minnqyu

Happy Ending

“Kitten? Daddy pulang!” Mingyu menekan gagang pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ia sudah tak sabar ingin bertemu omeganya itu, Mingyu sangat merindukan Wonwoo karena sudah seharian tidak bertemu. Mingyu harus tetap bekerja bersama member Seventeen lainnya apalagi mereka sedang mempersiapkan untuk come back dengan album baru. Member Seventeen lain sudah mengetahui kejadian kemarin dan mereka sangat menyesal tidak dapat membantu menyelamatkan Mingyu dan Wonwoo. Namun semua ini demi kebaikan mereka semua, bisa saja gerombolan alpha tersebut malah menyerang member Seventeen lain. Dan kejadian semalam berlangsung begitu cepat, mereka bahkan tak sempat menelfon polisi.

Tak ada sedikitpun penerangan yang menerangi apartment mereka, semuanya gelap gulita, Mingyu pun tak merasakan kehadiran Wonwoo. Jantung Mingyu berdetak lebih kencang, ia takut, takut sesuatu yang buruk terjadi pada Wonwoo lagi. Ia menyalakan senter di ponselnya lalu diarahkan untuk menyorot ke arah sofa, Wonwoo tak ada di situ. Lalu senter Mingyu ia arahkan ke arah dapur, Wonwoo juga tak ada di situ, terakhir ke arah tempat tidur dan kamar mandi, sosok omega itu pun tak ditemukan di sana.

“Kitten, kamu dimana?” suara Mingyu menggema di seluruh ruangan, namun tetap tak ada jawaban. Mingyu memfokuskan indra penciumannya, hidungnya mengendus-endus mencari aroma pheromones Wonwoo. Setelah beberapa saat, dapat! Mingyu mendapatkan aroma tubuh Wonwoo dan mulai mencari dimana asalnya. Aroma tubuh Wonwoo sangat khas, sangat berbeda dengan omega-omega lain yang pernah Mingyu temui. Wonwoo beraroma seperti sitrus, manis dan menyegarkan. Mingyu membalikkan badannya, sekelibat bayangan muncul dari kegelapan. Sosok tersebut melingkarkan tangannya di pinggang Mingyu, memeluknya erat.

“Daddy! Akhirnya pulang juga, Wonwoo kangen tau!” tanpa pikir panjang pelukan hangat itu langsung disambut oleh Mingyu, tangan kirinya mendekap Wonwoo dan tangan kanannya mengelus-elus kepala Wonwoo.

“Kamu ngapain nyumput segala sih, sayang?” tanya Mingyu yang takut setengah mati dibuatnya.

“Biar daddy kaget hehehe.” Wonwoo mendongakkan kepalanya, senyum mengejek terpatri di wajahnya.

“Nakal ya kamu! Siapa yang ngajarin, hm?” Mingyu mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Wonwoo, tangannya memukul pelan bokong Wonwoo gemas. Ia sangat merindukan kekasihnya itu di dekapannya.

“Daddy mau pangku...” ucapnya sambil manyun. Mingyu dengan berat melepas pelukan mereka. Dibukanya jas hitam yang ia pakai, lengan kemeja putihnya ia gulung sampai ke siku, memperlihatkan tangannya yag berotot, tak lupa juga dasinya ia kendurkan. Mingyu duduk di sebuah kursi di samping tempat tidur. Wonwoo menatapnya tidak sabaran.

“Sini, kitten.” Mingyu menepuk-nepuk paha besarnya, Wonwoo terseyum girang lalu segera meloncat ke pangkuan Mingyu. Ia langsung memegangi Wonwoo agar tidak jatuh.

“Daddy, Wonwoo kangen.” Wonwoo melingkarkan tangannya di leher Mingyu. Mingyu paling senang kalau omeganya ini bermanja-manjaan dengannya.

“Kangen apa, kitten?” Mingyu mengelus pipi Wonwoo, lalu dikecupnya kening Wonwoo dengan penuh afeksi.

“Kangen daddy, lebih tepatnya kangen ini.” jari telunjuk Wonwoo ia letakkan di bibir Mingyu. Mingyu terseyum kecil, gemas rasanya melihat Wonwoo bertingkah clingy seperti itu.

Mingyu mengecup kening lelaki pujaannya itu lagi lalu ciumannya turun ke kedua kelopak mata Wonwoo, kedua tangan Mingyu ia tangkupkan di pipi Wonwoo sambil mencubitinya.

“Aww, daddy sakit!” protes Wonwoo karena Mingyu terus-terusan mencubiti pipinya. Mingyu mengecup pipi Wonwoo yang bekas dicubitinya, ia tak mau Wonwoo kesakitan. Hati Wonwoo berbunga-bunga saat daddynya menempelkan bibirnya dengan miliknya, ia juga tersenyum dan memejamkan mata. Bibir Mingyu bergerak dengan penuh kasih sayang, meraup bibir mungil milik omeganya dengan mudahnya. Dengan tangan yang lainnya di tengkuk leher sang omega, menekan untuk melumat bibirnya.

Perlahan, ia melumat bibir kekasihnya itu. Wonwoo membuka mulutnya dan membiarkan Mingyu bermain-main di dalam mulutnya. “Mmphhh....”

Pinggul Wonwoo bergoyang ke depan dan ke belakang dengan tempo sedang hingga menimbulkan kesan sensual. Mingyu mengerang kecil, omeganya itu memang pandai sekali bergoyang sembari memberikan friksi pada gundukan di selangkangannya. Miliknya bergesekan dengan milik Wonwoo. Bibir mereka dibiarkan terpagut dalam ciuman manis sebelum akhirnya dilepaskan.

“Wonwoo punya kabar buruk dan kabar gembira, daddy.” tangan Wonwoo turun ke dada Mingyu dan mengelusnya, merasakan dada kekarnya itu terbentuk dari balik kemeja. “Daddy mau denger yang mana dulu?”

“Hmm, yang buruk dulu aja deh.”

“Wonwoo takut, daddy. Takut sama alpha lain kecuali daddy, takut untuk sendirian, takut kalo lagi ga sama daddy, bahkan Wonwoo takut untuk berhubungan badan lagi. Wonwoo trauma karena kejadian kemarin. Maaf ya, daddy.” kepalanya tertunduk dan kini tubuhnya bergerak-gerak gelisah.

“Maaf ya, kitten. Karena kejadian kemaren kamu harus mengalami trauma yang buruk ini. Daddy janji ga akan ninggalin kamu sendirian lagi walaupun daddy lagi sibuk daddy akan berusaha untuk ngirimin kamu pesan, kita juga bisa video call. Daddy ga maksa kok buat kita berhubungan badan lagi, daddy ngerti perasaan kamu. Daddy akan tunggu sampe trauma kamu benar-benar pulih ya, kitten? Oh iya alpha bajingan kemaren udah daddy laporin ke polisi, lagi diinvestigasi.” mendengar ucapan Mingyu membuat perasaan Wonwoo tak karuan, antara senang dan sedih. Senang karena daddynya bisa mengerti keadaannya namun ia juga sedih tidak dapat berhubungan badan dengan Mingyu lagi. Wonwoo merasakan pandangannya buram akibat air matanya sendiri. Dalam satu kali kedipan air matanya menetes ke pipinya.

“Astaga, kamu kenapa nangis? Sshhh, daddy ada di sini. Jangan takut lagi, ya?” Mingyu mengusap air mata Wonwoo agar tidak menetes lagi tapi yang ada malah menetes semakin deras.

“Wonwoo sayang banget sama daddy, Wonwoo beruntung banget bisa milikin daddy, Wonwoo ga bisa hidup tanpa daddy... hikss!” Wonwoo menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya. Ia merasa sangat lemah menangisi hal-hal seperti ini.

“Daddy juga sayang banget sama Wonwoo.” Mingyu mengecup kening Wonwoo lagi, digenggamnya tangan Wonwoo lalu diciumi. “Udah ya, kitten, jangan nangis lagi.”

“Iya, daddy. Wonwoo sekarang mau ngasih tau kabar baiknya.” Wonwoo mengelap pipinya yang basah. “Apa, kitten?”

“Wonwoo kayaknya hamil, deh.”

“HAH?” Mingyu tersentak kaget, matanya membelalak. “Serius???”

“Dari tadi pagi Wonwoo mual-mual terus, mualnya beda ga kayak mual sakit perut.” manik hitam Wonwoo terpaku pada mata Mingyu.

“Besok kita periksa ya ke dokter ya, kitten.” Wonwoo tersenyum sumringah. Kupu-kupu berterbangan di perutnya. Ah, Wonwoo sangat teramat bahagia hari ini.

“Sekalian besok daddy mau ketemu sama orang tau untuk ngomongin pernikahan kita.”

“HAH NIKAH????” jantung Wonwoo terasa loncat keluar dari tubuhnya. “Iya, kamu mau kan nikah sama daddy?”

“M–mau, daddy!” jawab Wonwoo bersemangat, pipinya merona merah. Tingah Wonwoo sangat menggemaskan, Mingyu tak dapat berhenti mencubiti pipi Wonwoo dan menciumi bibir yupinya.

“Makasih ya kitten, udah sayang sama daddy.”

“Makasih ya daddy, udah dateng di hidup Wonwoo.”

Bibir mereka tertaut lagi, mereka tenggelam dalam ciuman yang berisi lautan kasih sayang. Mingyu sangat tak sabar untuk menikahi omeganya itu lalu memiliki seorang anak hasil hubungan mereka berdua. Pikiran Wonwoo berisi ratusan hal yang ingin dilakukannya bersama Mingyu di masa depan, sambil berdoa kepada semesta agar ia bisa menghabiskan sisa hidupnya bersama Mingyu, suaminya.

Di akhir cerita hidup kita, seperti sebuah film romantis Pada layar bioskop yang diterangi cahaya terang, tertulis dua nama di sana Namaku dan namamu saling berdampingan dan selamanya akan selalu seperti itu Sangat indah pada akhirnya Akhir yang bahagia

Alpha Gangbang

Jantung Wonwoo berdetak sangat cepat, nafasnya tak beraturan, kepalanya pusing saat ia membaca pesan tersebut. Mingyu, alphanya diculik oleh segerombolan alpha? Ditambah lagi keadaan Mingyu terlihat sangat buruk dengan luka memar dan darah di sekujur tubuhnya. Air mata Wonwoo menetes, hatinya sangat sakit. Ia merasa semuanya ini salah dia, semua ini karena Wonwoo kemarin meminta bantuan kepada Mingyu, andai saja Wonwoo tak meminta bantuan pada Mingyu, pasti semua ini tidak akan terjadi. Wonwoo menyeka air matanya, percuma saja menangis dalam keadaan ini, yang harus ia lakukan sekarang adalah menyelamatkan Mingyu sebelum alpha-alpha tersebut menyakitinya lebih banyak lagi. Wonwoo menarik nafas dalam-dalam, menguatkan dirinya sendiri. Ia yakin pasti bisa, ia yakin Mingyu pasti selamat. Ia memakai kaos hitam santai yang dilapisi jaket hitam, celana panjangnya juga hitam, sebuah choker hitam menghiasi lehernya agar tak ada alpha lain yang melihat bekas gigitannya. Wonwoo membuka ponselnya dan mengetikkan alamat yang dikirim bajingan tersebut di laman pencarian google maps. Jaraknya tak begitu jauh dari sini, hanya sekitar 10 km.

Wonwoo memacu sepeda motornya kencang, hembusan angin menerbangkan surai hitamnya yang tak tertutup helm. Adrenalinnya terpacu, matanya fokus ke jalanan, dan pikiranna fokus pada Mingyu. Semoga semuanya akan baik-baik saja. Kendaraan Wonwoo terhenti di sebuah gedung tua yang berada di dekat sebuah pabrik. Gedung itu sepertinya dulu digunakan sebagai tempat penyimpanan barang, banyak tumpukan-tumpukan kardus bekas barang di area sekitarnya. Daerah sekitar situ sangat sepi, tak ada satupun rumah warga, tak ada lalu lalang kendaraan bermotor ataupun pejalan kaki, yang ada hanyalah gedung tua bekas pabrik yang sudah terbengkalai. Pencahayaan di sekitar situ juga sangat redup, hanya ada satu sumber cahaya yaitu dari gedung yang Wonwoo tuju. Wonwoo melangkahkan kakinya menuju gedung itu, rumput-rumput ilalang mengganggu langkahnya. Semakin ia mendekat maka semakin tercium juga aroma yang sangat familiar baginya, aroma Mingyu. Wonwoo yakin Mingyu pasti berada di dalam sana.

Langkah Wonwoo tiba-tiba terhenti saat ia merasakan ada sesuatu yang membekap mulutnya, sebuah sapu tangan yang dipegang seseorang. Tangan yang lainnya diletakkan di leher Wonwoo, mencekiknya. Pandangan Wonwoo perlahan-lahan buram, kepalanya pusing, dunia di sekelilingnya nya seakan berputar-putar tak karuan. Dalam lima detik selanjutnya yang ia rasakan adalah kegelapan yang menyelimutinya. Tubuhnya menyerah, lalu ambruk ke tanah.

“Sayang, bangun......” Wonwoo merasakan seseorang berbisik kecil di telinganya. Matanya masih sangat berat seperti ada lem ekstra lengket yang menempel di kelopak matanya. “Puasin kita dong.”

Sekujur tubuh Wonwoo menggigil, padahal seingatnya tadi ia memakai sebuah jaket tebal. Tangannya ia gerakkan untuk menyentuh jaket yang dipakainya, namun jaket itu tak lagi menempel di tubuh Wonwoo. Angin yang menyelip dari celah jendela menyapu tubuh telanjang Wonwoo, membuat bulu kuduk Wonwoo merinding. Semua pakaiannya sudah dilucuti oleh sekelompok alpha yang menunggunya, yang tersisa hanyalah choker yang melingkar di leher Wonwoo. Lubang Wonwoo terasa penuh, dan benar saja lubangnya terisi oleh butt plug berbentuk ekor kucing. Tak lupa bando telinga kucing menghiasi kepala Wonwoo. Kedua tangannya diborgol di belakang tubuhnya. Ia tersentak bangun, memaksa indra penglihatannya untuk terbuka lebar. Betapa terkejutnya ia saat melihat Mingyu ada di sana, duduk di sebuah kursi besi dengan satu tangan yang terborgol pada sebuah tiang. Ia bertelanjang dada, memperlihatkan luka sayatan dan tusukan kemarin yang belum benar-benar pulih. Wajah Mingyu sangat kacau, darah segar mengalir dari hidung mancungnya, pipinya memar, bibirnya berdarah dan kering. Astaga, apa yang sudah orang-orang ini perbuat pada alphanya?

“Lepasin dia, bajingan!” teriak Wonwoo pada tiga orang alpha di hadapannya. Yang satu berambut blonde dan duduk di dekatnya, yang satunya lagi botak duduk di sebelah kanan Mingyu, dan yang setunya lagi berambut merah duduk di samping kiri Mingyu. Tubuh mereka sangat kekar, jauh lebih kekar dari Mingyu. Wonwoo menelan ludahnya takut.

“Oh, minta lepasin? Ada satu syarat tapi.” lelaki berambut blonde itu mengelus pipi Wonwoo, jarak mereka sangat dekat. Alpha itu mendorong kepala Wonwoo ke lantai dengan keras lalu ditamparnya bokong Wonwoo yang menungging. Wonwoo meringis kesakitan.

“Kitten!” teriak Mingyu dari tempat duduknya, tangannya berusaha menarik paksa borgol yang menahannya, namun usahanya sia-sia, hal itu hanya membuat tangan Mingyu memerah saja.

“Apa syaratnya? Apapun akan gua lakuin.” Wonwoo menengok ke kanan, tempat Mingyu berada.

“Syaratnya lu harus muasin kita semua.” ucap alpha berambut merah. Wonwoo teringat, dia lah alpha yang Mingyu habisi kemarin.

“Eh gila lu ya, bangsat!” protes Mingyu tak terima. Ia tak rela omeganya itu memuaskan orang lain. Ini benar-benar gila! Tangan Mingyu yang bebas ia gunakan untuk menghajar alpha berambut merah itu, tonjokan kuat mendarat di pipinya.

“Anjing ya lu! Gua bilang kan lu diem aja! Mau mati?!” alpha itu membalas tonjokan Mingyu dan mengenai hidungnya, darah yang mengucur dari hidung Mingyu semakin deras.

“Oke, gua terima syaratnya.” jawab Wonwoo terpaksa, ia benar-benar tak tau harus berbuat apalagi di keadaan terdesak ini.

“Wonwoo, jangan!” alis Mingyu menukik tajam, ia ingin sekali membantu Wonwoo namun borgol di tangannya ini sungguh menyiksanya.

“Diem, anjing! Woi omega sialan, sini puasin alpha lu dulu biar dia diem.” alpha berambut pirang itu menarik rantai yang terhubung oleh choker Wonwoo. Wonwoo tak dapat memberikan perlawanan selain mengikuti arahannya. Ia berjalan merangkak bak seekor kucing.

‘Plak!’

“Ahh!” satu tamparan diberikan pada bokong putih Wonwoo. Ia merangkak lagi.

‘Plak!’

‘Sakit, ahh!’ dua tamparan. Setiap Wonwoo berjalan satu langkah, alpha itu memukul bokong Wonwoo dengan tangan besarnya. Sampai pada akhirnya Wonwoo sampai di hadapan Mingyu. Mingyu menggeleng, mengisyaratkan Wonwoo agar tidak melakukan hal gila ini. Namun semuanya sudah terlambat. Alpha berambut merah itu mendorong kepala Wonwoo tepat ke selangkangan Mingyu.

“Buka, terus kulum.” perintah sang alpha. Wonwoo terlalu takut untuk membantah, takut Mingyu akan diperlakukan kasar olehnya. Gigi Wonwoo menggigit resleting Mingyu, menariknya ke bawah sampai terbuka semua. Terlihat gundukan Mingyu yang menyembul dari balik boxer.

“Wonwoo, jangan!” alpha tak berambut itu menarik paksa boxer Mingyu, mengekspos kepunyaannya yang belum tegang. Alpha berambut blonde itu memaksa Wonwoo untuk memasukkan penis Mingyu ke dalam lorong hangatnya. Wonwoo tersedak kaget. Atas perintah alpha itu kepala Wonwoo digerakkan, dikulumnya penis itu seperti yang Wonwoo lalukan kemarin. Mingyu tau, ia tak seharusnya ereksi di saat seperti ini, namun penisnya tak dapat menolak kuluman nikmat dari mulut Wonwoo.

‘Plak!’ satu tepukan keras di pipi pantat Wonwoo. Si pemilik terpekik melengking, air matanya menggenang. Antara nikmat dan sakit. Merah menghiasi.

Alpha berambut blonde itu membenamkan wajah diantara dua bongkahan melepas butt plug dari anus Wonwoo, dengan lidah yang kini mulai bergerak aktif pada tiap-tiap sisi kerutan. Pria itu melakukannya secara asal, terkadang menekan, terkadang sekedar berputar disekitanya, terkadang memberi jilatan panjang dari kesejatian sampai pada liang penghisap.

Benda tak bertulang kembali bergerak dari bawah keatas, berhenti tepat pada lingkar kerut untuk semakin ia benamkan dalam basah. Alpha itu memaksa lidahnya masuk, terus menekan sampai ditelan habis.

“Ahh! Jangan!!!” teriak Wonwoo, ia takut sekali. Takut akan apa yang terjadi pada dirinya. Namun alpha tersebut tak mengindahkan Wonwoo, bahkan ia memasukkan satu jari ke dalam, mengobrak-abrik lubang Wonwoo dengan sangat kasar. Air mata Wonwoo mulai menetes, rasanya sakit sekali.

“Bangsat!! Berhenti ga lu, anjing!!!!!” umpat Mingyu namun tertahan oleh desahannya sendiri akibat permainan Wonwoo pada penisnya.

Alpha berambut merah pindah dari tempat duduknya. Tonjolan mungil di dada Wonwoo dimainkan. Dijilati, digigit, dan dihisap oleh alpha itu secara bergantian. Membuat tubuhnya membusung seraya kenikmatan bertubi-tubi menghujamnya. Sedangkan alpha botak itu memainkan penisnga sendiri, mengocoknya dengan cepat seraya menonton adegan panas di hadapannya bak film porno.

“Nghh, berhenti... please!” Mulut Wonwoo terbuka lebar yang membuat penis Mingyu keluar dari mulutnya. kepala Wonwoo mulai pusing bukan main, ditambah lagi rasa sakit seperti dihujam oleh puluan pedang tajam. Kepalanya terasa ingin pecah.

Dimasukkan lagi satu jari di lubang Wonwoo, ditumbuk berkali-kali prostatnya itu tanpa ampun. Kedua jari itu membuat gerakan meggunting, menepuk, menekan dinding anal Wonwoo yang semakin mengetat.

“Ahh, nghhh! Udah, tolong berhenti...” perut Wonwoo seakan dikocok-kocok, rasanya mual sekali dan panas seakan ada sesuatu yang ingin keluar dari perutnya.

“Anjing udah sih, ga punya otak ya kalian?” amarah Mingyu semakin membludak. Ia ingin sekali menghajar dan membunuh para alpha tersebut. Wonwoo menutup mulutnya dengan tangan, menahan muntahannya agar tidak keluar. Namun semakin dihujam prostat Wonwoo maka semakin mual juga perutnya. Dalam satu hentakan lagi di bawah sana, Wonwoo memuntahkan semua isi perutnya ke lantai.

“Lu kenapa, anjing? Jangan-jangan......” alpha berambut merah itu membuka paksa choker Wonwoo, mengekspos bekas gigitan Mingyu semalam yang menandakan bahwa Wonwoo miliknya.

“Oh, lu udah ditandai ya sama bajingan itu? Pantesan lu ga bisa ngeue sama alpha lain.” bagi seorang omega yang ditandai pada masa estrus maka ia tak dapat bersetubuh lagi dengan alpha lain selain alpha yang mengigitnya. Jika omega tersebut bersetubuh dengan alpha lain maka yang terjadi adalah sakit kepala, pusing, sampai muntah-muntah.

Tubuh Wonwoo gemetar hebat lalu ambruk ke lantai. Nafasnya tak karuan, sekujur tubuhnya panas, pipinya memerah seperti udang rebus, pandangannya mulai kabur. Hal terakhir yang ia dengar sebelum ia pingsan adalah suara Mingyu yang tak henti-hentinya meneriaki namanya.

Pheromones

Wonwoo berbaring di tempat tidurnya, lebih tepatnya tempat tidur dirinya dan Mingyu. Bokongnya menungging memperlihatkan lubangnya yang sudah terisi oleh butt plug berbentuk ekor kucing. Ia memakai sebuah choker hitam dan juga bando berbentuk kucing berwarna senada. Bokongnya bergoyang-goyang mirip sekali dengan seekor kucing, ia sangat tak sabar untuk diisi oleh Mingyu, daddy kesayangannya. Mingyu sedang berganti pakaian dan juga membersihkan tubuhnya, lukanya sudah diperban tadi oleh Dokyeom dan ia juga tak merasakan sakit yang amat sangat lagi karena kemampuan menyembuhkan dirinya.

Tubuh Wonwoo masih terbalut oleh hoodie hitam milik Mingyu, ia tak dapat berhenti menciumi hoodie tersebut. Aroma tubuh Mingyu sangat memabukkannya, ia tak tahu berapa lama lagi ia dapat menahan semua ini. Pheromones seorang alpha sangatlah kuat dan dapat menarik omega lain. Seorang alpha juga tertarik pada pheromones omega apalagi ketika pheromonesnya yang diproduksinya sangat kuat dan menyengat di masa estrus dan kompetisi antar alpha untuk mengawini omega tersebut sering terjadi dan disertai kekerasan. Omega kebanyakan memproduksi estratetraenol dan copulins. Selama masa heat, produksi kedua hormon tersebut meningkat dan mereka menjadi sangat menarik bagi para alpha.

Mingyu keluar dari kamar mandi, sebuah handuk putih melingkar di pinggangnya. Tubuh atasnya terekspos bebas memperlihatkan tubuh kekar Mingyu dan absnya yang terbentuk sempurna. Luka sayatan memenuhi dada dan perut Mingyu, dari yang berukuran besar sampai kecil. Darah merembes keluar dari perban yang menutup luka tusuknya, namun tak sebanyak tadi. Mingyu menatap Wonwoo dengan intens, lalu berjalan mendekatinya. Dilihatnya pemandangan yang sangat indah itu. Bulu ekor kucing itu mengibas setiap Wonwoo menggoyangkan bokongnya.

“Kamu indah sekali, Jeon Wonwoo. Cantik banget, bikin aku tambah semangat buat ngancurin kamu.” Mingyu menyeringai, pikiran gilanya sudah dimulai.

“Daddy?” Wonwoo menoleh, mendapati daddynya itu sudah berlutut di depan bokongnya.

“Iya, kitten?” tanpa aba-aba Mingyu menampar bokong sintal itu kuat-kuat, bekas tangannya mengecap di sana.

“Ahh! Sakit!!” Wonwoo mengerang.

“Sakit apa enak, hm?”

‘Plak!’ satu tamparan mendarat lagi sama kuatnya. Wonwoo tak menjawab, bokongnya terasa sangat perih.

‘Plak! Plak!’ dua kali pukulan lagi di bokong Wonwoo yang sebelahnya.

“Jawab dong, kitten.”

“E–enak, daddy! Nghhh.....” Wonwoo melenguh, tangan yang menopang tubuhnya mulai gemetaran.

‘Plak! Plak! Plak! Plak!” tamparan bertubi-tubi tak hentinya diberikan. Bokong Wonwoo memerah.

Mingyu mengambil dasinya lalu menggunakan dasi itu untuk menghajar bokong Wonwoo. Auranya sangat mendominasi. Alpha memproduksi androstenone dalam jumlah yang besar, hal itu menciptakan aura yang dominan, mengintimidasi, dan agresif.

‘Plak! Plak!’

“Ahhh, daddy!!!” kaki Wonwoo gemetaran, bokongnya terasa sangat perih sekali namun ada kenikmatan tersendiri yang ia rasakan.

“Berani-beraninya ya tadi kamu nunggingin pantat ke lelaki sialan itu, bajingan!” Mingyu menyabet bokong Wonwoo sekali lagi. Kejadian buruk tadi tiba-tiba terlintas di benaknya, saat alpha itu menaiki Wonwoo.

“Ahh! M–maaf, daddy!” Wonwoo meringis kesakitan, air matanya mulai menetes.

“Sini mulut kamu, biar dia yang minta maaf langsung.” Mingyu duduk di pinggir kasur, sedangkan Wonwoo berlutut menghadapnya di lantai.

“Buka.” perintah Mingyu agar Wonwoo membuka handuk yang masih melilit di pinggangnya. Wonwoo menarik handuk itu dengan giginya secara sensual. Di hadapannya terpampang kepunyaan Mingyu yang sudah sedikit tegang.

“Masukin mulut kamu, kulum.” perintah Mingyu sekali lagi, nadanya sangat mendominasi. Dirinya nyaris kehilangan akal ketika Wonwoo menyempatkan diri untuk menatapnya sebelum ia membuka mulutnya, lidahnya terjulur keluar untuk menjilati kepala penis Mingyu dengan gerakan memutar. Dijilatinya penis itu dari kepala sampai pangkalnya, Mingyu mendesah pelan. Wonwoo sesekali mengocok penis itu dengan tangannya, dan tangannya yang lain memainkan bola Mingyu. Tak sabaran, Mingyu langsung mendorong penisnya agar masuk ke dalam lorong hangat itu. Wonwoo tersentak saat penis itu mengenai pangkal tenggorokannya.

Wonwoo mulai bergerak, dikulumnya penis itu dengan gerakan maju mundur. Lidah Wonwoo berputar-putar di dalam sana, salivanya membasahi penis Mingyu.

“Pinter, Jeon Wonwoo pinter. Mulut kamu pinter banget muasin aku.” Kepunyaan Mingyu membesar dan memanjang di dalam sana, membuat mulut Wonwoo sangat penuh. “Ahhh! Mulut kamu sempit banget, ga ada bedanya sama lubang kamu.”

“Liat betapa cantiknya kamu sekarang, kitten. Mulut kamu yang penuh sama kontol aku, pipi kamu yang memerah dan basah karena air mata kamu sendiri. Kamu bener-bener cantik ya kalo lagi berantakan gini.” mendengar pujian bertubi-tubi itu membuat Wonwoo bergerak semakin cepat. Tangan Mingyu mendorong tengkuk Wonwoo agar masuk semakin dalam. Hangat, penis Mingyu sangat hangat dan basah di bawah sana.

“Omega kayak kamu emang diciptain buat muasin alpha doang, kan? Jagonya di ranjang doang. Dasar jalang!” setelah pujian, yang didapatkan Wonwoo sekarang adalah kata-kata yang merendahkannya. Namun Wonwoo menyukai itu semua.

Mingyu mendongakkan kepalanya, merasakan pelepasannya semakin dekat. Mingyu semakin menekan kepala Wonwoo lebih dalam dan menggerakkannya dengan tempo lebih cepat. Desahannya lolos saat cairannya menyembur di dalam mulut Wonwoo.

“Buka mulut kamu, kitten.” Wonwoo menurut, mulutnya yang berisi sperma itu terbuka lebar, lidahnya menjulur keluar membuat sperma itu menetes ke dagunya.

“Telen. Jangan sampe ada setetespun yang jatoh di lantai.” Wonwoo menelan cairan putih itu tanpa sisa.

“Pinter banget, kitten. Nurut banget ya sama daddy.” Mingyu mengusap-usap kepala Wonwoo dengan tangannya, Wonwoo terseyum manis.

“D–daddy, Wonwoo mau itu...”

“Mau apa, hm?” Wonwoo melirik ke penis Mingyu, seakan memberi isyarat. “Ngomong yang jelas dong, sayang.”

“Wonwoo mau diisi sama kontol daddy sampe penuh.” rengek Wonwoo, tampangnya memelas.

“Dengan senang hati, kitten.” Mingyu mengendong Wonwoo dan melemparnya ke kasur. Kaki Wonwoo dilebarkan, memperlihatkan lubangnya yang terisi butt plug itu.

“Cantik banget sih kamu pake ini, kayak kucing.” Mingyu menarik keluar butt plug itu dari dalam Wonwoo. Wonwoo mengerang, merasakan lubangnya yang tiba-tiba kosong. Namun tak berapa lama merasakan kekosongan itu, lubang Wonwoo sudah diisi kembali dengan telunjuk Mingyu. Merasa kurang, Mingyu memasukkan jari tengahnya. Kedua jemari itu menghujam dinding anal Wonwoo, semakin bergerak ke dalam, sampai semua jari Mingyu masuk. Mingyu mengobrak-abrik lubang Wonwoo tanpa henti, jarinya melekuk-lekuk di dalam dengan gerakan menggunting.

Tangan kiri Mingyu masuk ke dalam hoodie yang masih Wonwoo pakai, tangannya bermain dengan puting Wonwoo yang sudah mengeras dari balik baju. Diputar, dipilin, dicubit, membuat Wonwoo mendesah keenakan.

“Daddy! E–enak ahh!!!” kepala Wonwoo pusing saat kedua bagian sensitifnya dipuaskan secara bersamaan. Jemari Mingyu semakin liar melekuk-lekuk di lubang Wonwoo, ditambahnya satu jari lagi jadi total ada tiga jari di dalam Wonwoo. Wonwoo dapat merasakan bagaimana jemari itu memenuhi lubangnya, Wonwoo dapat merasakan setiap pergerakan kecil yang terjadi, termasuk ketika jemari itu menumbuk titik nikmatnya. Mingyu sudah menemukan bagian yang dapat membuat Wonwoo menggelinjang hebat.

“Nghhh, di situ!” Mingyu semakin menghujam prostat Wonwoo dengan kuat, dapat ia rasakan lubang Wonwoo mengetat.

“D–daddy, cukup nghh! Masukin sekarang...” Wonwoo menggigit bibir bawahnya, tangannya menggenggam sprei.

“Masukin apa, kitten?” tanya Mingyu dengan nada menggoda.

“Kontol daddy, masukin sekarang ahh! Ancurin Wonwoo sekarang juga!” Matanya membalik menyisakan putih, bibir terbuka semakin lebar mengeluarkan suara tercekat saat penis Mingyu menghujamnya kasar.

“Ahh, daddy! Nghhh....” diberi kejutan seperti itu membuat Wonwoo menggeram rendah. Kaki Wonwoo ditekuk sampai mengenai dadanya. Mingyu menggempur lubang Wonwoo semakin cepat, dengan hentakan kuat serta dalam. Kepalanya pusing saat lubang Wonwoo mengetat, membuatnya semakin menggila. Penisnya terasa seperti dipijat-pijat di dalam sana. Suara kulit saling bertumbukan terdengar, tercampur dengan erangan serta racauan kenikmatan. Aroma tubuh keduanya saling menyatu, terlalu kuat.

Kini giliran bibir Wonwoo yang diserang habis-habisan, dan ia sama sekali tidak protes. Lidah mereka berdansa seperti tidak punya malu, air liur yang bercampur entah punya siapa, suara kecupan yang terdengar erotic, mereka sangat menikmatinya. Lubang Wonwoo semakin berkedut seperti memijat penis Mingyu dengan dinding analnya.

“Gimana, kitten? Enak ga dipuasin sama daddy?” pergerakan Mingyu semakin cepat, menggenjot lubang Wonwoo yang tak henti-hentinya menjepit Mingyu.

“Enak banget, daddy! Wonwoo bisa gila, ahh!” Wonwoo melengkungkan badannya, semua sensasi ini membuat pikirannya kacau.

“Mau daddy keluar di dalem terus hamilin kamu?” Mingyu melingkarkan tangan kanannya di leher Wonoo, nafas Wonwoo tercekat.

“M–mau, daddy!” ucap Wonwoo kesulitan. “Mohon dulu dong sama daddy.”

“Daddy, please keluar di dalem Wonwoo. Hamilin Wonwoo sekarang juga ahhh!” Mingyu mengubah posisi Wonwoo menjadi menungging. Tempo genjotan Mingyu semakin dipercepat. Kepala Wonwoo benar-benar pusing, mungkin sebentar lagi ia akan kehilangan akalnya.

Mingyu mengendus leher Wonwoo dari belakang, merasakan pheromones-nya yang sangat kuat membuat libidonya semakin naik. Mingyu mengecupi leher itu, mengisapnya, membuat tanda kemerahan di sana. “Daddy gigit leher kamu, boleh?”

“Boleh banget, daddy!” jawab Wonwoo antusias. Ia ingin sekali dimiliki oleh Mingyu seutuhnya. Mingyu membuka mulutnya lebar-lebar dan mengigit leher belakang omeganya itu. Ketika gigitan kawin terjadi, kelenjar ikatan omega, yang terletak di trapezius superior, melepaskan lonjakan oksitosin ke dalam darah omega, memicu pelepasan vasopresin pada alpha. Omega juga akan menghasilkan n-undecane di hadapan alpha lain saat berpasangan, memperingatkan alpha lainnya dan membuatnya berbau ‘diklaim’.

“Ahhh!” teriak Wonwoo saat gigi Mingyu menancap Masuk untuk beberapa saat. Mingyu tersenyum puas saat bekas gigitan merah itu terpampang jelas di sana, gigitan seorang alpha yang menandakan bahwa omeganya itu miliknya sekarang.

“Kamu milik daddy seutuhnya sekarang, kitten. Ga akan ada lagi alpha lain yang bisa deketin kamu.” Mingyu menampar bokong Wonwoo sekali lagi sebelum menghancurkan lubang Wonwoo kasar.

“Mau keluar, daddy!” tangan Mingyu ia arahkan untuk mengocok kepunyaan Wonwoo yang sudah tegang dan basah akibat precumnya sendiri.

“Keluar bareng-bareng ya, sayang.” dia mempercepat gerakan pinggulnya tanpa ampun hingga Wonwoo yang berada di atasnya cukup kewalahan dengan gerakan yang Mingyu lakukan.

Mingyu datang di dalam

Untuk beberapa saat ruangan itu hanya diisi oleh suara napas terengah milik Wonwoo dan Mingyu, berusaha mengumpulkan tenaganya pasca klimaks. Sprei Wonwoo basah karena cairannya sendiri. Mingyu mencabut kepunyaannya, spermanya mengalir keluar. Diambilnya sperma itu dengan jari Mingyu lalu jari itu dimasukkan ke dalam mulut Wonwoo, dikulum, dijilat, sampai semuanya bersih tak tersisa.

Tubuh Wonwoo ambruk seketika, badannya sangat lemas, tak ada sedikitpun tenaga yang tersisa lagi. Mingyu membaringkan tubuhnya, tangan kirinya terbuka, mengisyaratkan Wonwoo untuk tidur di dekapannya. Wownoo memeluk Mingyu kencang, kepalanya ia benamkan di dada Mingyu.

“Daddy, jangan tinggalin Wonwoo lagi, ya? Wonwoo ga bisa sendirian, apalagi kalo lagi kayal gini. Tanpa daddy, Wonwoo ga bisa mengurus diri Wonwoo sendiri. Tanpa daddy, Wonwoo ga bisa ngapa-ngapain. Wonwoo ngerasa sangat kesepian, sampe-sampe mau mati. Wonwoo takut.” Mingyu mengelus-elus rambut Wonwoo, jemarinya ia mainkan di sana. Dikecupnya kening Wonwoo dengan penuh afeksi. Mingyu merasa sangat bersalah telah meninggalkannya tadi.

“Maafin daddy, ya, kitten? Daddy janji ga akan ninggalin kamu lagi, daddy janji akan selalu berada di sisi kamu. Kamu sangat penting buat daddy karena daddy sayang sama kamu.” Wonwoo tersenyum senang, hatinya berbunga-bunga, puluhan kupu-kupu berterbangan di perutnya.

“Apalagi kamu sekarang udah jadi milik aku sepenuhnya. Ga ada lagi alpha lain yang bisa milikin kamu. Cuma daddy doang.”

“Wonwoo seneng banget hari ini rasanya kayak mau terbang.” Mingyu terkekeh. Ia juga sangat bahagia walaupun harus bertarung dulu dengan alpha sialan tadi.

“Udah yuk, tidur. Kamu pasti capek.” Mingyu menyelimuti tubuh bagian bawah Wonwoo yang telanjang dengan selimut. Ia mempererat pelukan hangat mereka.

“Selamat malam, daddy. Wonwoo sayang daddy!” Wonwoo mengecup pipi Mingyu lalu memejamkan matanya.

“Selamat malam, kitten. Daddy sayang sama Wonwoo juga.” dengan itu mereka berdua bersama-sama memasuki alam mimpi.

Pertarungan Alpha

Perasaan Mingyu sedari tadi gelisah bercampur khawatir. Bagaimana tidak, Jeon Wonwoo, omeganya, sedang dalam masa estrus. Mingyu baru mengetahuinya tadi, karena Wonwoo mengiriminya pesan meminta tolong. Mingyu tak menyangka Wonwoo akan on heat sekarang, dalam keadaan seperti ini, ketika mereka berdua lagi sibuk photoshoot Cosmopolitan bersama Seungkwan dan Dokyeom. Memang Mingyu sedikit mencium pheremones-nya Wonwoo sewaktu photoshoot tadi tapi ia tak dapat berbuat apa-apa selain menunggu photoshoot ini selesai. Mingyu tak dapat fokus dalam menjalani photoshootnya, yang ada di pikirannya sekarang hanyalah Wonwoo. Pheromones Wonwoo sangatlah kuat, ia takut ada alpha lain yang menemukan Wonwoo lalu menghabisinya. Apalagi Wonwoo kehabisan pillnya yang harus ia minum setiap hari. Ah, ini sangatlah buruk.

Mingyu baru menyelesaikan photoshootnya, ia segera membuka ponselnya dan betapa terkejutnya ia saat mendapat banyak pesan dari Wonwoo. Ada seseorang yang menemukan Wonwoo, dan orang itu berhasil mendobrak masuk. Mingyu mengepalkan tangannya, amarahnya mulai meluap-luap. Ia tak rela jika omega kesayangannya itu disentuh oleh alpha lain. Kalau sampai hal itu terjadi Mingyu tak segan-segan untuk membunuh alpha itu di tempat. Mingyu segera lari ke ruang ganti tempat Wonwoo berada, skenario-skenario mengerikan sudah tergambar di benaknya. Ia takut, takut sekali. Ia menyesal tak langsung menemui Wonwoo saat pertama kali mendapat pesan.

Langkah Mingyu semakin mendekat ke ruangan tersebut, samar-samar terdengar suara berisik dari dalam sana. Pikirannya sudah sangat kacau, ia berlari semakin cepat. Langkahnya terhenti di depan sebuah pintu yang sudah hancur, terdapat tanda-tanda bekas tendangan dan dobrakan di sana. Jantung Mingyu seakan jatuh ke mata kaki saat ia melihat omeganya itu menunggingkan bokongnya di sebuah sofa pada seorang lelaki yang bertubuh lebih besar darinya. Lelaki itu sudah menanggalkan atasannya, ia berada di atas Wonwoo dengan mulut yang terbuka lebar hendak mengigit leher Wonwoo. Dengan sigap Mingyu segera menendang tubuh orang tersebut hingga terjatuh ke lantai.

“Daddy!!!!” Wonwoo terlihat sangat shock, ia menyelimuti tubuhnya dengan pakaian Mingyu, sambil mengamati dengan takut pertarungan di antara kedua alpha tersebut.

Mingyu segera duduk di atas tubuh lelaki tersebut, amarahnya tak dapat tertampung lagi. Ia mengepalkan tangannya lalu mendaratkan pukulan keras di pipi lelaki itu. Tak mau kalah, lelaki itu menarik kaos hitam Mingyu kuat-kuat, tangannya ia letakkan di leher Mingyu mencekiknya. Mingyu yang merasa nafasnya tercekat segera menarik paksa tangan itu dari lehernya, tapi semuanya sia-sia, tenaga lelaki itu jauh lebih besar darinya. Lelaki itu membalikkan tubuh Mingyu sehingga ia berada di atasnya sekarang. Mingyu tak menyerah di situ saja, tangannya yang bebas ia gunakan untuk menghajar wajah itu berkali-kali sampai hidung lelaki itu berdarah. Lelaki itu semakin mengencangkan cekikannya, kini tangannya yang kiri ia gunakan untuk mendaratkan tinjuan-tinjuan keras di wajah tampan Mingyu.

“Pake kaki, daddy!” teriak Wonwoo. Mingyu langsung menggerakkan kaki kanannya untuk menendang selangkangan lelaki itu. Bagian tubuh laki-laki yang terlemah ada di selangkangannya, kan? Lelaki itu meringis kesakitan, sambil memegangi selangkangannya. Mingyu segera bangkit, tangannya memegangi pipinya yang sedikit berdarah akibat hantaman lelaki itu. Ia mendorong lelaki itu ke tembok, mengukungnya dengan kedua tangannya sampai gerakan lelaki terkunci rapat.

“Lu mau ngapain omega gua, anjing! Dia tuh punya gua doang, berani-beraninya ya lu nyentuh dia, bangsat!” teriak Mingyu, alisnya menukik tajam. Ia ingin sekali membunuh laki-laki itu sekarang juga.

“Suka-suka gua dong! Di lehernya aja belum ada tanda apa-apa, berarti dia bukan punya lu!” jawab lelaki itu. Memang benar, Mingyu belum memberi tanda pada leher Wonwoo, tapi bukan berarti alpha lain bisa memilikinya seenak jidat.

“Bangsat lu, ya!” Mingyu menendang perut lelaki itu dengan lututnya berkali-kali, membuatnya mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya. Lelaki itu tak tinggal diam, ia mengeluarkan pisau dari dalam kantong celananya lalu mengarahkannya pada Mingyu. Refleks Mingyu sangat cepat, ia langsung menghindar. Diayunkannya pisau itu berulang-ulang kali, namun Mingyu tak membiarkan sedikitpun menyentuhnya. Wonwoo tak dapat berbuat apa-apa, sekujur tubuhnya lemas, ia hanya dapat berharap cemas sambil memandangi pertarungan itu. Lelaki itu merobek kaos Mingyu dengan sayatan-sayatan pisau, membuat kulit putih Mingyu terekspos.

“Daddy!!!!!!” teriak Wonwoo saat melihat tubuh Mingyu tertusuk oleh pisau tajam itu di bagian dada. Mingyu memegangi pisau itu agar tak menusuk lebih dalam. Sialan, ini semua karena dirinya sedikit lengah tadi.

“Bangsat, lepasin gua!!!!!” Tenaga Mingyu ia kerahkan untuk menarik pisau itu keluar namun ditahan oleh lelaki itu. Luka tusukan itu terasa sangat perih saat pisau itu bergesekan dengan kulitnya. Dalam satu kali tarikan pisau itu berhasil tercabut. Mingyu terduduk lemas, darah mengalir dari lukanya. Sakit, perih, kepalanya pusing. Pandangannya mulai buram, ia hendak terjatuh namun seseorang menangkapnya.

“Seungkwan! Tolong bawa Mingyu menjauh dari laki-laki itu.” teriak Wonwoo. Ternyata ia tak diam begitu saja, daritadi ia mengirimi Seungkwan dan Dokyeom pesan meminta bantuan. Dokyeom langsung menghabisi lelaki itu dengan senjata kejut listrik. Lelaki itu terkapar tak berdaya.

Seungkwan menggotong Mingyu keluar dari ruangan itu, sedangkan Dokyeom menggendong tubuh lemas Wonwoo. Wonwoo memakai hoodie Mingyu, dihirupinya aroma hoodie itu. Wangi kesukaannya, wangi Mingyu yang beraroma buah-buahan segar. Ah, wangi itu membuat pheromonesnya semakin naik. Namun bukan itu yang terpenting sekarang, yang ia pikirkan hanyalah keselamatan Mingyu. Mereka sudah duduk di mobil yang akan membawa mereka pulang.

“Kamu gapapa kan, kitten?” Mingyu mengusap pipi Wonwoo dengan lembut. Ia sangat takut lelaki itu sudah berbuat yang aneh-aneh.

“Gapapa kok, daddy. Wonwoo malah khawatirnya sama daddy, luka tusukan tadi...” Wonwoo memandangi tubuh Mingyu yang dipenuhi luka sayatan, bajunya robek-robek, darah segar mengalir dari luka tusuk itu. Pipi Mingyu memar biru, terdapat darah di ujung bibirnya. Rambutnya berantakan tak karuan, make up-nya luntur karena keringatnya sendiri.

“Ini pill lu diminum dulu.” Seungkwan menyodorkan satu buah pill yang sangat penting bagi Wonwoo, pill yang membuat produksi pheromones Wonwoo berkurang. Wonwoo segera mengambil dan meminumnya.

“Thanks, Seungkwan. Thanks, Dokyeom.” Wonwoo melihat mereka berdua sambil tersenyum. Lalu pandangannya terhenti pada alpha-nya itu. “Terimakasih, daddy, udah nyelametin Wonwoo.”

“Maaf ya, kitten. Tadi daddy lagi sibuk jadi ga bisa langsung nyamperin kamu, untung aja kamu ga kenapa-kenapa.” Mingyu mencondongkan wajahnya ke telinga Wonwoo. Lalu berbisik dengan nada rendah. “Maaf juga daddy ga bisa langsung muasin kamu. Nanti pas sampe rumah daddy janji bakal ngisi lubang kamu sampe penuh.”

Wonwoo tersenyum sumringah. “Oh iya, daddy juga mau gigit leher kamu, memberi tanda di sana, supaya ga ada alpha lain yang deketin kamu.”

“Yes, daddy!”

a Date

Cuaca siang ini begitu cerah namun tidak terlalu panas. Mingyu mengajak Wonwoo untuk jalan-jalan keluar hari ini, sekedar untuk melepas penat karena seminggu belakangan ini mereka sibuk dengan kuliah dan Wonwoo sibuk dengan pekerjaannya. Mingyu menemani Wonwoo ke toko buku tadi untuk membeli buku dari penulis kesayangan Wonwoo, sehabis itu mereka mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan. Mingyu sudah menyukai fotografi sejak ia di bangku sekolah menengah, kamera pertamanya ia beli dari hasil menabungnya selama enam bulan. Sedangkan Wonwoo terjun di dunia fotografi karena ajakan Mingyu beberapa bulan belakangan ini. Kamera yang ia miliki merupakan hadiah ulang tahun dari Mingyu.

Mingyu mengajak Wonwoo untuk makan di restaurant pasta yang pernah mereka datangi dulu. Restaurant ini merupakan salah satu restaurant terenak di kota dan harganya pun terjangkau. Mereka berdua duduk di kursi yang sudah disediakan di depan restaurant sambil mengamati pemandangan gedung-gedung cantik di sekitar mereka, mobil-mobil yang lalu lalang di jalan raya, dan pejalan kaki yang berjalan di trotoar. Ramai orang yang datang dan makan di dalam, karena itu mereka memilih untuk duduk di luar. Pesanan mereka sudah datang yaitu dua porsi fettuccine alfredo with shrimp. Mingyu mulai menyantapnya lahap, namun Wonwoo hanya memainkan pasta itu dengan garpunya.

“Dimakan loh, hyung. Jangan dimainin doang.” ucap Mingyu lalu memasukkan sesendok pasta ke dalam mulutnya.

“I–iya, ini makan kok. Mingyu juga makan yang banyak.” Wonwoo langsung memakan pasta itu terburu-buru dan membuatnya tersedak. Ia meminum air putih sambil memukul-mukulkan dadanya.

“Lu gapapa, hyung?” tanya Mingyu khawatir, Wonwoo hanya mengiyakan sambil terbatuk-batuk.

“Ada saus nih di pinggir mulut lu.” Mingyu mencondongkan tubuhnya, tangannya ia gunakan untuk mengusap saus yang mengotori mulut Wonwoo itu. Wonwoo tersentak mendapati perlakuan Mingyu yang manis itu.

“Makasih, gua bisa bersihin sendiri.” Wonwoo lalu membersihkan saus itu sendiri dengan tangannya.

‘Gua harus berhenti ngarep karena ga mungkin Kim Mingyu akan ngebales perasaan gua.’ gumamnya dalam hati.

“Kemaren pas gua tidur, gua ngomong sesuatu yang aneh ga?” tanya Wonwoo tiba-tiba. Ia baru menyadari bahwa yang ia lakukan semalam bukanlah mimpi. Seingatnya ia memang bermimpi tentang itu namun ia tak ingat kapan ia bangun. Kalau itu bukan mimpi berarti untuk apa Mingyu melakukan hal-hal itu padanya sewaktu ia masih tidur? Bukannya selama ini Mingyu melakukan semua itu hanya untuk mengajari Wonwoo?

“Hal aneh apa, hyung?” tanyanya polos padahal ia masih ingat betul apa yang Wonwoo katakan semalam.

“Ya siapa tau ada.....”

“Ah! Lu bilang kalo punya gua lebih besar, panjang, lebih bisa muasin lu daripada dildo.” ucap Mingyu dengan nada menggoda.

“Diem, anjing! Lu gila ya!!!” Wonwoo menutup mulut Mingyu dengan kedua tangannya, takut kalau ada orang lain yang mendengar. Mingyu tertawa terbahak-bahak. “Udah, jangan ngomong aneh-aneh ya lu!”

Mingyu menggeserkan kursinya untuk duduk di samping Wonwoo. “Kenapa? Bukannya hyung yang ngegoda Mingyu ya semalem? Gua suka kok.”

“Mingyu ga nganggep kalo itu hal yang aneh.” Tangan Mingyu ia letakkan di bawah tangan Wonwoo. Jemari Wonwoo melingkar di telunjuk Mingyu. Lalu dalam sepersekian detik tangan mereka sudah bertautan, saling menggenggam satu sama lain. Tangan Wonwoo sangat sempurna di genggamannya, rasanya seperti tangan itu diciptakan hanya untuk digenggam oleh Mingyu saja. Jempol Mingyu mengelus jemari Wonwoo dengan penuh kasih sayang. Sungguh genggaman tangan yang penuh afeksi, seakan-akan menggambarkan kasih sayang di antara mereka selama ini.

“Semalem enak banget.” bisik Mingyu dengan suara yang dalam membuat bulu kuduk Wonwoo merinding.

‘Ah, harapan... gua harus berhenti berharap.’

Mingyu menghapus jarak antara wajahnya dengan Wonwoo, matanya menatap manik hitam Wonwoo, lalu turun ke bibir merah mudanya, pandangannya kembali ke manik Wonwoo lagi seakan-akan meminta izin. Wonwoo mendesah kecil saat bibir mereka bertemu, tanpa protes apapun karena sesungguhnya ia pun menginginkannya. Mingyu memiringkan kepalanya agar hidung mereka tak saling bertabrakan. Bibirnya mulai bergerak, mengecap sensasi bibir yang berpagutan dengan miliknya.

“Mhmmm, ahh!”

‘Ini gila! Ciuman di luar, siang bolong gini, apalagi di deket kampus. Gimana kalo ada orang lain yang ngeliat kita?’ gumam Wonwoo dalam hati, namun tetap saja ia tak dapat menolak ciuman candu itu.

Wonwoopun membalas ciuman Mingyu dan mengalungkan tangan di lehernya. Mingyu yang merasa ciumannya dibalas pun langsung melumat kasar bibir Wonwoo, lidah mereka beradu di dalam, lalu ia menghisap bibir bawah Wonwoo sampai bengkak.

‘Beneran gapapa kok kalo ada orang yang ngeliat kita. Bahkan kalo sampe ada rumor yang bertebaran di kampus, selagi gua masih punya Kim Mingyu di sisi gua...”

Wonwoo dapat merasakan kalau ciuman kali ini penuh dengan kasih sayang, tak ada nafsu yang menggebu-gebu. Ia memejamkan matanya seraya bibir mereka tertaut satu sama lain, perlahan ia melumat bibir sahabatnya lembut, sesekali ia menghisap bibir Mingyu. Tangan Mingyu yang bebas kini telah mengusap pipi Wonwoo dengan lembut dan memperdalam ciuman mereka. Ciuman mereka terhenti saat Mingyu mengatakan sesuatu. Jantungnya makin berdetak kencang saat mendengar suara Mingyu.

“Abis ini kita nonton film yuk, hyung?”

Binal

Mulut Mingyu berpindah ke telinga Wonwoo, menjilati daun telinganya diiringi dengan gigitan kecil. Setelah itu mulutnya turun ke leher Wonwoo, bagian favoritnya. Hidungnya mengendus wangi tubuh Wonwoo yang beraroma mint bercampur keringat dan rokok. Ia lupa sejak kapan ia mulai mengagumi bau rokok tersebut, bau rokok yang banyak tidak disukai orang, namun anehnya jika bau itu menempel pada Wonwoo ia otomatis suka. Lidahnya membasahi leher Wonwoo sedikit, membuat gerakan melingkar. Kemudian mengecupnya sebanyak tiga kali sebelum Mingyu mulai mengigitinya, menghisapnya seperti vampir yang kekurangan darah. Kulit Wonwoo yang sensitif membuat Mingyu tak perlu payah-payah memberikan banyak hisapan karena kulitnya itu mudah sekali merah. Mingyu tersenyum bangga melihat tanda kepemilikannya sudah terpatri di sana. Tanda yang menandakan bahwa Wonwoo hanya miliknya seorang.

“Ahh, nghhh!” Wonwoo mengerang saat Mingyu mengenai titik sensitif di lehernya. Dihisapnya titik itu berkali-kali membuat Wonwoo melenguh. Tangan Mingyu turun ke bawah untuk mengusap kejantanan Wonwoo dari luar boxernya. Ia letakkan kejantanan yang sudah tegang itu di genggamannya. Penis Wonwoo pas sekali berada di lingkaran tangan Mingyu. Ia mengocok penis itu dengan penuh perasaan, jempolnya menekan kepala penis Wonwoo yang sudah mulai basah. Mingyu menghadiahinya dengan ciuman dari bibirnya.

“Mingyu... nghh haa!” desahan Wonwoo lolos dari mulut kecilnya.

“Tadi jauh dari kata cukup ya, hyung?” Mingyu segera meloroti celana Mingyu sampai ke pahanya, yang penting cukup baginya untuk bermain-main dengan penis Wonwoo dan juga analnya. Ia menekuk kaki Wonwoo hingga mengenai dadanya, langsung saja ia melebarkan kaki Wonwoo, agar penis yang baru ia mainkan tadi terpampang jelas. Mingyu pun turun menatap anus Wonwoo yang merah berkedut minta diisi.

“Gua lagi ngelakuin hal cabul apa sih hyung di mimpi lu, sampe-sampe bikin lu kayak gini?” Mingyu mengitari bukaan Wonwoo dengan lidahnya. Lidahnya menari-nari disana, menjilati dan menghisapnya.

“Ahh!” Kemudian Mingyu memasukkan lidahnya, digoyang-goyangkan lidah itu ke atas dan ke bawah, ke kanan dan ke kiri. Kedua tangannya berpegang pada Wonwoo, mengangkat pinggulnya sedikit. Mingyu memejamkan matanya sambil terus memakan Wonwoo. Enak. Lubangnya sungguh enak. Air liur Mingyu membasahi bukaan Wonwoo. Tangan Wonwoo mengepal, matanya masih betah terpejam sambil mulutnya melontarkan suara-suara yang menandakan titik putihnya sudah dekat.

“Mingyu ahh!!!” cairan Wonwoo mengalir bebas keluar dari kejantanannya, membasahi perutnya sendiri sampai dadanya. Nafas Wonwoo terengah.

“Lagi... mau lagi ahh!” Mingyu terkesiap, Wonwoo belum puas ternyata. Menuruti permintaan Wonwoo, Mingyu segera menggesekkan kepunyaannya ke lubang Wonwoo. Kejantanan Mingyu sudah bangun, membuat boxernya sesak.

“I–iya di sana lagi... ahhh!”

“Anjing, sejak kemaren lu godain gua terus-terusan kan? Meskipun sekarang gua ga bisa langsung ngancurin lu karena gua tau lu lagi capek. Kaki Wonwoo dirapatkan dan dinaikkan ke atas bahu kanan Mingyu, dipegangi oleh Mingyu agar tidak jatuh. Lalu penis Mingyu ia selipkan di antara kedua paha Wonwoo, tepat di atas penisnya.

“Ahh Wonwoo–ya!” Mingyu mengerang kencang saat penis mereka saling bergesekan memberi friksi. Mingyu menggoyangkan tubuhnya maju mundur berkali-kali membuat Wonwoo keras lagi. Temponya semakin dipercepat, tangannya berpegangan pada pinggang Wonwoo. Sentuhan antara penis mereka berdua benar-benar memabukkan, membuat Mingyu mendongakkan kepalanya. Bibirnya ia gigit agar desahannya tak terlalu kencang. Penis mereka berdua sudah basah, entah oleh precum siapa, semuanya saling bercampur.

“Enak ga?” tanya Mingyu seakan-akan Wonwoo tengah sadar. Mingyu mengecup paha Wonwoo memberikan afeksi. Tiba-tiba terlintas di pikirannya saat Wonwoo menyatakan cintanya. Pertama kali saat Wonwoo mabuk, dan kedua kali saat Wonwoo memeluknya sewaktu ia mengerjakan tugasnya.

‘Lu tau kalo gua suka sama lu, kan?’

’Iya, hyung. Gua tau. Karena itu gua nungguin lu di sini, ga mungkin kata-kata itu cuma omongan kosong belaka dari seorang pemabuk. Sejujurnya gua.......”

Mingyu merasakan pelepasannya sudah dekat. Otot-otot di tubuhnya terasa seperti mengencang. Dalam satu kali gesekan lagi ia mencapai putih.

“Ahhh!” Mingyu mengerang cukup kencang dan mengakibatkan Wonwoo membuka matanya. “Lu lagi ngapain?”

“Wonwoo hyung! Ng–ngga ini.....” Mingyu gelagapan, bingung bagaimana ia harus menjelaskan posisinya saat ini. Ketika penisnya berada di atas Wonwoo, dipenuhi oleh cairan ejakulasinya sendiri.

“Gua udah memperhatiin lu dari sejak gua keluar.” Wonwoo membalikkan posisi mereka sehingga ia berpangku pada paha Mingyu.

“M–maaf!”

“Lu kenapa sih?” ia menjeda kalimatnya, ekspresinya serius. Mingyu terdiam, takut kalau Wonwoo akan marah. “Kenapa lu ga masukin?”

’Wonwoo hyung, sejak kapan dia bangun? Ngga, itu ga penting sekarang,”

“Bukannya lu lagi ngaceng ya tadi? Kok tiba-tiba lemes?” mata Wonwoo tertuju pada penis Mingyu.

‘Jelas lah anjir gara-gara lu tiba-tiba bangun! dan apa tadi lu bilang? kenapa gua ga masukin?!’ racau Mingyu dalam hati.

“Hey, buruan ngaceng lagi!” perintah Wonwoo dengan nada serius.

“H–HAHHH?????” orang ini benar Wonwoo, kan? Tumben dia berbicara seperti itu. Wonwoo tiba-tiba menjadi agresif saat ini membuat Mingyu kebingungan. “Kalo gitu lu harus bantuin gua, hyung.”

Posisi mereka perpindah menjadi posisi 69 dengan Mingyu yang berada di bawah. Tangannya sibuk bermain dengan lubang Wonwoo. Dua jari Mingyu bergerak di dalam sana membentuk gunting, mengisi dan mengobrak-abrik lubang Wonwoo dengan jari panjangnya. Jemarinya menari-nari di dalam, bermain dengan prostat Wonwoo. Sedangkan mulut Wonwoo sibuk mengulum penis Mingyu, menghisapnya dan menjilatinya menyebabkan penis Mingyu membesar.

“Berhenti mainin lubang gua.” Wonwoo menengok ke belakang. “Tapi kita ga ngelakuin itu selama seminggu. Jadi lubang lu harus disiapin dengan baik.”

Mingyu memasukkan satu jari lagi, sehingga total ada tiga jari di dalam Wonwoo mengisinya penuh sampai-sampai Mingyu sulit bergerak. Tubuh Wonwoo mulai goyah, tangannya gemetar menumpu beban tubuhnya. “Lu lanjut nyepongin gua aja, gua belum tegang sepenuhnya.”

Jemari Mingyu menghujam lubang Wonwoo tak sabaran, bermain-main dengan dinding anal dan prostatnya. Digesek, Ditekan, membuat Wonwoo meloloskan desahannya. Mingyu bermain-main dengan bola Wonwoo, mengulumnya. Wonwoo memasukkan penis Mingyu ke lorong hangatnya, gesekan antara penis Mingyu dan langit-langit mulut Wonwoo membuatnya kehilangan akal. Ini pertama kalinya mereka bermain dalam posisi ini, saling memuaskan satu sama lain, rasanya tak terlalu buruk juga.

“Cukup, lu bisa masukin sekarang.” Mingyu menarik keluar ketiga jarinya, membuat Wonwoo merasa kosong di bawah sana.

“Kondom?” tanya Wonwoo. Mingyu langsung memberikan kondom yang sudah ia siapkan di samping tempat tidurnya. Tangan Wonwoo gemetar, kondom yang ia pegang berkali-kali gagal terbuka. Ah, rasanya ia sudah mulai gila. “Sini biar Mingyu yang bukain, hyung.”

Tak sabaran, Wonwoo mengigit bungkus kondom itu dan merobeknya dengan giginya. Wonwoo terlihat sangat keren sekarang, pikir Mingyu. Kemudia Wonwoo menyuruh Mingyu untuk berbaring. Dimasukkannya kondom itu ke penis Mingyu menggunakan mulutnya. “Anjing, lu binal banget! Gua ga lagi mimpi kan?”

Wonwoo menyeringai. “Kita belum masuk ke bagian inti.”

Wonwoo memegang penis Mingyu dengan satu tangan lalu mengarahkannya ke lubangnya. Ia menurunkan pinggulnya, kepala penis Mingyu sudah masuk sedikit. Wonwoo menurunkan sedikit lagi, memaksa penis yang besar dan panjang itu untuk melesak masuk, penis Mingyu sudah masuk setengah dan dalam satu kali hentakan semuanya masuk mengisi Wonwoo sampai penuh. Wonwoo dapat merasakan bagaimana penis itu mengisinya, merobek dan menghujam lubangnya berkali-kali.

“Ahh! P–penuh banget....” Wonwoo bergerak maju mundur pelan agar lubangnya beradaptasi dengan benda itu. Awalnya terasa sangat perih, namun ketika lubang Wonwoo sudah terbiasa dengan kehadiran penis itu, semua rasa sakit berubah menjadi kenikmatan yang tak mungkin ia dapatkan dari hal lain.

“Wonwoo pinter, iya gitu terus sayang. Jalangnya aku udah pinter ya ternyata, bisa goyangin aku sekarang.” puji Mingyu dengan manis, seketika ia merasakan lubang Wonwoo mengetat.

“Seneng ya aku puji kayak gini, hm? Wonwoo cantik, iya kamu cantik banget kalo lagi kayak gini. Telanjang bulat, duduk di pangkuan aku dengan kontol aku yang terhubung dengan lubang kamu. Indah banget sih kamu, Jeon Wonwoo.” puji Mingyu sekali lagi. Wonwoo mulai bergerak naik turun dengan tempo lambat.

“Dulu kamu nanya kan ke aku, gedean mana kontol kamu apa dildo? Jawabannya gedean kontol kamu. Kontol kamu jauh lebih besar, panjang, lebih bisa muasin aku. Rasanya enak banget, anjing! Udah dari dulu aku mau kayak gini.” Wonwoo menggoyangkan pinggulnya, precumnya menetes.

“Aku aneh, ya? Karena aku kayak gini, pernah ga kamu mikir kalo aku cuma orang cabul yang menjijikan?” Ia bergerak naik turun, penis Mingyu menghujam titik nikmatnya. “Nghh, ahhh!!!!!”

“Kamu ngomong apa sih? Kamu keliatan binal banget sekarang dan menggemaskan, dan kamu ga aneh sama sekali.” tangan Wonwoo memegang bahu Mingyu. “Ah, aku lega banget kamu ngomong gitu.”

Mingyu memegang pinggang Wonwoo, membantunya bergerak agar tidak kesulitan. Temponya semakin dipercepat. Dinding anal Wonwoo menjepit penis Mingyu dengan kencang seakan-akan ingin menelannya. Gesekan antara penisnya dengan dinding anal Wonwoo terasa seperti pijatan yang membuat libido Mingyu semakin naik.

“Ahh! Enak, Mingyu hyung!” Mingyu membantu menggoyang-goyangkan pinggulnya tanpa jeda. Kepala Wonwoo tenggelam di tenguk Mingyu, desahan-desahan lolos dari mulut Wonwoo dan langsung masuk telinga Mingyu. Desahan yang membuat Mingyu tambah semangat lagi. Mingyu menghisap puting kanan Wonwoo, menjilatinya dengan gerakan atas bawah, puting itu sudah menegang dan merah akibat Mingyu mainkan tadi.

“Iya, sayang. Ahh! Desahin nama aku terus.” suara tabrakan kulit mereka memenuhi ruangan. Mereka bergerak bersamaan, memberikan sensasi yang luar biasa nikmatnya.

“Udah mau keluar belum, sayang?” bisik Mingyu di telinga Wonwoo dengan nada rendah.

“U—udah hyung, ahhh!” tubuh Wonwoo bergetar, nafasnya tak karuan, tubuhnya panas dingin pertanda pelepasannya sudah dekat.

“Aku keluar di mulut kamu, ya? Kamu suka kan sama sperma aku?”

“Suka banget, hyung!” jawab Wonwoo antusias. Mingyu segera mendorong Wonwoo agar pindah di bawahnya. Tangannya mengocok penis Wonwoo dengan tempo cepat. Penisnya licin, membuatnya mudah sekali bergerak.

“Buka mulut kamu, Wonwoo–ya!” Wonwoo menuruti perintah Mingyu. Mulutnya terbuka lebar, lidahnya menjulur keluar, bersiap menunggu pelepasan Mingyu. Ia mengocok penis Mingyu, membuat Mingyu mencapai putih, begitu juga dengan Wonwoo yang keluar di tangan Mingyu. Spermanya muncrat di wajah Wonwoo, kebanyakan masuk di mulutnya dan sebagian kecil di pipinya. Wonwoo menjilati cairan yang menetes dari mulutnya, tak ingin membuang satu tetespun. Setelah semua cairan Mingyu keluar, Wonwoo menelannya dengan lahap tanpa rasa jijik sedikitpun.

“Mhmmm... ahh!” desah Wonwoo untuk terakhir kalinya malam itu karena seluruh tubuhnya lemas, matanya berat, tenaganya terkuras habis, dan tanpa ia sadari ia tertidur.

“Anjir lu tidur, hyung?!!”

Mimpi Jorok🔞

“Wonwoo hyung?” Mingyu baru saja selesai membasuh dirinya malam itu. Rasanya segar sekali mandi air dingin setelah seharian berkeringat akibat aktivitas kuliahnya yang padat. Handuk mandinya masih tergantung di bahunya. Rambutnya masih basah, ia terlalu malas untuk mengeringkannya karena ia sudah tak sabar ingin bermanja-manjaan dengan Wonwoo. Seminggu belakangan ini Wonwoo selalu sibuk dengan dunia kuliahnya dan pekerjaannya. Tugas kuliahnya tak henti-hentinya berdatangan, kerap kali Wonwoo mengerjakannya sampai begadang. Ia sangat merindukan waktu-waktunya bersama Wonwoo, apalagi waktu dimana mereka bermain di ranjang.

Wonwoo tertidur pulas di sofa dengan mulut menganga, dengkurannya terdengar vokal, dengan masih memakai kemeja kuliah. Ia baru sampai di apartement saat Mingyu sedang mandi. Pekerjaannya hari ini sangat melelahkan karena ia harus mengganti shift Seungcheol yang sedang sakit. Semua tenaganya sudah terkuras habis. Batal sudah rencananya untuk tidur siang hari ini. Ah, ia hanya ingin tidur untuk mengisi kembali energinya.

“Wonwoo hyung, udah tidur?” Mingyu jongkok di samping Wonwoo, telunjuknya dengan jahil memainkan pipi Wonwoo, mencubitinya sesekali. Wonwoo tak memberi respon sama sekali, malahan dengkurannya semakin mengeras. Air liurnya menetes dari ujung bibirnya. Wonwoo sudah berubah menjadi seorang bayi.

“Kita belum ngelakuin itu selama seminggu, hyunggg. Sejak lu confess kemaren masa iya mau tidur doang sih!” Mingyu merengek sambil menekuk bibirnya. “Aww, lu beneran tidur hyung?”

“Pasti lu kecapean, ya? Kalo gitu tidur yang nyenyak ya, hyung.” Mingyu mengelus pipi Wonwoo, pipinya itu sangat mulus dan halus, tak ada satupun jerawat di sana. Walaupun ia belum mencuci wajahnya namun tetap saja tak berminyak, malahan cenderung lembab. “Karena gua ga akan ngebiarin lu buat tidur sedetik pun besok.”

Mingyu berpindah untuk duduk di dekat kaki Wonwoo, di bagian sofa yang masih kosong. Tangannya sudah bermain dengan ponselnya, memeriksa Kakao Talk barang kali ada pesan yang masuk.

“Ngga....” ucap Wonwoo pelan. Mingyu terperangah. Mengapa Wonwoo tiba-tiba berbicara?

“Nnghhh.......” Wonwoo mengigit bibir bawahnya, alisnya menukik, desahannya tertahan.

“Apa ini? Sleep talking lagi, hm? Lagi mimpi buruk ya hyung?” Mingyu menggenggam tangan Wonwoo, tangan mereka bertautan mesra. “Gapapa, hyung. Ada Mingyu di sini, kok.”

“Ahh! Kegedean!” Wonwoo tiba-tiba mendesah, tangannya menggenggam tangan Mingyu lebih kuat. Kakinya yang berada tepat di selangkangan Mingyu ia goyangkan, seperti sedang menggoda. Mingyu merasa geli sekaligus enak di bawah sana. Penisnya yang hanya tertutup boxer seakan meronta-ronta ingin keluar. Mingyu tersentak sekaligus bingung. Apa yang sebenarnya terjadi pada Wonwoo hyung-nya itu?

“Mingyu hyung... ahh! di situ!!” pipi Wonwoo merona merah. Mingyu melirik ke gundukan besar di antara kedua paha Wonwoo, gundukan yang masih tertutup rapih oleh celana jeans. Sebuah ide nakal terlintas di benaknya, ia ingin gantian menggoda Wonwoo. Tangannya ia bawa untuk membuka kancing celana jeans Wonwoo, tak lupa menurunkan resletingnya. Mingyu mengelus pelan gundukan itu dari luar boxer. Wonwoo tersentak lalu melengkungkan tubuhnya. Penisnya sudah tegang, padahal baru Mingyu sentuh sedikit.

Mingyu memanjat ke atas Wonwoo, tangannya ia selipkan ke dalam kemeja biru itu, mengelus kulit telanjang Wonwoo. Ia lalu berbisik pelan di telinga Wonwoo, membuat Wonwoo melenguh. “Wonwoo hyung, lagi mimpiin Mingyu, ya?”

Tangannya dengan sigap membuka kancing kemeja Wonwoo satu-persatu, ia lalu mengelus tubuh telanjang Wonwoo perlahan, mulai dari bahunya, lalu turun ke dada dan perutnya. Tubuh Wonwoo terasa hangat, bau rokok masih menempel karena ia sempat merokok satu batang sebelum tertidur. Postur badan Wonwoo sangat ideal, tidak terlalu kekar, dan tidak juga terlalu kurus. Abs-nya mulai terbentuk karena ia mulai rutin berolah raga di gym beberapa bulan belakang ini. Tentu saja karena saran dari Mingyu. Wonwoo juga mulai mengatur pola makannya sehingga badannya lebih berisi daripada dulu.

‘Gua penasaran sampe kapan lu mau tidur terus.’ Mingyu menyeringai, tangannya menggerayang di puting Wonwoo. Dimainkan puting itu dengan gemas, dipilin dengan gerakan memutar, dicubit. Diulangi terus gerakan tersebut sampai puting Wonwoo tegang memerah.

“Ahhh!!!” desah Wonwoo saat Mingyu memainkan kedua putingnya secara bersamaan lalu menariknya kuat. Badan Wonwoo bergetar, namun ia tidak bangun.

Mingyu meletakkan tangannya di dagu Wonwoo lalu membuka rahang bawahnya. Dijilatnya bibir yupi itu sampai basah, bibir bawahnya Mingyu hisap sesekali disertai dengan kuluman dan gigitan kecil yang memabukkan. Setelah itu Mingyu melumat bibir Wonwoo penuh, ia ulang berkali-kali sampai ia merasa cukup, sesekali melepas tautan bibir mereka untuk mengambil nafas. Melihat bibir Wonwoo yang sudah bengkak memerah membuat Mingyu tak dapat menahan dirinya lagi. Segera ia memasukkan lidahnya tanpa permisi, merasakan gua hangat itu, sambil mengabsen gigi Wonwoo satu persatu dan menggelitik langit-langitnya.

‘Kalo gini terus gua ga yakin bisa berhenti.’ gumamnya dalam hati pertanda bahwa libidonya telah menang dan mau tidak mau ia harus menurutinya.

Seungcheol Sakit

Seungcheol berbaring lemas di tempat tidurnya sedari pagi. Suhu tubuhnya tinggi namun sekujur tubuhnya menggigil. Ditambah lagi kepalanya yang sakit dan pusing bukan main, ia merasa seperti berputar, terbang di udara. Tubuhnya tertutup selimut sejak pagi tadi, seperti enggan berjauhan dengannya. Hembusan nafasnya terasa berat dan panas. Setiap kali ia memejamkan mata yang ia rasakan hanyalah panas yang menyebar di kedua bola matanya, membuat air matanya menetes sedikit. Hari ini ia menggunakan jatah bolosnya untuk istirahat di rumah agar ia lekas baikan.

Bel apartementnya berbunyi, menandakan seseorang datang untuk menjumpainya. Ah, Seungcheol terlalu lemas untuk berjalan membuka pintu. Lagian ia tak ada janji dengan siapapun, mungkin hanya orang iseng. Bel itu hanya berbunyi sekali setelah itu terdiam. Seungcheol pikir orang itu sudah pergi. Namun tak lama kemudian terdengar suara bel yang berturut-turut sampai sepuluh kali yang memekakkan telinga. Dengan malas, Seungcheol berjalan perlahan menuju pintu takut dirinya akan ambruk. Terdapat layar monitor kecil yang terpasang di pintu agar kita bisa melihat siapa yang datang, dan di balik pintu sana ada seseorang yang tak Seungcheol duga kehadirannya.

“Siapa?” Seungcheol menekan tombol speaker agar orang di seberang sana bisa mendengarnya.

“Seungcheol–ah! Ini Jeonghan!” seru seseorang di balik sana.

“Yoon Jeonghan! Kenapa lu di sini?” ia terkejut melihat laki-laki yang disukainya itu tiba-tiba datang.

“Gua denger lu lagi sakit, tadi pas gua lagi rebahan di rumah tiba-tiba Wonwoo nelfon!” ucapnya antusias. “Gua bawain makanan sama obat-obatan, cepetan bukain pintunya!”

“B–bentar! Kasih gua waktu sepuluh menit!!”

“Huh? Hey!!”

Seungcheol panik, ia belum mandi hari ini. Rambutnya berantakan, wajahnya belum dicuci, baju yang ia pakai sudah buluk, dan kamarnya sangat berantakan seperi kapal pecah. Bajingan, pasti ini semua ulah Wonwoo! Karena hanya Wonwoo yang tahu kalau ia sakit. Setelah bersiap-siap dan membereskan kamarnya, Seungcheol akhirnya membuka pintu apartmentnya.

“Maaf ya, udah bikin lu nunggu lama.” Jeonghan terduduk di depan pintu akibat Seungcheol yang terlalu lama.

“Anjir, gua kira lu pingsan!” Jeonghan beranjak bangun sambil merapikan pakaiannya.

“Maaf, ayo masuk.” Seungcheol mempersilahkan Jeonghan masuk duluan, lalu ia menutup pintu kembali. “Lu sendirian aja?”

“Iya, temen sekamar gua lagi pergi sampe besok.” Seungcheol terbatuk beberapa kali, untung saja ia memakai masker.

“Gimana keadaan lu? Kayaknya batuk parah, ya?”

“Cuma demam doang, lu ga perlu dateng ke sini kok.” Seungcheol mempersilahkan Jeonghan duduk di sofa. “Gua tau lu bakal kayak gini, makanya gua dateng.”

“Apa ga tambah sedih kalo lu lagi sakit terus malah sendirian aja?” Jeonghan terkekeh.

“Udah makan belum?” Jeonghan membuka tas yang ia bawa dan merogoh ke dalam. “Gua beliin makanan tadi di minimarket, ntar gua panasin ya.”

“Ah, makasih ya.” jawab Seungcheol sambil terbatuk. Jeonghan membuka makanan kaleng yang ia beli namun ia tak sengaja menumpahkannya sedikit di tangannya.

“Anjir, tumpah!” dengan sigap Jeonghan lalu menjilati tumpahan itu, membawa jemarinya masuk ke dalam mulut dan menjilatinya sampai bersih. Seungcheol memandangi aksinya itu dari tempat tidurnya. Tanpa ia sadari, imajinasinya sudah melalang buana.

Seungcheol memegang jemari Jeongan yang terkena tumpahan tadi lalu menjilatinya sensual. “A–anjir, cheol, lu ngapain?”

Digenggamnya jari-jari lentik itu lalu dikecup pelan. Seungcheol mencondongkan tubuhnya, jarak mereka sangat dekat, bahkan hidung mereka saling bersentuhan. Seungcheol membawa lelaki yang disukainya itu ke dalam ciuman yang hangat, dilumatnya bibir dambaannya itu sambil sesekali digigit. Jeonghan mengerang pelan saat lidah Seungcheol masuk dan melilit lidahnya.

“Seungcheol... ahh!” desah Jeonghan saat ciuman itu semakin memanas. Air liur menetes dari mulut Jeonghan menuju dagunya.

“Choi Seungcheol!!!!!” teriakan Jeonghan membuyarkan imajinasi Seungcheol.

“Kok makanannya ga diambil sih? Jangan bilang lu ga nafsu.” sedari tadi tangan Jeonghan memegang mangkok yang berisi bubur ayam hangat, namun Seungcheol tak kunjung mengambilnya.

“Eh, iya......” Seungcheol pikir ia sudah mulai gila. Bisa-bisanya ia membayangkan hal-hal kotor seperti itu. Mungkin sakitnya ini mengacaukan pikirannya.

“Lu harus makan loh! Sini gua suapin,” Jeonghan menyendok satu sendok penuh bubur, lalu mengarahkannya untuk masuk ke mulut Seungcheol. “Aaaaa......”

“Huh?” Seungcheol terdiam, ini beneran nyata, kan? Bukan imajinasinya saja?

“Buruan aaaa... walaupun cuma tiga sendok tapi lu tetep harus makan.” Seungcheol menuruti sahabatnya itu dan segera memakannya.

“Gimana enak ga?” bubur itu masih dikunyah dalam mulutnya perlahan, dalam tiga kali kunyahan lagi bubur itu sudah berpindah ke perutnya. “I–iya enak banget!”

Bubur itu memang enak jika dimakan sewaktu sehat, namun sekarang ini semuanya jadi terasa pahit. Namun Seungcheol ingin menghargai usaha Jeonghan yang repot-repot menyuapi dan mengurusnya. “Bagus! Sesuap lagi?”

“Aaaahh....” Seungcheol membuka mulutnya seperti anak kecil yang kemudian segera terisi oleh sesendok bubur lagi.

“Nah gitu dong! Yang lahap makannya.” Jeonghan tersenyum puas melihat Seungcheol yang makan dengan baik walaupun sedang sakit, jadi ia tak perlu repot-repot memaksanya.

Seungcheol tersenyum kecil, pipinya memerah, ia tak menyangka bahwa sakitnya akan membawa sebuah kebahagiaan kecil bersama Jeonghan.

‘Ah, gua beneran harus traktir Wonwoo pas udah sembuh!’ gumam Seungcheol dalam hati.

Nugas

Waktu sudah menunjukkan pukul dua malam namun Wonwoo masih berkutat dengan laptop di hadapannya. Tangannya bergerak cepat mengetik materi yang ia cari, matanya menyusuri halaman web yang muncul di layar. Badannya sudah pegal sedari tadi berada di posisi ini, begitu juga matanya yang sudah pedih akibat layar laptopnya. Wonwoo baru pulang kerja jam 11 malam tadi akibat mengganti shift temannya yang kecelakaan. Setelah sampai apartment, lebih tepatnya apartment Mingyu, ia segera membersihkan tubuhnya yang sudah lengket akan keringat itu, setelah itu ia makan ramen pedas kesukaannya. Ah, hari ini benar-benar hari yang melelahkan.

“Gua nyerah, anjing!!!” Wonwoo berteriak geram. Materi yang ia dapatkan belum cukup lengkap, sudah ia cari kemana-mana namun belum dapat juga. Wonwoo menariki rambutnya frustasi, rasanya ia ingin menyerah saja.

“Masih banyak yang belum selesai, hyung?” Mingyu yang daritadi tiduran di kasur sambil memainkan ponselnya berjalan mendekati Wonwoo.

“Baru setengah. Lu tidur aja, gyu. Mau gua matiin lampunya?” ucap Wonwoo namun tatapannya masih terpaku pada layar laptop.

“Mau gua bantuin?” Mingyu duduk di samping Wonwoo dan mengintip layar laptopnya.

“Ga usah, Gyu. Ini kan tugas gua, lu tidur aja udah malem. Besok kan ada kelas pagi.”

“Tapi lu keliatan cape, hyung.” mata Mingyu mengikuti arahan kursor laptop dan membaca sekilas materi tugas itu.

“Kayaknya gua ada matkul itu juga deh semester kemaren. Bentar,” Mingyu beranjak dari samping Wonwoo untuk mengambil laptopnya yang berwarna putih. Dihidupkannya laptop itu lalu tangannya yang lihai membuka folder dokumen untuk mencari file yang ia maksud.

“Nah ini!” seru Mingyu yang membuat Wonwoo mengalihkan perhatiannya. Wonwoo memindai dokumen word yang Mingyu tunjukkan. “Gimana? Bisa dipake ga materinya?”

“Wah! Bisa, Gyu. Kalo gitu tinggal gua copy paste doang dong!” ucapnya antusias.

“Nih pake flashdisk gua.” Mingyu memasukkan flashdisk 16GB-nya ke dalam slot di laptopnya lalu memindahkan file tadi.

“Wahhh!!! Hebat! Makasih, Gyu!” Wonwoo segera mengambil flashdisk itu dari tangan Mingyu dan memindahkan file tadi ke laptopnya.

Tanpa aba-aba Wonwoo melingkarkan tangannya pada tubuh Mingyu, memeluknya hangat, merasakan kehangatan di malam dingin itu. Tubuh Mingyu yang tinggi dan besar itu sangat nyaman untuk dipeluk. “Lu tau kalo gua suka sama lu, kan?” ucapnya tanpa sadar.

Tiba-tiba semuanya hening, tak ada tanggapan apa-apa dari Mingyu. Yang mereka dengar adalah suara dentingan jam yang terus berjalan detik per detik. Wajahnya memerah padam saat menyadari apa yang baru saja ia katakan dan lakukan. Ia melepaskan pelukan sesaatnya itu dan refleks mendorong Mingyu.

“B–bukan gitu! Gua cuma berterimakasih.....” ucapnya gelagapan. Kedua tangannya memegang bahu Mingyu, kepalanya menunduk, menyembunyikan wajah merahnya itu.

‘Apa yang barusan gua bilang, anjing! Pasti gara-gara kecapean nih.’ marahnya pada diri sendiri.

“Lu tidur aja, gua mau lanjut nugas. Makasih udah bantuin.” ucapnya salah tingkah. Mingyu terdiam, bingung akan respon apa yang harus ia berikan. Apakah ia harus menjawab pertanyaan Wonwoo?

Alih-alih menjawab pertanyaan itu, ia malah memberi kecupan pada bibir Wonwoo. Bibir yang menjadi kesukaannya sejak ciuman pertama mereka. Tangannya ia pindahkan ke tengkuk Wonwoo untuk memperdalam ciuman mereka. Ciuman mereka semakin intens saat Mingyu menggigit bibir bawah Wonwoo lalu melumatnya pelan. Wonwoo membalas dengan memainkan lidahnya agar bertautan dengan lidah Mingyu, saling bertukar saliva. Mereka sudah tenggelam dalam ciuman manja itu sampai Wonwoo tak sadar menjatuhkan flashdisk yang ia pegang daritadi. Wonwoo merasa seperti semua penatnya hari ini sudah dihilangkan oleh ciuman Mingyu, semua beban di hidupnya seakan-akan sudah diangkat. Rasanya sudah lama Wonwoo tidak mencicipi bibir sintal Mingyu akibat ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

“Mhhmm, ahh!” Rasanya sungguh nikmat, pikir Wonwoo. Ciuman itu membuatnya candu. Ciuman mereka terhenti saat keduanya berusaha mengambil oksigen untuk mengisi paru-paru mereka. Benang saliva terjalin menghubungkan bibir mereka berdua. Nikmat. Tak ada sedikitpun nafsu yang tersirat di dalamnya, semuanya murni akan kasih sayang yang mendebarkan.

“Kalo gitu Mingyu tidur duluan ya, hyung.” ucapnya dengan nada yang sangat lembut. Dibelainya pipi Wonwoo sebentar sebelum Mingyu berbalik untuk tidur. Jantung Wonwoo berdetak tak karuan, rasanya seperti ada ratusan kupu-kupu di perutnya.

Langkah Mingyu terhenti saat ia merasakan sesuatu yang aneh. Pipinya memerah, badannya panas dingin dan jantungnya berdegup semakin cepat, sama seperti apa yang Wonwoo rasakan.

Jujur

Seplastik es batu yang dialasi handuk kecil itu berbaring memberikan sensasi dingin pada bokong Wonwoo. Bokong Wonwoo masih memerah akibat tamparan berkali-kali dari tangan Mingyu sialan itu. Mingyu mengusap-usap pantat Wonwoo dengan handuk kecil itu agar semuanya terkena es batu. Memar kemerahan itu terasa perih ketika dikenai es batu yang dingin itu membuat Wonwoo terbangun dari tidurnya.

“Udah bangun, hyung?” Mingyu mendongakkan kepalanya. Ia sedang duduk di lantai sedangkan Wonwoo di sofa.

“Lu lagi ngapain? Gua ga bisa ngerasain tubuh bagian bawah gua.” badan Wonwoo seluruhnya pegal dan sakit akibat Mingyu yang bermain terlalu kasar semalam. Ia tak pernah merasa sesakit ini sebelumnya, rasanya seperti mati rasa.

“Lagi ngompresin pantat hyung pake es batu.” Mingyu memindahkan es batu itu ke bagian yang paling merah. “Hyung marah, ya?”

“Gua ga punya tenaga untuk marah lagi. Buruan lu selesain itu biar gua bisa pake celana.” Wonwoo membenamkan wajahnya di bantal. Rasanya ia ingin tidur seharian, ia benar-benar lemas.

“Sakit banget, ya, hyung?” handuk kecil itu ia pindahkan agar ia bisa mengelus pantat Wonwoo yang masih sangat merah. Wonwoo mendesis, rasanya perih sekali. “Dikit doang.”

“Hyung, kulit lu terlalu sensitif, ya? Gampang banget buat ninggalin tanda kemerahan, kayak kissmark itu.” Mingyu mengoleskan salep agar pantat Wonwoo segera pulih. “Diem, anjir! Malah bahas itu.”

Wonwoo merasa seperti ingin mendesah saat jemari Mingyu menyentuh kulit sensitifnya itu. Jangan-jangan Wonwoo menyukai hal-hal seperti itu juga.

“Sampe kapan lu mau ngelakuin ini terus?” Wonwoo memainkan poninya sendiri yang sudah terlalu panjang. “Hmm? Maksudnya mukulin pantat lu? Kalo lu ga suka gua akan berhenti.”

“Bukan itu, anjing!” sentak Wonwoo lalu melanjutkan ucapannya. “Maksud gua sex, sampe kapan lu mau ngajarin gua?”

“Kenapa? Lu udah mau ngelakuin itu sama Sooah noona?” Wonwoo tersentak bangun dari posisinya. “Bukan gitu!!!”

“Terus kenapa nanya?” Wonwoo terdiam, ia bingung bagaimana harus mengutarakan perasaannya yang sesungguhnya ini. “Emang lu ga ngerasa aneh tah kalo kita ngelakuin ini terus?”

“Kalo hyung bisa lebih jujur,” Mingyu mengambil perban dan membalut luka kemerahan di pergelangan Wonwoo dengan perban itu. “Mungkin di saat itu juga Mingyu akan berhenti ngajarin hyung.”

“Apa maksud—”

“Udah selesai, gua mau mandi dulu.” Wonwoo menatap kedua pergelangan tangannya yang sudah terbalut perban. Ia merasa lebih baikan. Mingyu membuka atasannya, Wonwoo terkejut padahal ini bukan pertama kali ia melihat tubuh gagah itu telanjang.

“Hyung istirahat aja.” ucap Mingyu, senyuman terpatri di wajahnya. Senyuman yang membuat Wonwoo seakan terbang melayang, senyuman yang membuat Wonwoo jatuh cinta padanya lagi.

‘Kalo gua bisa lebih jujur dia akan berhenti ngajarin gua. Apa coba maksudnya, anjir!’ geram Wonwoo dalam hati.