Masklepond

#Love talk.

⚠️TW!! Dirty talk, unsave sex, slut shamming, cock playing, blow job, deepthroat and many more. Pokoknya jorok. Jorok banget. Read at your own risk.

I can hear it callin' Lovin' the way you wanna talk. Touch me, tease me, feel me up.

Lagu Love Talk milik WayV ini menggema di dalam mobil Pond yang tengah terparkir di depan rumah Phuwin. Dia menunggu kekasih nya untuk membeli buku Sbmptn mengingat Phuwin akan mengikutinya beberapa bulan lagi.

Terlihat Phuwin keluar mengenakan kaos putih tipis yang memperlihatkan nipple nya dan celana coklat diatas lutut.

Pemandangan ini cukup membuat Pond pusing menahan birahi melihat kekasihnya yang masih sma ini.

“Kak? Nunggu lama?” Kata Phuwin yang membubarkan lamunan Pond.

“I-iya, eh engga. Phu itu gaada baju lain apa?”

“Cuma ke toko buku doang ngapain pake baju bagus, pake ini aja jadinya.” “Liat kakak dong? Ngapain pake kemeja segala cuma nganterin beli buku juga, mau caper?” Kata Phuwin memajukan bibirnya.

“Engga tapi itu keliatan banget Phu.” Pond sambil menunjuk sesuatu di dada Phuwin.

“Yaudah sih kak, emang sapa yang mau liat.”

Pond menghela nafas. GUE SANGE ANJING TUTUP. Teriak Pond dalam hati.

“Gaada yang liat tapi gue liat.”

“Kan kakak pacar gue emang kenapa sih keknya risih banget.”

“Entar gue gigit panik.” Ancam Pond.

“Yaudah nih gigit.” Phuwin mengarahkan dadanya ke wajah Pond.

Ni anak emang bener bener pengen di serang apa gimana. Kata Pond dalam hati.

Lantas Pond menggigit bibir bawahnya. Benar benar Phuwin sangat menggoda Pond hari ini.

“Eeits! Pulang dari beli buku. Papa sama mama gaada di rumah juga.”

“Wah nantangin ni anak.”

Dengan cepat Pond menancap gas ke toko buku, dan disamping nya Phuwin hanya senyam senyum seperti dia sudah merencanakan hal ini.

“Beli buku nya jangan lama lama, pake jaket gue. Gamau kalo aset gue diliat orang orang.”

“Asat aset huh. Iya bentar ya kak sayang ku, kayanya ga sabaran banget nih.” Phuwin menunjukkan smirk nya kepada Pond.

Gila gue gila. Gue abisin lo malem ini.

“Shit kenapa lagu ini keputer sialan.”

Here we are all alone in this room And girl i know where to start what we gonna do. I'll take my time we'll be all night girl So get ready babe

Take you down -Chris Brown

“Apa gue pemanasan dulu ya. Udah lama juga ga main.” “Tapi gue takut Phuwin tiba tiba dateng.”

Pond perlahan meraba bagian sensitifnya yang sudah setengah menegang dari tadi.

“Shh Phu.” Erang lirih Pond. Baru saja di raba dari luar celana, tapi Pond sudah benar benar menyerah pada birahinya.

Saat melihat Phuwin keluar dari toko buku, dengan cepat Pond menghentikan aktivitas 'pemanasan' yang bahkan belum di mulai.

“Udah?” Tanya Pond yang tidak di gubris Phuwin.

“Kak.”

“Em?” Jawab Pond sambil mengeluarkan mobilnya dari parkiran.

I saw you a few minutes ago. Rolling your eyes. What happen? You touch yourself uh?” Tanya Phuwin.

Pond terlihat panik.

“Engga.” “Emang rolling eyes doang gaboleh?”

Phuwin meletakkan tangannya di paha Pond tiba tiba, sehingga membuat kekasihnya kaget setengah sadar.

“Gabisa sabar?”

“Phu gue lagi nyetir ajir.”

You can touch yourself. But in front of me only. Gimana kalo tadi ada yang liat hm?” Kata Phuwin sambil mengelus paha Pond yang membuat empunya sedikit kesal.

“Phu stop anjir, nanti gue ga fokus.”

“Bukannya udah ga fokus dari tadi? Dikira gue ga bisa liat? Mana pake celana agak ngetat lagi.” “Ini udah tegang banget?” Phuwin dengan segala serangannya menyentuh bagian paling berharga Pond.

Pond sudah pusing sekarang. Bagaimana bisa dia menahan ini saat pacarnya sudah berkata kata demikian? Lantas Pond mengenggam lengan Phuwin.

“Phu. Abis ini sampe rumah, jangan gini.” Tahan Pond.

“Yang ga sabaran tadi sapa ya? Gamau disentuh disini?” Lagi lagi Phuwin meremas paha Pond. “Mau di sepong sekarang, sir?” Benar benar gila Phuwin. Di remasnya gundukan pacarnya yang membuat empunya mengerang lirih.

“Phuwin don't. Gue nih, anjir lo kira gue tahan?” “Diem dulu.” Bukannya menancap gas, Pond malah membuatnya sedikit pelan.

Phuwin kembali ke duduk nya dan memasang smirk. Tangan Pond tidak bisa diam di kemudi saja, setelah apa yang Phuwin lakukan, Pond ingin mendominasi juga.

“Kok malah pelan?” Tanya Phuwin.

“Mumpung jalannya sepi.” Tangan Pond sudah berada di depan benda pink di balik baju Phuwin. “Ini, gue pengen cubit dari tadi. Mau di cubit?”

Go ahead.” Tantang Phuwin. “Jangan lupa liat jalan. Biasanya orang kalo lagi kelebihan hormon tiba tiba jadi bego.”

“Gak.”

Tangan Pond digunakan menyetir dan yang lainnya mencubit dan meraba dada pemuda berumur 18 tahun disampingnya, yang di dominasi hanya bisa menutup mata keenakan.

“Tadi yang mulai duluan kuat, giliran diginiin udah nutup mata. such a slut.

Perkataan barusan tidak di gubris oleh Phuwin, dia meneruskan aktivitas keenakannya. Tak lama kemudian tangan Pond sudah berada di bawah.

“Ini juga. Udah tegang banget kayanya pengen di kocokin? Buka celananya coba.” Kata Pond, yang diajak bicara menurut. Phuwin membuka kancing dan resleting celana coklat itu.

Tak perlu pelumas, ternyata cairan precum Phuwin sudah keluar, digunakan Pond untuk melicinkan benda panjang berdaging itu.

“Lah udah keluar precum berarti dari tadi juga lo udah sange ya?” Pertanyaan itu tidak di gubris lagi oleh Phuwin.

Pond memainkan ujung penis Phuwin dengan perlahan, lalu mengocoknya pelan.

“Ah, hmf kak.” Erang Phuwin.

“Lemah banget sih, baru dua kali naik turun udah ngerang aja, mau di kencengin ga?”

“Ah..hah, please j-jush ah go fashter p-please.”

Pond benar benar mempercepat tempo mengocok penis Phuwin. Phuwin hanya bisa mendesah dan menggengam kursi penumpang untuk melampiaskan nikmatnya.

Oh my god, your dick is gonna blow up cepet banget.”

“Ah.hmmf ah mau keluarh kak hah ah ah hah.”

Let them out then.

Phuwin mencapai putihnya, yang membuat itu keluar hanya tersenyum lebar.

The game is on me, Phu. Jangan ngesok jadi dominan makanya.” Ejek Pond.

“Iya maaf.”

“Bersiin itu. Abis ini gue abisin beneran lo.” Ancam Pond.


Mereka berdua sudah berada di kamar Phuwin yang tidak begitu besar tapi nyaman untuk berbuat 'itu'

“Lo mandi.” “Nanti baru gue mandi.”

Yang diajak bicara hanya mengangguk iya. Phuwin melepaskan Pakaiannya tepat di depan Pond. Pond frustasi melihat bokong fluffy Phuwin yang terpampang jelas di depan matanya. Ingin rasanya meremas bongkahan itu.

“Shit. Tunggu ayo mandi bareng aja.” “Sana jalan duluan.”

Plak Tampar Pond pada bokong Phuwin. Yang ditampar hanya diam. Ini bukan pertama kalinya mereka akan berhubungan badan. Tapi Pond adalah dominasi yang sangat baik.

Setiap akan melakukan ini, rasanya seperti pertama kali bagi Phuwin, entah kenapa tapi begitu rasanya.

Pond duduk di closet memantau Phuwin membersihkan diri. Phuwin yang menyadari nya pun menggoda Pond dengan cara mengusap tubuhnya binal. Saat akan mengusap lubang nya, dengan sengaja dia agak menunungging sehingga memperlihatkan lubang pink nya di depan Pond.

“Sialan. Ngegoda gue lo ya?”

Join me then.” Phuwin mengatakannya dengan senyuman penuh nafsu dan melambaikan telunjuk dan jari tengahnya guna memanggil Pond.

“Lo mau main disini apa di kasur sih?” Kata Pond sambil meremas bokong Phuwin yang masih terbalut sabun, membuat empunya merinding.

“Dua duanya.”

“Kuat?”

If it's you kak, no matter how many ours we play i will open my thighs wide for you.” Kata Phuwin sambil mengalungkan tangannya pada leher Pond.

Sial. Dirty talk Phuwin barusan membuat Pond merinding. Bagian selatannya pun sudah mulai menengang. Lagi.

Pond mulai menarik tekuk Phuwin dan mencumbu bibir pink Phuwin sembari meremas bokong Phuwin lagi. Entah tapi itu spot favoritnya hari ini.

“Emhh.” Rintihan Phuwin mulai terdengar sekarang. Penis mereka juga sedang bergesekan dibawah sana membuat keduanya semangat melakukan aktivitas kotor ini.

“Bilas dulu sabunnya atuh, asem dong gue mau nyium leher lo.”

Di nyalakannya shower diatas kepala mereka, membuat aktivitas ini semakin panas. Berciuman dibawah shower seperti ini membuat birahi makin naik.

Ciuman Pond mulai turun ke leher jenjang kekasihnya, memberi tanda keunguan disana. Phuwin mengerang sedikit merasakan aktivitas kekasihnya ini.

Dan turun, sampai lah Pond dihadapkan dengan benda panjang berbola dua milik pacarnya.

Dia remas dan sedikit memainkan kepala penis Phuwin, membuat Phuwin menjambak Pond untuk melampiaskan nikmatnya.

Should i give you a deepthroat?” Tanya Pond sambil memegang penis Phuwin dan membuka mulutnya lebar.

No, let me do it. Tadi kakak udah blow job aku di mobil. Gantian, aku aja yang kasi kakak deepthroat” Tawar Phuwin.

Pond bangkit dari jongkok nya dan berdiri, Phuwin sudah memposisikan mulutnya tepat di depan penis Pond. Sebelum itu, Phuwin meremas Penis Pond dan mengocoknya sebentar.

“Hah-ah hm Phu-ah. Masuki-ah masukin aja lama banget lo.”

“Bentar dong, pemanasan. Apa mau gue jilat dulu kaya gini? Hmh.”

Kurang ajar. Phuwin menjilat kepala penis Pond dengan pelan membuat Pond mengerang keenakan. Tangannya tidak tinggal diam, dia meraba raba bola di bawah sana.

Pond? Menutup dan membuka matanya sambil memainkan putingnya sendiri. Rasa ini sungguh nikmat.

“Gue masukin ya?”

“Cepet.”

Dalam sekali hentakan Phuwin sudah bisa memberi Pond deepthroat. Benar benar hanya sekali tapi penis Pond sudah masuk sedalam itu di mulut Phuwin.

Pond yang masih memainkan putingnya pun turun menjambak Phuwin untuk memaju mundurkan kepala Phuwin.

You such a slut, Phu! Ah enak banget sialan. Deeper please!

Pond terus terusan mendesah kan nama Phuwin. Yang dibawah pun bangga triknya berhasil membuat Pond mengerang keenakan berkali kali.

Saat Pond akan mencapai puncak nya, Pond menarik kepala Phuwin dan menghentikan nya.

“Kenapa kak?”

“Gue gamau keluar sebelum gue masukin lo.” “Isi bathup nya. Gue mandi bentar.”

Phuwin mengisi bathup yang lumayan besar untuk dua orang, phuwin menunggu Pond mandi di bibir bathup. Menggigit bibir bawahnya melihat perut Pond yang kotak kotak seperti sawah di daerah Bali.

“Jangan gitu lah ngeliatinnya, kaya mau makan aja.”

So can i eat you kak?

Ofc abis ini sabar. Gue mau bersihin dulu, abis itu lo boleh makan gue sepuasnya.” Keduanya terkekeh.

Pemandangan yang Phuwin lihat bisa membuat tangannya sedikit memijat penisnya sendiri. Sangat indah. Badan Pond sangat indah.

Pond sudah selesai mandi dan menyadari Phuwin sedang menyentuh dirinya sendiri.

“Oi jangan main sendiri dong.”

“Maaf kak, abisnya.”

“Abisnya apa sayang?” Kata Pond menarik dagu Phuwin dan mencium bibirnya.

Perlahan mereka masuk kedalam bathup tanpa melepas ciumannya sama sekali. Bisa dilihat air liur menetes sampai ke dagu keduanya.

Can i?” Pond memulai pemanasan pada lubang Phuwin dengan memasukkan satu jarinya yang sudah dia lumuri lubrikan tadi.

Phuwin membenamkan wajahnya pada pundak Pond dan meremas pundak Pond menahan sakit saat jari Pond masuk lubang senggamanya.

Iya sudah beberapa kali melakukannya pun Phuwin belum terbiasa.

Dengan tempo yang standar, jari pond ia keluar-masukkan dan membuat Phuwin sedikit mencakar punggung Pond.

“Apasih belom juga dalem, udah cakar cakar.”

“Emh. Ma-masukin lagi.”

Disana sudah masuk dua jari Pond dengan gerakan menggunting guna memberi latihan untuk penetrasinya nanti.

“Kak-ahh-hm.”

“Apa mau keluar?” Phuwin mengangguk di pundak Pond.

Dengan cepat Pond memgeluarkan jarinya dari lubang senggama Phuwin. Wajah kesal pun terukir di wajah Phuwin.

Fuck.

“Ahaha kesel ya? Sini.” Ujar Pond sambil menarik pinggang ramping Phuwin.

Phuwin sudah memposisikan dirinya di depan Pond, membuka pahanya lebar lebar untuk akses Pond. Tapi Pond diam sejenak dan menyentuh penisnya sendiri, memijatnya dengan dua jari. Hal yang dilakukan Pond barusan membuat Phuwin semakin frustasi.

“Kok lo malah main sendiri?” Ujar Phuwin kesal.

“Jalang nya Pond udah pengen dienakin, uh?” “Gue pengen liat lo ngocok sendiri dulu dong?”

Apapun itu Phuwin sedang kesal dengan Pond. Tapi kalau tidak dituruti mana bisa enak dia malam ini. Akhirnya Phuwin mengocok penisnya sambil mendesah hebat.

“Ah-hah gueh maunya ah-kontol lo kak.”

“Nungging sana.” Phuwin tidak melakukannya.

No, let me ride you, kak.”

Pond merinding sekarang, bisa bisanya Phuwin menawarkan hal itu. Yang pastinya tidak akan di tolak oleh Pond.

“Hm udah dibilangin jangan terlalu mendominasi. Tapi gapapa go ahead nanti kan lo nyerah juga. Cepet naik.”

Plak Pond menampar bokong sintal Phuwin. Lagi.

“Ahh.” Phuwin mengerang.

Butuh beberapa menit beradaptasi dengan penis besar Pond. Sepertinya Penis Pond semakin hari semakin besar dan panjang dirasa Phuwin.

Pond meremas pinggang Phuwin dan membantunya bergerak naik turun.

“Shh Phu, you can't even move faster, don't you? ah-hah.”

Mendengar diejek oleh yang di bawah, Phuwin mempercepat gerakannya sambil memegang pundak Pond dan meremasnya. Pond dibawah sana akan mencapai klimaks juga menggerakkan pinggul nya cepat.

“Kak-ah mau keluarh ah-hah.” Mendengar perkataan itu pun langsung meraih penis Phuwin dan mengocoknya cepat. Membuat Phuwin pusing dengan segala rangsangan ini.

Together Baby.” “Phuwin you look so sexy when you ride me. You know it?

“Aahh.” Desahan panjang Phuwin menandakan dia sudah keluar, dan mengotori perut Pond.

“Bentar, dikit lagi ah-hah.” “Kenapa sempith banget sih, Phu. Enak banget.”

Keduanya mencapai putihnya pada waktu yang sama. Phuwin yang tadinya tegak diatas Pond sekarang meringkuk lemas.

“Masih segini udah lemes? Katanya kuat.”

“Hais kak. Ni (menunjuk penis Pond) lo kasih apa? Kok keknya tambah besar?”

“Ga gue kasi apa apa. Keknya emang gue masih puber sih.”

“Puber apaan sih kak. Gue belum capek. Tenang.” “Tapi diem dulu kaya gini, gue masih ngos ngos an.”

Pond menatap seluruh inci tubuh Phuwin yang ada di atasnya dan menuju ke pink nipple milik Phuwin.

Pond menjilat benda itu sampai Phuwin menjambak Pond.

“Kakh p-lease ah.”

Tangan Pond tidak tinggal diam, dengan pelan meremas bongkahan bokong Phuwin membuat Phuwin gila.

“Enak sayang?”

“E-nakh-hh kak pon-dh.”

“Pindah ke kasur ya?”

“Hmmh.”

Pond menggendong Phuwin sambil mengambil handuk untuk menyeka badan mereka yang masih basah oleh air.

Di lemparnya Phuwin ke kasur oleh Pond. Phuwin bisa melihat jelas penis Pond yang masih berdiri terpampang di depan wajahnya. Phuwin menggigit bibir bawahnya menggoda Pond.

“Kak.”

“Sabar Phu,”

“Mau rimming boleh?”

“Em, boleh banget nungging dulu ya sayang? Hm?” Kata Pond menyantap bibir Pond yang agak bengkak bekas kegiatan tadi.

Pond menghisap bibir Phuwin seakan tidak ada hari esok. Mulai memasukkan lidah nya dan mengabsen gigi Phuwin. Dilepasnya tautan ciuman itu, dan meraup oksigen sebayak banyaknya.

Setelah kegiatan ini, Phuwin langsung menungging mengarahkan lubangnya ke wajah Pond.

Look at you phu? Langsung nungging kaya gini, nurut banget ya jalang nya Pond.”

Tak di gubris Phuwin, Pond lalu melesakkan benda tak bertulang itu ke lubang Phuwin.

“KAK! AHKM.”

Jilatan demi jilatan Pond berikan kepada Phuwin sampai Phuwin kewalahan.

Stop, i need your dick.” Ujar Phuwin.

“Nyuruh ya?” Pond meremas gemas bokong Phuwin dan mengusapnya pelan.

Pond memposisikan Penisnya di depan lubang Phuwin dan siap untuk melesakkannya. Tapi Pond berhenti.

“Oiya Phu, dari tadi gue gapake kondom gapapa ya?”

“Gahpapah. Cepet masukihn gue- gakuat kak.”

“Bayangin lo lagi main sendiri Phu, jari tengah lo masuk keluar di lobang sempith ah lo ini, ah enak banget. Tangan lo ngocok kaya gini, ah-hah hshh” Pond meraih penis Phuwin yang menggantung disana.

Pond memulai penetrasinya pelan pelan, walaupun ini ronde kedua, sama saja lubang Phuwin sangat ketat.

“Kak ah-shh ah deeper please ah.”

Pond menggerakkan pinggulnya dengan tempo pelan, dia ingin permainan kali ini bertahan lama. Di usapnya bokong sintal Phuwin membuat empunya mengerang.

Sh-ah slap me kak, shh

As your wish honey

plak plak

Tamparan Pond kali ini lebih keras dan memberi bekas kemerahan di bokong Phuwin. Dirasa akan mencapai puncak Phuwin mengerang keras.

“Ah-hah daddy go fashter please hah-ah ah disitu kak ah-.” Erang Phuwin saat Pond mengenai prostat nya.

Phu? U just call me daddy? Ok i'll go faster then.” Dan benar saja Pond mempercepat tempo nya dan mencapai putihnya tak lama di susul oleh Phuwin.

“Lemes kak.” Kata Phuwin merebah di kasur.

“Yee yang minta dua ronde sapa?”

“Iya sih, tapi ah udah lah besok besok kuat sampe 10 ronde.”

“Buset mau itu apa mma.”

xxpastelline

#Senjani

Angga membereskan barang barang di meja kantornya dengan cepat setelah anak sulungnya mengirimi pesan kalau istrinya sedang menuju ke rumah sakit.

Dengan sigap dia mengambil kunci mobil dan menyalakannya lalu menancap gas secepat mungkin.

Hari ini memang sudah saatnya anak kedua dari Angga dan Vina lahir. Setelah bertahun tahun mereka hidup bertiga akhirnya setelah ini akan ada anggota keluarga baru.

Betapa senangnya seorang Angga yang akan menjadi ayah untuk kedua anaknya nanti, memang itu agak beban tapi Angga tidak keberatan.

Sampai lah Angga di rumah sakit yang dimana itu adalah tempat yang sangat sakral untuk Angga, dia kehilangan Angkasa saat itu. Ah sudahlah itu kenangan masa lalu.

Angga lalu bertemu dengan Talisha dan Dew secara kebetulan dan berbincang sebentar.

“Loh Angga? Ih udah lama ga ketemu ya kita makin cakep aja ni orang. Mau ngapain?” Tanya Dew.

“Eh kak Dew kak Talisha kebetulan banget ketemu, itu mau ke Vina. Dia mau lahiran kayanya.” “Btw kalian udah beranak berapa nih ahaha.”

“Oh Vina mau lahiran? Anak keberapa ngga?” Tanya Talisha

“Dua kak.”

“Yaampun kirain lo udah ternak, ternyata masih 2 aja. Btw selamat ya mau jadi bapak lagi. Dan semoga persalinannya lancar ya ngga. Nanti pasti ketemu lagi, gue bagian obsgyn juga soalnya.” Jelas Dew.

“Oh iya kak, ini gue harus nemuin sapa ya?”

“Itu ada Puim, gue yakin dia udah meriksa Vina.”

“Oke makasih kak Dew, see you.”

Angga berlari kearah ruang ibu dan anak yang pasti nya Vina ada disana bersama Dirga.

Di lihatnya kamar bersalin nomor 05, yang disana ada Vina sedang terbaring dengan baju pasien dan Dirgantara yang duduk di sebelah kasur pasien.

“Angga.” Panggil Vina lirih, dia sudah kehabisan tenaga untuk berbicara, hanya dibalas senyuman oleh Angga

“Eh lo pasti puim ya?”

“Iya, kok tau?”

“Tadi kak Dew bilang gue harus nemuin Puim. Eh ternyata lo nya udah disini.”

“Iya, oiya dengan bapak?”

“Panggil Angga aja, iya gue suami nya Belvina. Dirga jagain mama dulu ya nak, papa keluar ngomong sama bu dokter.”

“Siap pa.” “Adek nya cewe ya ma? Mau dikasih nama sapa?”

“Tunggu papa dulu, Dirga.”

“Okay.” Senyuman Dirga makin lebar saat melihat Perut besar ibunya, dia sudah tidak sabar menanti kehadiran adik nya itu.


“Angga, sorry to say. Tapi ini Vina harus operasi, soalnya kepala bayi nya ga dibawah. Kalo disuruh nunggu pun bisa cuma pasti lama banget.”

“Tapi bisa kan? Gapapa operasi aja.” Jawab Angga tegas.

“Okay. Angga, tapi gue ga jamin buat Vina.”

“Maksud lo?” Pertanyaan Angga tidak di gubris oleh Puim. Puim menundukkan kepala dan menghela nafas.

“Gue bakal coba sebisa gue ya Angga.”

“Iya. Thankyou ya Puim.”

Angga lalu menuju masuk ke kamar Vina dan mendapati istrinya yang sedang menangis ditemani Dirga.

“Vina,” Panggil Angga.

“Ngga, beneran sakit banget yang ini ga boong.” Keluh Vina. Bisa di lihat kalau wajah Vina sekarang sepenuhnya pucat.

“Iya, tahan ya sayang. Abis ini kamu di operasi, tunggu ya? Tahan ya Vina.” Kata Angga sambil mengecup dahi istrinya.

“Haha, ini mau dikasih nama siapa, Ngga?” Tanya Vina sambil tersenyum walau sedang menangis.

“Karna dia lahirnya sore, gimana kalo Senja? Senjani?”

“Dirga setuju. Pasti nanti Senjani cantik banget kaya Senja.” Ujar Dirga. “Mama, yang kuat sebentar lagi adek dikeluarin. Semangat ya ma!”

“Ahah iya Dirga, makasih ya.”


Tepat pukul dua siang waktu setempat, Vina di bawa ke ruang operasi sore itu. Angga sudah siap menemani, sedangkan Dirga menunggu di kamar tadi sedang mengerjakan tugas sekolah.

“Pa, titip mama. Jagain yang bener. Awas aja ya.” Ujar Dirga tadi sebelum mereka akan ke ruang bersalin.

Vina benar benar terlihat kesakitan. Entah apa yang terjadi Angga juga tidak paham, di kehamilan Vina sebelumnya dia tidak sesakit ini.

Angga hanya bisa berdoa selama proses bersalin yang sangat amat menegangkan sore itu.

Terlihat banyak dokter kandungan yang ikut ambil alih, termasuk Dew. Angga juga bingung mengapa banyak dokter disini, biasanya satu sampai dua dokter sudah cukup.

Senja mulai hilang digantikan luna. Bulan malam itu purnama. Bulat sempurna, indah sekali. Berharap kejadian indah juga akan terjadi di ruang bersalin ini.

Rasanya lama sekali proses bersalin kali ini, walau melihat dokter yang ulet menangani Vina, Angga sangat khawatir.

Dia mengelus kepala Vina yang masih tertidur pulas karena bius tadi.

“Vina, you did great. Thankyou for being my soulmate.” Bisik Angga.

Tak lama setelahnya, terdengar suara tangisan bayi yang menggema di seluruh ruang operasi.

“Angga,” Panggil Dew. “Anaknya cantik, kaya ibu nya.” Sambung Dew sambil menyerahkan Senjani kepada Angga.

“Vina, liat ini cantik banget.” Kata Angga pada Vina yang bahkan Vina saja belum sadarkan diri.

“Angga, Vina kayanya gue langsung bawa ke kamar aja, dia belum pulih seutuhnya. Tapi pasti entar bangun.” Kata Dew.

“Iya kak makasih banyak.”

Angga masih menggendong bayi itu sembari menangis bahagia. Kehadiran Senjani diharapkan dapat mewarnai kehidupan Angga dan Vina kedepannya.


“Dirga, ini mau liat Senjani?” Kata Angga pada anak sulungnya yang sedang fokus belajar.

“Eh papa? Udah selesai? Mana mama?” “Senjani cantik banget ya pa, eh emang boleh dibawa kesini pa?”

“Boleh, tapi nanti dibawa ke ruang bayi lagi. Mama masih di urus sama dokter nya, nanti juga dibawa kesini lagi.”

“Oh gitu, pa Dirga mau coba gendong.”

Angga menyerahkan Senjani kepada Dirgantara. Dirga sangat senang saat adik pertamanya jatuh dalam dekapannya sekarang.

“Senjani gaboleh nakal sama abang ya, abang bakal jaga Senjani apapun yang terjadi okay. Uwah lucu banget sih.” Kata Dirga yang membuat Angga tersenyum bahagia. “Pa, boleh telfon Angkasa ga? Mau Dirga ajak kesini biar bisa liat Senjani.”

“Angkasa?”

Hais sialan, kenapa gue inget nya kak Angkasa.

“Oh boleh. Em Dirga, Senjani nya papa bawa dulu ya? Nanti boleh liat lagi, sekalian papa nengokin mama.”

“Oh gitu okay pa.” Kata Dirga sembari menyerahkan Senjani.

Angga menuju ruang bayi, yang dimana banyak sekali bayi baru lahir di kumpulkan disitu, lalu Angga menitipkan Senjani pada salah satu suster disana dan menuju ke kamar bersalin dimana Vina berada.

Keadaan Vina memburuk sekarang, jantung yang berdetak lemah, badan yang mulai dingin, dia berkeringat walaupun tidak beraktivitas.

“Kak Dew, Vina gimana?”

“Buruk banget ngga, buruk.” “Abis ini gue minta suster buat nganter Vina ke ruang awal ya.”

“Kak. Tapi bangun kan?”

“Angga,” Kata Dew lesu

“Abisnya gue masih trauma kak.”

“Gue gabisa mastiin bangun apa engga nya, berdoa aja. Gue sama yang lain udah bener bener berusaha.”

“Iya kak Makasih.”

Dew meninggalkan Angga sendiri disana. Sekarang hanya ada Vina dan Angga di ruangan itu.

Angga mengambil kursi dan duduk tepat disebelah kasur pasien Vina. Digenggamnya tangan kesayangannya itu sambil memasang mimik khawatir.

Angga membenamkan wajahnya pada genggaman tangan itu dan sedikit menangis karena khawatir.

“Vina, ayo dong kamu gamau liat Senjani? Dia cantik banget beneran deh kaya bundanya. Vin ayo aku tau kamu kuat.”

Suara Angga menggema di ruangan itu, tidak ada jawaban sama sekali. Yang bisa Angga dengar hanya EKG dan detik jam dari tadi.

Benar yang dikatakan Dew, kondisi Vina buruk. Sangat buruk.

Tidak di sangka, tangan Vina yang daritadi di genggam erat oleh Angga bergerak. Angga langsung mendongakkan kepalanya melihat istrinya itu.

“Vina?”

“An-ggah.” Ucap Vina terbata.

“Vina akhirnya kamu bangun juga, aku khawatir banget loh.”

“Kk aku pasti bangun lah Angga.” Kata Vina sambil terkekeh pelan. “M-mana Senjani?” Tanya Vina

“Ada di ruangannya. Mau dibawa kesini atau kamu yang kesana?”

“Kesana aja.”

“Yakin kuat apa engga? Bentar aku panggil kak Dew ya sekalian bawa kursi roda.”

“Iya.”

Angga keluar ruangan dan segera mencari Dew, membawa kabar bahagia karena Vina sudah sadar.

“Kak Dew kak Dew!” Panggil Angga.

“Iya Angga?”

“Vina udah siuman, mau liat Senjani boleh kan? Pinjem kursi roda.”

“Oh boleh tapi ati ati ya.”

“Siap.”

Angga membantu Vina duduk di kursi roda dan membawa infus dan segera mendorongnya pelan menuju ruangan bayi.

“Angga, ambil Senjani bentar aku mau gendong. Ajak jalan keluar juga.” Pinta Vina.

“Bentar sayang.”

Vina melihat kesayangannya menggendong Senjani dengan hati hati dan membawanya kepada Vina.

Lalu Angga perlahan membawa Vina menuju pintu keluar ke taman rumah sakit yang disana banyak bunga dan pohon pohon rimbun. Oksigen disini sangat banyak dan baik untuk Vina yang baru saja melahirkan.

“Angga, Senjani cantik.”

“Iya kaya kamu lah.” Usap Angga pada kepala Vina.

“Angga, sakit banget sumpah.”

“Apanya vin? Mana yang sakit? Mana?” Kata Angga khawatir.

“Pengen tidur.”

“Lah tadi kan udah tidur Vina.”

Vina menyandarkan kepalanya ke pundak Angga.

“Makasih udah jadi ayah dan suami yang baik ya Ngga, maafin aku kalo banyak salah selama ini.”

“Engga, kamu yang hebat. Makasih udah nemenin aku sampe sini sampe detik ini.”

“Angga aku tidur ya?”

“Iya tidur disini,” Kata Angga sambil memeluk pundak Vina. “Nanti kalo Senjani udah gede, pasti cantiknya ga jauh dari kamu Vin.”

Vina diam.

“Semoga Dirgantara juga jaga Senjani ya, kaya langit yang selalu jagain senja setiap hari.”

Lagi lagi Vina diam.

Tiba tiba tangan Vina lemas dan hampir saja menjatuhkan Senjani dari dekapannya.

“Vina- ati ati ah itu Senjani nya.” Kata Angga sambil mengambil Senjani.

“Vin?” “Vina? Lelap banget tidurnya sampe lupa anaknya masih di gendong?” “Vina? Aku anter ke kamar ya?” “Vin.” Kata Angga menggerak gerakkan tubuh Vina yang tidak ada respon.

“VINA!” Panggil Angga lagi dengan nada lebih keras.

Angga menaruh Senjani dengan terpaksa di meja dekat mereka duduk lalu Angga mengecek nadi dan detak Vina. Tangan, leher, jantung dan nafas.

Nihil.

“Vin.” “Vina jawab aku dong.”

Diam. Vina hanya diam di kursi roda. Angga menahan tangis, karena belum percaya.

“Vina, kalo beneran kamu gaada. Aku gatau bisa apa lagi, Vin. Liat Dirga mau kuliah, Senjani baru beberapa jam lalu lahir, Vin. Aku tau kamu masih disini.” Angga mulai terisak.

“Vina!” Tangisan Angga semakin kencang karena tidak ada respon sama sekali dari kesayangannya itu.

“Vin, udah ga sakit ya? Beneran? Tidur yang nyenyak, Vin.” Kata Angga mengusap air matanya.

Tak lama kemudian, ternyata Dirga dan Angkasa sudah berdiri di dekat taman mencari mereka.

“Pa!” Panggil Dirga. Bukannya menahan tangisan, Angga malah semakin menangis melihat anak sulungnya ini.

“Loh papa kenapa? Mama kok tidur disini?”

“Dirga- mama ga tidur.” “Mama-”

Terlihat Abimanyu dan Meyra menyusul anaknya kesana karena Angkasa sedang bersama Dirga.

“Angga? Mey ambil itu bayinya gendong dulu.”

Meyra mengambil Senjani yang daritadi di taruh di atas meja oleh Angga.

“Bi. Vina bi.” Kata Angga menunjuk Vina yang duduk di kursi roda. “Vina pulang lebih cepet daripada gue.”

Abi hanya terdiam dan kaget.

“Panggil dokter bi.”

“Pa? Mama gaada?” Dirga mulai sesak lalu terisak.

“Mah! Mama tega banget ninggalin papa dirga sama senjani! Mama bahkan belum liat senja masuk tk mah!” Ujar Dirga sambil menangis.

“Dirga udah ya? Ikhlas ya? Dirga bisa kok. Ada Angkasa disini.” Kata Angkasa.

“Angkasa janji ga bakal ninggalin Dirgantara ya? Om Angga minta tolong temenin Dirga ya Kasa?” Tak tau mengapa tapi Angga semakin terisak.


Malam ini Vina pulang ke tempat yang lebih indah. Meninggalkan Angga, Dirgantara dan Senjani.

Selamat beristirahat sayang ku. Tunggu aku disana. Kak Angkasa, tolong jagain Vina dulu ya?

xxpastelline

#Bertahan

Tahan ya? Dalam hubungan macam ini memang banyak cobaan.

Disinilah, didalam mobil yang lumayan besar Mix duduk termenung. Tak lupa di sebelahnya ada kekasihnya, Earth. Sejak masuk mobil tadi mereka belum memulai percakapan.

Atmosfer didalam sana terasa sangat berat dan suram.

“Earth.” Panggil Mix lirih.

“Iya?” Earth menjawab sambil tersenyum.

“Maafin aku tadi ngelepas tangan kamu di jalan.”

“Gapapa Mix, aku ngerti.”

Earth mengusap lembut kepala kekasihnya yang tampak khawatir itu.

“Aku gasuka di liatin orang kaya tadi.”

“Iya Mix, aku paham.” Earth masih tersenyum.

Mix merasa khawatir akan menyakiti hati Earth tadi. Malam ini adalah malam minggu, yang dimana biasanya sepasang kekasih akan bersenang senang. Sama seperti yang mereka lakukan beberapa saat tadi.

Flashback

Mereka sedang berjalan jalan di taman kota, suasana sangat ramai. Banyak pasangan yang sedang bertukar tawa di taman malam ini.

Earth dan Mix lantas bertukar cerita juga sambil duduk di pinggir taman.

“Earth masa kemarin celana aku sobek waktu mau ngambil bulpen jatuh di kampus ahahah.” Kata Mix.

“Ahahaha kok bisa, apa ya ga malu kamu?”

“Malu lah ahahah.”

Duduk di pinggir taman sambil menyantap kerak telor adalah hal sederhana tapi membuat bahagia. Mix terlihat senang begitu juga Earth.

Mix tiba tiba mengerutkan dahinya setelah ada sepasang kekasih bergandengan tangan lewat di depan mereka.

“Mix?” Tepuk Earth pada pundak Mix.

“Eh?”

“Mau kaya gitu?” Tawar Earth.

“Earth-” Kata Mix lesu.

“Bisa, pasti bisa. Abis ini kita coba. Pasti bisa.” Ajak Earth lagi yang dibalas anggukan ragu dari Mix.

Selesai membayar makanannya tadi Earth menatap Mix dalam.

“Mix, just ignore them. Kita juga berhak buat ngelakuin itu. Okay?”

“Aku grogi.”

“Gapapa, everything will be okay. Just holding hands.”

Earth dan Mix pertama kali melakukan ini di depan publik. Kalian pasti tau alasannya, pasangan seperti mereka kurang bisa di terima disini.

Earth mulai menggenggam tangan Mix pelan. Mix menatap tangan mereka sedikit ragu, lalu menghela nafas.

“Okay.”

Baru beberapa langkah mereka berjalan, orang orang disekitar melihat mereka aneh.

Mix langsung melepas tangan Earth pada saat itu juga. Terlihat Earth yang kaget, namun dia juga memaklumi.

“Okay gapapa, relax langsung pulang ya?”

Kalimat tersebut tidak di gubris oleh Mix, dia langsung berjalan menuju ke tempat mobil mereka di parkirkan.

flashback off

“Mix, aku tau kita harus sembunyi dari dunia kan? Tapi kita juga gabisa diem aja seakan akan ga terjadi apa apa.” Kata Earth meraih tangan Mix.

“Tapi Earth, kenapa mereka gamau ngerti kita. Apa salah nya saling mencintai? Se hina itu dimata mereka?” Ujar Mix yang berhasil membuat Earth terdiam.

“Mix, semua butuh proses-” Belum selesai Earth berbicara Mix sudah memotongnya.

“Earth aku gamau kaya gini terus. Aku pengen udahan. Aku capek.” Kata Mix yang lagi lagi membuat Earth terdiam.

Earth masih menatap lelaki cantik di depannya dengan penuh harapan dia akan mengerti setelah ini.

“Mix. Dengerin aku dulu. Kamu kenapa mau udahan coba? Itu jalan keluar nya? Aku pikir sih engga.”

“Ya tapi kan aku mau-” Belum selesai Mix berbicara Earth sudah memotongnya.

“Mau apa? Mau coba berhenti sayang sama aku biar ga ngerasain kaya gini lagi? Biar kamu bisa bebas cari pacar yang normal and holding hands normally?”

Mix terdiam melihat mata Earth yang terlihat hampir berkaca kaca. Mungkin hatinya sakit.

“Mix. Aku tau, aku tau pasti kamu masih sayang kan sama aku? Gabisa kamu maksain diri kaya gitu. Itu malah bikin kamu sakit. Paham ga?” Kata Earth.

“Tapi kaya gini juga bikin sakit, Earth.”

“Kamu mau sakit sendiri apa sakit bareng sama aku?”

Lagi lagi Mix diam dan menoleh kan kepalanya mengarah keluar jendela, dia ingin menyembunyikan air matanya dari Earth.

“Mix, gausah sembunyi sembunyi kalo nangis. Hey, look at me, Mix!”

“Iya.”

“Udah jangan nangis. Berapa kali Mix kita punya masalah kaya gini? Ini udah jadi makanan kita sehari hari kan? Mix bisa tahan ngga? Kalo gabisa aku gamau maksa.”

“Mix, aku juga mau bisa nunjukkin ke orang orang 'ini nih Mix, pacarnya Earth yang paling manis se antera galaksi bima sakti' aku pengen juga.”

“Aku pengen bisa cium kamu di deket lampu merah sebelum pisah gedung waktu di kampus kaya Arm ke Alice, aku pengen gandeng kamu ke kantin kaya Tawan sama Namtan. Aku juga pengen bisa pelukan dimana mana kaya Jay sama Thana.” Jelas Earth.

“Iya aku paham, tapi kapan kita bisa kaya gitu sih. Kayanya gabakal bisa.” Jawab Mix yang lantas membuat Earth menyandarkan punggungnya di kursi kemudi.

“Bisa Mix, pasti bisa. Someday.” Jawab Earth Singkat.

“Someday nya kapan-” Mix berkata sambil menangis dan menengok kepada Earth seakan dia sudah menyerah atas semua ini.

“Mix. Sini deketan, kamu lagi banyak pikiran ya? Sini aku Peluk ga bakal ada yang liat. Jangan takut.” Earth membuka lengannya lebar. Bersyukur di tempat parkir malam itu sepi orang, hanya ada banyak mobil dan minim cahaya.

“Mix, jangan di pikirin lagi ya? You're mine and i'm yours okay? Walaupun masih dalam dunia kita sendiri, nanti pasti bisa kaya gitu juga di dunia mereka juga.”

“Tapi aku mohon jangan pernah coba coba berhenti sayang sama aku ya? Karna aku gabakal berhenti sayang sama kamu, Mix.”

Tangisan Mix semakin kencang membasahi kemeja biru tua yang di pakai Earth malam itu. Tanpa Mix sadari, Earth juga sedang menangis sendu sejak Mix jatuh dalam pelukannya.

Mengusap kepala seorang Mix dapat membuatnya tenang.

“Apapun kata mereka Mix, jangan di dengerin. Karna yang tau kita ya cuma kita sendiri. Apapun asumsinya itu ga bener. Okay?”

“Iya maaf.”

“Iya, udah ya?”

Mix hanya mengangguk dan mempererat pelukannya kepada Earth.

xxpastelline

#Patbingsu

Patbingsu kali ini tanpa Angkasa, tapi aku di temani Dirgantara

“Dirgantara!” Panggil Angga kepada putra sulungnya yang sudah menginjak bangku Sma.

Dirgantara adalah anak yang baik, mirip sekali seperti ayahnya, Angga. Matanya berkilau seperti mata ibunya, Belvina. Di sekolah, Dirga adalah anak berprestasi dan memegang penyumbang piala akademik terbanyak di sekolahnya.

“Pa, tadi Dirga baru punya sahabat.” Ujarnya.

“Oh iya? Siapa namanya?”

“Angkasa.”

Mendengar nama itu Angga terdiam sejenak. Beberapa tahun lalu, dia punya kenangan bersama orang yang bernama 'Angkasa'. Bahkan hingga saat ini, Angga masih sering menemui nya walaupun sudah berbeda alam.

“Kalo papa tau nih, Angkasa bilang kalau arti namanya sama kaya aku. Sama sama langit.”

“Ahaha iya. Ini jadi pulang ga? Cerita di mobil aja yuk? Mama udah nungguin.”

“Oh sama mama? Pasti mau makan diluar kan abis ini?” Katanya sambil tersenyum lebar.

Dirga dan Angga menuju mobil yang diparkir tidak jauh dari gerbang sekolah. Terlihat Belvina yang duduk di depan bayangannya menembus kaca film jendela mobil.

“Eh jagoan mama udah pulang, laper ga sayang?” Ujar Vina sambil mengusap kepala anaknya tulus.

“Belum eh laper banget ma!”

“Oke kita jalan ya.”

Dalam perjalanan Angga diam, tidak seperti biasanya yang selalu membanyol setiap Dirga pulang sekolah. Mungkin dia sedang memikirkan nama 'Angkasa' gara gara Dirga menyebutnya tadi.

“Angga? Kenapa?” Tanya Vina mengusap lengan suaminya yang sedang menyetir.

“Gapapa kok. Eh Dirga mau makan apa?”

“Sebenernya Dirga ga terlalu laper sih, tapi kata Angkasa deket kampus papa ada restoran. Terus aku disuruh nyobain patbingsu disitu.” “Patbingsu itu apa pa?” Sambungnya.

Angga dan Vina lantas bertatap heran. Vina yang takut Angga terbawa suasana, sedangkan Angga yang tidak menyangka bisa bisanya anak itu tau restoran tua ini.

“Emang Dirga kalo diajakin makan patbingsu mau?” Tanya Angga, Vina menoleh ke Angga dan menggoyangkan kepala berkata 'jangan'

“Mauu, mau coba.”

“Itu kaya semacam es gitu, papa waktu kuliah suka banget. Oke papa bawa kesana ya. Tapi janji Dirga habisin.”

“Angga-” Vina menahan Angga.

“Gapapa vin, udah lama juga sejak itu gapernah makan patbingsu lagi.”

Dengan yakin Angga menancap gas nya ke restoran pojok kampus yang dimaksud Dirga. Tempat itu juga merupakan saksi bisu perjalanan cinta Angkasa dan Angga. Sungguh indah kalau diingat.

Saat memasuki restoran itu, pandangan Angga langsung menuju kursi pojok yang biasanya ada Angkasa menunggu Angga untuk makan patbingsu bersama saat pulang kuliah.

Angga menghela nafasnya berat, Vina yang melihatnya lantas mengusap punggung lelaki kesayangannya itu.

“Gausah diinget dulu ya?”

“Haha, gimana mau ga inget? Restorannya ga berubah sama sekali, Vin.”

Sibuk berbincang, tak disadari Dirga sudah menelusuri sudut sudut ruangan di restoran itu.

“Loh? Angkasa? Disini juga?” Kata Dirga yang membuat Angga dan Vina menoleh. “Pa! Ma! Sinii ini Angkasa sama orang tuanya.” Panggil Dirga.

“Hai.” Sahut seorang lelaki yang merupakan ayah dari Angkasa. “Gue Abimanyu, ayahnya Angkasa. Ini Meyra, ibu nya Angkasa. Mau bergabung sama kami?” Ajak nya.

Angga sedang berdiri terpaku di tempatnya. Dia seperti mengenali lelaki ini. Matanya bersinar seperti cahaya bulan, senyumnya seperti bunga yang bermekaran. Dia mirip sekali dengan Angkasa. Bahkan saat berdiri disini, serasa Angkasa ada di sekitarnya.

Dirga dan Angkasa sedang bercanda gurau disela sela makan mereka, Vina dan Meyra juga sedang berbincang masalah fashion akhir akhir ini. Menyisakan Angga dan Abimanyu yang belum memulai perbincangan sedari tadi.

“Anak lo ganteng.” Kata Angga memulai pembicaraan.

“Anak lo juga, cocok sama namanya, kok lo ada inisiatif namain Dirgantara?”

“Ada lah dulu story nya ahaha. Btw anak lo mirip sama lo nya.”

“Yaiya, liat matanya, senyumnya, perawakannya. Katanya sih buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Gue bersyukur masih dikasih idup sampe sekarang. Bisa punya Angkasa.”

“Oiya lo sendiri kenapa namain anak lo Angkasa?”

“Dulu ada orang yang nyelametin gue, namanya Angkasa. Dia udah gaada, udah lama banget. Dan gue mau ngenang dia dengan cara kaya gini.”

Angga terdiam, lalu menyeletuk...

“Angkasa yang lo maksud, Pond Angkasa?”

“Loh kok lo tau?”

Bahkan hal sebesar ini Angga tidak dia sadari waktu itu. Ternyata kepergian Angkasa yang bisa membuat Abimanyu hidup. Hingga saat ini.

#Pantai

Pantai kali ini indah sekali di hiasi oleh pujaan hati ku, Phuwin.

Sore yang sejuk dan sunyi hari ini, ada dua insan yang sedang jatuh cinta duduk di pinggir pantai yang suara ombaknya merdu seperti kicauan burung di pagi hari.

Dilan berbohong, bukan rindu yang berat, tapi restu semesta.

“Phuwin, pantainya indah?” Tanya salah satu pemuda disana.

“Iya kak, indah bangett!” Ujar nya balik.

Hari ini genap setahun usia hubungan mereka, Pond membawa Phuwin ke pantai dengan tujuan akan merayakan anniversary mereka.

Tidak perlu hal yang romantis, duduk berdua di pinggir pantai sambil ditabrak angin laut sore hari adalah hal yang cukup indah.

Selama setahun hubungan mereka sudah melewati banyak cobaan dan lika liku, seakan akan semesta tidak merestui. Tapi Pond memilih untuk melanjutkan hubungan ini walaupun Phuwin sebenarnya sudah menyerah dari dulu.

“Phu, happy anniversary” Ujar Pond.

Yang diajak berbicara diam dan tersenyum sambil memeluk kekasih nya.

Semesta tolong ajari aku menjelaskan semuanya, aku hanya tidak ingin menyakiti anak ini.

“Happy anniversary kak, makasih udah ada di samping aku selama ini. Sayang banget sama kakak.”

“Phu, what if..”

Phuwin menoleh agak ragu karena setiap ada kata “What if” keluar dari lisan seorang Pond, pasti ada sesuatu yang kurang mengenakkan.

“Kenapa kak? Beam lagi?”

Pond menghela nafasnya berat, seperti yang di katakan Phuwin barusan adalah fakta.

“Phu bukan aku yang minta.”

“Gapapa kak, harusnya bilang aja dari awal. Gausah bertahan selama ini.” Kata Phuwin sembari bangun dari pangkuan Pond.

“Tapi kan dulu aku udah bilang, aku mau pergi ga tega. Toh, kamu bilang gapapa juga.” Kata Pond menatap Phuwin yang sudah hampir meneteskan butiran yang sedari tadi dia tahan.

“Aku juga udah bilang kurang kurangin sayang nya ke aku, kamu pantes buat lebih sayang sama Prim, Phu.” Sambungnya.

“Tapi aku lebih sayang sama kakak.” Kata pemuda berumur 18 tahun itu.

“Kamu kira aku ga sayang kamu? Sayang. Sayang banget, Phu.”

Pertahanan Phuwin hancur disini. Dia terisak hingga tidak bisa berbicara.

“B-besok aku c-” Phuwin tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Pond sebenarnya tidak tega melihat Phuwin seperti ini, tapi bagaimana lagi? Sampai kapan mereka akan menjalani hubungan diambang ambang seperti ini.

Iya mereka sudah berpasangan, tapi disisi lain mereka mempunyai seseorang yang mereka sayang juga.

Dari awal hubungan ini di mulai, orang sekitar mereka tidak ada yang mendukung bahkan orang tua mereka sekali pun.

Alhasil, Pond dijodohkan dengan Beam. Untungnya Beam paham dengan keadaan Pond, jadi Beam menyuruh Pond untuk bertahan dengan Phuwin. Beam tidak terlalu mencintai Pond. Beam tau Pond akan lebih memilih Phuwin.

Sedangkan Phuwin, mencari pelariannya ke sahabat sedari kecil nya, Prim. Prim juga sama dengan Beam, dia paham betul kalau Phuwin sayang sekali pada Pond.

Tapi Pond dan Phuwin juga menyeimbangkan hubungan dengan Beam dan Prim. Bisa dibilang saling selingkuh, tapi menghasilkan simbiosis mutualisme. Buktinya mereka bisa bertahan selama setahun.

“Kak, kita udahan ya?” Kata Phuwin setelah sepersekian detik diam dan menangis. “Aku capek.” Sambungnya.

Pond ikut sesak. Dia tidak menyangka Phuwin akan mengatakan ini di tempat seindah ini.

“Phu-”

“Kak. Please. Stop, aku tau. 2 hari lagi kan? Udah sampe kok undangannya. Awalnya aku dateng kesini juga udah siap, aku kira kakak yang bakal bilang udahan.”

“Ternyata aku yang bilang.”

“Phu, kalo papa ga maksa aku ga gini.”

“Iya gapapa kak, kalo semesta udah bicara aku bisa apa?” “Gapapa.”

Terimakasih telah singgah di hati walau hanya sampai hari ini.

#Biologi

Phuwin yang pengen, gue nurut aja.


“Misii, kak Pond!” Teriak Phuwin dari depan rumah.

Pond turun dari kamar dan segera membukakan pintu untuk orang yang sudah dia anggap seperti 'adik' nya sendiri.

“Masuk, gaada papa sama mama. Beam lagi pacaran, cuma berdua di rumah. Udah makan belom?” Padahal Phuwin tidak bertanya apa apa tapi sudah di serang dengan berbagai kalimat dari Pond.

“I-iya, sudah.”

“Keatas sana, kamar gue yang ada jaehyunnya.” Suruh Pond. “Gue ambil minum dulu.”

Phuwin naik keatas dan mencari 'kamar yang ada jaehyunnya' seperti yang Pond katakan tadi.

Dan benar saja ada stiker bertuliskan 'Jaehyun' di salah satu pintu kamar diatas.

“Kak Pond ternyata fanboy garis keras ya.” Gumamnya.

“Ngapain di depan doang? Masuk aja.” Kata Pond yang tangannya penuh membawa camilan dan minum untuk mereka.

“Maaf ga gede, tapi nyaman kok.” Kata Pond.

“Gapapa kak yang penting bisa belajar. Katanya sih bab 5-7 ujiannya.”

“Bukan 6-9?”

“Kayanya sih itu juga.”

“Ga lo catet?”

“Lupa hm.” Kata Phuwin sambil membolak balikkan buku catatannya. “Kakak tau darimana?”

“Beam.”

“Oh okay belajar itu aja then.”

“Oke, apa yang lo masih gapaham? Atau ada soal yang mau lo tanyain ke gue?”

“Wait kak, aku baca baca lagi.”

Phuwin sedang fokus dengan kegiatan membacanya, Pond sedang asik memainkan ponselnya. Di kamar itu sunyi hanya suara motor yang lewat di depan rumah Pond. Dan abang tahu gejrot kesayangan Pond.

“Eh Phu, pernah beli tahu gejrot ga?”

“Pernah, ayah suka. Aku gapernah makan.”

“Wait lo harus makan, bentar ya gue beliin.”

Pond bergegas kebawah dan memanggil abang tahu gejrot itu.

“BANG!”

“Eh iya iya beli ya mas?”

“Iya 2 ya mas, satu gausah banyak bawangnya.”

Abang nya langsung mempersiapkan pesanan Pond dan bergegas naik ke atas.

“Phu tahu gen-” Pond menghentikan kalimatnya saat melihat Phuwin merebahkan diri di kasurnya. “Kok tiduran?”

Phuwin terduduk dan memegang kepalanya. Pond menaruh dua porsi tahu gejrot di meja dan duduk di sebelah Phuwin.

“Capek.” Kata Phuwin sambil menyenderkan kepala di pundak Pond.

serangan macam apa ini kawan. Teriak Pond dalam hati.

“Ngapain ndusel ndusel in kepala kek anak kecil aja lo nih, lanjut belajar sana sambil makan tahu gejrot.”

Phuwin tidak mendengarkan. Malah makin jatuh dalam pundak Pond.

“Sebelum nya aku gabisa belajar kaya gini, setelah ketemu kakak ada sesuatu yang dorong Phuwin buat berusaha lebih keras.”

“Mau curhat ceritanya?”

“Gak, mengeluarkan isi hati.”

“Ya curhat itu. Lanjutin.”

“Pertama kali liat kak Pond itu, Phuwin heran kenapa bisa ada manusia se tampan kakak, padahal dulu aku ga pernah ngelirik sapa sapa selain kak Mix.”

“Ya nyambungnya gimana? Gue sama Mix? Maksudnya?”

“Yaa ternyata masih ada yang lebih cakep dan pinter daripada kak Mix. Jadi aku ada inisiatif buat deketin kakak, apalagi tetanggaan.” “Awalnya aku ragu mau deketin gegara aku anaknya kurang banget.”

“Heh jangan bilang kaya gitu.”

Phuwin lantas melirik Pond, kenapa bisa dia mau berteman dengannya dan sangat baik.

“Kok kakak bisa dan mau deket deket sama orang kaya aku?”

“Ya-” Pond berhenti sejenak, lalu dia membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah foto. “Lo mirip sama dia, wajah, perawakan, sifat, cara ngomong. Semuanya mirip. Makanya gud mau deket deket sama lo, soalnya gue pengen ngerasain ada dia lagi.”

“Simple nya sih, lo kaya dia. Persis dan mirip.”

“Ini siapa?” Tanya Phuwin

“Adek gue. Lintang. Tapi udah pulang ke tempat yang lebih indah.”

Phuwin melihat kekecewaan di mata dan nada bicara Pond, membuatnya sontak mengelus punggung Pond.

“If you need me, just call me okay?” Kata Phuwin.

“Okay okay then call me if you lost okay?” Jawab Pond sambil tersenyum.

Entah darimana perasaan ini datang. Sangat nyaman berbicara dengan topik berat bersama Phuwin.

“Udah lanjut belajar.”

“Gak aku belum selese curhat juga.”

“Iya lanjutin.”

“Oke ini udah terakhir banget, intinya gue Falling in love at the first sight sama kamu kak.”

Deg. Jantung Pond berhenti seketika. Kenapa anak ini selalu bicara spontan dan terlalu jujur.

Apakah ini sebuah confess kawan? Tidak mungkin. Kata Pond dalam hati dengan kata sok bijaknya.

“Hah?”

“Aku suka sama kamu kak.”

Badan Pond bergetar hebat, lagi lagi dia bicara secara spontan dan tidak dikira kira.

“Kalo kakak ga suka sama aku, ya gapapa yang penting udah confess, lega deh aku yakan. Tapi kakak ga risih kan?”

“Eh sapa bilang ga suka-”

Phuwin lalu tersenyum dengan polosnya. “Berarti ada harapan?”

“Suka nya sekarang ya sebagai adek aja, lo gue anggep jadi adek. Tapi mungkin gue bakal coba lebih.” “Udah itu buku Biologinya dianggurin?”

“Capek.” “Peluk boleh ga si? Kak Neo gapernah meluk Phuwin. Kalo dipeluk ayah sama bunda udah sering. Pengen coba di peluk mas Crush.”

Don't you dare-PHUWINNNN Lagi lagi hati Pond teriak saat Phuwin melingkarkan tangannya ke pinggang Pond.

Perut gue geli sialan. Apa iya gegara gue belom makan cacingnya jadi kepompong? Dan udah jadi kupu kupu? Kata Pond dalam hati.

Please gue gaboleh lemah kaya gini.

Dalam keadaan ini, Pond masih diam dengan tangan Phuwin yang melingkar di pinggangnya dan kepala Phuwin yang bersandar di dadanya, entah, ini hanya terasa nyaman hingga Pond tidak bergerak sama sekali.

“Gausah lama lama, gue masih tinggal di sebelah rumah. Kalo kaya gini terus kapan pinternya?”

xxpastelline

Di siang menuju sore dibawah matahari yang terik Pond sedang menancap gas vespa kuningnya menuju ke tempat Phuwin berada. Di depan gedung Telkomsel.

“Bisa bisanya ni anak pulang sendiri mana salah naik angkot. Emang kakaknya ga bilang apa kalo gue jemput.” Gerutu Pond diatas motor nya.

Pond menengok kanan dan kiri dimana Phuwin berada, dan dia menemukannya terduduk di bawah pohon seperti anak anjing yang kehilangan majikan.

“Phu, berdiri ayo pulang.” Tarik Pond.

“Kak Pond.” Phuwin berdiri dan meraih tangan Pond. “Laper.”

“Iya pulang dulu baru makan.”

“Sekarang mau nya.” “Ya ya ya.”

Sialan lucu banget. Kata Pond dalam hati.

Keadaan Pond yang tadinya hanya ingin menebus kesalahan nya pada Lintang sekarang entah kemana pikiran itu hilang.

Yang dipikiran Pond sekarang lebih ingin menjaga seorang Phuwin. Phuwin hanya Phuwin. Dan tidak di dasari oleh apapun.

No Pond kuatkan hati. Katanya dalam hati lagi.

“Okay gue ajak makan. Dipinggir jalan aja ya?”

“Kalo sama kak Pond masa iya di tolak.”

“Paan sih bocah.”


Phuwin terlihat sangat bahagia makan di pinggir jalan sore itu, hanya sebungkus nasi kucing di angkringan yang entah kenapa buka dari sore.

“Enak?”

“Buanget.” Kata Phuwin dengan banyak makanan di mulutnya.

Pond tersenyum. Sudah lama dia tidak melihat orang sebahagia ini karena dirinya.

“Seneng?” Tanya Pond.

“Iya lah. Kak Neo aja gapernah ngajak aku ke angkringan kaya gini apalagi ayah sama bunda.”

Pond menatap Phuwin agak lama, membuat Phuwin heran ada apa di wajahnya hingga Pond menatapnya begitu lama.

“Aku cemong kak?”

“Engga.”

“Ngapain ngeliatin?”

“Gapapa. Phuwin, lain kali kalo udah pulang bilang gue aja ya? Gue langsung jemput.”

“Kenapa tiba tiba mau jemput?”

“Kak Neo yang suruh.”

“Oh disuruh kak Neo.” Nada bicara Phuwin kecewa, raut wajahnya berubah seketika.

“Eh? Kenapa?” Tanya Pond

“Yaa kakak kalo jemput aku karna disuruh kak Neo berarti terpaksa kan?”

ENGGAK SAMA SEKALI SIAALANN Teriak Pond dalam hati.

“Engga Phu, gue kan sekalian pulang kerumah atau berangkat kuliah. Gapapa. Ikhlas dari hati.” Kata Pond yang berhasil membuat Phuwin tersenyum lagi. “Kalo butuh apa apa, apalagi kalo misal lo kesesat lo telpon gue aja, hubungi gue. Bilang sama gue. Gue datengin. Okay?”

Phuwin menghentikan acara makannya dan memperhatikan Pond.

“But what if I get lost in your heart, will you help me?”

xxpastelline

#Taman.

Pond sudah menunggu di depan rumah Phuwin. Tak lama kemudian Phuwin keluar rumah dengan kaos putih dan celana selutut berwarna coklat.

“Okay. Mau kemana?” Tanya Pond

“Gatau.”

“Taman aja?”

“Boleh.”

Phuwin berjalan di sebelah Pond seperti anak kecil yang sedang bersama ayahnya. Phuwin yang mempunyai wajah imut dengan pakaian sederhana bersanding dengan wajah serius Pond yang menggunakan kaos hitam dan celana panjang.

“Phu.” Panggil Pond di sela perjalanan mereka

“Iya?”

“Inget nama gue?”

“Inget lah.” Kata nya sambil tersenyum.

“Kok bisa?”

“Ya bisa lah kak, ga karna aku punya short-term memory semuanya aku lupa.”

Pond hanya mengangguk angguk paham. Dilihatnya lagi Phuwin dari atas hingga kebawah. Kenapa lo mirip banget sama Lintang sialan. kata Pond dalam hati.

“Kak?” Pond kaget tiba tiba Phuwin memanggil dan memalingkan wajahnya.

“Oiya makan apa tadi?”

“Roti sama selai kacang, kak Pond?”

“Gue ga kebiasaan sarapan.”

“Lah? Harusnya sarapan kak. Kalo perut kosong otaknya ikutan kosong ahahah.”

“Phu, duduk di sana bentar?” Ajak Pond.

Ada bangku kosong yang cukup untuk di duduki dua orang, terletak di pinggir taman yang langsung menghadap pemandangan jalan raya yang lumayan sepi.

“Phu, lo percaya reinkarnasi ga?”

“Orang yang udah mati bisa hidup lagi tapi dengan wujud yang berbeda?”

“Iya.”

“Percaya ga percaya sih kak.”

“Oh bagus bagus.”

Phuwin menatap Pond sambil tersenyum lebar.

“Ngapain?” Tanya Pond.

“Ga ngapa ngapain. Jujur banget aku nyaman kalo di deket kak Pond.” Kata Phuwin sambil tersenyum. “Ini pertama kali ada tetangga mau jalan sama aku, biasanya mereka sambat doang aku ngeselin.”

“Padahal kan lo ga ngapa ngapain?”

Phuwin mengangguk. Lalu tersenyum lagi.

“Stop senyam senyum please? Nothing funny.”

“Kakak yang lucu, muka nya gemesin. Serius serius ganteng ahaha.”

Mana ada, yang ada lo yang gemesin sialan. Kata Pond dalam hati.

Pond menghela nafas nya berat sambil menyandarkan punggungnya.

“Kak kenapa?” Phuwin yang menyadari itu langsung bertanya.

“Hah?” Tanya Pond bingung.

“Itu barusan ngapain ngehela nafas? You have something bad?”

“Engga.”

“Okay, lain kali kalo mau cerita Phuwin siap dengerin.”

“Kenapa mau dengerin?”

“Pengen deket sama kak Pond.”

Pond melototkan matanya tidak menyangka. Pemuda ini terlalu jujur.

“Ngerasa aja kakak yang bisa bantu aku bertahan hidup.”

Bahasa Phuwin terlalu berat untuk di terima. Bagaimana bisa dia bicara demikian saat mereka baru saja mengenal seminggu lalu.

“Pulang yu ah.” Ajak Pond.

“Lah kak? Aku pengen batagor, beli bentar.” Balas Phuwin manja.

“Iya iya.”

xxpastelline

#Lintang

Jam sudah menunjukkan angka sepuluh malam. Tapi seorang Lintang belum juga terlihat.

Lintang. Adik Pond selaligus kakak Beam, anak kedua dari Jay dan Thana. Lintang adalah orang spesial, dia mengidap Dory Syndrome, dimana penderitanya mempunyai ingatan jangka pendek.

Dari kecil Lintang selalu di jaga oleh Pond. Pond sayang sekali dengan Lintang, bahkan sedetik pun dia tidak ingin meninggalkan adik lelakinya itu.

Tapi semakin bertambahnya usia Lintang, jarak mulai terbentuk antara Pond dan Lintang. Lintang beranjak remaja dan mulai mempunyai urusannnya sendiri.

Tapi Pond masih sering mengawasinya. Dia takut sesuatu yang buruk terjadi kepada Lintang.

Seperti keluar rumah dan mengerjakan tugas, Pond masih membantu dengan semangat.

Dan hari ini adalah kali pertama Lintang pergi keluar dengan teman temannya. Lintang bilang dia bisa kali ini. Bodohnya Pond percaya pada Lintang.

Bukan capek mengurus, hanya saja dia memberi Lintang kesempatan dan ruang untuk mengontrol dirinya.

Tringgg~~ dering telpon terdengar.

“Ma? Udah ketemu Lintang?” Tanya Pond sambil wira wiri seperti setrika.

Jay dan Thana sedang keluar mencari Lintang. Mereka tidak tau harus kemana tapi setidaknya mereka berusaha.

“Belum, di rumah ada tanda tanda?”

“Gaada ma.”


Seminggu kemudian dari hilangnya Lintang dikeluarga ini membuat Jay dan Thana frustasi. Anak tengah yang mereka yang sangat spesial tidak kunjung pulang ke rumah.

Tidak hanya Jay dan Thana, Pond dan Beam juga frustasi menunggu adik sekaligus kakak mereka tidak kembali juga.

Sudah melapor kepada polisi tapi nihil, Lintang belum juga di temukan.

Karena Jay dan Thana sangat tertekan dan kehilangan, sifat mereka pun berubah. Yang awalnya lemah lembut menjadi keras seperti batu.

“Kalo kamu nemenin Lintang hari itu, dia gabakal ilang kaya gini.” Ujar Thana dengan jelas sambil menangis.

Beam tidak bisa apa apa, hanya menenangkan mama nya yang sedang menangis itu.

“Tapi ini bukan sepenuhnya salah aku, ma.” Balas Pond. “Mama kenapa ga ngasih location tracker sama Lintang?”

“Papa sudah kasih. Tapi sinyalnya ilang. Gaada.” Kata Jay menyilangkan tangan.

“Udah coba tanya temennya kak?”

“Udah. Kata mereka, waktu di taman mereka udah ga sama Lintang. Mungkin lintang lupa lagi jalan sama temen temennya.” “Mereka udah nyari juga.”

Sekarang, keluarga Jay ini sedang terpuruk. Tapi diantara semuanya Pond yang paling merasa bersalah.

Hari demi hari mereka menunggu kabar dari siapapun yang mungkin menemukan Lintang.

Menjelang sore hari itu, salah seorang teman Lintang mendatangi rumah Jay.

“Kamu? Temennya Lintang kan? Yang seminggu lalu bareng Lintang?” Tanya Pond tegas, dia berharap ada kabar baik yang dibawa pemuda ini.

“Kak maafin aku, tapi Lintang-” Belum selesai dia berbicara sudah di potong oleh Thana.

“Lintang kenapa!” Teriaknya sambil menggoyang goyang pundak pemuda itu.

“Lintang ketemu.” Kabar ini membawa kebahagiaan sesaat pada keluarga Jay. “Aku ajak kalian ke tempat Lintang di temukan ya kak.”

“Ditemukan?” Senyum keluarga yang tadinya ada sekarang sirna. Kenapa ditemukan? Bukannya harusnya bertemu?

Jay, Thana, Pond dan Beam mulai berpikiran yang tidak tidak, dan benar saja ketika mereka sampai di tujuan, terlihat mayat yang di bungkus kantung oren milik polisi.

“Lintang?” “LINTANG!” Teriak Pond.

“Pak! Jangan lewati garis kuning, ini area terlarang.” Kata salah satu polisi yang bertugas.

“TAPI ITU ADIK SAYA PAK!”

“Kak Lintang!” Teriak Beam sambil terisak.

“L-lintang.” Thana memanggil nama anak tengahnya itu dengan ragu dan terisak. Sekarang mereka dibanjiri air mata yang tiada henti.

Bagaimana bisa Lintang meninggalkan mereka tanpa ucapan selamat tinggal.

“Boleh saya tau? Apa kasus adik saya pak?” Tanya Pond kepada salah satu polisi disana.

“Terdapat luka tusukan di bagian jantung dan pukulan di area mata dan pipi.” “Biasanya ini motif pencopetan. Kami masih berusaha mencari pelakunya lewat cctv dan saksi mata.”

“Tidak usah pak. Tutup saja kasus ini. Saya tidak mau masalah ini jadi besar.” Kata Jay yang masih lemah setelah menenangkan Thana.

“Pa!”

“Pond! Diam. Apa iya Lintang mau masalah ini jadi panjang? Papa yakin engga.”

Pond hanya bisa membungkam mulutnya dan menangis. Adik kesayangannya selama ini telah tiada karena orang yang tidak bertanggung jawab.


Setelah pemakaman Lintang, kesedihan masih berlanjut. Mereka masih belum terlalu ikhlas Lintang di kebumikan.

Kenapa harus dia yang menerima perlakuan seperti ini. Lintang anak tidak bersalah. Tapi kenapa nasib nya seperti ini.

Sesampainya dirumah, Jay yang masih frustasi langsung menarik kerah baju hitam Pond dan meninju nya tepat di pelipis mata.

“KAMU INI JADI KAKAK GA PERNAH BECUS!” Teriak Jay. “LIAT? GARA GARA KAMU LINTANG GAADA. GARA GARA KAMU POND!” Sambungnya.

“Pa udah. Kak Pond ga sepenuhnya salah.” Bela Beam.

“Beam? Masih mau bela kakak mu yang ga becus ini? Sini kamu biar dapat hukuman juga. Mau? MAU?!”

Beam memundurkan dirinya karena takut tiba tiba tangan kuat papa nya mendarat ke wajahnya juga.

“Kamu. Gaakan pernah papa perlakukan baik lagi.” Kata Jay sambil menunjukk wajah Pond dan tatapan dendam.

Pond hanya bisa menahan sakit bekas tinjuan Jay. Dia tidak punya kekuatan apa apa sekarang. Mau melawan juga tidak ada gunanya.

Kejadian ini membuat keluarga Jay trauma. Karena kejadian ini pun, Pond sering di ragukan oleh orang tuanya.

Beberapa tekanan pun dia terima setiap harinya. Tidak apa apa katanya, karena ini adalah konsekuensi nya. Dia siap menerima.

Karena terlalu banyak caci dan maki yang dia terima, mental nya goyah. Dia melemah, sehingga harus menemui psikolog dan psikiater secara diam diam.

Pond yang saat itu masih duduk di bangku kelas 3 smp sulit untuk fokus pada pelajaran karena kesehatan mentalnya.

Untungnya di keluarga ini masih ada yang peduli pada Pond, adiknya, Beam.

Beam berusaha dewasa lebih cepat agar bisa menemani kakak nya ini. Pond amat sangat bersyukur karena Beam masih di sisi nya.

xxpastelline

#Phuwin

“Beam, Phuwin mau kesini. Jemput gih di depan.”

“Tumben?”

“Kak Neo nitipin.”

“Oke.”

Pond duduk di sofa ruang tamu yang cukup luas, bisa digunakan untuk tempat bermain yang lumayan lega.

Walaupun Beam sudah sma tapi kelakuannya masih seperti anak sd. Masih bermain barbie dan boneka lainnya.

“Phu, masuk.”

Pond melihat Phuwin dan lagi lagi dia terdiam. Phuwin mengingatkan Pond dengan seseorang yang dia kenal.

“Misi.” Phuwin melewati pintu kayu jati yang amat besar itu.

“Kak Pond, misi masuk ya.” Pond terkaget. Mana bisa anak lelaki ini mengingat namanya?

“Masuk aja, feel free buat ngapain aja. Ada Beam.”

“Beam?”

“Itu.” Kata Pond.

“Pacar kakak?”

Pond menghela nafas berat, bagaimana bisa dia lupa Beam tapi ingat dengan namanya.

“Adek.”

“Oh, aku kemaren abis main ps sama dia sih di rumah.”

“Nah itu inget.”

“Tapi lupa namanya.”

“Kok inget nama gue?”

“Gatau inget aja.”

“Aneh. Udah sono maen.”

Phuwin bermain bersama Beam, sedangkan Pond memperhatikan Phuwin dari sofa yang dia duduki.

Kenapa ni anak inget nama gue doang? Persis kaya..ah udah lah mungkin kebetulan Kata Pond dalam hati.

Setelah beberapa saat, Phuwin tiba tiba menghampiri Pond.

“Kak kak.” Kata Phuwin menarik baju Pond dari belakang.

“Hm?”

“Mulai besok, kakak bantuin Phuwin ya? Aku selama ini gadiboleh in jalan jauh jauh. Takut kesesat katanya.”

“Ogah, gue sibuk.”

“Yah kak Pond.” Kata Phuwin sambil menghela nafas.

Jantung Pond berhenti sejenak lalu berdegup sangat kencang setelah Phuwin memanggilnya “Yah kak Pond.”

“Stop! Iya okay gue bantuin. Tapi kalo ngerepotin gue gamau.”

“Siap! Makasih kak Pond ehehe.” Kata Phuwin sambil menunjukkan senyum nya yang sangat manis.

Pond terpesona sejenak lalu tersadar. Dia benar benar mirip seseorang yang dia kenal. Sangat mirip. Dari senyumnya dan cara bicaranya.

“Ngapain senyam senyum kek gitu?”

“Gapapa hehe.”

xxpastelline