aphro제

I write things. Sometimes sad, sometimes happy. But most of the time it breaks a heart.

Love me harder.

Erangan-erangan kecil dan hembusan nafas berat mengoyak atmosfer apartemen unit 1117. Sesekali jeritan tertahan terdengar, menandakan salah satu sudah mencapai klimaks. Netra cokelat Wooyoung— si manis, menatap lekat lelaki di atasnya. Jemarinya menelusuri tiap inci paras rupawannya, menggelitik rasa sang terkasih.

“S-san..ah!” sentuhan lembut Wooyoung ternyata memprovokasi San— sang terkasih, untuk bergerak lebih erotis dan mendominasi. Menggerakan jemari Wooyoung untuk merengkuh erat tubuh San, sesekali jemarinya secara tak sadar menarik surai hitam San.

“Pelanh h-mphh pelanhh d-dad..”

“Hm? I can't hear you, baby.” Tak menghiraukan, San malah semakin mempercepat gerakan pinggulnya. Surai hitamnya menutupi sebagian netra San yang tengah menatap intens si manis yang tak berdaya dibawah kuasanya.

Desahan yang keluar dari bibir Wooyoung, membuat San tersenyum puas. Menutup akses, San melumat bibir Wooyoung lembut. Erangan tertahan menjadikan atmosfer kian memanas, menjadi saksi akan kenikmatan yang dua insan itu tengah rasakan.

Hentakan demi hentakan menambah beban pada ranjang. Selimut serta bantal, sudah tak pada tempatnya, menandakan intimnya dua insan itu memadu cinta.

“S-san!!” Jeritan terdengar dari bibir Wooyoung, ketika milik San terdorong masuk memenuhi dirinya. Tubuh San ambruk memeluk lelakinya, tak peduli dengan keringat yang membasahi keduanya. Masih dengan posisi yang sama, San menghujani paras Wooyoung dengan kecupan tanpa henti.

“My baby..” tuturnya perlahan, menggelitik indera pendengaran Wooyoung, yang berada dibawahnya. Netra mereka bertemu, saling menatap untuk sejenak. Seulas senyum terpancar, sebelum lumatan lembut mengakhiri kegiatan diatas ranjang.

“Baby, aku pergi dulu, ya? Kalau lapar, masak aja atau delivery, okay?” San mengecup bibir Wooyoung pelan, sebelum meninggalkannya sendiri di kamar.

Belum sampai 5 menit, sebuah notifikasi memenuhi layar ponsel Wooyoung. Ada dua pesan yang masuk.

Transfer masuk sebanyak ₩500.000 berhasil dilakukan dari rekening 1007-11171211

Baby, udah aku transfer ya.

Wooyoung segera bangkit, mengenakan kaos nya kemudian melangkah pergi. Selalu begitu, Choi San. Padahal, kini status San sudah bukan lagi pelanggan Wooyoung. Langkah kakinya beranjak cepat, menyusul langkah San yang perlahan menghilang. Umpatan kecil terdengar, menandakan Wooyoung tengah marah.

Wooyoung telah meninggalkan apa yang menjadi masa lalunya. Membuka bab baru, memoles kanvas baru. Hatinya remuk, sebab kekasihnya masih memperlakukannya sama. Sama, seperti saat mereka pertama bersua.


Desahan kasar dan derit ranjang kayu terdengar dari kamar hotel nomor 26. San menarik surai cokelat Wooyoung, membuatnya mendongak sembari menyamakan hentakan yang diprovokasi San. Jemarinya menapak tembok, menahan dirinya agar tidak ambruk menerima dorongan yang semakin lama semakin cepat.

Nafas yang terengah memenuhi atmosfer kamar, menandakan permainan telah berakhir. San bangkit berdiri, berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Sementara Wooyoung, masih merebahkan diri sembari menutupi tubuhnya yang mandi keringat dengan selimut.

“Permainanmu, boleh juga.” Ujar San sesaat setelah urusan mereka selesai. Wooyoung tersenyum tipis, sembari mengenakan kemeja yang sudah kusut.

“Ohya, ini.” Sejumlah uang diberikannya pada Wooyoung, melebihi harga kesepakatan.

“Aku adalah pelanggan tetapmu, manis. Kamu hanya boleh melayani aku, mulai saat ini. Dan aku akan memberikan uang lebih dari apa yang telah kita sepakati.”

Wooyoung terdiam, hingga sepersekian detik kemudian, ia menangis. Hatinya terasa sesak, bahagia bercampur sedih. Mendengar tutur kata San, ia merasa tak akan pernah keluar dari lingkaran setan ini.

Jika saja keadaan tidak memaksanya, ia tak akan sudi menjadi pelacur seperti ini. Namun ia harus, sebab ada hidup yang harus ia selamatkan.

“Terimakasih, Sir.”

“San, panggil saja San. Atau daddy, kalau mau.” San tergelak, lalu bergerak mendekati Wooyoung. Memberikan kecupan singkat, dan lembut pada bibir si manis. Menyisakan getaran yang tak pernah Wooyoung rasakan selama ini. Menyisakan ketulusan, dan rasa aman.

Yang Wooyoung tak sadari, ia akhirnya terjebak pada rasa itu.


Sudah terhitung 3 tahun, sejak mereka pertama bersua. Hubungan profesional, berubah menjadi personal. Dimabuk cinta, mereka bukan lagi pelanggan dan pelayan. Dan Wooyoung, memutuskan untuk keluar dari lingkaran setan itu.

Namun, perlakuan San sepertinya masih sama. Membayar Wooyoung setelah mereka memadu cinta, adalah kebiasaan lama seorang Choi San. Menjadikannya bak sugar daddy untuk Wooyoung, yang bahkan tidak meminta. San tahu, apa yang tengah Wooyoung hadapi. Kesembuhan Aira, kakaknya, menjadi alasan Wooyoung masuk ke dalam lembah dosa. Menjadi alasan untuk Wooyoung menjatuhkan apa yang menjadi harga dirinya.

Choi San, aku di lobby kantormu.

Sebuah pesan singkat terkirim. Wooyoung dengan sabar menunggu di lobby, walau sebenarnya ingin sekali melayangkan pukulan pada kekasihnya. Selang beberapa menit, San muncul dengan senyum.

“Ada apa?” Wooyoung meraih jemari San, menariknya masuk ke dalam kantor.

“Wooyoungie, kenapa?” San sedikit terkejut melihat sikap Wooyoung. Dua insan ini tengah berada di ruangan San, atmosfernya sangat tidak baik meski untuk sekedar merengkuh rindu.

“Aku bakal balikin uangmu. Udah berapa kali aku bilang? Jangan kaya gini, San. Aku bukan lagi pelacurmu yang bisa kamu bayar setelah kita seks. Aku ngelakuin itu karena aku cinta, San. Bukan karena uang.” Tutur Wooyoung setengah bergetar, menahan tangis dan amarah. Hatinya sudah terlanjur remuk.

“Aku cuma mau kita jadi pasangan biasa, San. Nggak ada uang di dalamnya, aku cuma mau kamu sayang sama aku. I love you, don't you love me?”

San terdiam. Tuturan Wooyoung menusuk hatinya, mengoyak rasa yang selama ini ada. Tentu saja ia mencintai Wooyoung. Namun, sepertinya ia salah langkah.

“Baby, aku cuma mau bantu kamu..”

“Kamu bisa bantu aku dengan mencintai aku sepenuhnya. Itu udah cukup buat aku, San. Urusan kak Aira, biar jadi tanggunganku sendiri. Lagipula, aku udah keterima kerja di KQ ent..” suara Wooyoung mengecil. Ia berencana memberi tahu San malam ini, namun ternyata bibirnya berkata lain.

“Apa? Kamu keterima di KQ ent?” Ulang San, tidak percaya. Wooyoung hanya mengangguk kecil.

San menghambur merengkuh Wooyoung dengan hangat. Belaian pada surai hitam Wooyoung, memberikan efek hebat pada hati si manis. Segala amarah dan kecewa mendadak sirna, tergantikan dengan kupu-kupu dan pelangi.

“Baby, congratulations! Kenapa kamu ngga bilang aku tadi pagi?” San melepas rengkuhan, menatap Wooyoung dengan bahagia.

“Em.. sebenernya mau buat surprise..” netra cokelat Wooyoung menatap netra San yang berbinar. Sebuah kecupan lembut mendarat dengan manis pada bibir Wooyoung.

“This is really a surprise, baby.” Tutur San disela kecupannya, lalu mengecupnya lebih dalam lagi.

Sebuah kecupan lembut, berubah menjadi lumatan yang intens. Membuat Wooyoung tersudut diantara rak berkas milik San. Permainan bibir San membuat Wooyoung mabuk kepayang. Keduanya melepas diri, menyisakan sedikit ruang untuk mengambil nafas. Seringai kecil terpancar pada paras rupawan San.

Jemari San dengan cekatan meraih area sensitif Wooyoung yang masih terbungkus celana trainingnya, memainkan jarinya dibawah sana. Membuat Wooyoung melayang ke langit ketujuh.

“Shhh dad-ddy, ini di k-antor f-fuck.” Wooyoung berusaha melepaskan jemari San, namun San malah semakin lihai memainkan jarinya.

“Why, you scared? Everyone is busy, baby. No one will notice us.” San kembali memberikan kecup singkat pada bibir Wooyoung. Sesekali menggigit bibir bawah Wooyoung.

“Then, love me harder, daddy.” Wooyoung berbisik. Memainkan tatapan dengan manis, sebelum akhirnya terjatuh dalam dominasi seorang Choi San.

Beruntunglah Wooyoung, mempunyai kekasih seperti San yang sangat lihai untuk membuatnya terbang menuju nirwana. Dengan dasi melilit pada tangan Wooyoung, ia telah sepenuhnya tunduk. Membiarkan San bermain dibawah sana, membuai rasa dengan sentuhan erotis. Wooyoung semakin tak berdaya, ketika bibir San melakukan tugasnya dengan baik.

“Sshh f-ast-er d-dad..” mengikuti keinginan si manis, San mempercepat gerakan bibirnya. Masih dengan posisi terhimpit pada lemari berkas, tangan Wooyoung berpijak pada salah satu rak, menahan tubuh agar tidak jatuh karena terbuai oleh nikmat.

Desahan tertahan, menyeruak mengoyak atmosfer dingin yang sempat terasa. Derit lemari yang beradu dengan tubuh memenuhi ruangan berukuran 4x3, bersamaan dengan erangan kenikmatan yang keluar dari bibir sang dominan. Jemari San menyibak surai Wooyoung, memperlihatkan paras manis yang terengah. Kecupan lembut diberikan, seirama dengan permainan pinggulnya yang melambat.

“Aku menyayangimu, Jung Wooyoung.” Tuturnya di sela kecup yang diberikan. Membuat Wooyoung tersenyum manis, sebelum akhirnya membalas kecupan dengan rasa percaya dan cinta yang penuh.

“Aku juga.”


vlessingtae, 2020.

Lies

Gemerlap lampu jalanan dan sorak sorai para penguasa malam memenuhi indera Yunho. Lelaki itu duduk manis di area vip, dengan jamuan bak tamu kehormatan. Beberapa botol minuman beralkohol dengan merek ternama tersaji di hadapan Yunho, yang sama sekali tak menyentuhnya.

Babe, tunggu disini ya? Jangan diminum kalo ngga mau. I'll be back in mins, wish me luck, ya.” Tutur Mingi— lelakinya. Sebuah kecupan singkat mendarat di dahi Yunho, sebelum berjalan menuju mobil Ferrari nya.

Fighting.” Balas Yunho, pelan. Bahkan hembusan angin pun tak dapat mendengar. Netra nya mengikuti gerakan Mingi yang mulai memasuki mobil kesayangannya.

Lelakinya begitu gagah, ketika sudah beradu rasa dengan jalanan. Yunho tak keberatan, selama hal ini membuat Mingi merasa lebih hidup, ia tak masalah. Dan ia pun tak masalah, harus menghabiskan malam bersama para berandal haus akan alkohol dan uang.

Sorak sorai mulai terdengar, ketika beberapa lampu mobil mulai terlihat dari kejauhan. Suara derap mesin beradu, menimbulkan bising yang menggelora. Semua orang mulai meneriakkan nama sang juara, melemparkan uang ke hadapan sang penyelenggara, memasang taruhan.

Decit rem mobil terdengar, kepulan asap memenuhi garis akhir. Yunho berdiri, menerobos kerumunan untuk melihat siapa yang menjadi sang penguasa. Senyumnya merekah, mengetahui lelakinya adalah sang penakluk malam ini.

Congrats, baby.” Mingi membalas rengkuhan Yunho tak kalah hangat. Kemenangan itu, sekaligus menjadi pembuktian, sang penguasa telah memiliki malaikat penjaganya. Kecupan singkat diberikan Mingi pada bibir Yunho, lalu merangkulnya menjauh dari kerumunan. Membawanya pada gerombolan elite dengan mobil-mobil mahal terparkir di belakang mereka.

Bro, titip pacar gue bentar ya, Yunho.” Tutur Mingi pada para lelaki yang tengah sibuk bersulang.

“Yunho, mereka temen-temen aku. Ada San, Wooyoung, sama Seonghwa. Kamu tunggu sini, ya? Aku ambil mobil dulu.” Yunho hanya mengangguk. Memperhatikan punggung Mingi yang perlahan menjauh, sebelum akhirnya netra nya terfokus pada tiga teman Mingi.

“Duduk sini, santai aja.” Seonghwa— yang berada didekatnya, menepuk kursi kosong di samping San. Yunho mengangguk, lagi.

Malam itu, Yunho lewatkan dengan baik. Gelak tawa dan candaan ringan mengisi relung hatinya, memberikan sedikit rasa bahagia. Terlebih, Mingi memenangkan balapan malam itu. Menjadikannya sang penguasa malam, sekali lagi. Yunho bahagia, setidaknya untuk malam itu.


Semesta menyadari adanya luka yang terbuka pada hati lelaki yang kini berjalan tak tentu arah. Meruntuhkan pertahanan dengan rintik hujan yang membasahi pijakan kaki, turut bersedih atas rasa sakit yang dirasa Yunho.

Tubuhnya ambruk, tak kuasa menahan perih yang perlahan menggerogoti diri. Meraung, menyalahkan keadaan. Bersimpuh pada semesta, berharap terkubur dalam gelap.

“Udah 3 tahun nih, gue berhasil kan? Mana Porsche sama Bugatti lo, San? Siniin kuncinya.”

“Haha, ya ngga lah. Gue kan macarin dia gara-gara taruhan sama lo pada. Yakali gue suka beneran sama Yunho.”

“Tenang aja. Dalam waktu dekat ini gue bakal putusin dia.”

Rentetan tutur kata Mingi yang tak sengaja Yunho dengar, menghantam hati begitu keras. Rasa yang diberi Mingi untuknya, tidak lebih dari sekadar omong kosong. Ungkapan manis, serta sentuhan lembut Mingi, tidak lebih dari sekadar peran yang harus dijalankan. Yunho hancur.

Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar, untuk dua insan memadu kasih. Selama itu, Yunho memberikan segalanya untuk Mingi. Waktu, cinta, dan percaya. Menjadikan Yunho paling bahagia, ketika dapat merengkuh dunianya.

Padahal, tepat hari ini, adalah hari jadi mereka yang ke tiga. Yang seharusnya menjadi hari bahagia, hancur terbuai bualan semata. Hati Yunho sudah terlanjur hancur. Sebab, Yunho terjebak pada permainan kotor para bajingan elite. Dan baru menemukan jalan keluar setelah bermain peran selama tiga tahun.

Selama tiga tahun, Yunho memberikan segalanya hanya untuk sebuah kebohongan.


vlessingtae, 2020.

Halo semua.

Gimana hari ini? Berat ya? Capek ya?

Nggak apa-apa, makasih udah berjuang hari ini. Kalian hebat, kalian kuat. Ayo tepuk pundak kalian sendiri, dan bilang makasih ke diri kalian sendiri, karena udah ngelewatin hari ini dengan baik.

Ada masalah hari ini? Atau masalah yang belum terselesaikan?

Nggak apa-apa. Coba istirahat dulu, tenangin pikiran kalian. Nggak perlu buru-buru untuk nyelesaiin masalahnya. Tarik nafas, buang. Biarin pikiran kalian istirahat dulu, jangan forsir terlalu keras. Juga, kalau kalian capek, istirahat. Nggak ada salahnya buat berhenti sejenak, lalu lanjut berjalan atau berlari kembali. Yang penting, kalian berhenti bukan untuk menyerah.

Makasih udah bertahan sejauh ini, aku bersyukur kalian memutuskan untuk terus berjuang dan bertahan. Sedikit lagi, sedikit lebih lama, kalian pasti bakal dapetin kebahagiaan yang layak untuk didapatkan.

Aku sayang banget sama kalian, ayo kita berjuang sama-sama. Biar di akhir cerita nanti, aku bisa peluk kalian, karena udah melewati semua rintangan terberat dan sampai di pelangi yang indah.

Kalian sudah bekerja keras hari ini, makasih ya? Aku sayang kalian.

With love, Jeje.

Buana untuknya

Abu, hitam, dan putih. Kiranya, begitulah seisi dunia Kang Yeosang. Seindah apapun semesta, tetap menjadi abu di mata Yeosang. Netra cokelat miliknya, kini tak berarti apa-apa. Hanya pemanis untuk paras rupawan Yeosang.

Hidupnya bergantung pada tongkat, dan juga Jung Wooyoung— sang terkasih. Celoteh Wooyoung tentang indahnya buana, memproyeksikan warna tersendiri dalam benak Yeosang. Lebih indah, sebab Yeosang memberi cinta pada setiap warna.

“Uyo, besok temenin aku ke rumah sakit, ya? Kata dokter, mereka udah nemuin donor mata buat aku.” Tutur Yeosang di sela makan siang mereka. Wooyoung di hadapannya tersenyum simpul.

“Iya, nanti aku temenin. Akhirnya ya, Yeo?”

“Iya, Uyo. Akhirnya. Aku bisa ngeliat dunia, kaya kamu ngeliat dunia.” Seutas senyum manis terlukis pada paras Yeosang.

Jemari yang tertaut antara miliknya dan Wooyoung, memberikan rasa aman. Swasmita menunjukkan keindahannya. Warna jingga berpadu dengan ungu dan merah, menyatu dengan elok membuai netra. Wooyoung berhenti, tepat di hadapan sang surya yang mulai terbenam.

“Kok berhenti?” Yeosang terdiam, sebab ada rengkuhan hangat yang menarik daksa nya erat. Sang surya terbenam dengan anggun, mengiringi rengkuhan lembut yang tiada akhir.

Keduanya terbuai, akan rasa satu sama lain. Salah satunya tidak tahu, rengkuhan ini adalah makna untuk pamit yang tak pernah dapat terucap. Cukup lama, hingga Wooyoung melepas rengkuhannya.

“Uyo.. kenapa?”

“Nggak apa-apa. Cuma pengen peluk aja, hehe.”

Bersama dengan itu, air mata Wooyoung mengalir. Isakan yang tertahan, begitu memilukan untuk didengar. Digenggamnya kembali jemari Yeosang, dengan keinginan untuk tak melepaskan.

“Maaf, Yeo.” Netra hazelnya menelusuri paras Yeosang, memperhatikan tiap detail indah sang terkasih. Ia tersenyum, untuk kali terakhir, ia tersenyum manis pada semestanya.


“Bunda, Uyo kemana ya?”

“Wooyoung lagi nggak bisa nemenin, sayang. Tapi dia tadi titip sesuatu buat kamu. Nanti setelah operasi bisa dibuka ya, nak.”

“Tapi nanti Uyo kesini kan, bun?”

Bunda hanya memberikan rengkuhan singkat yang hangat. Membiarkan pertanyaan Yeosang tak terjawab, hingga saatnya tiba. *** Netra hazel itu mengedarkan pandangan, menjatuhkan butiran air mata yang tak terbendung. Biru, cokelat, merah, hijau, kini menggantikan segala monokrom yang selalu memenuhinya. Yeosang sesaat terpaku, sebab ia berhasil melihat dunia seperti Wooyoung melihat dunia.

“Bun, aku mau ketemu Uyo, aku mau liat Uyo..” Yeosang memperhatikan wanita di hadapannya. Bunda masih sama seperti di ingatannya 7 tahun silam, anggun dan parasnya begitu ayu.

“Yeo..” tak mengiyakan pun menjawab, bunda memberikan sebuah ponsel. Itu milik Yeosang.

Rentetan notifikasi memenuhi layar, semua berasal dari Wooyoung. Rindu tak terbendung, jemari Yeosang dengan cepat membuka pesan satu persatu. Yang ternyata, adalah rentetan kata maaf dan pamit.

Tangis tak lagi dapat terbendung. Seluruh warna, berubah menjadi monokrom. Sungguh nestapa, hatinya hancur. Ia meraung, menyalahkan atas betapa tak adilnya semesta padanya.

“Yeo, udah..” bunda, memeluknya dengan erat. Daksa Yeosang merosot menyentuh tanah.

“Bunda.. Uyo...”

“Yeo mau balikin mata Uyo bunda.. ayo bangunin Uyo..”

“Yeo nggak apa-apa kok nggak bisa lihat, yang penting Yeo sama Uyo bunda... ayo kita ke Uyo..”

Racauan Yeosang mengiris hati siapa saja yang mendengar. Wooyoung, telah memberikan seluruhnya untuk Yeosang. Memberikan seluruh warna untuknya.

Secarik kertas diselipkan bunda pada jemari Yeosang, yang ia yakin itu adalah surat dari Wooyoung. Kata demi kata, maaf demi maaf, Yeosang membaca dengan hati yang terberai.


Halo, sayang.

Disini, aku mau minta maaf sama kamu. Maaf, karena banyak banget rahasia yang aku tutupin selama ini. Maaf, karena aku akhirnya ngelakuin ini. Iya, aku sakit. Infeksi paru-paru, udah 3 tahun. Maaf Yeosang, aku nggak pernah cerita. Aku cuma takut, kamu sedih. Karena aku nggak mau ngeliat kamu sedih, kamu harus bahagia.

Dokter minggu lalu juga bilang, infeksi ini udah semakin parah. Yang bahkan, aku hirup oksigen secara bebas aja nggak bisa. Dokter bilang sama aku, kalau sebenernya paru-paruku udah nggak berfungsi dengan normal lagi.

Kamu inget nggak? Waktu kita ngedate di taman, yang kamu tanya kenapa ada suara roda? Aku bilang kalo aku bawa koper, kan? Maaf, aku bohong. Itu tabung oksigen aku. Pada akhirnya, I'm dying here. Tapi itu nggak penting, selama aku bisa lihat senyum dan ketawa kamu, sakitku jadi nggak ada rasanya.

Yeo, maaf. Aku nggak bisa nepatin janji terakhir aku, buat nemenin kamu liat dunia yang berwarna lagi. Aku nggak bisa nepatin janji aku, buat ngajak kamu liat aurora. Ohya, bulan ini ada pesta kembang api di taman deket rumah kamu. Aku udah masukin di reminder, biar kamu bisa dateng kesana hehe. Jangan lupa, ya?

Yeo, jangan sedih ya aku pergi? Soalnya kan aku nggak kemana-mana. Aku bakal terus sama kamu, lewat mata itu. Juga, aku udah nitip peluk dan cium ke bunda kamu. Diambil ya kalo lagi kangen? Hehe. Aku sayang banget sama kamu. Maaf kalo caranya gini, tapi aku pengen kamu bahagia. Aku pengen hidup kamu juga dihiasi sama warna, pelangi, dan kupu-kupu.

Udah dulu ya? Uyo pamit. Kalo kamu pengen ketemu aku, liat bintang di malam hari, aku mungkin ada disana. Jaga diri Yeo baik-baik, ya? Makasih atas cinta, dan memori indah selama ini. Makasih udah hadir di hidup Uyo dari kecil. Dan makasih udah jadi Yeosang yang kuat.

I love you more than love.


Bulir air mata tak henti mengaliri pipi hingga dagu. Yeosang sudah terlanjur hancur, tak lagi dapat bangkit sekeras apapun ia mencoba. Hampa, sebab sang bintang, telah pergi meninggalkan langitnya.

Buana Yeosang memang tak lagi monokrom, namun masih terlihat abu. Sebab, Yeosang telah kehilangan warna utama untuk semestanya.

𝙋𝙧𝙤𝙡𝙤𝙜

Yeosang menggenggam ponsel yang sedari tadi berdering. Melangkahkan kakinya dengan cepat, berharap hanya dengan beberapa langkah saja ia akan sampai di rumah.

“Iya bawel! Gue udah sampe rumah.” Akhirnya, dering telepon itu Yeosang angkat juga. Terdengar gelak tawa Yunho– temannya di seberang.

“Oke, oke, santai dong hehe. Sekarang lo download game yang gue kirim ke pc. Cepetan ya! Udah download semua nih.” balas Yunho sebelum menutup panggilan. Yeosang berdecih kesal. Bukan karena Yunho yang menelepon tiba-tiba, pasalnya, ia tidak begitu menyukai bermain game.

Rentetan chat dari teman-teman Yeosang memenuhi ponselnya. Bahkan, group chat nya sudah ramai sedari tadi. Jemarinya beralih menuju chat dari Yunho. Berisikan sebuah link yang harus dia unduh, serta ancaman dari Yunho kalau Yeosang tidak mengunduhnya.

Escape The Room

Sebuah gambar dengan latar warna merah hitam, dengan pintu sedikit terbuka muncul pada layar ponselnya. Diikuti dengan tulisan download di kanan bawah, Yeosang menekannya.

“Ck, ini game apaan sih? Pada ribut banget.”

Ia meninggalkan ponselnya yang sedang mengunduh game tersebut. Yang tanpa diketahui, akan mendorong Yeosang dan teman-temannya untuk terperosok lebih dalam.

𝘉𝘦𝘳𝘭𝘢𝘣𝘶𝘩, 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩𝘬𝘶.

Berbulan-bulan tinggal di rumah yang sama, memberikan nyaman pada hati. Tawa, hingga air mata, pun telah terurai dengan penuh rasa. Keluarga, adalah satu kata yang tepat untukku beri. Berawal dari hanya sekadar orang asing, hingga menjadi kakak untuk banyak orang. Memberi serta menerima rengkuhan hangat, pun untaian kata manis yang memeluk hati dengan erat. Berjuang bersama, memberi sorak serta semangat untuk satu sama lain.

Bahagia, menjadi kata yang tepat untukku utarakan. Meski derai air mata sering membasahi pipi, namun senyum dan tawa masih mendominasi. Poros bahagiaku adalah kalian. Kepada bintang yang bersinar paling terang, terimakasih.

Perjalanan panjang pun sudah mencapai akhir. Jangkar sudah terjulur, menandakan berhentinya laju kapal. Kini, segala tawa serta tangis, hanya akan menjadi sebuah kenangan. Menjadi harta karun yang berharga, tak lekang oleh rasa. Sirius memberikan memori indah untukku simpan, yang tak mungkin aku lupa. Dan, memberi rumah untukku singgah. Berlabuhlah, jika memang sudah waktunya. Istirahatlah, jika memang sudah saatnya.

Teruntuk leaders, terimakasih atas segalanya. Atas segala kenangan manis yang akan selalu kusimpan dan memberikan rengkuhan hangat pada hati. Atas segala kata, yang menyentuh hati dengan lembut, memberi sepercik rasa dicintai. Altair, Arietis, Polaris, Rigel, Acrux, Regulus, Epsilon, dan Capella. Delapan nama yang akan terus bersinar pada hati yang terdalam.

Untuk all crews, terimakasih. Kalian, adalah sebuah bentuk cinta dari semesta. Menemani segala sepi, menerangi hati yang kelam dan gelap. Menuntun langkah untuk selalu kembali pulang. Terimakasih, atas segalanya, cinta dan rasa. Kuharap, kalian selalu bahagia.

Terakhir untuk archie atau guardian, yang selalu membantu menyelesaikan storyline dan riddle, terimakasih. Juga, terimakasih telah menjaga crews, dan memberikan hati yang penuh pada setiap waktu.

Sirius, tetaplah bersinar meski telah berlabuh. Aku rasa, sampai jumpa kembali. Sebab, aku tak ingin berkata pisah pada kalian yang aku sebut keluarga.


916819162 16141681611 1116232216 9162320292 2116212 1716819212 324231116231216 qtwrey


Beribu bintang berlomba menyinari semesta, tetapi tak ada yang dapat mengalahkan pijar elok Sirius dan delapan bintang yang menyertai.

𝑭𝒐𝒓𝒆𝒗𝒆𝒓 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒓𝒆 𝒎𝒚 𝒔𝒕𝒂𝒓.

𝑾𝒊𝒕𝒉 𝒍𝒐𝒗𝒆, 𝑷𝒓𝒊𝒏𝒄𝒆𝒔𝒔 𝑱𝒆𝒋𝒆.

𝑲𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈, 𝒑𝒂𝒑𝒊. .

Papi, terimakasih. Berkat papi, aku bisa merasakan kasih sayang yang begitu hangat dari ayah ke anaknya. Meski hanya lewat sebuah pesan, aku bisa merasakan rengkuhan hangat yang papi berikan. Berkat papi juga, aku bisa memiliki sebuah keluarga yang terasa begitu utuh.

Papi, walaupun aku mungkin jarang dm papi secara personal, jarang gangguin papi, tapi aku sayang banget sama papi. Semua playlist spotify yang aku beri ke papi, itu tulus dari hati. Sebagai rasa terimakasih, dan juga sayang. Terimakasih ya, papi. Sudah mengizinkan aku menjadi bagian dari keluarga boswen untuk 3 bulan ini.

Sapaan papi, sampai daily tweet yang selalu aku beri, yuhu boswen, aku akan selalu merindukan ini setelah semua selesai. Semua akan menjadi kenangan yang paling berharga, menjadi lentera di hati yang terdalam. Papi, setelah ini, aku harap papi bahagia selalu. It's okay to be not okay, papi. Kalau papi sedih, papi bisa ketuk dm aku dan cerita disitu. Aku akan selalu ada untuk papi. Princessnya papi akan selalu disini buat papi, hehe.

Papi, Maaf. Karena, belum bisa menjadi tim yang terbaik. Tapi, terimakasih. Atas segala bantuan yang papi beri. Terlebih, saat riddle layang-layang. Berkat papi, tidak perlu menunggu pagi untuk menjawab. Dan maaf, karena selalu submit storyline tanpa membahas di gdm, hehe. Greget habisnya.

Terimakasih sudah menjadi sosok ayah yang baik (walau kadang ngeselin) untuk boswen. Terimakasih, untuk tidak merasa cringe ke aku yang terkadang sok romantis ini. Sampai jumpa lagi ya, papi? Entah kapan dan di universe mana nanti kita akan bertemu. Selama itu, jangan lupain aku ya, papi? I love you, until infinity runs out.

  • Love, Princess Jeje.

Halo, admin Acrux.

Pertama, aku mau ucapin banyak terimakasih. Atas waktu, dan cinta yang admin beri ke anak-anak boatswains dan juga sirius. Aku tahu, nggak mudah untuk jadi seorang admin, apalagi admin sebuah game yang harus puter otak bikin riddle hampir tiap hari. Jadi, terimakasih telah bekerja keras!

Admin, aku sayang banget sama admin. Aku nggak bakal ninggalin kamu, meski udah nggak pakai nama acrux lagi, aku bakal ada disini buat admin. Aku harap, setelah ini selesai, kita masih bisa menjadi dekat. Dan kalau admin butuh sandaran untuk bercerita, aku ada disini.

Bahagia selalu ya, admin? I love you so much. As much as i love acrux in this universe. Thankyou, for everything

Selamat ulang tahun, anak baik.

Zher! Happy birthday ya sayang. Makasih udah jadi temen dan adek yang ada disini buat aku. Makasih udah bertahan di dunia yang jahat ini ya! Kamu udah berusaha yang terbaik, sini peluk? Hehe.

Zher, i wish you nothing but happiness. Apapun yang saat ini sedang kamu lalui, semoga di akhir cerita, kamu mendapat bahagia. Semoga pada akhirnya, kamu dapat tersenyum, melihat semua langkah yang udah kamu ambil sejauh ini. Karena kamu pantas buat dapetin segala kebahagiaan dan cinta dari semesta, anak baik.

I really can't give you anything except love, Zher. Aku sayang sama Zher, dan aku bakal selalu ada disini buat kamu. If you need someone, i'll always be here, ya? Sekali lagi, happy birthday!! Semoga apa yang kamu inginkan terwujud, entah tahun ini, tahun depan, atau kapanpun itu. Kamu berdoa, aku bakal aminkan dari jauh.

I love you more than love. Now, tomorrow, and forever

Dari kakak tersayang, Jeje🧡

Selamat ulang tahun, adik bungsu Boatswains.

Happy birthday, Mara. Makasih ya Mara udah berjuang dan bertahan hingga hari ini, hari bahagia kamu. Makasih juga Mara udah ada disini jadi temen aku. Mungkin aku nggak bisa selalu jadi pelanginya Mara, tapi aku selalu berharap semesta selalu baik ke kamu.

I wish you nothing but only happiness, Mar. Apapun yang kamu hadapi sekarang, yang kamu lalui sekarang, semoga kebahagiaan adalah akhir yang kamu tuju. Juga, you deserve all the love in this world. Semoga Mara selalu mendapat cinta yang layak didapatkan, ya?💛

Selamat ulang tahun, Princess. I love you today, tomorrow, and forever.

With love, Jeje.

— 𝙟𝙚𝙟𝙖𝙡

Derai air mata menjadi saksi akan nestapa. Rasa sakit yang membelenggu hati, ketika tak lagi dapat bersua. Harsa yang hirap, dan redumnya nabastala, sungguh sesak. Menggerung, rindu mengikis hati dengan kejam.

Masih terpatri dalam benak, kali pertama kuarahkan langkah menuju geladak. Bersama puluhan lainnya, mencoba memeluk bahagia yang di damba. Rengkuh hangat menjeremba hati, meninggalkan goresan kasih yang tak padam. Sejak itu, 𝘬𝘢𝘶 ku sebut rumah.

Gemintang yang menghiasi gelapnya nabastala, mengukir bahagia pada tiap buana yang singgah untuknya. Bentang samudera yang menyapu netra, serta ombak yang menghanyutkan lara, menorehkan memori pada tiap jengkalnya. Canda, tawa, tangis, menjadikan setiap cerita memiliki makna. Bagi-𝘬𝘶, inilah harta karun paling berharga.

Kehilangan, adalah retisalya yang menghancurkan.

177.120 menit, 2.952 jam, 123 hari. Tak sebentar, pun juga tak lama. Berulang memandang swastamita yang elok secara bersama, pendar sang surya pun membuai netra. Kini hanya sebuah akara, sebab hanya memori yang tersisa. Mudah terdayuh oleh rindu, menjadikan hati jejal karenanya.

Bulan empat.

Bulan yang berulang, tetap menjadikan 𝘬𝘢𝘶 tempat untukku pulang. Segala bentuk rindu yang memenuhi renjana, ungkapan untuk rudita. Sesak yang memenuhi kalbu semakin tak terbendung.

Ya, aku rindu.

Kepada buana yang ku singgahi, dengan gemerlap elok bumantara yang selalu ku kagumi, 𝘢𝘬𝘶 rindu. Adorasi yang diberi, menggores luka yang selalu terbuka. Mengharap harsa untuk kembali hadir, setidaknya, memberi pelangi pada eloknya langit biru.

Empat bulan bersama, hati ini terpaku. Pada rasa yang selalu diberi, pada dekap yang selalu datang dan pergi. Hanya satu harap-𝘬𝘶, untuk-𝘮𝘶 kembali pulang.

Sebab salah satu bintang-mu, melirih rindu.


𝟏𝟐𝟎𝟏𝟐𝟎, 𝐊𝐚𝐮 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐫𝐮𝐦𝐚𝐡, 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐧𝐲𝐚.