, bukankah begitu?”

Ia bertanya pada dirinya sendiri, dan mendapati kalau dirinya juga terluka dari perpisahan ini.

Malam itu menjadi malam terburuk dalam hidup Bright, selain kisahnya yang telah berhenti berotasi, kini diagnosa itu adalah hal yang mutlak dan tak bisa ia bantah.

***

Bright dan tangisnya. Semarang, 20 Desember 2019 21:10 Pm

If this was a movie

***

Jika ini hanyalah mimpi buruk Maka ketika aku membuka mata semuanya akan baik-baik saja Jika ini hanyalah mimpi buruk Semuanya akan kembali nomal ketika aku terbangun Namun kudapati diriku tak sedang bermimpi Semuanya nyata Kekosongan itu benar adanya Bersama diriku Yang terus mendambanya

***

Lantai 7 Fakultas Psikologi 16:50 Pm

Bright merasakan perih yang luar biasa, perih yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, ia tak pernah mencintai sehebat ini dan ia tak pernah patah hati sehancur ini sebelumnya.

Dengan sisa-sisa air mata yang ia punya, ia memunguti sisa-sisa perasaannya yang telah hancur berkeping-keping di lantai, ia memasukkan kembali cincin yang terpatri namanya dan nama winata didalamnya, sekarang memiliki winata hanyalah sebuah angan belaka, yang tak bisa lagi ia jadikan menjadi sebuah realita manis dengannya, hanya tersisa tangis dan perih yang terus ia akrabi tiap detiknya.

Dengan tertatih ia berdiri, menata hatinya yang sudah tak lagi utuh karena telah dibanting hancur dengan kenyataan yang terjadi, ia mengahapus air matanya dan memasukkan kembali cincin itu kedalam kotak dan ia kembalikan kedalam saku, tak akan bright buang, akan ia simpan sebagai bukti kalau ia pernah mencintai seseorang sehebat ini hingga ada ditahap yang menyakitkan seperti ini.

Dengan langkah gontai ia berjalan menuju lift, kembali menuju ruang dosen untuk mengambil berkas dan pulang kerumah, selama berada dalam lift bright melihat pantulan dirinya di kaca, ia merasa benci dengan dirinya sendiri tiap kali melihat dirinya di kaca, karena selama ini ia hanya akan melihat seorang pecundang yang telah menyakiti seseorang yang ia cinta, seseorang yang ingin ia jaga, dan orang di pantulan kaca itu penyebabnya, dirinyalah penyebab semuanya terjadi.

Ketika sampai diruang dosen ia bertemu Gawin yang juga bersiap-siap untuk segera pulang, melihat rekannya yang kacau dengan mata merah dan baju lusuh basah karena air mata membuat Gawin langsung mendekati Brigt dan langsung memeluknya, tanpa ada kata yang terucap gawin mengerti, tanpa ada penjelasan gawin memahaminya.

Karena selama ini Gawinlah yang dekat dengan Bright dibandingkan dengan dosen lain, bahkan Gawin rela membuat dan mengurutkan jadwal Bright dengan lengkap dan runtut, karena ia tahu mengapa ia harus bertindak demikian.

“ssshhhh it’s okay bright, gapapa lo udah berjuang sejauh ini….”

Gawin memeluk seraya menepuk-nepuk punggung bright, memberinya perhatian bahwa ia tak sendirian.

“gue tahu lo salah disini, kalaupun semuanya udah gak bisa diperbaiki, lepasin ya? Kalau suatu hari nanti win balik lagi ke pelukan lo, itu berarti dia emang tercipta buat lo bright”

“gue hancur…”

“iya….tau kok, pasti berat rasanya ya….setelah ini lo harus berubah menjadi lebih baik lagi, kita semua tahu tak ada manusia yang sempurna, tak ada manusia yang luput dari dosa, dan semoga setelah ini lo jadi pribadi yang lebih baik lagi ya”

Bright hanya diam, sudah tak terhitung ia mendengar perkataan seperti itu.

“gue mau pulang” ucap bright pelan.

“mau gue anter? Lo kayaknya lagi banyak pikiran gini”

“makasih, tapi gausah, gapapa kok”

“yaudah yok absen dulu sama gue”

Bright mengangguk dan setelahnya bergegas munuju parkiran fakultas psikologi untuk segera pulang kerumah.

***

Selama perjalanan bright hanya diam, ia ingin menangis dan meluapkan semua kesedihannya namun ia tak bisa, seperti ada sesuatu yang menggajal tenggorokannya untuk berteriak dan meluapkan semua bebannya.

traffic light sedang menunjukkan warna merahnya, mobilnya berhenti bersama lautan mobil lainnya yang berbondong-bondong untuk segera pulang setelah lelahnya bekerja.

Selama angka-angka merah itu terus berkurang tiap detiknya, ia menoleh ke kursi mobil disebelahnya, disana ini bisa melihat winata yang kadang tersipu malu ketika ia menyebrangkan tanganannya, ia bisa melihat winata yang sedang asik mengoceh menceritakan semua pengalaman dan hari-harinya, lebih dari segalanya, bright bahkan bisa mendengar suara win saat ini, sangat nyata ataukah hanya halusinasi belaka, perlahan bayang-bayang win kini berganti menjadi win yang tengah menangis dan setelahnya ia menghilang dari pandangan bright, sungguh bright sedang disergap perasaan bersalah yang teramat sangat dan kesedihan yang sangat sakit untuk ia rasakan.

“win…” panggil bright lirih, nafasnya tercekat seakan ingin menangis namun ia tak bisa.

“please don’t leave me like this…..something’s gone terribly wrong, you’re all I wanted”

“I’m haunted win….i’m haunted”

Bright akhirnya menangis di traffic light, benar jika ia terlah terhantui, ia dihantui oleh semua kesalahan yang ia buat pada winata, semua rasa sesal yang terus mengikuti dirinya kemanapun ia melangkah, kenangan buruk itu berlomba-lomba menghantui bright sampai ke titik dimana ia tak bisa menerimanya lagi.

Hatinya sakit mendapati kenyataan win tak akan lagi duduk berdampingan di sebelahnya, tak akan mendengar suaranya lagi, tak akan mendengar tawanya lagi, lebih dari segalanya, bright tak akan merasakan cinta winata lagi. Ia melamun sejenak melihat kursi kosong disebelahnya.

Tiiiiinnnnn

Bright masih diam

Tiinnnnnn

Bright tak bergeming

TINNNNNNN

Bright terkejut ternyata di depannya sudah kosong, lautan mobil tadi sudah melaju kedepan sana, dengan sigap bright menekan pedal gas dan langsung menuju arah jalan pulang, tak ia sangka kalau hidupnya akan sehancur ini sepeninggal winata.

***

Bright ada di dapur, ia sedang membuat kopi, sudah beberapa hari ini ia tak ingat kapan terakhir ia sarapan, kapan terakhir ia makan siang dan kapan terakhir kali ia makan malam, mereka sudah tak ada dalam list kegiatan rutinnya.

Ia sudah tak peduli dengan makan-makanan yang ada di lemari pendinginnya, ia tak memiliki selera untuk menyantapnya, baginya hanya kopilah yang bisa menemani kesepiannya lima hari terakhir, dalam kurun waktu itu juga bright mati-matian untuk tak melakukan kebiasaan buruknya, ia ingin berubah untuk winata, sampai sore tadi win mengatakan padanya bahwa ia harus berubah untuk dirinya sendiri, iya, bright mau mencoba berubah untuk dirinya sendiri saat ini.

Baginya hanya kopilah yang bisa membuatnya terus terjaga, ia tak mau terlelap karena ketika ia tidur hanya ada bayangan dirinya yang menyakiti winata hari itu, semuanya berubah menjadi sebuah mimpi buruk yang terus mengikuti dan menghantuinya.

Senja sudah berganti malam, terangnya digantikan oleh gelap yang menyesakkan, didapur bright melihat winata yang sedang membuatkan bubur untuknya, ia bisa melihat senyum manis mahasiswanya itu, setelahnya ia berjalan di ruang tamu, disana ia melihat dirinya tengah bersantai bersama winata malam itu, mereka sedang asik bergurau sambil makan nasi goreng yang ia pesan kala itu, kala hujan menjebak winata untuk tak pulang dan bermalam disini menemaninya, sekarang? Hanya sepi yang tertinggal disini, bright perih mendapati kenyataan bahwa peran winata sangatlah besar dalam hidupnya, bahkan rasanya tiap sudut dikota ini akan selalu mengingatkannya pada winata.

Betul kata win hari itu, bahwa tiap derit bangunan tua memiliki kisahnya, dan kali ini kisah bright dan winata ada didalamnya bersama semua memori masa lampau untuk ia simpan dan ia kenang.

Kini ia ada di ambang pintu kamarnya, disana ia bisa melihat dirinya memeluk winata ketika tidur, si manis tertidur di dadanya dan dirinya memeluk si manis dikala malam hujan saat itu, ia tersenyum kecut menertawai dirinya yang tak akan lagi merasakan cinta winata, tak akan merasakan kasih sayangnya.

Bright menghabiskan secangkir kopi hitam yang ia bawa dari dapur, setelahnya ia naik ke ranjang dan menambil ponselnya di laci bersama sebuah surat berwarna coklat diatas sana, terlihat ada sebuah sobekan disurat itu pertanda kalau telah dibaca olehnya, bright hanya mengambil ponselnya dan mengabaikan surat itu.

Ia membuka galerinya, penuh dengan foto-foto bersama winata disana.

tentang tiap pekan yang mereka habiskan untuk menyusuri semarang dan membuat memori baru, tentang sebuah kisah dimana mereka masih bersama dan saling menjaga, ia tersenyum melihat dirinya dan winata yang terlihat bahagia dan senyum yang mengembang disana, 180 derajat dengan keadaan seperti sekarang ini, sangat berbanding terbalik dengan apa yang telah mereka lalui seminggu terakhir ini, semuanya seperti terasa asing dan tak nyata untuk bright percaya.

“win…” lirihnya, tersenyum melihat kenangan-kenangan indah itu.

“jika suatu hari nanti aku akan lupa, bagiku kau satu-satunya hal yang akan ku ingat, jika bagimu suatu hari foto dan kenangan kita hanya tersisa hitam dan putih, namun bagiku mereka masih berwarna, bahkan rasanya aku ada ditengah samudera warna yang tiap warnanya mengingatkanku padamu”

Ia membuang nafas yang serasa semakin berat ia rasakan.

“I was playing back a thousand memories and thinking ‘bout everything we’ve been through, maybe I’ve been going back too much lately when time stood still and I had you”

Ia berbicara pada dirinya sendiri, bertanya dan menjawabnya sendiri. Ia mencoba mengingat semua momen indah itu, disana ia tersenyum.

“when i said ‘nothing gonna change not for me and you, then before I knew how much I had to lose’, mungkin bukan kamu yang berubah win, tapi mas yang berubah dan menyebabkan ini terjadi….bodoh memang, mas tak beryukur saat itu”

Bright terisak dalam sesaknya nafas yang ia rasakan, semua memori itu datang dan menghantuinya dan menenggelamkannya pada penyesalan tak berujung.

“if you out there, if you’re somewhere and if you moving on. I’ll be waiting for you ever since you’ve been gone…..”

“if this was a movie, you’d be here by now”

Tangsinya pecah menyadari bahwa memang selama ini winata yang membawa warna baru dalam hidupnya yang kelabu dan sekarang ia kehilangannya.

“jika memang ini jalannya…..mas akan coba win”

Disana bright berairmata, ditemani sepi yang semakin menjadi-jadi yang akan menemaninya setiap hari, nyatanya perpisahan ini membawa luka yang luar biasa hebat untuk bright adalah fakta yang tak bisa ia tepis, meski ia tahu dirinyalah pemicu mengapa semua ini bisa terjadi.

***

Jika ini sebuah mimpi buruk Maka semuanya akan hilang ketika aku terjaga Jika ini hanyalah sebuah lamunan Maka semuanya akan hilang ketika aku tersadar Perihnya Ia bukan Ini kenyataan yang harus aku terima dan rasakan.

***

if we love again i swear i'd love you right i'd go back in time and changed it but i can't i'd go back to december turn around and change my own mind i go back to december all the time

***

Semarang, 20 Desember 2019 Bright dan sesalnya