nyonyaketua

oleh nyonyabang


Peringatan :

Handjob, blowjob, body worship, rimming, no penetration, vulgar words and ofc dirty talk.

Mention of Trauma di masa lalu.

Vanilla&gentle! Minho x Needy!Jisung.

Hybrid!Jisung (kind of hybrid dog.)

“disclaimer : remake dari FF Beautiful Gift (Ongniel) di wattpad”


Minho mengusap punggung Jisung yang masih berbalut kaus hitam, sesekali menepuk pantat telanjang itu karena panties yang Jisung pakai bahkan tak menutup separuh dari bulatan empuk itu.

“Ji—“

“Minho-ssii... please.”

Jisung mengecupi lehernya, belum lagi desahan kecil yang dia sengaja keluarkan ditelinga Minho.

Meskipun Jisung mengijinkan, Minho merasa tidak sopan jika benar-benar mengikuti kemauan Jisung untuk melakukan sex.

Jisung masih merasa takut.

Minho tahu itu—

Minho tahu bagaimana Jisung menempel erat disisinya jika ada pria lain disekitar mereka.

Minho tahu bagaimana Jisung bergetar takut jika ada pria lain yang tak sengaja menempel atau berdiri dekat dengannya.

Karena itu Minho mengambil kesimpulan jika Jisung masih trauma. Im all yours

Meski kata-kata itu sudah Jisung ucapkan, tapi tangan Hybrid itu bergetar ditengkuknya—

“Jisung…its not ok.” Ucap Minho sambil menangkup pipi gembul itu, mata Jisung menatapnya memelas.

“Minho-ssi menolakku ?” suaranya bergetar.

Jisung terisak.

Minho kembali memeluknya erat, tangannya mengusap kepala Jisung. Isakan si hybrid masih belum berhenti,

“W-why ?”

Minho menunduk untuk menatap Jisung, hybrid itu melanjutkan.

“A-apa karena Minhyuk sudah menyentuh Jisung ?”

“Apa karena Jisung sudah kotor ?”

Minho menatap Jisung tajam.

“Jangan pernah mengatakan soal itu lagi Ji!” sentak Minho, Jisung menggeleng cepat. Dia segera terduduk diatas ranjang sambil mentupi mukanya—menangis keras.

Minho menyentuh paha Jisung, “Ji, listen fir—“

“no...its ok kalau memang Minho-ssi tidak mau Jisung—“

“Who’s say?”

Minho memotong cepat, tangannya yang lain mengusap kepala Jisung hingga hybrid itu mendongak menatap Minho lagi.

“i need you to be ok with this. Aku nggak mau kamu ketakutan lagi.” Ucap Minho sambil membaringkan Jisung, dia menghujani wajah gembil itu dengan ciuman. Sekujur tubuh Minho merinding merasakan ekor Jisung mengusap perut dan selakangannya.

“Its ok., im ok, Jisung is ok ...” jawab hybrid itu sambil terisak, dia menahan wajah Minho tepat diatas wajahnya.

“Jisung tahu jika ini Minho-ssi, Jisung tahu jika Minho-ssi yang menyentuh Jisung. Jisung hafal sentuhan Minho-ssi, tangan Minho-ssi, aroma tubuh Minho-ssi, detakan jantung Minho-ssi. Semuanya Jisung tahu. Jisung tidak apa-apa....”

Jemari Jisung mengusap pipi Minho, “Jisung tidak apa-apa karena tahu jika Minho-ssi lah yang menyentuh Jisung—bukan orang lain.”

Minho menangkap tangan Jisung yang memegang pipinya, dikecupnya pergelangan dan telapak tangan Jisung.

“ok then. I’ll give you some pleasures dear.” Bisik Minho ditelinga Jisung sebelum mengulumnya pelan.

Jisung melenguh pelan, ekornya bergerak cepat karena rangsangan ditelinganya.

“A-ahh~”

Minho tersenyum, kini dia mengecupi leher Jisung—menggigit dan meninggalkan beberapa bekas. Jisung menggesekkan pahanya ke paha Minho, lalu dia lingkarkan kaki panjangnya ke pinggang Minho.

“Minhouhh’ Jisung mendesah lagi saat Minho mengecupi dadanya, tangan si tuan meremas dadanya yang lain—membuat Jisung membusungkan dada dan memudahkan Minho untuk menyedot puas puting lain Jisung.

“Iyaah—ahh !!” Jisung mencengkeram pinggang Minho saat dia mulai menggesekkan bagian selakangannya keselakangan Minho.

‘Ahhh ahhh—iiyaahhh gih—lagiihh”

Minho tersenyum kecil sebelum membawa badan Jisung lebih nyaman diatas ranjang,

“Naik Ji, taruh kepalamu dibantal.’

Si Arsitek tampan itu menatakan 2 bantal disisi kanan dan kiri Jisung hingga membuat hybrid itu terlihat semakin fluffy dengan bantal dan selimut disekeliling badannya.

“Lepas kausmu ok?” Minho bertanya lembut, Jisung hanya bisa menganguk dan mengangkat tangannya agar Minho bisa melepaskan kain itu dari badan Jisung.

“AHH !! Ahh Minho-ahh~” Jisung menggeliat saat lidah Minho menyuduri leher hingga ke dadanya, lidahnya menjilat kulit Jisung seperti kucing.

“Ahh~~” Jisung mendesah lega saat mulut Minho mengulum lagi putingnya, menyedotnya seperti bayi.

“Ji ? Kau ingat saat sakit ?” tanya Minho sementara tangannya meremas kedua dada Jisung—membuat dada itu memerah dan sedikit bengkak. Jemarinya memainkan puting Jisung, diputar dan sesekali dicubit.

“Ahh-iyah—Ahh~~” Jisung menjawab tanpa fokus yang kuat, dia menikmati bagaimana dadanya diremas dan dicubiti terus-terusan.

“Kau selalu menyusu padaku. Seperti ini...”

Minho menunduk dan kembali meraup sebelah dada Jisung. Menyesap puting itu seperti bayi—bahkan hingga menimbulkan suara kecapan erotis.

“Ahhh~ !! aahh-uuhh—miinh-ssi ~~ ahhng” Jisung membusungkan dada, tangannya menekan rengkuk Minho—meminta si Tuan menikmati dadanya terus-terusan.

“Ahhh ahh ahhh !!” dia mendesah keras saat sebelah tangan Minho mencubit putingnya yang lain, dicubit dan dipelintir pelan.

“Mnghhnn~ nghnn” Minho memejamkan mata nikmat merasakan kenyal puting Jisung dimulutnya, dia menyesap dan menyedot terus tanpa peduli liurnya menetes dan mengaliri perut Jisung.

Disisi lain Jisung selain menikmati Minho yang menyusu padanya, dia juga menikmati bagaimana penisnya yang terbungkus panties bergesekan dengan paha Minho. Dia menaik turunkan selangkangannya semakin cepat, menggesekannya pada paha Minho.

Minho melepaskan kulumannya untuk mengecup bibir Jisung yang terbuka,

“Enjoy the pleasure sweetheart. I love you.” Ucapnya lalu kembali turun ke dada Jisung. Mulutnya mendekati dada Jisung yang masih kering—

“Achk!! Ahh~ ngh—“ Jisung memekik saat Minho menggigit putingnya, menariknya dengan gigi dan memainkan ujung puting didalam mulutnya dengan lidah.

“Unghhnn ~ aahh~” gerakan pinggang Jisung semakin cepat, tangannya bergerak pelan memasuki pantiesnya—ingin memainkan penisnya yang sudah tegang hingga kepalanya menyembul diatas panties hitam berendanya.

Smack !

Minho menggeram, dia menyedot puting Jisung keras sambil menyabet tangan Jisung yang akan mengocok penisnya sendiri.

“Ahh—s-sakit ~ Jisung sakit” ucap hybrid itu sambil menggeliat tak nyaman karena Minho semakin menekannya ke ranjang.

Tangan Minho yang semula diam disisi kanan kepala Jisung mulai bergerak kebawah, mengelus sensual disepanjang lekuk badan Jisung.

“Ahhh~~ anghh!” hybrid itu mendesah keras saat pangkal ekornya diusap lalu dicengkeram erat—tangan Minho menelusup pelan dibelakang pinggang Jisung, lalu memainkan ekor itu.

“Nghhmn—hgnmm” Minho terlihat menikmati acara menyusunya, dia tetap memejamkan mata dan terus memainkan puting Jisung didalam mulutnya meski nyatanya benda itu sudha sangat tegang dan bengkak.

“Nghh, su-suka ? ho-ssi—ahh~ suka ?” tanya Jisung sambil tersengal karena tangan Minho mengelusi paha telanjangnya, mengangkat kakin kanannya agar tersampir rapi dibahu Minho.

‘nghmm” Minho mengangguk, dia menyedot puting Jisung keras sebagai tambahan jawaban.

“Ahh—i-iyaah ~ i-itu milik hh~minh-ssiinggh” Jisung menekan kepala Minho, namun jemarinya juga mengelus tengkuk Minho.

“S-sedot terus—ahh~~” Minho menuruti Jisung, dia semakin semangat menyusu dan menjilati puting keras Jisung dimulutnya.

Tangannya bergerak pelan ke bagian belakang pantat Jisung, meremasnya keras meski tak semua bisa tertangkup tangannya.

Dan entah kenapa hal itu malah membuat Minho semakain panas dan horny.

Tapi dia harus tetap menjaga kontrol dirinya.

“aahh ~~” Jisung melengkungkan badan saat lubang basahnya dielus jari Minho dari luar panties.

“Ahh ~” Minho mengangkat kepalanya, membiarkan satu benang saliva terbentuk diantara bibir nya dan puting Jisung.

‘Kau basah sekali sayang” ucap Minho sambil kembali mengarahkan jari telunjuknya ke lubang Minho.

Kain panties berenda itu sangat tipis—jari Minho bisa merasakan pelumas alami Jisung mulai keluar dan membasahi lubang itu.

“Ahh—i-iyahh ~bbasah—untuk ho-ssi~nghh!!” Jisung memajukan pinggulnya, menyambut tusukan jari Minho dari luar panties.

Minho mengamati wajah Jisung.

Memerah dan berkeringat.

Sangat sexy.

Belum lagi penampilan dada Jisung yang sedikit montok dan basah.

Minho merasa bangga.

“Ahhh ~~” Jisung mendongakan kepala sambil mencengkeram selimut disisi tubuhnya, jemari Minho memasuki pantiesnya—menggoda kepala penisnya.

“feels good babe ?” tanya Minho sambil menggigit perut Jisung, pelan namun cukup meninggalkan satu bekas memerah.

“Ye-yeshh~” Jisung memajukan pinggulnya lagi—menghentaknya keras hingga penisnya yang masih tertutup panties menggesek leher Minho.

“Haruskah aku melepas ini sayang ?” Minho tersenyum sambil mengelus renda panties Jisung, sesekali tangannya mencengkeram pinggul itu dan mempertemukannya dengan selangkangannya.

“Y-yaahh~ p-pleaseeh” Jisung mengikuti gerakan naik turun pinggul Minho sehingga penis mereka yang masih sama-sama tertutupi kain bergesekan.

Minho menurunkan kain berenda itu hanya sampai paha Jisung—membiarkan kain itu jadi sebuah lilitan yang mengganjal bola Jisung.

Dia bergerak berpindah ke samping wajah Jisung sembari melepaskan celananya hingga bagian bawahnya telanjang bebas, memperlihatkan penis tegangnya.

“Dear, bisa memberiku blowjobs ?”

Minho mengurut penisnya, menggesekkan kepala penisnya ke bibir Jisung. Hybrid itu mengerang dan meraih penis Minho yang terasa panas ditangannya.

“Yaaa~ ahhh Ji—mauu~”

Minho berpindah lagi untuk bersandar ke kepala ranjangnya, tangannya mengelus pipi gembil Jisung yang memerah.

“Menungging sayang, telan penisku pelan-pelan saja.” Ucap Minho melihat Jisung menjilati penisnya.

“Hnmgg, langsung saja bagaimana ? semua nyaa~” Jisung bertanya manja, bibirnya lalu mengulum kepala penis Minho semangat.

“No, pelan-pelan saja sayang. Kita punya banyak waktu.” Jemari Minho menyisir poni lepek Jisung kebelakang.

Akhirnya hybrid itu mengangguk patuh, ia masukan kepala penis itu pelan ke mulutnya—hingga separuh dana dia mendesah nikmat sambil memejamkan mata.

“Ngghmmn ~”

“Ahhggnghh!! Go-good baby ~ you’re doing good!! Ahh”

Minho mengerang sambil mendongakan kepala, mulut Jisung yang lembab itu mengulum penisnya pelan dan sensual—tidak terburu-buru sama sekali.

Jilatan kecil dia rasaskan, dan Minho melarikan kedua tangannya ke arah pantat Jisung yang memantul menggoda karena Jisung sengaja menggoda Minho.

Hybrid itu sengaja menggodanya dengan memaju-mundurkan seluruh badannya—meski padahal dia hanya perlu menggerakkan kepalanya.

“Nghnhh!!! Mnhhgnhhh!!!” Jisung mendesah keras—mmulutnya bergetar dan memberi rangsangan hebat ke penis Minho. Dia melepaskan sebentar penis Minho untuk mendesah panjang.

“Aahhhh ~~ iyaahh aahhh”

Minho meremas dan menguleni pantatnya pelan dan keras, Jisung mengabaikan liurnya yang tumpah ke penis Minho karena dia terus membuka mulut untuk mendesah.

“Back to your work honey...” ucap Minho sambil menggerakan pinggulnya keatas hingga penisnya menggesek leher Jisung.

Tanpa bantahan hybrid itu kembali menunduk dan mengulum penis Minho, sesekali dia akan menggoyangkan pantat bulatnya.

“Such a nice ass honey. Cant wait to fuck it.” Erang Minho sambil meremas-remas pantat Jisung. Menguleninya dengan dua tangan seolah itu adonan kue, menikmati halusnya pantat itu ditelapaknya.

Lalu jarinya bergerak lebih dalam—membuka belahan sempit itu hingga bertemu satu lubang yang masih tertutup rapat namun permukaannya sudah semakin basah.

“Damn honey, you’re flooding down here. Nice slick for my cock later hm ?” Minho menggoda pelan dengan memajukan pinggulnya, Jisung hanya bisa mengangguk dan menikmati penis Minho dimulutnya sebagaimana tadi Minho menikmati puting susunya.

Jemari Minho mengelus lubang itu berkali-kali, lalu menangkup dan memainkan bola kembar Jisung. Lalu kembali ke lubangnya, dielus sampai cairan alami Jisung keluar semakin banyak.

“Ngghnnmn~~ hnmmnn!!”

Jisung mendorong pantatnya kebelakang saat jari telinjuk Minho mengelus lubangnya, ingin jari itu masuk dan mengoyaknya kasar.

But, Minho is being vanilla today and just humming.

“No dear. Aku hanya akan bermain sedikit ok ?” saut Minho yang ditanggapi gigitan dibatang penisnya.

“Aww !! calm down there honey. Aku punya sesuatu yang lain untukmu.”

Minho menyelesaikan permainannya di pantat Jisung dan berganti mengangkat wajah memerah itu agar menjauh dari selangkangannya.

“Why ? Minho-ssi itunya masih keras.” Tanya Jisung. Minho menggeleng pelan, dia tersenyum dan meraih selimut untuk mengusap peluh Jisung.

“My Jisung already do sooo well. Good boy ~ my baby is good and obedient” gumam Minho sambil memangku Jisung dan menciumi mukanya. Hybrid itu beberapa kali menggeliat tak nyaman.

“You ok dear ?”

Jisung menggeleng, “A-ayo cepat lakukan saja Minho-ssi... J-Jisung malu kalau lama-lama tidak pakai baju...” jawab Jisung sambil menarik selimut untuk menutupinya—dan sebagian tubuh Minho.

“Why ? Kamu seksi—“

“Jelek Gendut... Jisung semakin gendut.” Jawab Jisung sambil menunduk. Minho tersenyum lalu menangkup pipi Jisung, memperlihatkan wajah polosnya—berbeda dengan wajah nakal tadi.

“Dear, berbaringlah...” ucap Minho, dia menurunkan Jisung dari pankuannya. Hybrid itu berbaring diranjang, wajahnya memerah lagi saat Minho mengambil posisi diatasnya.

“Mana yang jelek ?”tanya Minho, dia mengusap tahi lalat dibawah mata kanan Jisung.

“Ini cantik...” mulainya—mencium sudut mata kanan Jisung pelan. Lalu turun ke sepasang pipi gembil Jisung.

“Ini lucu. Gemuk ? no... ini chubby.” Ucapnya lalu menciumi pipi Jisung.

Bibirnya turun ke dada Jisung, lalu ke perut.

“Ini fluffy, empuk—menggemaskan.” Lanjut Minho, bibirnya menggigiti kulit perut Jisung dibeberapa tempat—hingga dagu nya sering menyenggol kepala penis Jisung.

“Nghm~~” Jisung mendesah tertahan, Minho menjauhkan wajahnya dari badan Jisung.

“Berbalik sweety.” Perintahnya pelan, tangannya mengusap lengan Jisung yang bergetar.

Hybrid itu kini menampilkan pemandangan bagian belakang tubuhnya—sekali lagi—untuk Minho. Bibir Minho segera mengecap tengkuk Jisung, membuat jalur ciuman tanpa putus hingga ke balik bahu lebar itu.

“Aku suka bahumu sayang. tegap, hangat, dan menenangkan. Aku suka memeluk bahu lebar ini saat kelelahan.” Bisik Minho, Jisung memberi respon berupa desahan panjang.

“Nghh~ ahh..”

Bibir Minho turun hingga sepanjang tulang belakang Jisung, terkadang dia naik lagi untuk menjilat tulang belikat Jisung.

“Ahhh ~ nghh~minhh-ssiihngh~”

Jisung menggeliat, meliukan badannya yang membuat Minho malah semakin semangat menciumi seluruh badan hybrid nya itu.

“Punggungmu sexy sayang, cantik—menggoda dan hangat. Semua orang pasti tergiur untuk bersandar dipunggungmu.” Minho bergumam karena dia masih asik menguleni kulit punggung Jisung, namun hybrid itu bisa mendengarnya dengan jelas.

“Lengan ini....hm, kuat dan bisa diandalkan. Aku akan tenang seumur hidupku jika lengan ini terus memelukku.” Bibir Minho naik dan mencium siku Jisung, menggigiti kecil hingga lengan atasnya.

“Tak ada yang lebih menenangkan daripada tidur dipelukanmu Ji. Kau yang terbaik...” bisik Minho saat wajahnya berada dibahu Jisung, dia mampir sebentar untuk mengecup bibir itu sebelum kembali menjejakan bibir disetiap sudut badan Jisung.

“Ahh paha ini. Paha kesukaanku.”

Jisung mengeram kecil dan semakin menempelkan badannya ke ranjang, bibir Minho menciumi samar dari bulatan pantatnya hingga ke balik lututnya. Gigi Minho mengigit kulit disana dan meninggalkan jejak merah, sebelum kembali ke pahaa Jisung dan melakukan hal serupa.

Jisung mencoba menoleh kebelakang, melihat Minho menikmati ciuman-ciumannya dipaha Jisung dan menggesekan hidung bangirnya dipantat Jisung.

“Mnhhhm~ hoohh-ssii~~” Jisung merengek, setengah geli setengah needy. Dia menggigit bibir saat Minho menatapnya dari bawah sana—bulu mata lentik cantik milik sang tuan bergerak kecil, menambah kesan cantik matanya.

“Hm?” tanya Minho sambil kembali menciumi dua paha Jisung.

“Paha ini... I’d like to riding it all night....”

Jisung merasa meremang, apalagi saat Minho menunduk kearah pantatnya sambil menjilat bibir.

“But i like it better in my hips, or better in my shoulder. So i can...”—bibir Minho mencium lama belahan pantat Jisung—“..fuck this beautifull ass in high air.”

‘Nghh !! Ahhh ~~ ahh-nooo~”

Jisung menggeliat saat Minho tiba-tiba menarik pinggangnya keatas, membuat pantat nya menjadi full display khusus untuk mata lapar Minho.

“Minho—AHHHHH ~~ !! ANGHH~” Jisung lagi-lagi meliukkan punggungnya, kini karena Minho menjilat lubangnya—menelan cairan alami yang sedikit meluber dari dalam lubangnya.

“nghh~~ y-yaahh~~ aahh~”

Minho memegang erat pinggang Jisung, lalu semakin menenggelamkan wajah tampannya ke pantat sintal itu.

Lidahnya terjulur menggoda lubang Jisung, menjilatinya rakus seakan pria itu butuh air dari dalam sana.

“NGHHH AAHHHH ~” Jisung mendesah keras.

Lidah Minho masuk.

Lidah Tuannya masuk kebagian tubuh ter-intim nya.

Sejenak ada rasa malu luar biasa yang ia rasakan.

“Mnghhmn~~” Minho menggeram nikmat, Jisung mendesah kecil saat merasakan ujung lidah Minho menjilati dinding lubangnya.

“Nghnnmm, ahhh—ahh~”

Jisung menunduk, dahinya bertumpu dibantal dan dia memundurkan pantatnya dengan sengaja. “Ahhh lagih~”

Minho tersenyum dalam hati, needy Jisung adalah yang paling menggemaskan sekaligus berbahaya.

“Hngmnn” Minho mendesah tertahan, dia membuka dua bulatan empuk itu lebih lebar lagi—agar memudahkannya menusukkan lidah kedalam lubang Jisung.

Liang itu semakin basah dan memerah. Pelumas alaminya bercampur liur Minho mulai meluber keluar, menuruni paha Jisung.

“Ahhhh ~~ ahhh !! Ngh—miinh-ssi ~~” Jisung mencengkeram bantalnya, dia mengusap cepat dagunya yang terkena liur.

Slurpp!

“Slurhppngmm~”

Jisung menggelengkan kepalanya, dia mendesah panjang.

“Ahhhh~~ aahhh ahhh ngmnhhh!! Aah~ wuuhh-ssihh~”

Matanya memejam erat, ekornya sudah berdiri tegang sejak tadi—beberapa kali jemari Minho meremas pangkalnya dan Jisung merasa penisnya bisa meledak—

“Hmn~ enak sayang. Bahkan bagian terdalammu enak, cairanmu enak.”

Jisung menyembunyikan wajah malunya kebantal. Minho tertawa kecil, lalu ia menyejajarkan badannya dan Jisung, menjejakan lutut disamping pinggang Jisung sehingga kepala penisnya menusuk pantat itu beberapa kali.

“Ngngghhm~” Jisung mendesah pelan saat dia sengaja menggesekan pantatnya kepenis Minho yang mengacung tegak.

“Sayang, kau bisa tetap menungging kan ?”

Jisung segera mengangguk dan langsung menggesekkannya lagi ke penis Minho—bahkan kepala penis itu beberapa kali menelusup tepat dibelahan pantat Jisung.

“Damn sweetheart.” Desis Minho, dia kembali menepuk dan meremas pantat itu. Jemarinya membuka dua daging kenyal itu dan menyelipkan penis kakunya disana.

“Aaaaaahhh~ ~~ ahhh!! “

Jisung mendesah panjang, rasa berdenyut penis Minho membuatnya pening. Dia mendongak, matanya terpejam, mulutnya terus terbuka dan menumpahkan liur.

“Ahhh~~ nghhnnnhhh~”

Minho yang melihat Jisung meliukkan badan dan mendesah se needy itu merasa bangga. Penisnya bahkan belum bergerak, namun benda tegang itu bisa membuat Jisung jadi se slutty ini.

“Kau ingin aku bergerak sayang?” tanya Minho menggoda, dia menempelkan dadanya ke punggung Danie. Bibirnya menggigiti telinga anjing Jisung, sementara satu tangannya yang tidak digunakan untuk menumpu badan lari ke dada Jisung—mencubiti puting susu yang masih memerah itu.

“Yaaahh~ iyaahh~”

“Kau ingin penisku mengotori punggung dan pantatmu dengan sperma?”

“Yahhh ~ nghhnhh aaahh pleaseehh~”

“Kau ingin pantatmu digesek dan disodok terus manis ?”

“Ahhh~~ ahh iyaaahhh~~ ahhh cepaatnghmm”

Jisung merasa tak sabaran, karena itu kedua tangannya lari kebelakang—membiarkan tubuhnya bertumpu ke kepalanya dikasur—menekan kedua belahan pantatnya agar menjepit penis Minho.

“AAHHHh~~ aahhh aahhh aahhh”

Alhasil dialah yang mendesah keras sendiri, rasa panas dan berkedut penis itu terassa nyata dipipi pantatnya. Dia segera menggerakan badannya mundur,

“Aahhh!!”

Kepala panis Minho menggesek lubangnya—rasa basah dilubangnya bertemu panasnya kepala keras itu membuat Jisung ingin klimaks sekarang juga.

“Oh dear sweetheart. Looks at you.... like dog in heat. Needy and desperate for my cock.” Bisik Minho, jemari yang tadi diputing Jisung turun hingga menggenggam penis yang sejak tadi dia abaikan.

“Hmm, you got hard in down here baby. Wanna cum ?”

Jisung mengangguk,”Yes—AAHHHH AAHHHHH AHH”

Minho tanpa aba-aba memajukan pinggulnya cepat—berkali-kali, “Ahh here it is hon—ahh~ damn!”

Minho mengalah dan kembali menegakan punggungnya, dia dengan konstan menusukan penisnya ke belahan pantat Jisung, sesekali sengaja menggesekan kepala penisnya di lubang Jisung.

“Ngghh !! ahahhh haahhh!! Ce-cepaaat~ lagihhh~~”

Minho menjilat bibir melihat pantat si hybrid mulai memerah, tangannya yang tadi menumpu kini sudah mencengkeram pinggul Jisung—gerakan pinggulnya tak semakin cepat, mengabaikan permintaan Jisung.

Gerakan tajam—pelan namun selalu bisa menggesekan seluruh batangnya dibelahan basah itu.

“AAHH!!!” Jisung menjerit saat penisnya diremas, lalu dikocok cepat.

“Ahhh ahhhh iyaahhh aahhh~”

Ranjang mereka berbunyi saat Jisung menggerakkan pantatnya berlawanan dengan Minho.

“Come on baby, cum~~ cum for me~” ucap Minho, jemarinya memainkan ujung penis Jisung, lalu dia sesekali menggigit ekor Jisung yang menjuntai dan menegang didepan mukanya.

“Ahhh—uuhh~MINHOUUu-SSII” Jisung menjerit lagi, kini dibarengi cairan panas keluar dari penisnya—mengotori tangan Minho dan spreinya.

“Ahhhh aahh~” Jisung mendesah pelan lagi pasca orgasmenya, ia merinding merasakan penis Minho masih keras dan panas dipantatnya.

“Mhhnghh~ s-sedikit lagi sayang~” desah SMinho pelan, Jisung menoleh dan mendapati visual menggoda dari sang Tuan.

Wajah tampan itu basah keringat, telinga nya memerah, dan poninya lepek—mata itu terpejam dan kepala itu mendongak nikmat.

“Ahhh~~ sayang—nghh!”

Belum lagi desahan penuh kepuasan itu.

Dan pantat Jisunglah penyebabnya—

Jisung feels so proud.

Maka dari itu dia kembali menggerakkan pantatnya berlawan arah, lalu tangannya juga menangkup belahan pantatnya. Diapun sengaja mengeluarkan desahan erotis—spesial treat for his beloved man.

“Ahhh~` aahhh iyaahhh~ aahhh be-besaar~”

Minho membuka matanya cepat, pemandangan yang tersuguh benar-benar membuatnya panas.

Jisung menjulurkan lidahnya, menoleh kebelakang, mata polos itu mengerjap antusias melihat bagaimana penis Minho maju mundur menggesek belahan pantat Jisung.

Dan apa-apan kata-kata nya barusan ?!¬

“Ahhh~~ ayohhh~ ayohhh geraaakk~ aahhh ahahhh~ besarrrr ahhh jijiii suukaaa”

Damn, this is Minho’s limit.

“AAAH JI !!” Minho mendorong pinggungnya—bahkan badan Jisung ikut terdorong kedepan. Semburan sperma menghiasi punggung Jisung—lagi-lagi rasa hangat sperma itupun membuat Jisung mendesah manja.

“Ahhh~~ nghmn~~ aah”

Minho mengecup ekor Jisung hingga pangkalnya, lalu naik menjilati spermanya dipunggung Jisung.

“Ahh ~~ noo.. nanti Jisung mau mandii sajjaaa~” rengek hybrid itu sambil mengambil nafas.

Minho mengalah dan memindahkan badan kesamping Jisung, ia mengusap wajah berpeluh itu.

“So good. My Jisung feels so good.” Bisiknya lalu mencium pipi dan bibir Jisung.

Jisung sendiri hanya tersenyum, memutar badan agar lebih gampang menerima ciuman si Tuan. Badan berkeringatnya dibawa keatas dada si Tuan, mendusel manja sambil sesekali terkikik karena jemari Minho memainkan ujung ekornya.

“Ugh—tidak enak..” ucapnya tiba-tiba, Minho menatapnya keheranan.

“Apanya sayang ?”

Jisung menaiki pangkuannya, membawa badan besarnya diatas Minho. Pantatnya ia goyangkan pelan.

Minho menatap wajah yang memelas itu bingung, Jisung menyebik kecil.

“Tidak enak...lepaskan pantiesnya Jisung ~~”

Tangan Minho diarahkan kearah kain hitam tipis yang masih menghiasi paha Jisung.

“Lepaskan pantiesnya... Jisung mau mandi..”

Damn this lil tease.

.

.

END


CW // sedikit nsfw, dan jisung yang jago gombal.


Hyunjin menatap kalimat-kalimat dilayar gadget nya, sesekali ia melirik sekitar hanya untuk melihat apa lampu pejalan kaki sudah berubah menjadi hijau.

Ia mengunyah sandwichnya pelan, kurang etis memang saat ia harus berdiri disisi jalan sambil makan tapi maaf saja, sekarang sudah hampir pukul 7 dan Hyunjin tidak mau menghabiskan waktu hanya untuk duduk mencerna makanan.

Beberapa saat tepat setelah Hyunjin menelan gigitan terakhir sandwichnya. Ia segera berjalan bersamaan dengan pejalan kaki lain.

Kakinya melangkah tanpa ragu, come on dia sudah hidup ditempat ini hampir 5 tahun; tak perlu menatap kejalanan untuk tahu kemana dia akan pergi.

Ckitt !

Ckitt !

Tiiin ! !

Tiin ! !

Suara mobil-mobil yang mengerem dan mengklakson secara sadis langsung membuat Hyunjin mendongak, ia mengabaikan tugas salah satu mahasiswanya yang sedang dia baca.

Ok, Sorry ! Sorry ! Sorry ! !

Tampak seorang pemuda dengan ransel hitam dipunggung berlarian dijalan sambil melambaikan tangan meminta maaf. Ia tampak meloncati kap sebuah mobil sebelum akhirnya berlari kesisi jalan dimana Hyunjin berada.

Semakin dekat, semakin Hyunjin merasa familiar akan perawakan si pemuda.

Bahu tegap, surai coklat gelap dengan tatanan hair-up, bibir tebal yang sering tersenyum lebar, sepasang mata bulat bening, dan yang paling terlihat mencolok adalah pipi gembul bak seekor tupai. Pemuda ini...

Squirell boy?” Hyunjin bersuara tepat saat sosok itu berada didepannya.

Morning sir ~” sapa si pemuda. Hyunjin masih mengernyit bingung, “You ... we were meet at Seoul’s Museum right ?” tanya Hyunjin lagi, pemuda itu mengangguk sambil tersenyum lebar.

Im your new student... Nice to meet you again Mr. Beautiful eyes.

Apakah aneh jika Hyunjin merona sekarang ?

Setiap hari dia selalu mendapatkan godaan-godaan dari mahasiswanya yang lain dan hanya akan memutar mata malas, tapi kenapa sekarang dia malah merona dan merasa seperti melayang ?

Hallo ? can you hear me, Mr. Sweet Smile ?

Hyunjin menarik nafas panjang, ia merasa dadanya bisa meledak kapan saja.

Astaga !

Bagaimana bisa dia tersipu malu pada panggilan manja dari salah satu mahasiswa barunya ?

Dosen macam apa dia ...

My name is Hwang Hyunjin...” sahut Hyunjin pelan. Pemuda itu tampak tertawa, “Jisung, namaku Han Jisung.”

Hyunjin mengangguk sambil membuang muka, ia tak tahu kenapa tapi ia tak ingin beranjak dari tempat ini. “Eum, bagaimana jika kita... m-maksudku... kau dan aku...ke kampus sekarang ?”

Jisung tertawa, ia menyodorkan satu paper bag. Tangan Hyunjin terulur untuk menerima dan rasa hangat menjalar dari kantung kertas itu ke tangannya.

Cappucino untukmu, Mr. honey hair. Dan ... Aku baru akan mengikuti kuliah awal bulan depan jadi silakan berangkat sendirian. Aku harus ke kantor Imigrasi dan ke bank.”

Hyunjin menahan senyum diujung bibirnya, “Kau salah jalan. Kantor Imigrasi ada di—“

“Aku tahu.” Potong Jisung, bibirnya melengkung keatas. Hyunjin masih berusaha menahan senyum, “Lalu .. kenapa kau disini ?”

Jisung menyisir surainya kebelakang, satu senyum ia lempar ke Hyunjin yang menggenggam gelas cappucino dengan erat. “Kau... karena aku melihatmu menyebrang , Mr. fluffy cheeks. Dan juga, aku tak mau melihatmu tersedak karena memakan sandwich tanpa minum.”

Hyunjin menggigit bagian bawahnya, Jisung berdiri didepannya—tak terlalu dekat namun tak jauh. Tinggi tubuhnya yang sedikit dibawah Hyunjin membuat sinar matahari yang baru muncul tak menyinari wajah menggemaskan Jisung.

That all Mr. Right. I must go, good luck for your class.

Chu !

Hyunjin menutup mulutnya tak percaya saat satu kecupan singkat—sangat singkat—hinggap di ujung kepalanya.

“Ji—YOU ! ! COME BACK HERE QUOKKA ! !

Jisung yang tengah menyebrang dengan pejalan kaki lain tertawa mendengar pekikan Hyunjin yang malu.

Ia melambaikan tangan, “I LOVE YOU TOO SWEET PIE” ditambah satu kerlingan genit yang membuat Hyunjin tak buang waktu untuk berlari menjauh dari sana karena semua orang berbisik menatapnya.

.

.

.

FIN

OMAKE

Please Hyunjin, kau tak bisa mengunciku diluar seperti ini ~” Hyunjin memicing kearah pintunya.

“Salah siapa menciumku dikoridor kampus ! Sudah ku bilang saat dikampus kau harus menghormatiku !” pekiknya ke pintu itu.

for aphrodite’s sake, Jinnie. Ini sudah setahun sejak aku jadi mahasiswamu dan semua orang sudah tahu jika kita sepasang kekasih , kenapa kau tak suka saat aku menunjukan kemesraan di—“

“tapi itu memalukan ! kau bahkan meremas butt ku !”

Jisung diluar apartement tampak diam untuk beberapa saat, membuat Hyunjin yang didalam menyunggingkan senyum kemenangan. Jarang-jarang dia bisa memenangkan adu mulut dengan Jisung.

“Ha, kau diam—“

“Aku meremas butt mu untuk melihat ukurannya. Aku mendapat tugas untuk membuat sebuah replika—“

“Berhenti berbohong !”

“Tidak love, aku—“

BRAK ! !

Suara barusan membuat Hyunjin langsung membuka pintu apartemen dan mendapati Jisung menatap ke arah sebelah kamar mereka kaget.

Seriously... tidak bisakah kalian bertengkar diranjang saja ? ! Aku ingin tidur!”

Shut up Seungmin...”

BENERAN FIN

Oleh Nyonyabang

A/N :

“Terinspirasi dari prompt tumblr : “i’m an art student pursuing my degree abroad and i’m supposed to be sketching pieces in the museum but instead i’ve been sketching you and oh no i think you just saw me.” au”


“Seungmin, ku tunggu di lantai 3. Jangan lupa bawa buku gambar lebih—dan juga lebih baik kalau kau mau bawa kanvas—“

“Jisung seriously ?! Kanvas ?! Kita hanya perlu membuat sketsa kasar !”

Jisung merengut saat sang kawan membentaknya dari ujung lain sambungan telepon. Ia melirik ke jam dinding dikamarnya dan membulat kaget saat waktu sudah menunjuk pukul 10 pagi,

“Shit ! Seungmin aku duluan !”

Jisung memutuskan sambungan dan segera menyandang ransel birunya.

Setelah memastikan tak ada yang tertinggal Jisung segera menuju halte, dimana ia sedang beruntung karena bus yang ia tunggu datang beberapa saat setelah ia sampai disana.

Ya... semoga ia bisa menyelesaikan tugas kali ini agar bisa mendapatkan beasiswa ke Inggris.

Semoga saja ...

.

.

.

“Hyunjin ? Kau baik-baik saja ? Masih merasa mual ?” Felix menggeser satu cangkir teh hangat ke depan sepupunya yang lumayan pucat. Penerbangan dari London ke Seoul memang lazim membuat jetlag karena perbedaan waktu yang cukup signifikan.

“im’kay...” sahut Hyunjin pelan. Felix mengangguk, “Baiklah, jadi kau akan ke Museum hari ini ? Aku bisa mengantarkamu sekalian karena jalannya searah dengan kantor kerjaku...”

Hyunjin menyesap tehnya plan sambil mengangguk, “Ide bagus. Aku akan bersiap ~”

.

.

.

Jisung menunjukan surat pernyataan dari Universitasnya yang menjelaskan jika Jisung akan mengambil gambar salah satu karya dimuseum dan di gambar ulang untuk tugas tertentu.

Sang Manager Museum tersenyum dan membaca surat itu sekilas, “Baiklah, silakan kerjakan tugasmu.”

Jisung menerima kembali surat itu dan membungkuk sopan, “Terima kasih atas kerja samanya.”

Si Manager mengangguk sambil tertawa, “Kau tahu hari ini kami juga akan mendapatkan kunjungan dari salah satu Dosen besar sebuah Universitas Seni dari London. Kau akan beruntung jika bisa bertemu dengannya.”

Jisung mengaminkan itu dalam hati, siapa yang tak mau bertemu dosen seni dari universitas luar negeri sementara kau sendiri sedang mengejar beasiswa kesana ?

Remaja tinggi itu undur diri dari hadapan Manager museum dan segera menaiki eskalator menuju lantai 3. Dari yang dia tahu ada satu patung pahatan klasik berbentuk seorang pria cantik yang memegang gelas anggur.

Baru saja kakinya melangkah memasuki dan iris coklat lebarnya sudah mendapati patung yang ia incar.

Indah.

Sangat indah.

Bentuk muka, hidung, dagu dan mata itu... sangat proporsional. Jisung mendekat dan duduk dikursi yang disediakan. Ia mulai mengeluarkan perlengkapannya, saat suara lembut beraksen khas british bergema disekitar situ,

“Ah, hay Carol, whats’up? Hm ? Ah—its kay im bloody okay, not r’lly hot in h’re”

Jisung berdoa semoga dia tidak berliur bak anak balita, ia menelan ludah melihat sosok yang berdiri didepannya—tidak, tidak benar-benar didepan Jisung, pria itu berdiri beberapa meter didepan.

Satu tangannya di saku, dan yang lain memegang ponsel yang menempel ditelinga. Bibirnya bergerak sesuai irama dan terlihat lembut, wajah itu mendongak beberapa derajat untuk menatap lukisan yang tergantung membuat dagu nya terekspos angkuh, mata berbulu lentik itu mengedip beberapa kali seakan memotret lukisan itu dan menyimpannya dalam ingatan.

Indah.

Sialan...

Jisung menunduk kearah buku gambarnya hanya untuk mendapati tangannya secara lancang sudah menggambar sketa kasar dari si pria. Mulai dari bahu, rambut dirty blondevyang menutupi bahu, dagu angkuh, bulu lentik—sialan bibir itu !

Jisung ingin menggigitnya!

Tangannya kali ini bergerak secara sadar, ia mulai menggambar tangan dan pinggang itu. Jisung berani bertaruh jika lengan kerennya akan terlihat cocok mengitari pinggang ramping itu.

Sketsa kasar itu kini terlihat makin jelas dan halus, Jisung menggambarkan background berupa beberapa lukisan tergantung dibelakang sang objek utama. Jisung menahan nafas, kali ini karena melihat bagaimana jari lentik itu menyusuri kaca pelindung lukisan.

Shit...” umpat Jisung pelan, ia baru kali ini menggambar objek hidup—dan sialnya benar-benar hidup; dalam artian bergerak.

Mata Jisung fokus, ia menggambar garis-garis lurus dan melengkung yang menjadi satu saat melihat lengkukan tubuh yang indah dari objek gambarnya saat objek itu menoleh, berbalik pelan. Dan saat itu juga Jisung menyadari sosok itu sejak tadi menyembunyikan sepasang onyx cantik yang membuat Jisung hilang kesadaran.

Tidak.

Jangan !

Dia mendekat—

Crap !

Jisung kelabakan saat sadar sepenuhnya dan sosok itu tak lebih dari 10 langkah dari tempat duduknya,

“Hay, are you ... sketching ... me ?”

Jisung berdiri, buku gambar dan pensil ia jejalkan kedalam tas seadanya dan langsung berlari dari sana.

“Sorry ! ! Your beutiful curves make me out of control ! !”

Baiklah ... setidaknya ia tak hanya diam kabur.

.

.

.

Part 1 end.

.

.

.

Epilog.

“Jisung sialan ! kenapa kau tak mengangkat telponku kemarin hah ?! Aku menunggumu di museum hingga sore !”

“Seungmin diam... jantungku akan meledak...”

“Mati saja sana ! Aku—“

“Aku akan berangkat ke London minggu depan—untuk beasiswanya maksudku...”

“WHAT THE—APA YANG KAU GAMBAR HAH ?!”

“Kau tak akan percaya dengan apa yang tangan berbakatku lakukan kemarin”

.

.

.

Part 2 l o a d i n g . . .


Semua yang tertulis disini adalah POV Felix.


“Oi!!”

Bagian 2.


TW // selfharm , makhluk fantasy, supernatural.

CW // kata kasar, umpatan, kekerasan, darah, pendiskripsian selfharm, kejadian mistis.

note :

fellie, yerie, enoe, dan yang lainnya adalah siren. mohon baca deskripsi di thread tweet sebelumnya.


Sosok bersurai merah duduk disalah satu batu besar, tatapan matanya yang tak bersahabat meneliti setiap inchi hamparan laut dihadapannya.

“Yerie…”

Sosok bersurai merah terang itu melirik ke arah kanannya, seorang bersurai blonde berkilau muncul.

“Fellie… kenapa kemari?” Tanya si surai merah—Yerie.

“Mencarimu karena Nachieos marah kau menghilang lagi. DIa khawatir…” sahut si surai blonde—fellie.

Yerie memutar mata malas, dia beringsut pelan dari posisi duduknya. “Lihat ini Fellie… serbuk merah muda ini milik Sinelle…”

Fellie bergerak pelan memutari batu besar itu, mengikuti arah tangan Yerie dan melihat banyak gliter merah muda berkilau disisi batu besar itu. Menandakan saudaranya yang hilang itu pernah berada ditempat ini.

“Jadi sekarang kau disini menunggu sesuatu yang mungkin membawa Sinelle?

Yerie menghela nafas, “Beberapa hewan melihat manusia membawa sebuah kantung besar dengan alfabet aneh...”

“Mereka cenayang?”

Yerie menggedikan bahu, “Aku tidak tahu...”

Fellie mengusap surai panjang Yerie, “Apapun itu... jangan pergi jauh seorang diri. Nachieos takut jika mereka membawamu pergi juga...”

Yerie hanya diam—tak mau mengiyakan ucapan saudaranya itu.

“Yerie....”

“FELLIE!! YERIE!!”

Pekikan terdengar, Yerie memicingkan mata , “Enoe.. sedang apa kau disini ?!”

“Sht! Tidak penting!! Sekarang ayo cepat pulang!! Doy dan Taeyios membuat keributan!!”

Fellie menghela nafas, dua saudaranya itu memang sangat anarkis dan sulit dikendalikan.

SRAASHH !!

Ketiganya menoleh. Suara tadi memang berjarak jauh dari tempat mereka—namun pendengaran hebat makhluk itu cukup tajam.

“Sesuatu yang besar masuk ke laut... “ Lirih Fellie. Dia segera menyelam, lalu sejenak kembali kepermukaan.

“Kalian kembalilah ke Nachieos dan bilang jika Doy dan Taeyios harus kembali pulang. Biar aku saja yang mencari Miae dan Sinelle.”

Fellie kembali menyelam—menjauhi dua saudara untuk menjemput seseorang berbau kematian.

.

.

.

“Changbin... kendalikan emosimu.” Minho berlari mengikuti Changbin yang berlari menuju dek.

“Daripada menasehatiku, nasehati saja tunangan gila mu itu.” Sahut Changbin singkat. Ia melompati beberapa besi besar dan mendekati satu glider warna merah berukirkan namanya di salah satu sisi.

“Changbin, atas nama Jisung aku minta maaf. Tapi sungguh, aku bisa menyuruh penyelam lain menyelamatkan Seungmin. Kau harus tetap disini dan memperbaiki dulu suasana hatimu...”

Minho mencoba berbicara pelan—mengingat tempaeramen Changbin yang agak meledak-ledak.

“Tak usah. Kalau kau punya waktu lebih baik awasi tunanganmu.” Tukas Changbin sembari menerima sebuah rompi khusus dari crew disana, ia memakainya dan memastikan kondisi tubuhnya baik-baik saja.

Untung dia tak minum banyak semalam—hanya 2 botol.

“Changb—“

“Changbin-ya...”

Suara pelan Irene menarik atensi Changbin dan Minho. Wanita cantik itu memberi gesture pada yang lain dan Minho untuk menjauh. Agar ia bicara berdua bersama Changbin.

Hening.

Irene hanya diam menatapi Changbin yang mempersiapkan segala keperluannya di dalam glider.

“Changbin... hari ini...” Irene bersuara pelan, jemarinya membantu membenarkan rompi Changbin.

“Hari ini... 24 tahun lalu... Ayahku kembali ke permukaan bersama salah satu bagian tubuh Senior Seo dan Senior Kim.” Suara Irene semakin mengecil.

Jemari itu menggenggam dua tangan Changbin, “Hari ini, 24 tahun lalu, Orang tuamu dilaporkan meninggal.”

Changbin menatap Irene datar, “Lalu?”

“Tak bisakah kau diam saja diatas sini? jangan pergi kebawah sana.” Irene menepuk dada pria itu beberapa kali.

“Maaf tapi anak emas Menteri Korea itu memaksaku turun. Aku mungkin bisa membiarkannya dicabik hiu, tapi aku tak rela jika Seungmin yang diumpankan ke hiu atau apapun yang berbahaya dibawah sana.” Sahut Changbin tegas.

“Seungmin akan diselamatkan oleh tim Beta. Aku sudah menyuruh tim Johnny bersiap, kau bisa menunggu disini.”

“Aku tak akan tenang jika bukan tanganku sendiri yang membawanya kembali.”

Irene menghela nafas pasrah, dia memang sudah menyangka jika usahanya membujuk Changbin tak akan berhasil.

“Baiklah... lakukan apapun keinginanmu. Hanya saja,aku ingin kau berjanji satu hal.”

Changbin menatap Irene bingung, “Janji?”

Irene mengangguk.

“Berjanjilah kau dan Seungmin kembali kesini hidup-hidup.”

Changbin menyeringai, “Itu hal mudah.”

Dengan cekatan ia memasuki glider dan memakai sabuk pengamannya. Kedua tangannya sudah mencengkeram pengendali.

Lalu sekelebat ingatan muncul.

Changbin-ya, hari ini papa dan mama akan menyelamatkan hiu.

Benarkah ? kenapa hiunya diselamatkan ? mereka besar dan makan ikan lainnya pa...

Sekarang ada orang-orang yang menangkap lalu mengiris hiu dilaut hingga hiunya saling memakan, ada juga yang menangkap hiu dan dijual ke manusia lain untuk dijadikan sup.

Ha? Itu jahat!! Kasian hiunya!!

Karena itu sayang, hari ini Changbin diam dirumah bersama Irene noona dan Bibi Kim ya ? papa dan mama akan pulang besok. Papa dan mama harus segera menyelamatkan hiunya.

Ya !! Changbin akan diam dan tidak nakal hari ini. Besok ayo kita makan bersama!

Pasti sayang , pasti. Dah Changbin, papa dan mama menyayangimu—

Changbin... maaf ya sayang~ maaf

Paman Kim kenapa menangis ? Paman Bae ? Kenapa paman juga menangis ?

Shht~ kemari Changbin, kemari, biar bibi peluk.

Bibi kim ?? kenapa ?! kenapa semua menangis ? mana papa dan mama?!

Changbin sayang~ tenang~

Changbin mau papa dan mama!! Changbin mau papaaa !!!

Changbin menarik nafas panjang. Ia memejamkan mata erat.

Bayangan sebuah kandang hiu dibawah laut yang sudah kosong lalu bekas peluru bius disalah satu ganggang laut, dan sobekan baju selam ibunya.

Changbin yang dulu mungkin diam dan percaya. Tapi Changbin yang sekarang bukan anak kecil naif yang bisa dibohongi.

Orang tuanya dibunuh oleh sekelompok orang pedagang hiu ilegal itu.

Semua hiu itu berhasil diselamatkan—dan nyawa orang tuanya diambil sebagai ganti.

Potongan tangan dan betis sang Ayah dulu bukanlah gigitan—lebih ke potongan benda tajam seperti gergaji.

Changbin mencoba menahan emosi yang kembali muncul.

“Changbin ? sedang apa ? Glidermu sudah siap meluncur!” suara Lucy terdengar keheranan—membuat Changbin kembali sadar.

“Ha? Oh baik...a-aku meluncur sekarang.”

Glidernya menuruni cage dengan pelan dan memecah permukaan laut. Guncangan kuat membuatnya memejamkan mata sejenak.

Berjanjilah kau dan Seungmin kembali kesini hidup-hidup.

Changbin membuka mata.

Gelapnya lautan membuat Changbin mulai tak yakin jika ia bisa memenuhi janjinya pada Irene.

Jemarinya mencengkeram erat kemudi, matanya menajam kearah depan.

Seungmin adalah prioritasnya sekarang. Tidak perduli jika dia harus membahayakan nyawanya—yang terpenting Seungmin baik-baik saja.

Ya.

Seungm—

Slap!

Changbin menoleh cepat kearah kanannya. Diantara gelap dia bisa melihat sekelebat gerakan.

‘Hallo V? Kau bisa mendengarku?” Changbin menekan earsetnya, di memutuskan berbelok kearah kanan—menerangi jalur itu dengan lampu glidernya.

“Ya Changbin. Kami disini mendengarmu dengan jelas. Laporkan keadaan disana.” V menyahuti melalu earset.

Changbin mengernyit merasa ada yang aneh—

Duk!

“Sialan!”

Changbin mengumpat, menarik tuas kemudi cepat sebelum glidernya oleng. Dia membelokan glider kearah kiri dimana benturan barusan berasal.

“V, apa kau tahu—“

“Ah begitu ya. Baiklah , aku akan menscan area sekitar untuk menemukan kapal Seungmin dan juga rookie.”

Changbin mengernyit mendengar ucapan V.

“Hah ? sedang bicara apa kau ?!” hardik Changbin. Dia menghentikan glidernya sebentar untuk menyadari situasi yang sedang terjadi.

“Iya Changbin aku paham. Minho akan segera melaporkan jika melihat objek aneh berada dalam radius 300m darimu.”

Changbin diam mendengar setiap nada ucapan V yang terdengar natural dan seolah memang berbicara dengannya.

Jemarinya mencengkeram erat kemudi, ia mengambil nafas panjang lalu memejamkan mata.

Seluruh indranya ia fokuskan ke sekitar. Merasakan guncangan pelan air, bunyi pelan mesin glidernya, gemerisin earset—

Di kiri arah angka 10.

Dengan cepat Changbin membanting haluan ke kiri dan guncangan keras kembali ia rasakan.

“Makhluk sialan!!”

Changbin mengaktifan sensor panas—hanya untuk mendapati jika tak ada objek besar disekitarnya yang mampu memberi guncangan kuat pada glidernya.

Ia menggerakan glider ke jalur dimana ia merasakan sebuah energi menarik fokusnya.

“Sialan. Akan kudapatkan kau—“

Shhh~

Changbin mendesis merasakan tangan kanannya kram—dia bahkan tak bisa menggerakan ujung jarinya. Tengkuknya merinding, dan untuk sejenak Changbin merasakan dinginnya bawah laut.

“Argh! Sialan sialan sialan!!” Changbin memaksa tangan kanannya untuk bergerak, jemari tangan kirinya terpaksa memegang kendali sendirian—mencoba menahan glider yang secara aneh turun secara vertikal.

Changbin merasa hawa dingin itu memasuki tubuhnya, membekukan jantung dan aliran darahnya.

Untuk sekelebat dia hanya melihat hitam...

Dan senyuman Seungmin.

Seungmin...

Changbin melepaskan tangan kirinya dari kendali untuk mengambil belati kecil disaku kirinya. Ia merasa setiap gerakan yang ia buat semakin membuat jentungnya ditusuk ratusan jarum es.

Ia mengumpat—

Changbin menatap sekelilingnya panik.

Suara.

Ia tak bisa mendengar apapun.

Tangan kirinya semakin bergetar saat meraih belati kecil dari saku—Changbin merasa jika ini jalan satu-satunya.

Hanya ini.

Dengan semua kekuatan tersisa, dia tusukan belati itu ke lengan kanannya.

Crash!!

“ARGHHH !!!” Telinganya secara tiba-tiba kembali berfungsi. Suara peringatan dari komputer kendali bahwa glidernya jatuh secara vertikal langsung memekakan telinga.

“MAKHLUK BRENGSEK!!” teriaknya sekuat tenaga sebelum menarik tuas kendali agar glidernya kembali naik.

Namun percuma.

Kecepatan turun glidernya semakin cepat.

Hal mustahil ini membuatnya murka luar biasa—seolah ada benda besar diatas glidernya yang membuat tekanan langsung kebawah.

“Akan kubunuh kau dengan tanganku sendiri jika tertangkap. Makhluk sialan.” Desis Changbin sembari membanting haluan kekanan secara spontan.

Hal itu membuat glidernya kehilangan keseimbangan dan berputar seolah kelereng yang digulirkan diatas tanah.

Kepala Changbin langsung menghantam kerasnya kaca pelindung—ditambah bonus belatinya tergelincir dan kini menancap dipaha kirinya.

Mati...

Matilah...

Kau harus mati...

Changbin menahan nafas saat suara seorang...pria? anak laki-laki? Atau gadis ? atau...

Ugh—

Changbin tiba-tiba kehilangan kemampuan untuk membedakan suara.

Dia merasa kepalanya berdenyut keras, lalu rasa basah menuruni mulut dan dagunya.

Mimisan.

Ya. Kau harus mati...

Changbin merasa jika dia benar-benar akan mati.

Dia tak bisa mendengar suara lain.

Dia tak bisa merasakan apapun.

Terlalu sunyi dan dingin.

Changbin memejamkan mata—ingin mengurangi pening dikepalanya.

Namun ia merasa seperti melayang. Dia tak bisa menggendalikan tubuh atau bahkan gerakannya.

Berhentilah jadi keras kepala...

Cepat mati...

Suara itu berbisik padanya—dan sepasang tangan seolah mencengkeram pundaknya.

Sepasang mata Changbin kembali terbuka. Sekelilingnya masih gelap, hanya ada penerangan dari lampu depan glidernya.

Dan sepasang tangan dengan kulit pucat namun memantulkan warna gemerlap hijau kebiruan.

Changbin akan berbalik namun tangan itu lebih cepat—mencekik Changbin dengan kuat.

Rasa dingin dari tangan itu sudah sanggup membuat pingsan, jangan bicarakan soal kekuatannya.

Changbin mengais udara, tangan kiri berusaha menarik tangan pucat itu—sementara tangan kanannya tak bisa membantu karena luka tusukan dilengannya masih mengucurkan darah segar.

Pandangannya memburam.

Badannya terasa semakin ringan.

Changbin memejamkan matanya—sekujur tubuhnya berhenti memberontak.

Irene maaf... aku tidak bisa memenuhi janjiku.

.

.

.

Irene memasang konsentrasi penuh pada layar milik Minho yang berfungsi sebagai penampil radar.

Sepasang mata cantiknya mengerjap sekali duakali. Menatap Minho lalu ke layar.

Namun apa yang tersaji di layar itu masih sama.

“Ini aneh Irene...” bisik Minho , mata tajamnya melirik ke kursi Jisung—tunangannya itu tampak fokus pada V yang berbincang dengan Changbin melalui earset.

“Bagaimana bisa ...? Apa radar ini rusak?” bisik Irene balik.

Minho menggeleng. “Itu mustahil.”

Irene berbalik dan menatap kearah komando kontrol. V disana sedang bicara dengan Changbin.

Ya... V menghubungkan sinyal dimarkas dengan Kapal Changbin.

Kapal Changbin yang tidak terdeteksi di radar laut.

“Satu-satunya yang bisa membuat kapal tidak terdeteksi adalah meledak hingga berkeping-keping dan juga memaikan semua mesin yang ada didalam glider atau kapal.” Ucap Minho. Irene menahan nafas.

Minho berlalu meninggalkan Irene sendirian. Mendekati V yang masih mengobrol bersama Changbin.

Dimana hal itu terlihat aneh dimata Minho.

Changbin berangkat menyelam dalam keadaan hati yang tidak baik. Lalu sekarang tiba-tiba dia mengobrol santai dengan V.

Bahkan saat moodnya baik, Changbin tak pernah mau bicara banyak di jam kerja.

Tak ada alasan jika dia sekarang menjadi betah bicara pada V.

“V, pinjamkan aku headphone mu. aku ingin bicara dengan Changbin.” pinta Minho.

“Ha ? apa Minho?”

Semua menoleh pada respon V barusan.

Dengan volume suaranya saat meminta, Minho yakin V bisa mendengarnya dengan jelas.

Bahkan Minho berdiri tepat disampingnya.

“V...” panggil Minho , tangannya dengan pelan melepas headphone itu dari kepala V

Tiba-tiba telinga V berdarah, namun pemuda itu tak bereaksi apapun. Dia diam menatap yang lain dengan raut santai.

“MINHO !! AKU DAPAT SINYAL DARURAT DARI GLIDER CHANGBIN!!” pekik Lucy. Ia segera menjernihkan suara panggilan itu.

“Hallo Chang—”

Ngiiinggggg ~~

Suara feedback nyaring memenuhi telinga. Disela suara itu, ada satu suara yang familiar.

”...ku tid...bali...beso....agi...perg...”

Lucy menatap bingung kesemua orang yang ada diruang kendali itu.

“Nona Irene... apa anda paham maksudnya?” Lucy menatap Irene yang mendekat ke meja kontrol dengan raut khawatir.

“Coba perdengarkan rekamannya Lucy.” pinta irene sembari mendekat ke meja si gadis tinggi.

”...ku tid...bali...beso....agi...perg...ah”

Semua diam.

Keheningan mengisi ruang kontrol.

Jisung berdiri pelan dengan tatapan takut, ia menoleh menatap Irene yang sama takutnya.

Keduanya berucap bersamaan.

“Jika aku tidak kembali besok pagi. pergilah...”

***

F I N

Bagian 1.


DSRT = deep sea rescue team.

Loosely based on Megalondon (2018) dan freeform! Siren (dimana penulis melakukan modifikasi pada makhluk Siren)

TW // pendiskripsian kekerasan dan luka secara eksplisit, makhluk fantasy, pembunuhan, kekerasan, animal abuse.

CW // kekerasan, kata-kata kasar, kecelakaan, pendiskripsian tentang kekerasan pada hewan.


“Minho-hyung tolong bicaralah pada temanmu itu. Aku benar-benar pusing dan tak sanggup lagi bicara padanya.”

Minho yang sedang mengawasi Radar menoleh pada si Ahli Kelautan yang baru saja bersuara.

“Ada apa lagi Jisung-ah?”

“Team Beta dari Departemen Kelautan yang melakukan investigasi dilaut perbatasan Jepang dan Korea meminta bantuan kita. Mereka meminta secara tidak resmi untuk meminjam beberapa orang dari DSRT kita.”

“Investigasi apa ?”

Jisung memutar mata, “Hyung, kau tahukan soal berita hilangnya 20 pelaut selama 2 minggu belakangan ?”

Minho mengernyit, “ Lalu ?”

“Ada beberapa ahli kelautan diluar negeri berasumsi para orang yang hilang sudah terkena ombak bawah laut dan sejenisnya. Ada yang bilang mereka hilang karena hal tidak logis lainnya…” Jisung mengambil nafas.

“Buruknya, baru saja… Perdana Menteri mengirimkan email padaku, meminta bantuan Tim Alpha kita untuk menyelam sebagai DSRT. Beberapa Team dari Amerika dan Eropa sudah turun tangan juga, mereka menyebar disepanjang perbatasan dan laut lepas di sekitar pulau hokaido dan yang berbatasan langsung dengan samudra pasifik.”

Minho mendengar Jisung dengan seksama saat seorang gadis masuk dengan secangkir kopi.

“Ada apa dengan wajah kalian berdua ? Kalian akan bercerai ?”

Jisung melirik sengit, “Jaga mulutmu Lucy.”

Minho menghela nafas, “Kau sendiri sudah menganalisa apa kira-kira penyebab hilangnya pelaut-pelaut itu ?”

Lucy berputar ditempat duduknya—putri bungsu penguasa pelabuhan Busan itu memainkan bolpoint sambil menyerobot pembicaraan.

“Kasus itu sudah dinaikan menjadi bencana internasional karena baru saja ku dengar 4 penyelam profesional dari inggris dan manhattan hilang saat melakukan investigasi. Channel Berita TV sudah menyiarkannya dengan bebas.”

“Karena badai laut ? atau mungkin seperti kasus Segitiga bermuda yang mengeluarkan gas tertentu yang berbahaya ?” Minho mencoba memberi masukan.

Jisung menggeleng, “Ombak dilaut sebelah barat Samudra Pasifik terhitung tidak besar karena ada banyak daratan disekitarnya.”

Belum sampai Minho kembali bicara, seorang pria masuk kesana dengan wajah masam.

“Jisung. Ku peringatkan kau. Jika sekali lagi kau ikut campur dan memasukan ku lagi ke daftar Team Alpha. Maka akan ku pastikan kau menyesal.”

Minho menahan badan si pria—

“Changbin...”

“Berapa kali aku harus bilang jika aku tidak mau menyelamatkan orang-orang bodoh itu?”

Jisung merasakan telinganya memanas, “Berhenti menyebut sesamamu bodoh sialan !!”

“Cih, aku tak sudi disamakan dengan makhluk kejam dan tak berhati seperti mereka !!”

Lucy berdiri dan menahan Changbin, “Changb—“

“Kau !! Ahli kelautan bodoh ! Kau selalu menyombongkan diri dengan pengetahuan, teori anatomi hiu, ikan dan dasar laut! Tapi apa gunanya semua kepintaranmu hah ?!!?!”

Jisung mengepalkan tangan, ucapan Changbin selanjutnya tak membuatnya lebih baik.

“Kau bahkan diam saat kita menemukan setumpuk bangkai hiu tanpa sirip di segala sudut laut !! APA KAU BAHKAN PERNAH BERPIKIR SIAPA SEBENARNYA YANG MENJADI PREDATOR DISINI HAH ?!?! KITA !! MANUSIA KEJAM DAN TAK BEROTAK LAH PREDATOR TERTINGGI DI BUMI INI !!!”

Lucy menelan ludah, tak bisa menampik fakta yang Changbin sampaikan. Dia hanya berusaha menahan Changbin agar tak maju mendekat ke Jisung.

“Kau bilang Hiu predator yang paling menakutkan di laut ? Cih, teori sampah! NELAYAN SIALAN ITU MENANGKAP HIU LALU MENGIRIS SIRIP MEREKA DAN DENGAN KEJINYA MEREKA MELEPASKAN LAGI HIU TAK BERSIRIP ITU DILAUT !!! MEREKA PIKIR SIRIP HIU BISA TUMBUH LAGI SEPERTI DAHAN POHON ?!!”

Jisung dititik ini terdiam, genggaman erat Minho ditangannya membuatnya sedikit tenang ditengah kemarahan Changbin.

“lalu kau !! Sulung Menteri Kelautan menyuruhku untuk turun ke laut menyelamatkan makhluk tak berhati seperti mereka ?! Maaf saja Han Jisung, aku lebih memilih meminum soda diatas tebing dan menikmati teriakan minta tolong mereka saat tenggelam.”

“Changbin cukup.”

Ke-empatnya menoleh. Suyeon dan Soyeon—si kembar tak identik—memasuki ruang kontrol itu dengan raut serius.

“Sekejam apapun, kita tetap punya kewajiban untuk memenuhi perintah Perdana Menteri. Changbin, aku akan menemani—“

“Lakukan sana, jadilah Ketua Team Alpha, Suyeon. Aku mundur.” Changbin menepis tangan Suyeon dan berjalan keluar.

“Jisung, kau seharusnya bisa lebih menjaganya…” Suyeon mengeluh melihat keadaan. Disisi lain Jisung hanya diam dan kembali kekursinya—mengawasi monitornya.

“Jika Changbin memang tidak mau turun tangan, biar aku dan Suyeon saja.” Soyeon berujar santai sambil mengamati monitor yang menampilkan gambar yang diambil kamera bawah laut mereka.

“Kalau begitu ajak Seungmin bersama kalian.” Ujar Jisung tiba-tiba. Minho menoleh cepat,

“Jisung, jangan—“

“Aku tidak mau tahu. Changbin harus tetap turun ke bawah sana. Itu sudah tugasnya. Aku akan memberitahu Seungmin sekarang.”

Minho menahan ucapannya diujung lidah, dia merasa jika ini akan benar-benar jadi masalah besar.

***

“V, bisa kau memperbesar volumenya ? aku tidak bisa mendengar suara kalian dengan jelas.”

Ruang kontrol kini berisi banyak orang.

Lucy, V, Joy, Minho, dan tentu saja Jisung sebagai pengawas akan membuat keputusan jika ada kejadian diluar rencana—dimana kali ini semua yang ada diruangan itu berharap Jisung sedang sakit dan tak bisa bicara.

Di layar utama menampilkan banyak indikator vital beserta jarak kapal selam dari menara utama. Wajah cantik dan fokus Suyeon, Soyeon, dan Seungmin mendominasi layar datar itu.

“3 mil dari permukaan.” Soyeon memberitahukan. Dia menurunkan kapal dengan kecepatan konstan. Seungmin dibelakang sana sedang mengawasi keadaan teknis—meski biasanya dia juga ada dibelakang kemudi kapal.

“Seungmin, mulai aktifkan radar dan sensor panas kalian.” Jisung memberi perintah.

“Apa? Lucy ? Jisung ? Kau bicara sesuatu? V, naikan volumenya.” Suyeon mengernyit bingung, dia berkali-kali menekan earsetnya—berusaha mendengar perintah dengan lebih baik.

“Halo? Halo Suyeon ? Kau mendengarku ? Ini volume tertinggi, akan berbahaya bagi telinga kalian untuk mendapat getaran audio dalam tingkat tinggi sementara kalian ada diwilayah dengan tekanan udara tinggi.” V memperingati, dia tampak berusaha merubah frekuensi demi menjaga jalur komunikasi dengan awak kapal.

“AHKK !! HEI SIALAN SUARA APA BARUSAN ??!!!” Soyeon memekik tiba-tiba sambil melepas earsetnya. Dia mengusap telinganya—dan tak lama ia mimisan.

“Detak jantung Soyeon meningkat. Aktifitas otaknya juga. Dia panik. Suhu badannya tinggi” Joy sebagai Dokter melapor dan tampak mengetuk microphonenya.

“Ini Joy, Seungmin tolong kompres tengkuk Soyeon dengan alkohol beku agar suhu tubuhnya turun. Pastikan juga mimisannya segera berhenti.” Perintahnya. Seungmin dilayar tampak mengernyit namun segera meraih kotak obat mereka.

“Suyeon, apa yang terjadi disana ? Apa yang Soyeon dengar ?” Jisung bicara di microphone V.

“Entahlah Ji, kami tak mendengar apapun.” Suyeon memegang kendali penuh kapan, Seungmin merawat Soyeon dengan telaten.

“Maaf, Jisung-ssi... sepertinya Soyeon-ssi tidak kuat berada dikemudi. Dia harus ditarik kebelakang.” Ucap pemuda itu pelan. Jisung melempar pandangan ke Joy.

“Sialan Jisung, Seungmin tidak berbohong atau sok tahu. Soyeon harus mundur. Biarkan Seungmin menggantikannya.” Joy menghardik kesal mengetahui arti pandangan Jisung barusan.

Minho melihat itu dengan kesal, Jisung benar-benar harus berhenti seperti ini. Masalahnya dengan Seungmin dan Changbin harus segera diselesaikan.

“Lucy, bisakah kau memeriksa keadaan mesin 2 ? aku mendengar usara gemuruh. Tapi sepertinya bukan dari luar.” Suyeon menurunkan kecepatan, ia tampak menatap keluar kapal mini itu—kaca tebal tembus pandang itu membuatnya sedikit merinding karena panorama gelap lautan benar-benar terlihat didepan wajahnya.

“3 mil dari permukaan.” Seungmin melaporkan, dia tampak membagi fokus ke monitor control dan untuk mengecek Soyeon dibelakang sana.

“Suyeon, apa kau merasa ada yang aneh dengan badanmu ?” Joy bicara dengan nada bingung terselip.

Suyeon dilayar tampak mengernyit, “Tidak. Aku baik-baik saja. Kenapa memangnya ?”

“Oh, baguslah. Tetap fokus dan segera temukan orang-orang itu.”

Joy melambaikan tangan ke Jisung agar mendekat ke meja kerjanya, dia menunjukan layar monitornya. Grafik vital Suyeon yang tampil disana menunjukan jika denyut jantung Suyeon melemah secara konstan—sangat kontras dengan penampian Suyeon dilayar yang menunjukan jika Suyeon masih fit dan fokus.

Tit!

Tit!

Tit!

Minho berjengit kaget, meja didepannya menunjukan sebuah objek mendekat dengan cepat dan berada dalam jalur sama dengan kapal Suyeon.

“SUYEON PERHATIKAN !! ADA SESUATU MENDEKAT KE ARAHMU DENGAN CEPAT !!” V memekik, dia mencoba mengecek melalui kamera-kamera yang sudah mereka turunkan disana sebagai pengawas jalur.

“TIDAK ADA APAPUN DIRADAR KAMI !!!” Suyeon memekik panik—saat itulah Seungmin memekik keras.

“TELINGAMU SUYEON !! TELINGAA !!” Seungmin menyambar kertas atau apapun didekatnya untuk mengusap lelehan darah dari telinga Suyeon.

“Aku tidak merasakan apapun !!”

“SUYEON ARAHKAN KAPALMU KE KANAN !! KELUAR DARI JALUR TABRAKAN !!” V memerintah cepat. Jisung menekan microphone pemuda itu untuk disambungkan ke earsetnya. Ia mendekat kearah Minho untuk mengawasi keadaan.

“SUYEON BERBELOK KE ARAH JAM 2 !! BERBALIK LAH DAN AMBIL JALUR LAIN !!”

Minho dan V terkejut, “Jisung/Jisung-ssi !!!”

V mengusap wajah kasar, “Tidak bisa begitu. Kamera bawah laut kita sudah diatur. Jika kita keluar jalur maka pengawasannya tidak akan bisa berjalan!”

Tit !! Titt!

1 objek lain muncul, sama-sama berkecepatan tinggi dan menuju kapal Suyeon.

“OH!! Bukankah itu semua kapal selam kita juga ?!” Lucy yang mengawasi kamera bawah laut melihat bagaimana kapal yang diisi team Beta 2 menekan kecepatan penuh.

“V, sambungkan ke Kapal Tim Beta 2!” Jisung kembali ke bridge ruang kontrol dimana V berada. Dia menatap penuh kebingungan semua kejadian aneh ini.

“Tersambung ke Kapal A32-OF. Yang ada disana Chungha, Sungjae dan Hoseok.” V merubah tampilan layar dikirinya—dan terlihatlah keadaan dalam kapal itu.

“SUNGJAE !!!” Joy memekik keras dan berdiri dari kursinya. Rautnya terkejut sama seperti seisi tempat itu.

Penuh darah.

Tubuh Chungha tercabik dan berserakan diatas kursi kemudi. Dibelakang sana tergantung badan hoseok yang memucat bak kehabisan darah, lalu ... Sang Ketua—Sungjae Yook dengan obeng ditangannya baru saja menusuk lehernya sendiri. Tepat saat kamera tersambung.

Jeritan wanita terdengar disana sebelum sambungan komunikasi terputus.

Joy terjatuh dilantai kantor, pandangannya kosong dan badannya bergetar hebat. Lucy segera memeluknya. Mencoba menarik fokus Joy karena wanita itu sangat pucat dan mengeluarkan keringat dingin.

“A-aku akan mencoba menghubungkan dengan kapal A34-AD. Disana ada Jungwoo, Hyungwoo dan Wooseok—ARGHH !!” V tiba-tiba melepas earphonenya dan melempar benda itu menjauh.

“Sialan !!” V mengusap telinganya, Minho berpindah dari posisinya—mengambil earphone V dan memakainya.

Haaaa~

Suara lembut wanita dengan volume sedang terdengar dari sana.

“ARGHH!!!” Pekikan keras Wooseok terdengar—sebagai menu pembuka adegan keji dilayar besar disana.

Jungwoo—si manis dari Team Beta 2 itu tampak dingin dengan mata yang entah sejak kapan berwarna biru terang.

“JUNGWOO !! JUNGWOO KAU MENDENGARKU—“

Crash !

Gunting yang dibawanya sukses menembus mata Wooseok yang tersisa—yang kanan sudah lebih dulu mengalirkan darah.

Lucy memeluk Joy dan menyembunyikan muka wanita itu didadanya.

Semua terdiam karena tahu suara mereka tak sampai ke sana—mereka diam mengamati bagaimana Jungwoo tanpa takut mencabik Woo Seok dan HyunWoo.

“Jungwoo...” V memanggilnya pelan. Tak lama terdengar suara wanita lembut—seperti sedang berbisik.

Semua terkejut mendengarnya karena demi apapun—dilayar sana terlihat jika Jungwoo lah yang menggerakan bibirnya, bukan wanita manapun.

“Su-suara siapa itu ?” Lucy bergidik takut.

Suara lembut bak angin berdesau itu kembali terdengar, kini dibarengi dengan Jungwoo yang mendekat ke kamera yang terhubung dengan Kantor Pengawas.

“Pergilah...” suara Jungwoo bercampur suara pelan wanita itu terdengar jelas.

CRASHH !!

Lalu Jungwoo melakukan hal yang sama dengan Sungjae. Menusuk lehernya sendiri.

Syyut!

Layar itu mati. Tulisan CONNECTION ERROR dan sederet pemberitahuan jika sumber koneksi terputus membuat nafas seisi ruangan tercekat.

“A-aku akan panggilkan Changbin.” Minho segera melepas earphone V dan berlari keluar ruangan.

Jisung berdiri mematung tanpa bicara, lalu saat ia sadar ia segera bergegas memerintah V kembali.

“Sambungkan lagi ke kapal Seungmin !!! Cepat !!” Jisung kini menggeser kursi Joy, ia menatap lekat bagaimana grafik Vital Suyeon, Soyeon, dan Seungmin masih terdeteksi.

Keadaan Suyeon dan Soyeon melemah. Namun Seungmin masih dalam keadaan fit.

“Jisung-ssi !! Aku tidak bisa menemukan saluran mereka. Ada sesuatu yang memblock frekuensi kita!” V tampak panik juga, jangankan terhubung dengan suara, kamera yang ada di kapal Seungmin pun tak bisa diakses oleh V.

“Kita tidak bisa tersambung sama sekali. Entah itu visual ataupun audio.” V mengusak rambutnya.

Jisung mengigit bibir gugup—ia sesekali melirik pintu masuk.

Ah ya, tadi Minho-hyung bilang dia akan memanggil Changbin ?!

“OH!!! SEUNGMIN MENGIRIM PESAN DARURAT ! Dia bilang dia melepaskan Rookie !!” V kembali mengotak-atik panel kontrol didepannya. Jisung mendekat, sedikit senyum muncul diwajahnya.

“Bagus. Sekarang akses Rookie. Buat dia mengikuti dan mengawasi tempat sekitar. Aktifkan sensor panasnya.”

V mengangguk paham. Tak lama suara gemerisik terdengar lalu layar menampilkan gambar dari sebuah kamera robot berbentuk seperti gurita.

“Sensor Rookie tak menangkap panas tubuh manusia. Tapi sensor suaranya menangkap frekuensi aneh. Aku tidak tahu jenis gelombang ini.” V mengernyit. Dia mencoba mengendalikan Rookie dan membuatnya mengikuti jalur kapal Seungmin.

BRAAAK !!

“JISUNG BRENGSEK !!”

BUG !!

Jisung tidak siap saat Changbin memberinya satu tonjokan keras. Ia terhuyung hingga tersudut ke meja V.

“Kau tahu ada yang aneh di laut itu... DAN KAU MASIH MENGIRIM SEUNGMIN KESANA ?! MESKIPUN DIA SUDAH DALAM STATUS NON-AKTIF ?!?! APA KAU SEBEGINI BENCI NYA PADAKU HAH ?!”

BUG !!

Satu pukulan kembali diberikan. Jisung diam tak berani bicara apapun.

“Kau sengaja kan ?” Suara Changbin lebih lirih. Jisung meliriknya, jemarinya mengusap darah disudut bibir.

“Kau sengaja mengirimnya agar aku juga ikut turunkan ?” Changbin mencengkeram bahu Jisung erat. Mata Changbin bersiap menumpahkan air—Jisung membuang muka.

“Ya. Aku memang sengaja.”

BRAK !!

Changbin mendorong Jisung keras hingga menabrak kursi Joy dan berakhir terbaring dilantai.

“Baiklah kalau begitu. Teruslah awasi aku lewat monitor kesayanganmu. Jangan sampai kau melewatkan bagaimana aku tercabik dibawah sana.”

Changbin berbalik, sebelum keluar dia sempat mengucapkan hal lain.

“Wajar saja Seungmin sangat ketakutan padamu. Dia pasti tahu jika kakak tirinya yang dielukan seluruh Keluarga itu sebenarnya berdarah dingin. Wajar jika dia menyukaiku lebih daripada menyukai mu.”

BRAK !

Pintu tertutup keras, Minho menatap kepergian Changbin sejenak—lalu melirik Jisung. Pria itu menghela nafas, lalu mengejar Changbin.

“Jisung…” Lucy yang selesai menenangkan Joy kini beralih membantu Jisung berdiri. Dia mendudukan pengawas itu ke kursi Joy.

“Jisung…Jisung-ssi !! Dengarkan ini !!” V memekik panik, dia segera memutar rekaman suara yang berhasil ia gandakan dari data Kapal milik Sungjae.

Suara wanita lembut mengalun. Jisung Lucy , dan V sempat merinding mendengarnya.

“Sinnielle? Miae ?”

Suara datar perempuan terdengar lirih disela suara adlibs lembut tadi.

“Kau sembunyikan Sinielle?”

Jisung menekan button pause.

“Cukup, aku tak sanggup mendengarnya lagi. Suara wanita itu mengerikan!” kesalnya.

“Sepertinya makhluk yang membuat ulah ini mencari kawan mereka...” Lucy yang masih memakai earset meneruskan rekaman itu.

“Namanya Sinielle dan Miae ?” Lucy bermonolog.

“V, kirimkan semua rekaman audionya ke komputerku. Akan ku analisa.” Lucy melepaskan earsetnya dan bergegas kembali ke meja kerjanya.

Jisung hanya bergidik, ia bersandar ke meja sambil memijat pelipis. Dia selalu percaya bahwa Tidak ada makhluk aneh yang tidak bisa dilihat...semuanya nyata. makhluk seperti itu tidak ada.

Tit!!

Tit!!

“Jisung-ssi...” V memanggil pelan.

Jisung mendekat, “Ya?”

Pemuda itu menunjuk ke sebuah tampilan—kali ini rekaman video dari kapal Sungjae.

“Sepertinya... masalah kali ini benar-benar aneh...”

Jisung tertegun, dia menatap layar itu tanpa berkedip.

“Ini tertangkap kamera saat kapal baru saja memasuki laut. Sepertinya makhluk ini mengikuti kapal kita. Rookie pun sekelebat menangkap bayangan berbentuk seperti ini...”

Jisung masih belum sanggup bicara. Dia mengernyit heran.

dark mermaid

“Makhluk ini...bukan dongeng?”

TBC!

n y o n y a b a n g

TW // prostitusi, fetish. CW // prostitusi, boys in skirt, transaksi rekaman sex, bahasa baku dan non baku.


“Jin lo udah milih buat acara kita?”

Hyunjin mengalihkan pandangan dari berkas didepannya, “Acara apa bang? Yang jelas. Ini acara kita seabrek. Acara Qasidhah, debus, apa lomba masak antar guru?” sahutnya sambil membuang pandangan dari sang ketua kembali ke pekerjaannya.

“Alah masa musti gue sebutin gamblang disini? Ini udah hari terakhir pendaftaran ekstrakulikuler … kali aja lo lupa.” Sang Ketua, Kim Sanggyun , berdecih. Meski begitu tangannya tak henti menandatangani 500 lembar sertifikat didepannya.

“Bang Donghyun sama si Minhee udah milih emangnya?”

Satu sosok yang sedari tadi dikira tidur dipojok ruangan oleh Hyunjin tiba-tiba menyahut.

“Masih hidup lo? Gue kira mampus.” Hyunjin meledek. Ia merenggangkn punggung, lalu kembali ke bahasan. “Kalau soal acara itu sih gue udah milih sejak hari pertama orientasi hahaha” Hyunjin menggapai gadget pintar yang sejak tadi dia abaikan. Jemarinya lincah menggeser layar sebelum memberikannya didepan muka Sanggyun.

“Cakep kan?”

Sanggyun mengernyit, “Kok wajahnya gak asing sih? Bin coba liat deh. Sini buruan.”

Yang dipanggil langsung bangun dari rebahannya, dia menarik satu kursi untuk duduk disamping Sanggyun.

“Lah mirip bang Brian bukan sih?” Bin—Changbin lengkapnya—menyeletuk, dia menepuk bahu Hyunjin lumayan keras.

“jangan maen-maen lu ! dia adeknya bang brian!”

Hyunjin merengut, dia segera menyimpan kembali ponselnya, “Ngawur ye lu bedua. Dia tuh marganya Han. Bukan Kim—eh… bentar…”

Sanggyun tergelak lantang sambil memegang perut saat melihat wajah blank Hyunjin, “Dia fix adiknya si Brian—Kim Brian, Bu Kim sekarang kan nikah lagi sama orang marga Han. Hahahaha Hyunjin mampus lo.”

Changbin terlihat memikirkan sesuatu,”Bentar deh jin… berarti dia adiknya Bang Seungwoo juga dong ?!”

BRAK!!

Sanggyun semakin puas menertawakan Hyunjin yang menggebrak meja seakan baru menyadari takdir, “Mampus dah lo jin. Target lo adik biologisnya bang Brian, plus adik tirinya bang Seungwoo. Intinya kalau lo gak tabrak pake motor ya paling nama lo dipersulit pas skripsi ahahahahaha”

“Anjir anjir…”

“Ganti target ajalah. Simple. Beres.” Sanggyun akhirnya iba juga, dia meneguk air mineral gelas disampingnya sebelum melanjutkan, “Dah jangan mainin si hannie ini. Anjir geli banget lo ngesave kontaknya pake nama hannie. Pedo bangsat.”

Changbin bergumam pelan, “Lo keknya gak jauh-jauh dari Minhee ya kelakuannya. Suka bener main sama yang polos-polos gitu. Dia barusan ngasih tahu gue kalau dia milih Seongmin -Ahn Seongmin keponakan Bu Hani. Gila tu anak… gak ada takut-takut nya.” Jemari Changbin bergerak lincah dilayar ponsel,

“Btw kayak nya ini gue sendirian ya yang belum milih target…” gumam Changbin sembari merenggangkan badan.

Sanggyun menepuk pundak wakilnya itu, “Lo ngintil aja sama Donghyun—tapi jangan sampe ketahuan Youngmin! Abis digeprek ntar kita semua. Pokok lo ikut Donghyun aja santai, kalau ditanyain Youngmin, bilang lo lagi ngawasin aja. Gue denger-denger dari Sejeong, tahun ini anak Tata Boga pada cakep cakep gak ada tingkah kayak angkatan Donghyun. Kali aja lo kecantol.”

Changbin hanya mengangguk kecil, “Gampang bang. Bisa lah nanti gue pikirin. Cuma ini gue masih capek banget. Kayaknya gue bakal eksekusi paling akhir aja deh.”

Hyunjin menyingkirkan pekerjaannya sejenak, sebelum memasang raut serius.

“Rencananya, Bang Seungyoun bakal nge handle produksi sama editing. Dia juga rela badan bang Hangyul dipajang buat thumbnail di community board. Denger-denger dari Bang Seungwoon juga, sampe semalem udah ada total 20 juta. Baru buka 2 mingguan padahal.” Si surai sebahu itu mengeluarkan laptopnya, dan seakan paham Sanggyun dan Changbin langsung berpindah ke sisi kanan kiri Hyunjin.

“Anjir anjir panas gue lihat trailernya. Siapa tuh jin?” Sanggyun menelan ludah saat layar laptop itu menampilkan halaman web yang didominasi warna hitam pekat dan putih. Satu video terputar tanpa suara, menayangkan cuplikan adegan dewasa antara dua pria yang tak terlihat wajahnya.

“Ini si Yohan sama Hyeongjun.”

“Anjir sialan bang Seungyoun ngangkat tema manis-manis lucu gini anjing nyesel gue gak minta Kenta pulang. Tau gini gue ikutan !” erangnya kesal.

“Bang Seungyoun paling jago disuruh bikin acara ahahaha seru banget dah acara amal kita tahun ini.” Changbin tertawa puas.

Manik tiga pemuda itu tak lepas dari layar yang kini menampilkan tulisan besar-besar.

Changbin menggelengkan kepala, “Bang Seungwoon terbaik emang. Gak maen-maen kalau promosi! Gila gue jadi pengen ngasih Tip juga anjir~”

.

.

. to be continue.

content warning :

pembunuhan, percobaan pada manusia, penggunaan obat dan bius, overdosis, kata kasar, verbal bullying.


content warning :

mention of killing, implisit violence, mention of virus.

menyebutkan keinginan membunuh dan kata kasar, kekerasan dan penyebutan pembantaian secara implisit, pembicaraan mengenai virus dan penyakit.


“HWANG MINHYUN!!!!”

Minhyun yang sedang mengamati layar datarnya menoleh, “Ya Chaeyoung?”

“BAGAIMANA KAU BISA SANTAI DISINI ?! CHANGBIN MENGAMUK DAN MEMBUNUH 3 PASIEN!!”

Srak!

Minhyun mengikuti larian Chaeyoung ke arah laboratorium sampling. Sosok Chngbin yang tengah ditenangkan Chanhee membuat Minhyun sedikit banyak panik juga.

“SEO CHANGBIN!” panggil Minhyun lantang, dia segera mengkode Chaeyoung untuk membersihkan kekacauan itu.

“Hongjoong brengsek! Aku menyuruhnya membuat obat untuk Yongbok!! Kenapa dia malah membuang waktu menyembuhkan orang-orang tak berguna ini hah!??”

Chanhee mengambil nafas dalam, bertahun-tahun menjadi asisten Changbin membuatnya sedikit banyak kebal juga.

“Tuan Seo. Mari kita bicara diruangan tuan Hwang—“

“BAWA SEONGHWA KESINI !!! AKAN KU SEMBELIH PRIA ITU DIHADAPAN HONGJOONG AGAR DIA TAHU AKU TIDAK MAIN-MAIN!!” Changbin malah semakin emosi.

Minhyun hanya memijat pelipis, 3 pasien yang digunakan sebagai sampling antivirus 2.0 itu sudah menjadi mayat. Hongjoong pasti akan mengomel setelah ini.

“Changbin, kalau kau masih ingin laboratorium kita berjalan hentikan kesadisanmu! Hongjoong berusaha memenuhi permintaan pemerintah untuk membuat antivirus beta setelah mutasi virus terbaru minggu ini. Gunakan otakmu seo!!” Minhyun berkacak pinggang di depan Changbin yang masih dipeluk oleh Chanhee.

“AKU HANYA INGIN YONG—“

“KAU TIDAK AKAN BISA MENYEMBUHKAN KEKASIHMU TANPA UANG PEMERINTAH BODOH!!! SETIDAKNYA CARILAH LEBIH BANYAK SUNTIKAN UANG UNTUK MENGEMBANGKAN LAB!!” Minhyun akhirnya meledak juga.

Chanhee mengangguk membenarkan, “Tuan Hwan benar. Anda harus berhasil mendapatkan kekuasaan penuh untuk beroperasi dari pemerintah. Jika Tuan Kim bisa berhasil, saya yakin Pemerintah akan mengijinkan laboratorium kita melakukan apapun. Praktik sample menggunakan manusia hidup yang sekarang kita lakukan ini sudah melanggar hukum Tuan Seo. Jika pemerintah tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan jelas kita semua akan berakhir disini.”

Minhyun bersendekap menatap lekat Changbin yang mulai tenang. Memang benar jika Yongbok adalah kelemahan pria itu.

Ah, kalau bisa dikoreksi, Minhyun akan mengulangi. Yongbok adalah kelemahan sekaligus kekuatan bagi Changbin.

“Baiklah. Minta kepala setiap divisi berkumpul di ruang rapat dalam setengah jam. Kita akan membahas soal ini. Hh. Setelah semua kekuasaan itu ku dapatkan, akan kubawa Yongbok kembali hidup di sisi ku.”

Changbin melepaskan pegangan Chanhee di lengannya, lalu berjalan keluar.

“Chanhee, minta Jisung Han dari bagian neurologi untuk datang ke ruanganku sekarang.”

“Baik Tuan Hwang.”

Minhyun menatap sisa kekacauan Changbin, dia sendiri harus mulai memutar otak untuk menyelamatkan manusia-manusia diruang rawat lebih dulu sebelum Changbin menggunakan mereka sebagai tumbal.

.

.

.

t b c

content warning :

harsh words, misunderstanding.


Seoul, 13 bulan yang lalu

Plak !

Changbin mengaduh saat tunangannya tiba-tiba muncul dan menamparnya keras.

“Tunggu aku bisa—“

“Brengsek ! Kau brengsek Seo !!”

Changbin mencoba menahan tangan sang tunangan, ayolah mereka sedang menunggu hari bahagia—Changbin tak ingin ada kesalah pahaman seperti ini.

“Aku hanya membantu Chanhee—“

“KAU MENCIUMNYA BRENGSEK !! KAU PIKIR AKU TAK PUNYA MATA ?!”

Chanhee yang terdorong disisi lain mendekat, takut membuat perpecahan pada pasangan itu.

“Maaf, tapi serius Tuan Seo tidak menciu—“

“Tutup mulutmu sialan” desis si tunangan. Changbin mencoba menarik sang tercinta ke ruangannya—namun tanganya dihempaskan begitu saja.

Cling !

Satu cincin tergelinding hingga melewati kaki Changbin—membuat si Pria tampan kaku.

Cincin itu...

“Selesai... kita selesai Seo ! Aku tak tahan lagi ! Kau terus-terusan bilang jika lembur dengan obat wabah sialan itu dan nyatanya ?!?! KAU ASIK BERCUMBU DENGAN BAWAHAN MU !! Cukup aku tak sudi melihat wajah mu lagi.”

Tubuh semampai itu pergi begitu saja, Changbin masih mematung—berusaha mencari jalan keluar dari semua masalah namun otaknya benar-benar tak bisa bekerja dengan benar. Separuh jiwanya baru saja bilang jika tak sudi melihat wajah Changbin—

No.

Ini kematian bagi Changbin.

Orang itu bagaikan oksigennya,darahnya, hidupnya.

Orang itu sudah seperti nyawanya—Changbin tak akan bisa melanjutkan hidup tanpa orang itu.

Ia segera memungut cincin itu dan berlari mengejar sang kekasih—berharap bisa meminta kesempatan kedua.

“CHANGBIN BAHAYA !! JANGAN KELUAR KANTOR !!”

Satu sosok menghalanginya,

“Wooyoung sialan minggir. Aku harus mengejar—“

“Wabah sudah mulai memasuki wilayah ini. Daerah Apartement 89 sudah hampir 80% terkena. Tim kita akan segera bergabung dengan Tim Penyelamat dari pemerintah—“

GREP !

Wooyoung diam saat Changbin menyengkeram kerah kemejanya, “Apartement 89 kau bilang ?”

Satu anggukan dan Changbin langsung menyambar tas hitam dipinggang Wooyoung—menyambar 2 ampule benda cair berwarna biru bening.

“Aku pergi... handle yang lain selama aku pergi...”

Wooyoung dan beberapa rekannya memekik melihat Changbin dengan cepat menuju salah satu mobil dipelataran parkir dan pergi dari sana.

Yang ada dipikiran Changbin hanya satu.

Kekasihnya.

Apartement itu Apartement dimana ia dan kekasihnya tinggal.

Jarak tempuh biasanya hanya sekitar 7 menit, namun Changbin merasa ia sudah berjam-jam berkendara.

Ia menarik nafas panjang—bersyukur kemarin malam Chanhee dan Wooyoung memaksanya untuk mendapatkan suntikan anti-virus itu. Kini ia tak perlu ketakutan berlari diluar sana.

Hall apartement itu panik. Changbin sekali lagi mengedarkan pandangan—berjaga jika menemukan sang kekasih.

Tak lama suara muntahan dan pekikan terdengar disana-sini, Changbin berlari ke lift dan menuju lantai dimana apartementnya berada.

Ia terus berdoa, memohon pada Tuhan agar diberi kesempatan untuk menyelamatkan sang kekasih.

Pintu apartementnya tertutup rapi—Changbin bersyukur karena ini meningkatkan kemungkinan sang kekasih belum terkena paparan udara bervirus.

“Sayang—“

Changbin merasa kakinya beku saat mendapati sang kekasih terduduk dilantai ruang tamu—darah mengucur deras dari hidungnya, kulitnya sudah memerah disana-sini seperti ruam.

Ini gejala awal.

Changbin menangis, ia segera memeluk sang kekasih. Ia memindahkan tubuh ringkih itu, tangannya bergetar hebat saat berusaha mencari suntikan di kotak p3knya.

Ampule berisi cairan bening sudah kosong.

“Aku mohon bertahan sayang ~ aku mohon ~” Changbin merasa tatapannya memburam.

Jarum itu sudah menembus kulit sang kekasih, cairan sudah memasuki tubuh yang mulai dingin.

Changbin melempar sembarangan suntikan itu dan menyelimuti tubuh bergetar sang kekasih dengan jas putih miliknya.

Mata indah itu sudah tertutup namun nafasnya masih tersengal, darah masih mengalir sehingga Changbin melepas dasinya guna membersihkan wajah indah itu.

Sekali lagi Changbin berlari, kini dengan sang kekasih didekapannya. Ia terus memohon—memohon pada Tuhan dan kekasih.

Ia berharap sang kekasih kuat dan bertahan.

“Aku mohon...”

.

.

.

.

.

“Aku mohon bertahanlah Yongbok...”

FIN