keping
[#yamada, #yabu, dan #yuto. non-idol au. bahasa indonesia.]
Setelah tertidur sekian hari, Yamada terbangun sebagai seorang pembunuh.
Atau setidaknya, demikian yang dia tangkap dari penjelasan Yuto. Temannya sejak masa mengeja kata itu bahkan tidak dapat menatapnya. Pandangannya tertuju pada lembaran kertas yang dia bawa, berkas-berkas yang menyatakan Yamada bersalah atas tindak pembunuhan.
Selain Yuto yang berperan sebagai pengacaranya, dia juga bertemu seorang utusan dari pihak kepolisian. Yabu namanya, kebetulan dia yang menerima telepon laporan.
Laporan yang diberikan oleh Yamada sendiri.
Menurut perkataan Yabu, dia mendapat telepon dari Yamada yang berada di tempat kejadian. Yamada melaporkan perbuatannya sendiri, dengan nada yang datar, kalimat yang singkat, dan tidak lama menutup panggilannya sebelum Yabu dapat bertanya lebih banyak.
Ketika Yabu berada di tempat kejadian, Yamada ada di sana. Tidak jauh dari korban, Yamada tidak sadarkan diri dengan ponsel dalam genggaman.
Setelah diselidiki, mereka menemukan bukti pendukung lainnya yang membuktikan bahwa Yamada memang membunuh Takaki Yuya, di kediaman lelaki itu, seminggu lalu. Yamada ditempatkan pada rumah sakit kepolisian hingga saat ini.
Yabu datang karena dia ingin mengetahui motif Yamada. Pihak kepolisian, termasuk Yabu, tidak menemukan hubungan antara Yamada dan Takaki. Mereka tidak mengenal, tidak punya kenalan yang mengenal, tidak hidup di area yang sama, tidak pernah bertemu di tempat sekolah atau kerja yang sama ... rasanya tidak ada hubungan.
Oleh karena itu, Yabu datang dengan harapan Yamada menjawabnya. Apakah Yamada hanya ingin membunuh orang malam itu? Apakah Takaki hanya korban yang Yamada pilih secara acak? Atau sebenarnya mereka memiliki hubungan rahasia?
Sayangnya, Yamada sendiri tidak tahu.
Dalam ingatannya, tidak ada peristiwa seperti yang Yabu dan Yuto jelaskan. Yang terakhir dia ingat, dia sedang berada di apartemennya, duduk di atas sofa sambil menonton tv.
Yamada sempat tertawa.
Setelah Yuto menjelaskan keadaannya, dengan nada yang tidak terdengar seperti Yuto, Yamada pikir temannya itu hanya berakting. Sebagai pengacara yang andal, Yuto pintar berpura-pura, agar lawan bicaranya yakin dengan kata-kata yang dia ucapkan.
Namun, Yamada tidak merasa hari ini ulang tahunnya. Tidak juga merasakan pertanda Yuto akan ikut tertawa dengannya. Tidak juga merasa tempat sekitarnya ini hanya bohongan.
Kedatangan Yabu membuat semua semakin nyata. Yamada tidak pernah melihat Yabu sebelumnya. Lelaki itu juga tidak terlihat seperti teman Yuto. Lagipula, Yuto akan selalu memperkenalkannya pada semua temannya. Setidaknya, seharusnya nama Yabu muncul satu-dua kali dalam percakapan mereka jika mereka memang saling kenal.
Tentu ucapan Yamada tidak dipercaya.
“Yuto.” Yamada mencoba membuat temannya itu memandang dia, tapi tatapan Yuto tidak berani mendekatinya. “Kau juga tidak percaya?”
Yuto tidak menjawab.
Lucunya, setelah dua orang itu pergi meninggalkan Yamada sendirian dengan pikirannya, ada seorang lelaki yang datang.
Yamada tidak merasa pernah mengenal lelaki itu sebelumnya. Lelaki itu juga tidak memperkenalkan dirinya.
“Ryosuke,” ucap lelaki tersebut, mendudukkan diri pada kursi di samping kiri ranjangnya, “kau tidak ingat aku?”
Sedikit enggan tapi merasa dia harus menjawab, Yamada menggelengkan kepalanya. Senyum lelaki itu tidak berubah, namun tatapannya sedikit meneduh ketika melihat respons Yamada.
“Baiklah, tidak apa-apa.” Lelaki itu melihat ke sekeliling ruangan. Matanya menatap satu per satu benda yang ada—tidak banyak, hanya kursi, ranjangnya, meja dengan vas bunga yang kosong, dan lemari kecil untuk pakaiannya. Pada pojok ruangan, terdapat pintu untuk masuk ke toilet. “Kita punya banyak waktu untuk mengenal kembali.”
“Kamu,” Yamada merasa senyum lelaki itu semakin janggal, “siapa? Mengapa aku tidak mengingatmu?”
Lelaki itu menghela napas, lalu berdiri—agaknya lucu bagi Yamada melihat lelaki yang lebih pendek darinya—dan berjalan menuju pintu keluar. Dia berhenti lama sambil memegang kenop pintu, membiarkan Yamada menunggunya dalam hening.
“Aku akan bawakan bunga nanti,” ucapnya, tidak menjawab pertanyaan Yamada. Dia menoleh, tetap dengan ekspresi yang sama ketika dia datang, lalu membuka pintu.
Dan dia pergi.
Tidak perlu banyak waktu berpikir untuk menghubungkan koneksi lelaki itu dengannya. Terlebih, ruangan rumah sakit yang tidak seberapa membuatnya bosan. Memaksa otaknya untuk memikirkan sesuatu demi menghiburnya.
Kalau Yamada tidak mengingatnya, juga tidak mengingat kejadian yang Yabu dan Yuto jelaskan, maka jawabannya hanya satu.
Lelaki itu ada hubungannya dengan pembunuhan yang dia lakukan.