minnqyu

‘Satoru bangsat!’ umpat Suguru setelah mendapat pesan dari kekasihnya, Satoru. Bukan pesan biasa, namun pesan yang seakan membuat tubuhnya panas dingin. Bagaimana tidak, Satoru dengan santainya mengirimkan foto tubuhnya tanpa busana, ditambah lagi posenya yang sangat menguji libido Suguru. Lelaki itu menidurkan wajahnya di meja ruang kerjanya, matanya terpejam, tangannya memijat pelipisnya.

Tiba-tiba Gojo Satoru terlintas di pikirannya, tepatnya Satoru beberapa malam yang lalu, bagaimana panasnya dia saat digagahi oleh Suguru. Desahannya, erangannya, ciumannya, Suguru merindukan itu semua. Suguru belum puas, ia mau Satoru lagi. Membayangkannya saja bisa membuat Suguru mengeras. Masih banyak hal yang ia ingin lakukan bersama Satoru

“Ahh! Fuck Gojo Satoru!!!” teriak Suguru frustrasi. Rasanya ingin sekali ia pulang ke rumah sekarang lalu langsung menghabisi lelaki itu sampai dia puas. Kalau saja dia bisa begitu.

Untuk menahan libidonya, Suguru merogoh ke dalam tas yang ia bawa tadi, berharap rokoknya ada di sana. Rokoknya hanya tersisa satu batang, sangat amat tidak cukup. Biasanya ia merokok minimal tiga batang dalam sekali duduk. Ia terlalu malas untuk keluar dan membeli rokok lagi jadinya Suguru hanya merokok satu batang saja.

“Just one, huh?” rautnya kesal. Suguru menyender pada senderan kursi kerjanya, kedua kakinya ia angkat ke meja. Lalu ia mengigit rokok itu di mulutnya dan mulai menyalakan korek api. Rokok itu ia hisap dalam-dalam, membiarkannya menyelimuti paru-parunya. Asap putih itu ia hembuskan, pikirannya masih dipenuhi Satoru. Begitu terus sampai rokoknya sisa setengah.

“God dammit!” Suguru memegang rokoknya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya merambat ke bawah tubuhnya, tepatnya di selangkangannya.

“Geto Suguru you fucking slut! Look what you've done to me.” Satoru mengusap-usap gundukannya dari luar celana sambil terus merokok. Gerakannya naik turun mengikuti bentuk kemaluannya.

“Ahh shit!” Suguru dapat merasakan miliknya sudah mengeras. Kakinya ia lebarkan untuk mempermudah gerakannya. Rokoknya ia gigit karena tangan kirinya sekarang membantu elusan pada penisnya sendiri. Tangannya seperti membentuk huruf V, dengan penisnya yang berada di tengah-tengah.

Kocokan tangannya semakin laju, kemaluannya terasa semakin sesak. Mulutnya masih sibuk menghisap rokok yang tersisa seperempat itu. Gojo Satoru, bibir Satoru, bokong Satoru, desahan Satoru penis Satoru, semuanya itu tak henti-hentinya bermain di pikirannya.

“Ngghhhh.......” Suguru tak dapat menahan libidonya lagi. Resletingnya ia turunkan, begitu juga dengan dalamannya. Seketika itu juga penisnya menjulang keluar, sudah sepenuhnya ereksi.

Suguru melempar rokok yang sudah ia habiskan ke dalam cangkir kopinya yang tersisa sedikit. Telapak tangannya melingkar di penisnya, lalu mulai beraksi dengan gerakan mengocok. Matanya terpejam, nafasnya memburu seiring dengan kocokannya.

“Ahh! Ahhh! I'm going crazy!!!” pikirannya membayangkan kalau penis itu berada di dalam lubang Satoru. Lubang yang hangat dan ketat itu paling pas untuk memanjakan penisnya.

“I need you so fucking bad, Satoru! Ahhhh!” Kepalanya terdongak ke atas, nafasnya tercekat. Kocokan Suguru semakin cepat saat ia membayangkan Satoru meneriaki namanya, saat Satoru memohon dan tunduk di bawah kuasanya.

“Fuck!!! I wanna cum in your tight hole, Satoru!” Suguru semakin hilang akal, apalagi saat pelepasannya sudah dekat.

“Let me fuck you again, Satoru! I'll fill your hole up with my cum until you're satisfied! Ahhh!” desahan dan kata-kata kotor lolos dari mulutnya dengan begitu mudah. Hanya seorang Gojo Satoru yang bisa membuatnya segila ini padahal mereka baru melakukannya sekali.

Suguru terus bergerak tanpa jeda. Lubang Satoru, ia menginginkannya sekarang juga. Badan Suguru seketika itu tremor, pelepasannya sebentar lagi. Ia terus membayangkan berada di dalam Satoru, ketika penisnya menumbuk titik nikmat Satoru berkali-kali, membuat Satoru tak henti-hentinya memohon.

“Satoru, I'm gonna cum! Ahhhh fuck!!!!!” Sperma Suguru menyembur dengan bebasnya, ia merasa sangat lega. Cairan itu terus keluar, apalagi saat Suguru terus mengocoknya. Akibatnya celananya kotor dengan cairan kental itu. Begitu juga dengan lantai di bawahnya yang terkena tetesan.

“Nghhh... ahh!” Nafasnya memburu, dadanya naik turun, mulutnya terbuka lebar agar ia dapat mengisi paru-parunya dengan banyak oksigen. Dahinya basah oleh keringatnya sendiri dan kakinya sedikit gemetaran.

Tiba-tiba ia mendengar suara ketukan di pintu, seseorang tengah menunggunya di balik pintu itu. “Permisi pak, saya ingin mengantarkan berkas-berkas yang bapak minta tadi.”

Nafasnya belum sepenuhnya teratur, ia cepat-cepat memasukkan penisnya kembali ke dalam celananya yang sudah kotor oleh spermanya sendiri. Panik, ia bergegas menjawab panggilan itu sambil berharap orang itu tak melihat kekacauan yang Suguru perrbuat. “Iya, silahkan masuk.”

Mingyu terduduk di depan komputernya, tangannya sibuk menggerakkan mouse dan jemarinya sibuk mengetik keyboard. Ia sengaja bangun lebih awal untuk menyelesaikan pekerjaannya agar ia bisa berduaan dengan Wonwoo setelah ia bangun. Mingyu melirik jam di komputernya, masih pukul setengah delapan pagi. Biasanya Wonwoo bangun jam delapan jadi Mingyu masih punya waktu setengah jam untuk menyelesaikan pekerjaannya. Gerakan tangannya dipercepat, matanya hanya fokus pada layar di hadapannya sesekali meminum kopi hangat kesukaannya. Wonwoo tertidur sangat pulas seperti tak ingat kapan ia harus bangun. Mingyu tahu Wonwoo pasti sangat kelelahan akibat aktivitasnya yang padat beberapa hari belakangan ini.

Aktivitas Mingyu terhenti saat ia mendengar derap langkah mendekatinya, sosok tersebut mendekati Mingyu dengan langkah yang malas. Setelah berada tepat di belakang Mingyu, lelaki itu melingkarkan lengannya di leher Mingyu. Sontak Mingyu menoleh mendapati Wonwoo yang masih setengah tersadar, rambutnya acak-acakan, matanya terpejam, muka bantalnya sangat menggemaskan.

“Udah bangun, sayang?” tanya Mingyu. Wonwoo menguap lebar lalu tanpa aba-aba ia duduk di pangkuan Mingyu. Kakinya dilingkarkan di pinggang Mingyu agar tidak jatuh, beban mereka berdua membuat kursi yang mereka duduki berdecit. Pelukan Wonwoo semakin erat, seperti seekor koala yang sedang memeluk batang pohon.

Tanpa Wonwoo sadari wangi tubuh Mingyu bisa semakin jelas ia cium. Aromanya begitu enak dan menenangkan. Wajah Wonwoo semakin didekatkan ke leher Mingyu agar ia bisa menghirup wanginya dengan lebih baik. Mingyu akhirnya jadi geli sendiri karena ujung hidung Wonwoo beberapa kali mengenai lehernya. Tubuhnya merinding akibat hembusan napas Wonwoo.

“Sayang, geli.....” protes Mingyu yang malah membuat Wonwoo ingin menggodanya. Ia meniup leher Mingyu dengan sengaja. Bahkan kecupan singkat berhasil mendarat di leher jenjang Mingyu.

“Serius, sayang. Geli!”

Bukannya berhenti, Wonwoo malah makin usil. Pinggulnya ia goyangkan dengan tempo yang lambat, membuat miliknya bergesekan dengan milik Mingyu. Setelah susah payah akhirnya Mingyu dapat menghentikan gerakan Wonwoo.

“Sengaja banget ya godain aku, hm?” tanya Mingyu dengan nada yang rendah. Tangannya mulai turun ke bokong sintal Wonwoo dan meremasnya pelan.

“Abisnya aku kangen banget sama kamu!” jawabnya sambil manyun. Bokongnya ikut bergerak ketika diremas oleh Mingyu.

“Mau main sekarang?” tanya Mingyu sambil menyeringai. Pertanyaannya terdengar ambigu namun Wonwoo langsung paham maksudnya.

“Mau!!!” jawab Wonwoo antusias, wajahnya terlihat sumringah.

Mingyu langsung menarik Woonwoo ke dalam pelukannya. Bibirnya langsung menghantam bibir Wonwoo dengan cepat. Wonwoo balas mencium bibir pujaannya itu, meraupnya dengan rakus dan menuntut. Begitu terasa candu hingga hanya kebutuhan akan oksigen yang menghentikan pautan kedua bibir itu.

Woonwoo menutup matanya dengan saat tangan Mingyu mencoba masuk ke dalam kaus Woonwoo, mengelus punggungnya kemudian turun meremas dua belah gundukan yang begitu pas di . Ia menurunkan sedikit celana yang Wonwoo pakai, cukup baginya untuk membuka lubang Wonwoo dengan satu jarinya.

“Ahhhhhh!” desah Wonwoo merasakan lubangnya dirobek paksa oleh Mingyu.

“Woonwoo, kamu cantik sekali,” Mingyu mengatakan hal itu sambil menyentuh wajah Woonwoo yang merona.

Mingyu mengusap rambut Wonwoo dengan tangannya yang menganggur dan mengecupnya. Gerakan Mingyu di bawah sana semakin dalam membuat Wonwoo mengigit bibir bawahnya kuat-kuat, nyaris membuat luka baru disana kalau Mingyu tidak mencium bibir ranum itu kembali. Lumatan demi lumatan memanjakan bibir mereka kembali. Saliva mereka saling bercampur entah punya siapa mengakibatkan gerakan bibir mereka semakin lincah. Wonwoo menyelipkan lidahnya ke dalam mulut Mingyu yang langsung disambut dengan sesapan oleh bibir Mingyu. Dikulumnya lidah Wonwoo dengan gerakan maju mundur, erangan Wonwoo semakin jelas terdengar.

Mingyu mengeluarkan jarinya sebentar lalu mengambil lube dan kondom yang berada di laci meja kerjanya. Setelah melumuri jari-jarinya Mingyu mulai mempersiapkan lubang Wonwoo. Satu persatu ia memasukkan ketiga jarinya. Melakukan gerakan menggunting dan berusaha terus melebarkan lubang sempit tersebut.

“Sayang... ahhh!” tubuh Wonwoo menegang saat Mingyu menumbuk titik nikmatnya.

Ketika sudah dirasa cukup Mingyu langsung melucuti celananya dan juga celana Wonwoo, kemudian memakai kondom dan bersiap. “Sayang, aku masuk sekarang.”

Perlahan, Mingyu mulai memasukkan penisnya. Wonwoo meringis kesakitan karena sudah tiga hari lebih lubangnya tidak diisi oleh Mingyu. “Ahh, mas...”

Tak butuh waktu lama untuk Mingyu bisa masuk sepenuhnya. Ia tidak langsung bergerak agar Woonwoo bisa membiasakan dirinya dulu. “Masih sakit, yang?”

“Ng–ngga kok.” jawab Wonwoo terbata-bata. Matanya masih terpejam menahan sensasi di lubangnya yang terisi penuh.

“Goyangin aku ya, sayang.” ucapan Mingyu ini membuat tubuh Wonwoo seketika panas dingin. Dengan perintah Mingyu barusan, Wonwoo mulai menggoyangkan pinggulnya maju mundur agar lubangnya beradaptasi dengan penis besar Mingyu. Setelah ia rasa cukup, gerakan Wonwoo ia ubah jadi ke atas dan ke bawah agar penis Mingyu keluar masuk di lubangnya.

“Ahhh, Wonwoo pinter. Iya, gitu goyangnya sayang.” mendengar ucapan Mingyu membuat Wonwoo tambah semangat. Libidonya semakin naik ketika Mingyu mengecup kedua putingnya bergantian. Mulut Mingyu berada tepat di depan puting Wonwoo sehingga sangat mudah baginya untuk bermain dengan puting menggemaskan itu. Lidahnya terus menjilati puting Wonwoo sambil sesekali ia bawa masuk ke dalam mulutnya, kulumannya membuat suasana semakin panas.

“Sayang, enak ga?” tanya Mingyu sebentar sebelum mulutnya kembali menghisap puting Wonwoo yang satunya.

“E–enak, ahhh!” gerakan Wonwoo semakin dipercepat. Mingyu dapat merasakan dinding anal Wonwoo memijit penisnya tanpa ampun. Lubang Wonwoo yang sempit dan ketat itu menjepit penis Mingyu yang semakin tegang dibuatnya.

“Ah, kak Mingyu! Ahh…...”

Tubuh Wonwoo didekap oleh Mingyu semakin erat. Mingyu juga menahan tubuh mungil Wonwoo agar tidak jatuh karena gerakannya yang semakin cepat.

“Kamu sempit banget, sayang.” penis Mingyu semakin menghujam lubang Wonwoo semakin dalam. Wonwoo bergerak dengan tempo cepat membuat titik nikmatnya dihujam berkali-kali tanpa jeda. Keringat bercucuran dari dahi Wonwoo, ia tak menyangka bahwa berada di atas membuat energinya sangat terkuras.

Dinding anal Wonwoo semakin mengetat, penis Mingyu dimanjakan dengan nikmatnya. Merasakan pelepasannya sudah dekat, ia meletakkan tangannya di pinggul ramping Wonwoo membantu goyangannya.

“Mas, mau keluar ahhh!” Wonwoo memejamkan kedua matanya, tak tahan dengan kenikmatan yang memabukkan ini. Tangannya ia lingkarkan di leher Mingyu sambil mendekapnya karena ia sudah mulai lemas. Mingyu yang menyadari hal itu langsung mengambil alih permainan.

“Keluar bareng ya, sayang.” Gantian pinggul Mingyu yang bergoyang, lebih cepat dari gerakan Wonwoo tadi, membuat Wonwoo semakin gila dibuatnya. Kepala Wonwoo seketika pusing, energinya tak cukup untuk bergoyang lagi. Padahal ia sangat ingin memuaskan Mingyu dengan goyangannya sendiri.

Penis Wonwoo dikocok oleh Mingyu, gerakannya beriringan dengan gerakan penisnya di dalam sana. Wonwoo semakin hilang akal, tubuhnya menegang, pelepasannya semakin dekat. Mingyu yang tahu akan hal itu lalu kembali mengulum puting Wonwoo yang sudah memerah dan tegang. Wonwoo semakin tak karuan, bagaimana tidak ketiga titik sensitifnya dipuaskan dalam waktu yang bersamaan.

“Ahhh! Aku keluar!!!!!” dalam tiga kali hentakan lagi cairan Wonwoo muncrat membasahi baju Mingyu. Begitu juga dengan Mingyu yang keluar di dalam, cairannya memenuhi lubang Wonwoo yang hangat. Wonwoo ambruk di bahu Mingyu, tenaganya benar-benar terkuras habis. Mingyu mencabut penisnya dan seketika itu juga cairan Mingyu mengalir keluar dari anal Wonwoo. Nafas mereka memburu tak beraturan, mulut mereka menganga mencari oksigen.

Wonwoo terlihat sangat berantakan, rambutnya acak-acakan, pipinya memerah, bibirnya bengkak, kedua putingnya menegang merah, penisnya yang basah karena cairannya sendiri, dan juga lubangnya yang terbuka dilengkapi dengan cairan sperma Mingyu yang menetes keluar.

“Jeon Wonwoo, kamu panas banget astaga.”

Confession🔞

Setelah mendapat pesan dari Mingyu, Wonwoo semakin dibuat pusing karenanya. Mingyu sedari pagi tak membalas pesannya sama sekali, mungkin karena kejadian kemarin. Iseng, Wonwoo memposting video dan foto vulgar di twitternya, berharap Mingyu akan terpancing. Dan benar saja setelah itu Mingyu langsung membanjirinya dengan pesan. Wonwoo tahu kalau Mingyu menyukainya, bahkan secara terang-terangan Mingyu ingin bersetubuh dengannya. Gila, Mingyu memang gila akan Wonwoo.

Bagaimana tidak, Wonwoo merupakan sosok lelaki yang paling sempurna di mata Mingyu. Jujur siapa yang tidak suka tubuh Wonwoo yang ramping untuk seukuran lelaki, ditambah lagi postur badannya yang tinggi namun tak lebih tinggi dari Mingyu. Mata Wonwoo yang tajam seperti mata kucing, ada hal yang menakjubkan dari mata hitamnya, matanya dalam sedalam samudra, gelap dan tak berdasar. Mingyu selalu tenggelam dalam mata Wonwoo, tak kuasa menahan dirinya untuk tidak jatuh lebih dalam. Bagian tubuh Wonwoo yang Mingyu paling suka adalah bibirnya. Bibir Wonwoo selalu terlihat merona walaupun tidak memakai lipstick, jangan lupa kelembutan bibirnya yang membuat Mingyu melebur. Jeon Wonwoo merupakan perpaduan dari cantik dan tampan dalam waktu yang bersamaan.

Karena kedua orang tua Wonwoo sedang pergi ke rumah saudaranya di luar kota jadi ia memutuskan untuk menginap di rumah Mingyu, daripada sendirian di rumah pikirnya. Wonwoo pergi ke apartment Mingyu dengan memakai ojek online karena ia tak berani berkendara motor malam-malam, salah satu penyebabnya yaitu karena matanya yang minus jadi sedikit susah baginya melihat jalanan malam. Wonwoo memencet bel apartment Mingyu dan Mingyu langsung membuka pintu secara kilat, seakan-akan ia sudah menunggu Wonwoo di balik pintu.

“Mingyu!!!!” Wonwoo melompat ke arah Mingyu dan memeluknya erat. Mingyu yang tak menduga pelukan itu hanya tersenyum dan membalas pelukan Wonwoo. Ia mengusap-usap rambut hitam Wonwoo yang sedikit berantakan karena tertiup angin di jalan tadi. Kepala Wonwoo ia benamkan di dada Mingyu sambil menghirup aroma Mingyu yang disukainya.

“Ada apa nih kok langsung meluk?” Mingyu mengecup kening Wonwoo sekali, gemas akan tingkah calon kekasihnya itu yang sangat clingy

“Kangen sama kamu. Ga boleh nih?” Wonwoo mendongakkan kepalanya, bibirnya manyun. Mingyu sangat gemas sekali ketika bibir kecilnya itu manyun, rasanya ingin Mingyu lumat sampai ia puas.

“Boleh kok, kak.” Mingyu berusaha melepas pelukannya karena ia ingin pindah ke kamar, namun pelukan Wonwoo malah tambah erat. “Ihh lepasin dulu kak, nanti sampe kamar peluk lagi.”

Wonwoo menggeleng-gelengkan kepalanya, kepalanya bersender di bahu Mingyu. “Ya ampun kak Wonwoo clingy banget sih........”

Menyerah, Mingyu pun berjalan mundur ke kamarnya sambil terus dipeluki Wonwoo. Sesekali ia menengok ke belakang agar tidak menabrak barang. Wonwoo terkekeh senang karena Mingyu tak melepas pelukannya. Ketika mereka berjalan, bagian bawah tubuh mereka bergesekan membuat Wonwoo mengigit bibir bawahnya menahan desahan. Penis Mingyu hanya tertutup oleh boxer tipis, sedangkan Wonwoo memakai celana jeans panjang. Ide nakal muncul dalam pikiran Wonwoo, kaki kanannya ia letakkan di antara paha Mingyu lalu didorong ke atas sampai pahanya bergesekan dengan milik Mingyu.

“Kak Wonwoo jangan nakal!” sentak Mingyu saat pergerakan Wonwoo semakin menjadi. Untungnya mereka sudah sampai di kasur jadi Mingyu langsung mendorong Wonwoo agar berada di bawahnya.

“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” Wonwoo memposisikan tubuhnya, mencari posisi yang nyaman. Mingyu berada di atas Wonwoo dengan bertumpu pada kedua tangannya.

“Ngomong apa kak?” Mingyu menaikkan kedua alisnya. Nada bicara Wonwoo terdengar serius, membuat Mingyu jadi penasaran.

“Kamu masih inget kemaren aku bilang ada orang yang aku suka?” Mingyu mengangguk dan Wonwoo melanjutkan ucapannya. “Orang itu kamu, Gyu. Aku suka sama kamu.”

“S–suka? Maksudnya suka temenan sama aku kak?” tanya Mingyu terbata-bata, tak pernah iya menyangka kata-kata itu keluar dari mulut Wonwoo.

“Bukan sebagai temen. Aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, Kim Mingyu. Sebagai seorang kekasih.” Jleb, Mingyu merasa seakan-akan terbang ke angkasa. Wonwoo mengelus-elus pipi Mingyu, membuat pipi itu merona merah.

“A–aku juga sayang sama kak Wonwoo.” ucapan yang pernah Wonwoo baca dari pesan yang dikirim Mingyu, namun ketika mendengarnya langsung rasanya sangat berbeda 180 derajat.

“Tapi......” kalimat Wonwoo menggantung, ia bimbang harus mengatakannya atau tidak. “Tapi apa kak?”

“Tapi aku belum bisa menjalin hubungan sama kamu. Kamu tau kan kalo aku masih takut?” Jleb lagi, setelah hati Mingyu dibawa terbang ke angkasa kali ini langsung di jatuhkan ke tanah tanpa aba-aba.

“Jadi aku sama kayak Seungwoo ya kak?” tanya Mingyu blak-blakan.

“Ngga gitu, Gyu. Udah aku bilang kan kalo aku sayang sama kamu? Sedangkan aku sama sekali ga sayang sama Seungwoo. Aku cuma butuh waktu, Gyu. Aku butuh waktu untuk mempersiapkan diri aku supaya aku ga nyakitin kamu. Aku confess tadi supaya kamu tau perasaan aku yang sebenernya, supaya kamu ga ngerasa digantungin, supaya kamu ga nyari cowok baru. Kamu ngerti kan?” Mingyu tak tahu harus merespon apa, ia hanya mengangguk lesu. Kecewa? sudah pasti. Rasanya seperti dirinya tertolak namun dalam waktu yang bersamaan cintanya terbalas.

“Kamu mau ga nunggu aku sampe siap? Aku ga akan gatel sama cowok lain, aku akan fokus ke kamu aja. Aku akan selalu berada di samping kamu layaknya seorang pacar dan kita juga bisa ngelakuin hal-hal yang orang pacaran lakuin. Aku butuh support dari kamu, Gyu. Aku butuh kamu supaya aku siap. Aku ga mau kamu pergi dari hidup aku.” seketika semuanya terdiam untuk waktu yang cukup lama. Wonwoo tebak Mingyu sedang berfikir apa yang harus dijawabnya. Tangan Mingyu terasa pegal jadi tubuhnya ambruk menimpa tubuh Wonwoo yang tak keberatan sama sekali.

“Kak Wonwoo masih butuh aku kan di sini? Itu alesan yang cukup untuk aku bertahan.” ucap Mingyu tepat di telinga Wonwoo. Geli rasanya saat nafas Mingyu menerpa telinganya.

“Jadi kamu mau nunggu aku sampe siap?” Tangan Wonwoo ia lingkarkan di punggung Mingyu sambil sesekali mengusap-usap kepala belakang Mingyu. Mingyu mengangguk.

“Astaga! Makasih banget loh, Gyu. Aku takut banget kamu bakal langsung ninggalin aku, bahkan aku takut banget kamu benci sama aku.” Mingyu mengubah posisinya seperti semula. Ia tersenyum, seenggaknya cintanya tak bertepuk sebelah tangan walaupun mereka belum resmi pacaran. “Benci kak Wonwoo? Ga mungkin lah!”

Mingyu memiringkan wajahnya kemudian mendekat ke wajah Wonwoo. Bibir Mingyu bertemu dengan bibir Wonwoo yang lembab, meraup bibir yupi itu tak lupa melumatinya dengan kasar dan tergesa-gesa. Ciuman Mingyu membuat kewarasan Wonwoo perlahan-lahan mulai terkikis. Dia membalas ciuman Mingyu, melumat bibir itu sensual dengan gerakan menutut.

“Mhmm... Nghhh!” Wonwoo melenguh saat bibir bawahnya digigit oleh Mingyu memohon kepada sang pemilik bibir untuk membuka bibirnya. Woonwoo yang tau pun langsung membuka bibirnya perlahan dan langsung saja Mingyu memasukkan lidahnya untuk bertemu lidah Wonwoo. suara cumbuan itu pun memenuhi ruangan dan seketika hawa di kamar Mingyu panas bukan main padahal air conditioner menyala.

Lidah mereka saling beradu, menjilat, mengikat, dan menghisap satu sama lain tak mau kalah. Saliva mereka saling bercampur entah punya siapa membuat pergerakan mulut mereka semakin licin, suara kecapan yang sesual membuat libido Wonwoo semakin naik. Mingyu sesekali memasukkan lidah Wonwoo ke dalam mulutnya dan menghisapnya dengan gerakan maju mundur. Woonwoo pun terkejut bukan main tanpa pikir panjang ia pun langsung mengalungkan lengannya dileher Mingyu agar si Mingyu tak melepas cumbuan mereka.

“Mingyu ahhhh!!!” desahan kencang keluar dari bibir Wonwoo saat Mingyu tiba-tiba turun ke dadanya, menyingkap baju yang menutupi Wonwoo dan mengecup puting Wonwoo, baik yang kanan dan kiri secara bergantian.

Lidah Mingyu serba bisa, tak hanya bisa bermain di dalam mulut Wonwoo namun lidahnya juga bisa bermain dengan puting Wonwoo. Puting Wonwoo dijilat dengan gerakan memutar sambil menggigitinya gemas. Setelah itu gantian tangannya yang bekerja, dimainkannya puting Wonwoo, diputar, dipilin, dicubit membuat Wonwoo menggelinjang keenakan.

“Mingyu stop!!!” ucap Wonwoo yang malah membuat permainan Mingyu semakin liar. Mingyu terus menyedot putingnya seperti bayi yang sedang menyusui, sedang puting kanannya yang menganggur dimainkan oleh tangan Mingyu. Setelah merasa puas dengan puting Wonwoo ia memberhentikan aktivitasnya lalu menatap kedua puting Wonwoo yang sudah tegang dan memerah. Mingyu terseyum miring, pertanda pikirannya sudah gila.

Seakan tak memberi jeda untuk Wonwoo bernafas, Mingyu semakin turun ke bawah. Tangannya dengan sigap membuka celana jeans Wonwoo menyisakan boxer hitamnya. Wonwoo hanya bisa pasrah ketika kedua kakinya dilebarkan. Pandangan Mingyu seketika terfokus pada gundukan di boxer Wonwoo, gundukan yang cukup besar pertanda Wonwoo sudah tegang. Wonwoo melenguh bukan main saat Mingyu mengelus-elus pahanya dengan jemarinya.

“Ahhh! Nghhh.......” Pergerakan tangan Mingyu dimulai dari lutut Wonwoo, mengelusnya sangat pelan dan sensual. Kemudian tangannya turun dan bergerak ke bagian dalam paha Wonwoo. Wonwoo melengkungkan tubuhnya tak tahan dengan sentuhan-sentuhan memabukkan dari tangan Mingyu.

“Nghhh... ahh! ahh!” desahan Wonwoo tak dapat berhenti karena gerakan tangan Mingyu semakin cepat. Kini ia menggunakan kedua tangannya, ia mengelus Wonwoo mulai dari paha bagian dalamnya lalu bergerak keluar, kebalikan dengan arah yang awal. Nafas Wonwoo semakin memburu ketika ia merasakan boxernya semakin menyempit. Bagaimana bisa hanya dengan elusan di paha saja bisa membuat Wonwoo segila ini? Padahal Mingyu belum menyentuh penisnya sama sekali namun harus ia akui ia sudah sangat tegang.

“Ahh! Mingyu udah.....” Wonwoo meremas sprei putih di bawahnya saat Mingyu mengelus gundukannya. Bagian yang paling ditunggu-tunggu Wonwoo. Nafasnya tercekat, Mingyu sama sekali tak memberinya ampun. Mingyu menggunakan jari telunjuknya untuk mengelus penis Wonwoo dari luar, bergerak naik turun dengan tempo sedang. Kaki Wonwoo gemetaran, tak tahan dengan semua kenikmatan yang Mingyu berikan. Rasanya ia ingin sekali penisnya dimainkan oleh Mingyu secara langsung, dikocok dengan tempo cepat sampai pelepasannya keluar.

“Mingyu, ahh! Ga tahan lagi.......” Mulut Mingyu kembali bermain dengan puting Wonwoo sembari tangannya bermain dengan kepunyaan Wonwoo. Dijilatinya puting itu seperi sedang menjilat lollipop sampai puting Wonwoo benar-benar basah, air liur Mingyu menempel di sana. Tangan Mingyu terus-menerus menggoda penis Wonwoo, sekarang ia menggunakan telapak tangannya, menggesek-gesekkannya pada penis Wonwoo yang semakin meronta-ronta ingin keluar.

“Ahh! Sakit......” Mingyu menggigit dada Wonwoo membuat Wonwoo mengerang. Ia membuat beberapa tanda kemerahan di sana, tanda bahwa lelaki itu adalah miliknya. Tak lupa Mingyu juga mencium leher Wonwoo, menghisap bagian sensitifnya berkali-kali sampai meninggalkan tanda kemerahan. Air liur Mingyu menempel dimana-mana, mulai dari leher Wonwoo, dada, dan kedua putingnya.

“Mingyu, cium.......” rengek Wonwoo seperti anak kecil. Bibir mereka bertemu lagi, namun kali ini lebih lembut dari tadi. Bibir Wonwoo yang membengkak membuat Mingyu lebih lahap meraupnya. Mingyu melumat bibir bawah Wonwoo sedangkan bibir atas Mingyu dilumat oleh Wonwoo, gerakan mereka kompak seperti berirama. Wonwoo benar-benar dibuat berantakan oleh Mingyu.

Lalu permainan panas mereka berlanjut sampai sepertiga malam, sampai tubuh mereka lemas dan nafas mereka tak beraturan. Sangking lelahnya mereka berdua tertidur ditemani oleh lantunan lagu Cigarettes After Sex yang berjudul Apocalypse, saling mendekap bertukar afeksi. Dua insan yang sedang jatuh cinta.

“Your lips, my lips, apocalypse.”

Takut

“Perempatan depan belok kiri ya, Gyu.” ucap Wonwoo mengarahkan jalan sebab Mingyu sama sekali tak tahu tempat apa yang akan mereka kunjungi.

Wonwoo duduk di kursi penumpang, di samping Mingyu yang menyetir. Ia memakai setelan rapi dengan jas hitam yang menutupi kemeja putihnya dilengkapi dengan dasi dengan warna senada, dan juga celana panjang hitam. Kakinya beralaskan sepatu oxford hitam, dari atas ke bawah semuanya serba hitam kecuali kemeja putihnya. Wonwoo berpenampilan sangat rapih dan formal, berbeda dengan Mingyu yang hanya memakai hoodie hitam, celana panjang hitam dan topi hitam, mungkin hitam merupakan warna mereka hari ini. Mingyu sedikit kebingungan dengan pakaian Wonwoo, apakah mereka akan menghadiri sebuah acara resmi? Namun Wonwoo tak menyuruhnya untuk berpakaian formal, semua ini sangat membingungkan. Bunga putih yang dibelikan Mingyu tadi siang dipegangi oleh Wonwoo sejak mereka berangkat tadi.

Mingyu memutarkan stirnya ke kiri sesuai perintah Wonwoo. Wonwoo sibuk mengamati jalanan yang tak terlalu ramai karena mereka sudah keluar dari pusat kota. “Masih jauh ga kak?”

“Ngga kok, sebentar lagi.” Semakin mereka mendekat ke tempat tujuan semakin deg-degan pula jantung Wonwoo. Ia menundukkan kepalanya, memandangi bunga mawar putih yang dipegangnya, teringat kejadian dua tahun yang lalu.

“Nah di sini, kita sudah sampai.” Mingyu memarkirkan mobilnya di sebuah lapangan kecil. Mereka berdua turun dari mobil, tak lupa Wonwoo membawa buket bunga tersebut.

“Tempat apa ini kak?” Mingyu melihat ke sekeliling, terasa ada hal yang janggal, perasaannya mulai tidak enak. Wonwoo berjalan duluan dan Mingyu mengekor di belakangnya, berjalan dengan ragu-ragu.

“Itu, kamu baca aja sendiri.” Wonwoo menunjuk plang yang ada di atas mereka. Mingyu mendongak membaca kalimat yang terukir di situ.

“Hah pemakaman kak?????” ucap Mingyu setengah berteriak, namun segera menutup mulutnya sendiri. Untuk apa Wonwoo membawanya ke sebuah pemakaman? Siapa yang meninggal?

Wonwoo tak menjawab, ia berjalan masuk melewati batu-batu nisan. Mingyu mengikuti sambil memegangi tangan Wonwoo, takut. Suasana di pemakaman itu sangat sepi, tak ada suara lain yang terdengar kecuali langkah kaki mereka. Cahaya matahari mulai meredup karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Mingyu tak berani melihat batu-batu nisan yang ada di sekelilingnya, takut ada sesuatu yang keluar dari kubur itu. Langkah mereka terhenti di depan sebuah batu nisan yang terlihat lebih baik dan baru daripada batu nisan di sekitarnya.

“Aku mau nunjukin ini ke kamu.” Wonwoo berlutut di samping nisan yang ditujunya, diletakkannya buket bunga mawar putih itu di depan nama pemilik nisan itu. Penasaran, Mingyu membaca nama yang tertera di sana:

Kim Jongin Lahir: 14 Januari 1994 Meninggal: 27 Juni 2018

“D–dia siapa, kak?” tanya Mingyu ragu-ragu. Tangan Wonwoo sibuk membersihkan daun-daun kering dan rumput liar yang mengotori nisan itu.

“Mantan aku.” jawabnya lirih. Ia menundukkan kepalanya, tangannya mengelus-elus kepala nisan itu seperti ketika ia mengelus kepala mantan pacarnya ketika ia masih hidup. Dugaan Mingyu semuanya salah, bunga itu bukan untuk Wonwoo menyatakan perasaannya kepadanya, bunga itu bukan kode untuk dirinya melainkan bunga itu untuk mantan kekasih Wonwoo.

“Udah dua tahun ia meninggal karena kecelakaan motor. Penyebabnya aku sendiri.” pikiran Wonwoo pergi ke waktu dua tahun yang lalu, ketika kecelakaan tragis itu terjadi. “Penyebabnya kak Wonwoo? Maksudnya gimana kak?”

“Jadi hari itu adalah hari jadi kita yang ke satu tahun, kita udah berencana untuk nge-date hari itu untuk ngerayain anniversary kita. Tapi sialnya, tiba-tiba dia ditelfon bosnya ada kerjaan mendadak. Mau ga mau dia harus ke kantor, rencana kita yang awalnya dari pagi berubah jadi malem sepulang dia kerja. Aku kesel, aku telfonin dia terus suruh pulang, aku marah-marah di telfon sampe ganggu kerjaan dia. Akhirnya jam tujuh malem dia buru-buru pulang biar aku ga marah lagi, dia ngebut banget sampe-sampe sewaktu dia mau nyalip mobil ga sengaja dia ditabrak dari belakang sama truk, terus dia jatuh kelempar jauh, kepalanya kebentur pembatas jalan keras banget karena dia ga pake helm. Sewaktu dalam perjalanan menuju rumah sakit dia udah pergi. Buket bunga mawar putih yang dia bawa untuk aku berubah jadi merah karena darahnya sendiri.” mata Wonwoo mulai berkaca-kaca, pandangannya menjadi kabur akibat air matanya sendiri. Dalam satu kedipan air matanya menetes ke pipinya.

“Aku yang udah bunuh dia, Gyu! Aku! Gara-gara aku nyuruh dia pulang cepet, gara-gara aku yang marah-marah terus, gara-gara aku yang ga bisa ngerti keadaannya. Kalo aku ga bertingkah kayak anak-anak di hari itu mungkin dia masih hidup sampai sekarang. Aku jahat banget ya, Gyu?” Wonwoo menutup wajahnya dengan tangannya sendiri, tak ingin Mingyu melihatnya menangis.

“Ya ampun, ngga kok, kak Wonwoo ga jahat. Kak Wonwoo ga bunuh dia, tolong jangan mikir kayak gitu kak!” Mingyu merangkulkan tangannya di bahu Wonwoo.

“Sejak kejadian itu, aku takut. Rasa bersalah itu terus menghantui aku hari demi hari, aku ga bisa memaafkan diri aku sendiri. Aku takut buat deket lagi sama seseorang, aku takut kejadian itu akan terulang lagi, aku takut kalo aku cuma bawa sial aja untuk mereka, aku takut untuk jatuh cinta lagi.” Wonwoo menyenderkan kepalanya di bahu Mingyu sambil terus memandangi nisan kekasihnya itu.

“Itu sebabnya kak Wonwoo ga mau pacaran dan lebih milih untuk fwb sama kak Seungwoo?” Mingyu menggenggam tangan kanan Wonwoo yang terasa dingin.

“Iya, soalnya aku masih takut untuk pacaran tapi aku butuh sex. Jadinya aku mutusin untuk fwb sama dia, walaupun ujung-ujungnya aku yang tersakiti lagi.” Wonwoo masih terisak, ia mengusap air matanya sendiri dengan tangannya.

“Sampe sekarang masih takut kak?” tanya Mingyu. Jika Wonwoo menjawab iya maka Mingyu akan berhenti mendekatinya. “Aku juga bingung, tapi aku punya seseorang yang aku suka.”

Mingyu terkejut. Wonwoo punya seseorang yang ia suka? Apakah itu dirinya? Tidak, Mingyu tidak boleh terlalu percaya diri dulu. “S–siapa, kak?”

“Rahasia.” jawab Wonwoo singkat.

“Aku tau ini sulit tapi kak Wonwoo udah move on dari mantan kakak?” tanya Mingyu, ibu jarinya mengusap tangan Wonwoo lembut.

“Aku udah ikhlasin dia pergi tapi aku masih ga bisa maafin diri aku sendiri. Sewaktu dia baru meninggal setiap hari kerjaan aku nangis terus di kamar, sampe-sampe aku cuti dari kerjaan dan akhirnya berhenti. Setiap kali aku nutup mata mau tidur aku selalu keinget dia, keinget kenangan-kenangan kita, dan ujung-ujungnya aku nangis lagi, kalo udah ga tahan aku self harm gitu terus sampe sekitar tiga bulanan. Kepikiran buat mati? Sering banget hampir tiap hari, bahkan aku udah nyoba untungnya gagal. Kalo udah kangen banget sama dia aku selalu dateng ke sini, sampe tidur semaleman di sini, doain dia sambil minta maaf berkali-kali, aku harap dia udah maafin aku. Aku ngerasa sendirian dan kesepian banget, dia yang selalu ada buat aku tiba-tiba pergi. Aku ga bisa buka hati buat orang baru, karena itu aku masih takut. Sampe pada akhirnya setelah setahun dia pergi aku ketemu Seungwoo di suatu acara cosplay terus kita mulai deket dan berujung jadi fwb. Bisa dibilang itu yang buat aku berhenti nangisin dan mikirin dia, bukan karena Seungwoonya tapi lebih karena aku mulai punya kesibukan tersendiri yang mengalihkan pikiranku dari dia. Walaupun terkadang aku suka keinget dia dan nangis, tapi udah ga sesering dulu. Kalo sekarang? Ngga, aku ga pernah nangisin dia lagi karena aku udah ikhlas. Yang tertinggal cuma rasa takut aja dalam diri aku.”

“Kak Wonwoo kuat banget sih! Kalo aku jadi Kak Wonwoo pasti udah ga kuat.” Mingyu memeluk Wonwoo erat-erat, ia tak menyangka masa lalu Wonwoo sangat menyedihkan dan menyakitkan seperti ini.

“Kuat? Ngga, aku jauh dari kata kuat, Gyu.” Mingyu menangis kencang di pelukan Wonwoo, bahkan lebih kencang daripada tangisan Wonwoo tadi. Dengan mendengar cerita Wonwoo saja sudah membuat hatinya sakit, apalagi langsung mengalaminya. Wonwoo hebat, sangat hebat bisa bertahan sampai sejauh ini walaupun sangat sulit.

“Udah yuk, pulang.” mereka berdoa sebentar untuk mendiang Jongin lalu meninggalkan pemakaman itu. Mingyu berjalan di belakang Wonwoo, memandangi punggung yang sekuat baja itu.

Wonwoo memegang begitu banyak kesedihan di tubuh kecil rapuhnya. Jika ia jatuh cinta lagi, Mingyu harap ia lah orang yang Wonwoo cintai.

Aku Sendirian

Mingyu duduk di balik kemudinya, menancapkan gas semaksimal mungkin yang ia bisa. Tangannya memegang setir, sedikit gemetaran. Pikirannya campur aduk tak karuan, rasa khawatir akan keadaan Wonwoo membanjiri pikirannya. Semoga ia baik-baik saja, kalimat harapan yang Mingyu ucapkan pada dirinya sendiri berkali-kali sampai dirinya merasa sedikit tenang. Ia sangat menyesal meninggalkan Wonwoo sendirian di apartmentnya, andai saja ia tak ada kerjaan hari ini Mungkin ia dapat menemani Wonwoo seharian. Seungwoo keparat, mungkin ia sudah gila sampai-sampai berani mengirim menfess terror kepada Wonwoo. Dasar tak punya otak! Mingyu memukul setirnya kesal, amarahnya berapi-api, andai saja Seungwoo ada di hadapannya sekarang mungkin pria itu sudah habis dipukulinya. Mingyu menginjak pedal gasnya lebih kencang, memperkecil jaraknya sekarang dengan jarak apartmentnya. Seumur-umur baru kali ini ia berkendara dengan kecepatan di atas 200 km/jam, rasanya seperti ingin terbang. Jantungnya berpacu semakin cepat seiring dengan kecepatan mobilnya yang semakin lama semakin kencang. Sialan, kenapa rasanya lama sekali untuk sampai tidak seperti biasanya. Mingyu menggigit bibir bawahnya sendiri sampai memerah, pandangannya ia fokuskan ke jalanan yang ramai.

“Kak Wonwoo?” hal pertama yang Mingyu ucapkan ketika memasuki apartment nya yaitu memanggil nama Wonwoo. Beberapa detik kemudian tak ada jawaban.

“Kak Wonwoo dimana?” Mingyu membuka pintu kamarnya, tempat Wonwoo berada tadi siang, namun ia tak ada di sana, begitu juga di ruang tengah dan dapur.

“Kak Wonwoo please jawab Mingyu!” jawaban dari kalimatnya itu adalah suara kucuran air dari kamar mandi.

Mingyu langsung berlari ke kamar mandi dan menemukan Wonwoo di sana, terduduk di dalam bath up dengan kondisi yang basah kuyup, baik kaos putih dan celana pendek yanh dikenakannya karena air terus mengucur dari shower di atasnya.

“Ya ampun, kak!” Mingyu sontak mematikan keran shower lalu menggendong Wonwoo keluar dari genangan air dalam bath up dan mendudukkannya di lantai kamar mandi. Mingyu mengambil handuk putih yang tersedia di sana dan menyelimuti tubuh basah Wonwoo.

“Kak Wonwoo kenapa?” Mingyu berlutut di hadapan Wonwoo. Pandangan Wonwoo kosong, bibirnya pucat rapat tertutup tak menjawab pertanyaan Mingyu sedikitpun.

“Maaf ya kak udah ninggalin kakak sendirian.” ucap Mingyu lirih. Ia melirik tangan Wonwoo bermaksud untuk menggenggamnya dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati buku-buku jari Wonwoo berdarah dan memar kebiruan, baik tangan yang kanan maupun yang kiri.

“Astaga kak! Tangannya kenapa kok berdarah banyak gini?” Mingyu menggenggam tangan kanan Wonwoo pelan, tangannya terasa dingin sekali. Sama seperti tadi tak ada jawaban apapun dari Wonwoo.

“Kak Wonwoo jawab!!!” Mingyu menatap Wonwoo cemas, Wonwoo terlihat sangat berantakan. Ia menangkupkan kedua tangannya di pipi Wonwoo. Tangannya basah akibat tetesan air yang menetes dari rambut Wonwoo. Sama seperti tangannya, wajah Wonwoo juga dingin dan pucat, matanya memerah dan sembab yang Mingyu tebak akibat menangis terlalu lama.

“Kamu liat tembok yang di belakang aku, ada darahnya kan?” akhirnya Wonwoo membuka mulutnya walaupun ucapannya sedikit terbata-bata. Mingyu melirik tembok yang ada di belakang Wonwoo.

“Kak Wonwoo nonjokin tembok??????” tanya Mingyu dengan nada tinggi, Wonwoo tersenyum kecil pertanda pertanyaan Mingyu benar.

“Astaga kak, jangan kayak gitu dong! Sakit pasti kan?” Mingyu menyingkirkan ke samping poni Wonwoo yang semakin lama menutup matanya. Ia ingin melihat manik hitam Wonwoo.

“Ngga kok, ada yang lebih nyakitin lagi dari ini.” jawab Wonwoo, matanya mulai berkaca-kaca.

“Tapi kan kak tetep aja self harm itu ga—”

“Aku ngelakuin ini biar aku ga ngerasain rasa sakit yang itu lagi, udah muak. Kamu tau ga gimana rasanya saat tangan aku menghantam tembok itu? Rasanya kayak terbakar, darah di seluruh tubuhku seakan-akan mendidih. Lalu bunyi tabrakan antara tanganku dengan tembok, bunyinya seperti teriakan minta tolong. Satu hantaman, dua hantaman, tiga hantaman, rasanya begitu candu, aku terus menerus lakuin itu sampe aku ga sadar kalo tangan aku udah memar. Baru rasa sakit menjalar ke seluruh buku-buku jariku, namun rasanya juga lega karena aku bisa ngelupain rasa sakit karena si bangsat Seungwoo. Saat aku sadar kalau diriku meminta lebih, aku terus menonjokkan buku-buku jariku ke tembok, bergantian antara tangan kanan dan kiri sambil meluapkan seluruh emosiku yang sudah tertahan selama ini, sambil membayangkan kalo tembok itu adalah Seungwoo. Pada akhirnya tanganku yang kalah, pukulan terakhir yang membuat kedua tanganku gemetaran bukan main, darah segar mengalir dari tanganku, perih.” Mingyu membawa Wonwoo ke dalam dekapannya, tak peduli jika bajunya harus basah.

“Maaf ya—” untuk kedua kalinya ucapan Mingyu terpotong lagi.

“Maaf ya, Gyu, kamu harus ngeliat aku ancur berantakan kayak gini. Padahal kita baru aja ketemu, ga seharusnya aku kayak gini.” Mingyu menepuk-nepuk pundak Wonwoo dan mengeratkan pelukannya.

“Ga usah minta maaf, kak. Semua ini bukan salah kakak, tapi salah Seungwoo bajingan itu!” Sumpah demi apapun, mendengar nama Seungwoo saja sudah bikin Mingyu naik darah, apalagi mengucapkan namanya.

“Aku ngerepotin kamu lagi, maaf ya. Lebih baik aku kesusahan sendirian daripada harus ngerepotin kamu. Aku ga pantes dibaikin kayak gini, aku lebih pantes ditinggalin sendirian, kesepian. Ga ada yang bener-bener peduli sama aku, ga ada yang bener-bener sayang sama aku, semua pada akhirnya akan ninggalin aku atau aku yang ninggalin dia karena udah ga tahan sama sikapnya yang toxic. Ga peduli seberapa baik aku sama orang pasti aku selalu dijahatin, ga peduli seberapa sayang aku sama orang pasti aku ditinggalin. Apa aku pantesnya mati aja ya, Gyu?” Wonwoo terisak, tak mampu membendung air matanya. Mingyu melepas pelukannya, mengusap air mata Wonwoo dengan ibu jarinya lalu mengecup kelopak mata Wonwoo dengan penuh afeksi. Tangan kirinya menangkup pipi Wonwoo sedangkan tangan kanannya berada di bahu Wonwoo.

“Ya ampun ngomong apa sih, kak? Sini liat aku!” Wonwoo memandang manik hitam Mingyu dan tatapan mereka terkunci. “Ada aku di sini, kak! Ada aku di sini yang sayang dan peduli sama kakak dengan tulus. Kak Wonwoo ga pantes dijahatin, disakitin terus-terusan sama cowo! Kak Wonwoo ga pantes nangis di bawah shower dengan tangan yang berdarah akibat nonjokin tembok berkali-kali! dan satu lagi, kak Wonwoo berhak untuk hidup! Kak Wonwoo berhak untuk hidup bahagia, jauh dari orang-orang toxic! Kak Wonwoo berhak senyum, ketawa-ketawa lepas setiap hari! Hidup kakak terlalu berharga untuk disakitin kayak gini! Ngerti? Walaupun kakak merasa seakan-akan seluruh dunia membenci kakak, inget ada Kim Mingyu di sini yang sayang sama kakak!”

“Kamu kenapa sebaik ini sama aku padahal kita baru aja ketemu?” tanya Wonwoo, nafasnya tak beraturan akibat tangisannya.

“Karena aku tau rasanya, kak. Aku juga pernah kejebak dalam hubungan yang toxic sampe sulit banget rasanya buat pisah sama dia. Aku tau persis gimana rasanya sendirian, saat aku butuh seseorang buat dengerin dan bantu aku tapi aku ga punya siapapun, alhasil aku mendem sendiri semuanya sampe hari dimana aku udah ga tahan lagi dan semuanya meledak kayak bom waktu. Aku bersyukur aku bisa keluar dari semua itu, aku bersyukur luka-luka sayatan di lenganku udah hilang. Aku ga mau orang lain ngerasain kayak apa yang aku rasain dulu, makanya aku di sini ada untuk kakak.”

Mingyu kembali memeluk Wonwoo, berusaha menenangkannya dan memberikan sedikit kehangatan. Tangisan Wonwoo semakin kencang, tak peduli dengan kondisi matanya yang semakin membengkak. Mingyu mengusap-usap punggung Wonwoo. Ia tak berkata apa-apa lagi, mungkin sekarang Wonwoo hanya butuh ditenangkan dan didengarkan. Dua menit sudah berlalu dan tangisan Wonwoo mulai mereda. Hatinya menjadi jauh lebih tenang, semua beban di pikirannya seakan-akan sudah hilang bersamaan dengan keluarnya seluruh air mata. Mingyu sudah menenangkan badai di pikirannya.

“Ganti baju dulu yuk, kak! Nanti masuk angin loh.” tubuh Wonwoo terlalu lemas untuk bangun jadi Mingyu membopongnya ke kamar, menggantikan pakaiannya dan juga mengobati tangannya.

Malam itu semuanya begitu gelap dan sunyi. Lantunan lagu yang biasanya terputar dari handphone-ku kini tak terdengar. Pikiranku dipenuhi oleh suara-suara yang seakan-akan menyuruhku untuk menyerah. Kamarku dipenuhi oleh suara dentuman ketika buku-buku jemariku bertabrakan dengan tembok. Sensasi seperti terbakar menyelimuti tanganku yang memar kebiruan. Nafasku berat, seperti ada sesuatu yang berat menindih dadaku. Aku meringkukan badanku di kasur, berharap seseorang akan datang memelukku dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Aku sendirian.

— Jeon Wonwoo, September 2018.

Fuyu no Hanashi

Mingyu baru saja keluar dari lift yang menghantarnya ke lantai lima tempat kamar apartment nya berada. Kedua tangannya sibuk membawa makanan yang dibelinya, tangan kanannya membawa plastik berisi sandwich dan tangan kirinya membawa plastik berisi dua gelas kopi. Ia berjalan perlahan-lahan, takut kopi yang dibawanya tumpah sia-sia. Tak butuh waktu lama untuk dia sampai di depan kamarnya, saat ia membuka pintu samar-samar ia mendengar suara lantunan orang bernyanyi. Suaranya berat namun tetap merdu. Ia memasuki pintu dan suara nyanyian itu semakin jelas.

“Tsumetai namida ga sora de itetsuite Yasashii furi shite maiochiru koro ni Hanareta dareka to dareka ga ita koto Tada sore dake no hanashi.........”

Mingyu beranjak ke dapur, mengeluarkan makanan yang dibelinya dari plastik dan menatanya di piring. Sedangkan kopi americano diletakkan di samping piring itu, semuanya tertata rapi di meja makan, siap untuk disantap. Suara nyanyian itu tak kunjung berhenti, Mingyu mendekati sumber suara tersebut yang ternyata berasal dari dalam kamarnya.

“Anata no subete ga Katachi wo nakushitemo Eien ni boku no naka de ikiteku yo Sayonara dekizu ni Arukidasu boku to Zutto issho ni.........”

Di sanalah Wonwoo, duduk santai di kursi yang berada di meja belajar Mingyu. Earphone terpasang di telinganya, volumenya sangat keras-keras sampai-sampai ia tak mendengar derap kaki Mingyu yang mendekatinya. Wonwoo sangat terkejut saat Mingyu tiba-tiba melingkarkan lengannya di tubuh Wonwoo, memeluknya dari belakang. Wonwoo melepas earphonenya lalu menoleh ke belakang, wajahnya hampir bersentuhan dengan wajah Mingyu karena Mingyu menaruh dagunya di bahu Wonwoo.

“Suara kamu bagus juga ternyata, kak!” puji Mingyu mengakibatkan pipi Wonwoo memerah padam.

“A–apa sih!!!” Wonwoo menutup wajahnya dengan tangannya, malu ditambah salah tingkah.

“Lagu apa tadi kak?” tanya Mingyu, hal yang ia tau hanyalah lagu tersebut berbahasa Jepang meskipun Mingyu tak pernah mendengar lagu berbahasa Jepang sebelumnya.

“Fuyu no hanashi.” jawab Wonwoo, perlahan-lahan ia menurunkan tangan yang menutup wajahnya.

“Lirik yang kak Wonwoo nyanyiin tadi, apa artinya?” tanya Mingyu penasaran. Hal yang membuat Mingyu penasaran adalah karena Wonwoo menyanyikannya dengan penuh penghayatan, seakan-akan hidupnya sangat terkait dengan lirik tersebut.

“Ini hanyalah cerita sederhana tentang seseorang yang kehilangan seseorang. Sekitar waktu air mata yang dingin membeku di langit, dan berdebar, berpura-pura baik. Bahkan jika aku kehilangan seluruh tubuhmu, kamu akan tinggal di dalamku selamanya. Tidak bisa mengucapkan selamat tinggal. Kamu berjalan denganku, selalu bersamaku.” jawab Wonwoo tanpa terputus-putus, seakan-akan ia hafal sekali lirik lagu tersebut dari awal sampai akhir.

“Ehh lagunya sedih ternyata, kirain aku lagu seneng soalnya nadanya berisik gitu hehe.” Mingyu belum melepas pelukannya, tangannya mengusap-usap pinggang Wonwoo dengan lembut. “Kakak keliatan menghayati banget pas nyanyi, suka banget ya kak sama lagunya?”

“Iya, soalnya lagu itu kayak nyeritain hidup aku banget.” jawab Wonwoo lirih, kepalanya tertunduk.

“Maksudnya kakak pernah kehilangan seseorang? Siapa kak?”

“Ehh sarapannya udah kamu beli? Makan yuk keburu dingin nanti.” Wonwoo bangun dari duduknya, tangannya langsung memegang tangan Mingyu dan dengan cepat menariknya ke dapur.

Wonwoo langsung melahap sandwich yang dibelikan Mingyu, dengan sesekali meminum americano di tengah-tengah gigitannya. Sedangkan Mingyu masih berkutat dengan pikirannya, sibuk memikirkan satu pertanyaan yang belum terjawab.

Mau Cium🔞

Tatapan Mingyu tak dapat ia alihkan dari seorang pria yang sedang tertidur pulas di sampingnya. Pria itu adalah Jeon Wonwoo, lelaki yang sudah Mingyu cari-cari sejak beberapa hari yang lalu. Wajah pria itu sangatlah tampan, matanya yang sipit seperti mata kucing, alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah muda alami, semuanya begitu indah untuk Mingyu pandangi. Pandangannya sekali-kali ia arahkan ke ponselnya karena ia sedang bertukar pesan dengan kedua sahabatnya. Ia masih tak percaya lelaki idamannya ada di sampingnya sekarang, berbaring memeluk guling, tubuhnya hangat terbalut selimut, ia terlihat sangat mungil dan rapuh. Wonwoo masih memakai hoodie hitam Mingyu dan juga celana training hitam. Jantung Mingyu berdegup lebih kencang saat ia memandangi wajah indah laki-laki tersebut, tangannya gemetaran, dan pikirannya bingung. Inikah yang namanya jatuh cinta?

Hampir setengah jam Mingyu memandangi Wonwoo tanpa bosan, sampai Wonwoo perlahan-lahan membuka matanya. “M–mingyu.....?”

“Eh kak Wonwoo, udah bangun?” Mingyu sontak duduk, sambil merapikan rambutnya, salah tingkah sendiri.

“Mau cium..........” ucap Wonwoo tiba-tiba. Ekspresinya seperti anak kucing yang meminta susu.

“HAH? CIUM???????” teriak Mingyu refleks. Ia tak salah dengar kan?

“Ga boleh, ya?” tanya Wonwoo dengan bibir manyun. Mingyu menelan ludahnya, Wonwoo benar-benar serius. “Aku ga sange kok, cuma pengen afeksi dari kamu aja.”

“Eh, boleh kok kak ehehehe.” seperti lampu hijau untuk Wonwoo, dalam sepersekian detik ia sudah berada di atas Wonwoo.

Ia duduk tepat di atas selangkangan Mingyu, badannya dicondongkan ke depan berusaha menggapai bibir Mingyu. Manik mereka bertemu dan saling terkunci. Jarak mereka dekat, sangat dekat sampai-sampai ujung hidung mereka bersentuhan dan Mingyu dapat merasakan deru nafas Wonwoo. Mata Wonwoo berpindah ke bibir lembab Mingyu, menatapnya sebentar sebelum pindah ke mata Mingyu lagi seakan-akan meminta izin. Mingyu mengangguk. Jujur, saat ini ia sangat bingung. Ia tak tau apa yang harus ia lakukan, seakan-akan seluruh tubuhnya membatu, padahal ini bukan ciuman pertamanya. Mingyu bodoh, ia akan membiarkan Wonwoo memimpin permainan. Namun hanya untuk kali ini saja.

Wonwoo memegang dagu Mingyu dengan ibu jarinya, mendongakkan kepala Mingyu. Ibu jarinya pindah ke bibir bawah Mingyu mengusapnya perlahan, merasakan kelembutan bibir itu. Jantung Mingyu seakan mau lepas saat bibir Wonwoo menyapu bibirnya. Ciuman yang sangat lembut dan manis, persis seperti permen kapas. Bibir mereka terpisah sebentar sebelum akhirnya bertemu lagi.

“Nghhh....” Mingyu mengerang saat Wonwoo melumat bibir bawahnya. Kepala Wonwoo ia miringkan untuk memudahkan akses ke mulut Mingyu. Mingyu membalas ciuman Wonwoo dengan melumat bibir atasnya. Wonwoo memejamkan matanya, merasakan seluruh afeksi yang ia butuhkan. Ciuman yang sangat berbeda dengan ciuman yang diberikan Seungwoo. Seungwoo tak pernah mencium Wonwoo selembut ini, ciumannya hanya penuh dengan nafsu yang berapi-api.

Wonwoo menangkupkan pipi Mingyu dengan kedua telapak tangannya. Bibir mereka masih bertautan satu sama lain, saling bertukar kasih sayang. Tangan kiri Wonwoo mengusap dada bidang Mingyu lalu turun ke perut ratanya.

“Hngg ahhh!!!” desahan Mingyu tak tertahankan lagi saat tangan Wonwoo menyelinap masuk ke dalam kaosnya, mengelus-elus kulit telanjangnya. Tangan Mingyu berusaha menahan Wonwoo namun Wonwoo malah semakin liar di dalam sana.

“Mhmm... argh!” Wonwoo mengerang saat Mingyu menggigit bibir bawahnya, sedikit perih. Tangan kanan Mingyu ia kalungkan di leher Wonwoo untuk memperdalam ciuman mereka.

Ciuman mereka terhenti, baik Mingyu maupun Wonwoo keduanya sama-sama terengah akibat ciuman yang terjadi di antara mereka. Wonwoo lebih dahulu selesai mengatur nafasnya, menempelkan keningnya pada kening Mingyu. Ia dapat merasakan nafas Mingyu menerpa wajahnya. Dan sungguh ia tak pernah merasakan perasaan seperti ini, perasaan dicintai dengan tulus oleh seseorang. Walaupun ia baru mengenal Mingyu namun ia bisa merasakan rasa kasih sayang yang dalam. Mingyu sangat berbeda dengan Seungwoo.

“Mingyu sayang kak Wonwoo.”

Tolong!🔞

Mingyu sedang asik menonton anime Shingeki no Kyojin di laptopnya sejak tadi siang, ia baru menyelesaikan setengah dari season 1, masih sangat banyak episode yang harus ia tonton. Matanya terfokus pada layar di hadapannya yang memperlihatkan segerombolan titan yang sedang mengejar-ngejar manusia, pandangannya teralihkan ke layar ponselnya ketika ia menerima banyak pesan dalam waktu bersamaan. Tertera nama pengirimnya ‘kak wonu’. Mingyu refleks berteriak ketika pesan yang sudah ia tunggu-tunggu akhirnya datang. Namun pesan itu berisi hal yang sangat ia tidak duga, Wonwoo meminta bantuan padanya karena Seungwoo sedang menghukumnya habis-habisan. Mingyu bingung kenapa Wonwoo meminta tolong? Bukankah biasanya ia senang dihukum? Rasa khawatir seketika mengantuinya ketika Wonwoo berkata ia sudah tak tahan lagi. Apakah Seungwoo menghukumnya terkalu kasar? Ah, sudah pasti itu. Dasar Seungwoo bajingan! Mingyu langsung bergegas mengendarai mobilnya menuju alamat yang diberikan Wonwoo.

Mobil Mingyu perlahan menyusuri jalanan di sebuah perumahan mewah, ia yakin alamat yang ditujunya sudah dekat. Ia melihat seseorang memakai helm hitam dan jaket hitam mengendarai motor besar keluar dari gerbang sebuah rumah. Rumah itu merupakan rumah yang dituju Mingyu. Pasti orang itu Seungwoo, pikir Mingyu. Seungwoo pergi sendirian, berarti Wonwoo masih di dalam kan? Mobilnya ia pakirkan tak jauh dari rumah itu lalu kakinya melangkah masuk kediaman yang ia duga merupakan kediaman Seungwoo.

Rumah itu sangat mewah bernuansa putih dengan dua lantai, terdapat taman yang cantik di halaman depan. Seungwoo bodoh, ia tak mengunci pintu masuk dan membiarkannya terbuka begitu saja. Mingyu berlari masuk dan seperti yang ia duga rumah itu sangat luas, ruang tamu yang dilengkapi kursi dan meja mewah, ruang tengah dengan tv canggih yang super besar dan juga sofabed untuk bersantai, kira-kira ada empat kamar di lantai bawah, belum lagi yang berada di lantai atas.

“Kak Wonwoo?” Mingyu membuka satu persatu kamar di lantai bawah yang semuanya tidak dikunci sambil terus memanggil nama Wonwoo, namun Wonwoo tidak ada di sana

Tak mau menyerah, Mingyu menaiki anak tangga menuju lantai kedua, matanya tertuju pada kamar yang lebih besar di antara kedua kamar lainnya.

“Kak Wonwoo?” tangan Mingyu menekan gagang pintu.

“Hnhg... nghhh!” erang seseorang dari dalam sana.

Berbeda dengan kamar lainnya yang bernuansa putih, kamar itu berdinding merah dengan lampu remang-remang. Tergantung di sana belasan sex toys dan peralatan BDSM seperti cambuk, borgol, vibrator, dildo, buttplug dan masih banyak lagi. Mingyu mengeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir.

Betapa terkejutnya Mingyu ketika mendapati Wonwoo sedang menungging di atas kasur tak berbusana dengan tangan yang diborgol ke depan. Posisinya membelakangi Mingyu sehingga ia bisa dengan jelas melihat bokong Wonwoo yang memerah dan memar juga lubangnya dipenuhi oleh vibrator yang masih menyala terkait oleh rantai panjang yang menggantung di sebuah tiang.

Tanpa berfikir panjang Mingyu mengeluarkan vibrator dari lubang Wonwoo, desahannya tertahan oleh ball mouth gag yang menutup mulutnya. Bokong Wonwoo langsung ambruk ke kasur, kakinya gemetar hebat. Mingyu melepas benda yang menyumpal mulut Wonwoo, air liur Wonwoo menempel menyelimuti bola itu.

“Ahhhhh!” desahan Wonwoo yang tertahan sedari tadi akhirnya terlontar dari mulutnya. “Mingyu.... lepasin iketan tangannya tolong.”

“Iya kak, ini Mingyu mau lepasin kok.” Mingyu melepas ikatan tali yang sangat kuat itu, meninggalkan bekas kemerahan di tangan Wonwoo.

“Ayo kak pergi dari sini, Mingyu bawa mobil.” Ia membantu Wonwoo bangun namun tubuhnya terlalu lemas, alhasil Wonwoo ambruk lagi ke kasur.

“Mingyu gendong ya, kak?” pertanyaan Mingyu langsung dijawab oleh anggukan, sebelum menggendong Wonwoo ia melepas hoodie yang ia pakai menyisakan kaos putihnya. Hoodie itu terlihat kebesaran dipakai Wonwoo sampai-sampai menutupi pahanya.

“Makasih ya, Gyu.” Wonwoo tersenyum namun air mata menetes ke pipinya.

“Jangan nangis kak, tenang aja ya. Ada Mingyu di sini, semuanya akan baik-baik saja.” Mingyu membalas senyuman Wonwoo, tubuhnya yang kuat langsung menggendong Wonwoo dengan kedua tangannya. Tangan Wonwoo ia lingkarkan pada leher Mingyu, berpegangan agar tidak jatuh. Sedangkan tangan satunya memegang ponsel miliknya.

Sesampainya di mobil, Wonwoo ditidurkan di kursi belakang, tubuhnya ditutupi oleh selimut yang ada di mobil Mingyu. Hangat, sangat berbeda sekali dengan suasana di kamar Seungwoo yang dapat membuat sekujur tubuhnya membeku.

Wonwoo meringkukkan tubuhnya sambil memeluk tubuhnya sendiri, hatinya berbunga-bunga saat tersadar akan fakta bahwa Mingyu telah menyelamatkannya hari ini. Mingyu telah menyelamatkannya dari si bajingan Seungwoo. Mingyu menancapkan gas mobilnya, melaju di jalanan kota yang tak pernah tidur ini.

Wonwoo tersenyum lega.

Guided Masturbation🔞

Tubuh bagian bawah Wonwoo masih telanjang, tak tertutup sehelai benang apapun. Ia terlalu malas untuk memakai celananya kembali sehabis mengambil beberapa foto dan mengunggahnya di twitter, terlebih lagi ia masih 'pengen'. Ah, baru saja ia mau tidur namun adik kecilnya di bawah sana malah meronta-ronta minta dipuaskan. Jemari Wonwoo dengan asiknya mengetik pesan untuk dikirimkan pada salah satu temannya di twitter. Temannya itu mengajak Wonwoo mengobrol di sebuah aplikasi bernama walkie talkie, yang tanpa pikir panjang langsung Wonwoo balas dengan ‘okay’. Wonwoo mengetikkan frekuensi 05.08 dan menunggu agar tersambung dengan temannya itu. Tak butuh lama sampai koneksi mereka tersambung.

“Halo?” sapa Wonwoo dengan ramah. Ia memeluk gulingnya, mencari posisi yang nyaman.

“Kak Wonwoo?” jawab temannya itu. Terdapat jeda beberapa detik sebelum temannya itu melanjutkan ucapannya.

“Desah lagi dong, kak.” ucap pria itu dengan santainya.

Wonwoo terdiam beberapa detik, berusaha mencerna apa yang baru ia dengar. Desah lagi? Wonwoo tak salah dengar kan? Tiba-tiba memorinya terputar ke hari kemarin, jam 2 malam dimana Wonwoo tanpa sadar mendesah di walkie talkie dan didengar oleh seorang pria dari twitter. Wonwoo sangat terkejut akan fakta bahwa pria yang berbicara dengannya sekarang merupakan pria yang sama yang mendengar desahannya kemarin. Sumpah demi apapun Wonwoo ingin sekali memutus koneksi walkie talkienya sekarang.

“Jangan dimatiin dong, kak.” ucap pria itu lagi seakan-akan dapat membaca pikiran Wonwoo.

“Eh iya... halo?” jawab Wonwoo terbata-bata. “Kamu kenapa suruh saya desah? Ini pertama kalinya kita ngobrol kan?”

“Jangan pura-pura polos dong, kak. Aku yang kemaren denger desahan kakak. Masa iya sih udah lupa?” ucapnya yang terdengar seperti tusukan di jantung Wonwoo. Skakmat, Wonwoo tak dapat berdalih lagi. Pipi Wonwoo memerah, untung saja pria itu tak dapat melihat ekspresinya saat ini.

“Tapi akun kamu kok beda?” tanya Wonwoo ingin memastikan sekali lagi.

“Itu aku minjem akun temen, kak. Maaf ya kak udah bohong, sebenernya nama aku Mingyu bukan Dokyeom.” Mingyu terkekeh, ia berhasil menipu Wonwoo dan memasukkannya dalam perangkap nakalnya.

“I–iya gapapa kok ehehe.” Wonwoo bodoh, ia sama sekali tak curiga dengan tipuan Mingyu.

“Aku mau denger desahan kakak lagi boleh? Kakak juga lagi sange, kan? Sini Mingyu bantuin.” ucap Mingyu menyeringai, pikiran kotornya sudah melalang buana. Sudah seharian ia menunggu momen ini untung mengatakan kalimat tersebut.

“Serius?” Wonwoo tersentak. “Ngga ah, malu.”

Wonwoo memegangi ujung bajunya yang menggantung tepat di atas kemaluannya. Bagaimana bisa ucapan Mingyu tadi membuatnya terangsang?

“Kak Wonwoo udah ga pake celana kan? Coba deh nungging kayak foto kakak tadi.”

Tak tau setan apa yang menghasut Wonwoo untuk menuruti perintah Mingyu. Wonwoo bangun dari posisi terlentangnya dan mengubahnya menjadi menungging. Bagian kepalanya sampai dada menempel di kasur yang dialasi oleh bantal, sedangkan pinggang dan bokongnya terangkat di udara.

“Udah kak?” tanya Mingyu, ia sangat yakin Wonwoo akan menuruti perintahnya.

“Iya, udah.” ponsel Wonwoo ia letakkan di samping mulutnya agar ucapannya terdengar lebih jelas.

“Bagus. Sekarang perlahan-lahan pegang kontol kakak, diusap-usap mulai dari kepala sampai ke pangkal.”

“Hngghhh....” Wonwoo melakukan perintah Mingyu, penisnya ia letakkan di telapak tangannya, lalu jemarinya melingkar di penisnya itu.

“Ahh!” ibu jari Wonwoo menekan kepala penisnya lalu membuat gerakan memutar. Kemudian tangannya mulai bergerak dengan tempo yang lambat.

“Enak ya, kak?” goda Mingyu. Desahan Wonwoo bagaikan lantunan melodi di telinganya. Wonwoo terlalu malu untuk menjawab. Namun Mingyu tak butuh kata-kata, desahan yang terlontar dari mulut Wonwoo merupakan jawaban yang sudah lebih dari cukup. “Cepetin lagi kak ngocoknya.”

“Fuck! Ahh... mhmmm!!!” Wonwoo menggigit bibir bawahnya berusaha menahan desahannya agar tak terlalu kencang. Namun yang terjadi malahan desahannya terlontar semakin vokal. Kepunyaan Wonwoo sudah mengeras dan tegang.

“Udah tegang ya, kak? Kak Wonwoo pinter, nurut banget sama Mingyu.” kata-kata Mingyu terdengar halus namun arti yang sebenarnya sangatlah kasar.

“Iya, kocok terus kayak gitu kak. Bayangin kalo aku yang ngocokin kakak, pasti lebih enak kan?” tambah Mingyu.

“Anjing! Ahhhh!!!!” precum Wonwoo sudah keluar sedikit demi sedikit, membuat gerakannya semakin licin dan cepat.

“Desahan kakak indah banget sih. Udah sering ya kak dibikin mendesah sama cowo? Jago banget.” mulut Mingyu tak henti-hentinya menggoda Wonwoo, membuat Wonwoo semakin enak.

“Lebih cepet lagi kak! Mainin puting kakak juga.” Tangan kiri Wonwoo yang bebas berpindah ke putingnya, memainkannya dengan gerakan memutar, memilin, dan mencubitinya sampai kedua putingnya merah dan mengeras.

“Hnghh.. enak ahh!!!!” dipuaskan puting dan penisnya dalam waktu bersamaan benar-benar membuatnya gila. “M–mau keluar ahh!”

“Ayo muncratin semuanya kak. Kocokin terus sampe keluar. Iya, gitu terus kak.” mulut Wonwoo tak dapat berhenti mengeluarkan desahan dan erangan sampai memenuhi seluruh ruangan.

“Ahhhh!!! Keluar nghhh!!!!!!” Tubuh Wonwoo menegang pertanda pelepasannya sudah dekat. Dalam lima kali kocokan lagi ia mencapai putih. Nafasnya berat dan tak beraturan. Seluruh tubuhnya ambruk ke kasurnya yang sudah basah oleh cairannya sendiri. Sialan, semua ini begitu nikmat.

“Kak Wonwoo anak baik, nurut banget sama aku. Enak banget ya kak aku tuntun? Sampe-sampe keluarnya banyak gitu.” Mingyu tersenyum puas, semua rencananya berjalan dengan sempurna. Ia tak menyangka laki-laki ini benar-benar tunduk di hadapannya. Wonwoo tak dapat mengucap sepatah katapun, terlalu sibuk mengatur nafasnya.

“Besok desah lagi ya, kak?”

Moan🔞

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 malam namun Mingyu tak kunjung dapat terlelap di alam mimpi. Tubuhnya meringkuk memeluki guling kesayangannya di dalam selimut hangat karena cuaca malam itu dingin sehabis hujan. Ia membalikkan badannya berkali-kali, gelisah. Setelah beberapa menit ia pun menyerah. Ia sama sekali tidak bisa tidur. Mingyu memutuskan untuk bermain dengan ponselnya sejenak, berharap aktivitas tersebut dapat membuatnya mengantuk. Aplikasi burung biru memenuhi pandangannya, tangannya dengan lihai menggulir layar ke atas dan ke bawah. Timeline-nya sangat sepi, mungkin kebanyakan orang sudah pada tidur, hanya beberapa tweet yang muncul. Gerakan tangannya terhenti pada sebuah menfess di sebuah akun bxb yang mengajaknya untuk mengobrol di sebuah aplikasi bernama walkie talkie. Tanpa berfikir panjang ia langsung membalasnya “sounds good.” disertai emoji tersenyum.

Berhubung aplikasi tersebut belum terpasang di ponselnya ia harus men-downloadnya terlebih dahulu. Tak butuh waktu yang lama untuk memasang aplikasi tersebut. Mingyu bergegas memasukkan frekuensi 05.08 sesuai dengan yang diminta pada menfess tadi. Tak ada suara apapun yang terdengar selama hampir tiga menit. Bosan menunggu, Mingyu baru saja hendak mematikan aplikasi tersebut namun terhenti saat ia mendengar suara yang membuat bulu kuduknya merinding.

“Hnggg..... ahh!” sebuah desahan dengan suara yang berat menggema dari ear phone yang dipakainya. Mingyu tersentak, ia tak salah dengar kan?

“Oh yeah... mhmmm!” desahan serta erangan terdengar lebih keras lagi.

“Ahh! Fuck!!!” desahnya lagi diikuti suara resleting celana yang terbuka.

“Ohh, ahhhh!” lalu suara kocokan yang tak asing lagi bagi Mingyu karena ia pun sering melakukannya. Jantung Mingyu berdetak lebih cepat, sekujur tubuhnya panas dingin.

“Mhmmm ahhhh!!!!” deru nafas pria di seberang sana terdengar berat. Mingyu dapat membayangkan apa yang sedang dilakukan pria itu. Mingyu pikir desahan itu merupakan desahan terpanas dan terseksi yang pernah ia dengar.

“Ahh! Hnggg...” desahan tersebut kembali berlanjut sekitar satu menit.

“Ahh! Ahh! Ahh! Mhmmm.....” tempo kocokannya lebih cepat begitu juga dengan desahannya yang tak karuan. Puncak desahan terkuatnya terjadi ketika lelaki itu mencapai putih.

Mingyu membatu, bimbang antara lanjut terdiam atau mulai mengucapkan sepatah kata. Kalaupun ia berbicara apa yang harus ia katakan? Menyapanya dengan hai atau halo? Bukankah itu akan membuat suasana menjadi canggung? Atau haruskah Mingyu memuji desahannya? Tidak, nyali Mingyu tidak sebesar itu.

“H–halo?” sapa Mingyu ragu-ragu. Deru nafas pria itu masih tak karuan namun seketika terhenti ketika Mingyu menyapanya. Pria yang bodoh, ia benar-benar tidak menyadari bahwa Mingyu mendengar desahannya dari awal sampai akhir.

“ANJING! MAAF BRO!!!!” teriak pria tersebut dan langsung memutus koneksi mereka.

Mingyu melepas ear phone dari telinganya, pandangannya kosong ke depan, jantungnya seakan loncat ke mata kakinya, dan keringat dingin mengucur dari dahinya. Desahan yang sangat indah dan panas.

Mingyu mau mendengarnya lagi.