nyonyaketua

LOST (BeomTae)

Sebagai mahasiswa biasa Taehyun terkadang memang membutuhkan uang lebih untuk keperluan tiba-tiba, apalagi ditambah jika dia tinggal jauh dari rumah. Dan karena sahabatnya yang hits dan luar biasa kaya, Kai, akan mengadakan pesta ulang tahun ke 20 nya dengan mewah, Taehyun tidak bisa tidur nyenyak.

Bayang-bayang sisa uang direkening yang tempo hari ia lihat setelah membayar biaya semester membuatnya takut memegang kartu kredit. Dia tak punya cukup uang untuk membelikan Kai hadiah—meski sahabatnya itu bilang jika tak perlu hadiah. Ia tahu Kai menginginkan sebuah jaket sialan berharga sama dengan uang saku Taehyun selama 3 bulan.

Akhirnya mengorbankan waktu bersantainya, Taehyun mengajukan lamaran ke sebuah tempat wisata klasik dikota tempatnya tinggal

***

TXT BeomTae FanFiction

LOST By Nyonyabang

Selamat Ulang Tahun Erry, iya ini hadiah nya telat 9 hari… maklum PPKM jadi distribusi kurir terhalang.

Pokok intinya SELAMAT BERTAMBAH USIA BESTIE :***

Awas : Ini sok serius

***

CORN MAZE

Ya... Labirin jagung

Dia memanfaatkan ingatannya yang bagus sebagai pengawas tower dan regu penyelamat. Beruntung pekerjaan ini hanya memakan waktu akhir pekannya. Bekerja ditempat itu sudah Taehyun anggap sebagai pengisi weekend yang cocok—lagipula boss nya setuju untuk memberinya gaji per minggu

So, everything perfect

Ia juga mendapat banyak pengalaman baru disana, seperti memarahi pengunjung yang menerabas dinding labirin, menyelamatkan sekumpulan anak-anak labil yang menangis kebingungan ditengah labirin, hingga membantu pengunjung yang kehilangan temannya.

Hingga suatu hari ... ia mengalami hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Akhir pekan itu adalah pekan ke-4 nya bekerja, ia sudah menerima gaji per-minggunya dan kurang 1 pekan sebelum uangnya cukup untuk membeli hadiah.

Siang itu ia baru saja tiba dan bersiap di pos jaga barat. Di sini ia hanya harus mengamati pengunjung yang baru saja masuk. Hingga 2 jam setelahnya, tak ada kejadian berarti. Hanya ada sekitar 10 pengunjung yang masuk siang ini, dan yang paling Taehyun ingat adalah seorang pemuda seusianya dengan fashion hitz seperti Kai. Dari atas kepala sampai yang diinjak kaki semua branded. Pemuda itu mulai memainkan ponselnya setelah berbelok 25 tikungan dan membentur 2 jalan buntu.

“Taehyun, bisa kau gantikan aku di pos timur ?”

Suara handy-talkie membuatnya kaget, ia segera menyahut, “Kak Soobin? Baiklah tunggu sebentar aku akan memberitahu Kak Yuju ...”

Taehyun segera menuju stall manager diluar pos jaganya. “ Kak Yuju , Kak Soobin memintaku menggantikannya. Siapa yang akan jaga disini ?” tanyanya. Kak Yuju mengangguk paham, “Iya, barusan dia juga menghubungiku. Tak masalah, Jisung bisa menggantikanmu sementara sampai Donghyuk datang. Kau bisa ke pos timur sekarang.”

Pos timur dimanageri Pak Gikwang, pria itu menyapa Taehyun sambil membrikan satu botol isotonik dan 2 camilan. Taehyun menyempatkan untuk bertanya, “Pak Gikwang , kenapa Kak Soobin tiba-tiba minta digantikan ?”

Pak Gikwang tertawa keras sambil menunjuk mesin minuman otomatis, “Dia sakit perut karena salah minum. Dia tak biasanya minum jus manga”, Taehyun menggigit bibir menahan tawa, “Ah baiklah, aku akan segera berjaga.”

Pos Timur adalah pintu keluar, pekerjaan disini sedikit lebih sibuk dibanding pos barat. Kebanyakan operator disini harus mengarahkan pengunjung yang sudah panik tak bisa keluar. Radius 200 m dari pintu keluar bisa terasa jauh karena terlalu lelah dan kebingungan melihat dinding jagung labirin.

Tak banyak yang terjadi, Taehyun tadi hanya mengarahkan 3 gadis pengunjung dan selain itu semua baik-baik saja.

Jam dinding dipos jaganya menunjuk pukul 08.24 pm, Pak Gikwang masuk dan memberitahunya jika pukul 08.45 pm semua pengunjung harus sudah keluar.

“Kita tutup lebih awal. Sepertinya Pak Doojoon akan mengumpulkan semua pekerja untuk acara khusus.”

Taehyun mengangguk paham, menit selanjutnya ia melihat sepasang kekasih bisa keluar dari labirin itu dengan selamat sentausa. Ia segera menyampaikan pemberitahuan.

“Selamat malam para pengunjung. Saya penjaga Taehyun dari Pos Timur akan menyampaikan pengumuman. Hari ini kami akan tutup lebih awal, sehingga pengunjung semua diharapkan keluar pada pukul 08.45. pm. Jika anda mengalami kesulitan segera tembakan pistol warna yang diberikan di pintu masuk. Penjaga kami akan segera menemui anda dan membantu untuk keluar. Sekian pengumuman dari kami. Terima kasih.”

Pak Gikwang mengetuk pintu masuk pos saat Taehyun baru saja menjauh dari microphone.

“Hyunie, kau akan jadi koordinator utama hari ini. Kak Yuju sudah pulang lebih dahulu. Jadi semua cctv akan menyambung ke komputer mu. Kau bisa mengarahkan penjaga dari pos lain untuk membantu pengunjung. Ku serahkan semua padamu.”

Mulut Taehyun menganga,

Tunggu... Ini pertama kalinya Taehyun menjadi Koordinator. Biasanya jika bukan Kak Yuju , ada Kak Jisoo atau Kak Jinhwan yang menjadi Koordinator.

Dor !

Dor !

Tembakan warna 2 kali terdengar ditempat berbeda, Taehyun segera kembali fokus dan memperhatikan 3 layar LCD didepannya.

“Baiklah, untuk 2 pengunjung yang barusan menembakan pistol warna. Mohon jangan berpindah dari tempat anda sekarang. Penjaga kami akan segera menuju tempat anda masing-masing. Terima kasih.” Taehyun mematikan Microphone dan berbicara diHT nya,

“Pos Selatan ! Untuk penjaga pos selatan, mohon mengirim 2 penjaga untuk 2 pengunjung yang ada diradius pos. Pengunjung pertama, ada di titik 3,4R ditikungan. 3 gadis dengan celana jeans dan jersey baseball. Pengunjung 2, 4 anak sekolah menengah dengan ransel di titik 3,8E dijalur lurus. Mohon segera turun membantu mereka.”

Taehyun mengklik 2 tampilan CCTV untuk memantau 2 pengunjung barusan, HT nya kembali berbunyi,

“Disini Jun di pos selatan. Aku dan Minho akan sudah turun dari pos. Kami segera menemui pengunjung. Thanks Taehyun.”

Tak lama Taehyun bisa melihat jika Minho sudah bersama dengan Pengunjung ke-2. Taehyun baru saja akan menghela nafas lega saat menatap jam dinding yang menunjuk pukul 08.36 pm.

“Ah, aku harus mengecek untuk yang terakhir sebelum tutup.”

3 menit ia habiskan untuk memeriksa CCTV, dan ia mendapati 2 penjaga dan 7 pengunjung sudah ada diradius Pos Timur untuk keluar. Taehyun hampir mematikan HT nya dan berkemas saat ia mendapati seseorang berpindah dari satu CCTV ke CCTV lain—dengan kata lain orang itu berlarian dilabirin.

Astaga ya tuhan !

Taehyun baru sadar, sejak tadi ia melihat para pengunjung keluar ia tak melihat pemuda kekinian yang menggunakan snapback tadi.

Ia melihat lebih teliti kelakuan pemuda itu.

Pemuda tinggi itu tampak berbelok serampangan dan berjalan tak tentu arah didalam sana. Berita buruknya ia berada ditengah labirin, dan sialnya ia terlalu fokus pada smartphone.

“Dasar sialan...” umpat Taehyun. Ia segera menyalakan microphone, “Hoi ! Kau yang memakai snapback dan berjaket hijau-hitam ! ! Diam ditempatmu atau aku dan tempat ini tak akan peduli jika kau tak bisa keluar semalaman !” umpat Taehyun kasar.

Tampak di CCTV anak itu berhenti dan mendongak melihat sekeliling kebingungan. Tak lama ia segera berbalik dan berlari—sayangnya bukan kearah timur. Taehyun sebal luar biasa. Ia segera menyambar ponselnya, jaket jaga, dan tongkat pemukul untuk berjaga. Pengunjung sialan itu benar-benar membuatnya sebal, Taehyun ingin segera pulang sekarang !

Dipintu keluar ia berpapasan dengan Jun, Minho dan 7 pengunjung tadi.

“Oh Taehyun, kau mau kemana ? Bukannya waktunya tutup—OI ! ! Kenapa kau membawa pemukul ?!” pekikan Minho diabaikan.

Terima kasih atas ingatannya yang tajam dan otaknya yang pintar, Taehyun berlari secara lancar melewati setiap tikungan dan tiba ditengah labirin. Ia membuka ponselnya dan mengklik aplikasi gps khusus dari perusahaannya. Aplikasi ini akan menunjukan ada tidaknya pengunjung didalam labirin.

Taehyun bersyukur pengunjung itu hanya berjarak 200m darinya. Ia segera melewati beberapa belokan—

“ARGH ! ! Sialan !”

Suara teriakan sukses membuat Taehyun panik setengah mati.

Bagaimana jika terjadi sesuatu pada pengunjung itu ?

Mau semarah apapun Taehyun, ia tetap harus memprioritaskan keselamatan pengunjung.

“Hey ! Kau baik-baik saja ?!?!” teriak Taehyun. Suara angin menelan teriakannya, gemirisik daun jagung hanya menambah panik Taehyun.

Ia segera berlari sesuai jalan—

BRUKK ! !

—hanya untuk menabrak sebuah tubuh tegap. Sialannya ia terhuyung dan terpeleset daun jagung yang lepas.

Hasilnya, ia sukses terjerembab.

“Aduh!!” pekiknya.

Orang yang tabrak—pengunjung yang sejak tadi dicarinya langsung berjongkok dan melepas satu earphone ditelinganya.

“Hey maaf, kau baik-baik saja ?” Taehyun meringis sambil menyentuh pergelangan kakinya, namun ia masih bisa menjawab jelas.

“Tak masalah, mungkin terkilir sedikit. Yang penting sekarang kita harus keluar dari sini sebelum semua lampu mati dan kita terjebak.” Ucap Taehyun sambil berdiri.

Sayangnya, ia lagi-lagi terhuyung. Bedanya, kini si pemuda siap siaga menerima tubuhnya sebelum menyentuh tanah.

“Hey hey, easy pretty boy.... kau terkilir, dan yang terpenting sekarang adalah kita menangani itu dulu. Jangan bergerak !”

Si pemuda mendudukan Taehyun, dan menyibakan jeans yang Taehyun pakai hingga betis. Ia menurunkan kaos kaki dan bahkan melepaskan sepatu Taehyun.

“Hey ! Apa yang kau—“

“Diamlah, aku tidak akan melakukan hal yang buruk. Akan coba ku pijat, semoga membaik.”

Benar saja, pemuda itu memijat pelan pergelangan kaki Taehyun. Setelah beberapa saat, tiba-tiba lampu yang terpasang diatas hamparan labirin jagung itu mati.

ASTAGA BAGAIMANA BISA TAEHYUN LUPA JIKA LAMPU DISINI DI SET OTOMATIS ?!

Pasti Pak Doojoon sudah mengaturnya.

“Sialan, sepertinya kita harus keluar sekarang.” Pemuda tadi langsung berjongkok dan membelakangi Taehyun.

“Cepat naik kepunggungku. Akan lebih cepat jika aku membawamu lari.”

Kenapa kesan nya seperti dia akan menculik Taehyun sih ?

Karena terdesak perasaan takut gelap dan takut kena marah manager, akhirnya Taehyun menaiki punggung itu dengan cepat.

“Baiklah dipersimpangan depan, kita harus belok k—“

“Diam aku tahu. Pegangan yang erat dan nyalakan senternya kedepan, aku akan berlari.”

Taehyun dibuat takjub bukan main karena pemuda itu sudah lebih dari sekedar hafal akan jalan dilabirin.

Lalu ... kenapa tadi dia berlarian seperti orang kehilangan arah ?

“Tahan sebentar ya, 2 menit lagi kita sampai.” Nafas pemuda itu jelas terdengar terengah, namun ia tetap menggendong Taehyun dan berlari.

Taehyun melonggarkan sedikit pelukannya dileher pemuda itu, ingin memberi spasi untuk bernafas, namun tanganya ditahan.

“Tetap pegangan... aku tak mau kau jatuh.” Bisiknya pelan. Taehyun sukses merona.

Ia menyembunyikan muka dibahu si pemuda.

Astaga pemuda ini keren sekali, bau parfumnya juga—

Tanpa sadar Taehyun merapatkan muka keleher si pemuda, terbuai dan merasa jika kelelahannya hari ini lenyap seketika.

“Oh itu Beomgyu ! ! Hoi !! Dasar menyusahkan !!”

Taehyun langsung mendongak kaget dan membuat pemuda yang menggendongnya kehilangan keseimbangan. Beruntung ia segera mendekat kedinding gerbang pintu keluar.

Pemuda itu berjongkok, memberi kode jika Taehyun bisa turun.

“Baiklah, kau baik-baik saja kan ?” tanyanya sambil kembali memeriksa kaki Taehyun.

“Tak masalah... yang penting...” Taehyun mengalihkan pandangan ke Kak Yuju dan Jun yang berdiri tak jauh dari sana.

“Maaf Kak Yuju, tadi aku menjemput pengunjung ini dan jatuh—“

“Maaf kak Yuju, tadi aku memakai earphone. Jadi tidak mendengar pemberitahuan.”

Nada kasual si pemuda pada Yuju membuat Taehyun kaget, ia menatap 2 orang itu bingung. Yuju yang sadar langsung menjelaskan,

“Ah Taehyun maaf, anak bodoh ini adalah keponakan Pak Doojoon. Lain kali jika dia datang biarkan saja—anggap saja tak terlihat. Ngomong-ngomong , bagaimana lukamu ? kau butuh tumpangan untuk pulang ke asrama ?”

Taehyun semakin mengernyit, “Tunggu... dia... keponakan Pak Doojoon? Dia sangat hafal—“

“Tentu saja, aku yang membantu desain labirin ini...” sahut si pemuda. Taehyun masih dalam ketidak percayaannya. Yuju langsung memutuskan sepihak,

“Baiklah, Jun kau bisa pulang sekarang. Biar Taehyun pulang bersama Beomgyu. Maaf membuatmu tertahan disini...”

Jun melempar satu pandangan pensaran ke Taehyun sebelum segera berlari menjauh.

“Aku juga akan pergi sekarang. Beomgyu, pastikan Taehyun pulang dan lukanya terawat. Awas kau akan ku adukan pada Paman mu !”

Dan dengan itu Yuju lenyap bersama mobil merahnya, meninggalkan Taehyun yang melongo.

“Eum, jadi... aku akan mengantarmu dan merawat kakimu... ngomong-ngomong...” pemuda itu menghadap Taehyun dan menyodorkan tangan.

“Kenalkan, aku Beomgyu. Maaf jika aku merepotkanmu hari ini...” ucapnya sambil tersenyum minta maaf. Taehyun membalas jabatan tangan itu,

“Aku Taehyun. Tak masalah, aku juga minta maaf karena membuatmu harus mengantarku pulang...”

Beomgyu tersenyum lebar, tanpa aba-aba ia mengangkat tubuh Taehyun dari tanah.

Mendapati dirinya digendong secara bridal jelas membuat merona. Taehyun berbisik,

“Astaga... a-aku bisa berjalan hingga mobilmu...”

Beomgyu menggeleng keras, “Tidak ! Aku tak mau kakimu semakin bengkak...”

Taehyun menunggu lanjutan kalimat itu dengan hati berdebar. Namun hingga mereka sampai dimobil Beomgyu hanya tersenyum saja.

Pintu penumpang depan dibuka , Taehyun didudukan rapi. Beomgyu tersenyum makin tampan, ia mengecup hidung Taehyun cepat,

“Aku tak pernah keberatan jika diminta untuk menggendong laki-laki menawan sepertimu”

Dan sepanjang perjalanan, Taehyun hanya bisa meringkuk didekat jendela sambil tersenyum malu.

FIN

***

OMAKE

“Ngomong-ngomong Beomgyu, jika kau sehafal itu... kenapa tadi kau berlarian tak jelas dilabirin ?”

“Oh itu, aku sedang memainkan Pokemon Go. Biasanya aku bisa dapat 4 monster—Awww ! ! Astaga Taehyun jangan menjambakku ! Oii ! ! aku sedang menyetir ! !”

OMAKE END

Summary : (Soulmate AU- Dimana apapun(kecuali namamu) yang kau tulis ditanganmu akan muncul ditangan Soulmatemu)

Felix tak pernah mau menulis apapun ditangannya. Dia tak pernah berharap untuk berinteraksi dengan Soulmatenya. Dan sebagai teman yang baik, Jisung melakukan itu untuk Felix. Dimulai dari soal matematika yang sulit, hingga sapaan ringan seperti “Hai, kau sudah berangkat sekolah?” akhirnya membuat Felix mulai menyukai Soulmatenya.

*note : bold adalah tulisan tangan saat berbincang dengan soulmate kita.*


“Baik, cepat berkelompok dan buka halaman 48. Kerjakan soal yang ada disana. Kumpulkan saat jam pelajaran selesai.”

Felix merengut saat guru Matematiknya menulis tugas dipapan tulis dan meninggalkan ruangan kelasnya. Ia menggeser mejanya dan membiarkan dirinya diapit 2 teman bodohnya.

“Oi Jisung, kau tahu tidak Sunbae cantik kelas 3-C ? kudengar dia ketahuan ciuman dengan anak kelas sebelah kemarin”

Felix memejamkan mata saat disisi kirinya, Hyunjin; mulai bergosip. Jisung tolong jangan merespon apapun atau kita tak akan mengerjakan tugas sialan ini.

“Oh !? Aku tahu ! Aku melihat mereka bersama guru Konseling kemarin. Ahaha Sunbae itu memang sedikit bitchy kan ? bukannya kau juga pernah ditarik kegudang dibawah tangga ? Ahaha”

Ya Tuhan…

Felix menghela nafas pelan dan mulai membuka bukunya. Soal pertama segera ia salin dibukunya dan ia kerjakan.

“OUWOOO Minhoku sayang menulis sesuatu ~” Jisung berseru. Felix dan Hyunjin sontak menoleh dan menatap tangan remaja lelaki itu.

Jiji, kau tahu cara membuat kue agar cepat mengembang ?

Wajah datar Hyunjin semakin datar, “Apa Soulmatemu itu tidak tahu google ? Dia tak tahu internet ?”

Jisung menyebir ke Hyunjin dan meledek, “Orang yang tak punya Soulmate sepertimu mana tahu bagaimana bahagianya mendapat tulisan tangan dari belahan jiwa”

Felix menahan Hyunjin yang akan berdiri dan menghantamkan buku diktat 140 halaman mereka ke kepala Jisung, “Hyunjin diam dan abaikan anak itu. Bantu aku mengerjakan...”

Hyunjin yang tersakiti karena ucapan Orang yang tak punya Soulmate akhirnya memihak Felix dan mulai membantu anak itu mengerjakan.

Felix terlihat fokus dan mulai diam mengerjakan, jika saja Hyunjin tak menyikutnya dan berbisik bak Setan penggoda.

“Feli, ku dengar jika ada anggota OSIS yang menemukan Soulmatenya kemarin saat rapat. Rupanya mereka saling kenal.”

Gerakan tangan Felix terhenti, ia melirik Hyunjin yang menatapnya aneh. Anak berparas bak model tampan itu mengigit bibir sambil mengetukan pensil dibukunya pelan.

“Kau tahu, terkadang aku penasaran... siapa Soulmateku dan apa yang terjadi padanya... tapi kau tahu sendirikan apa yang terjadi padaku ?”

Felix merasa iba melihat Hyunjin, ia tahu sendiri tragedi hari valentine tahun lalu. Saat itu Hyunjin memberanikan diri untuk menulis ditangannya, memberi ucapan selamat hari Valentine ke sang Soulmate yang entah dimana tempatnya berada.

Felix melihat jelas dengan matanya sendiri bagaimana tulisan Hyunjin ditangan putih pucat itu terhapus pelan. Hyunjin yang panik mencoba menulis kembali, dan hal itu terulang. Ia menemani Hyunjin dikelas hingga sore hanya untuk terus melihat tulisan Hyunjin terhapus dengan sendirinya.

Belum pernah ada kejadian seperti ini diorang-orang terdekatnya, bahkan saat Hyunjin memposting masalah itu diinternet tak banyak orang tahu penyebabnya. Hingga akhirnya Hyunjin memberanikan diri bertanya ke salah satu Guru Konseling mereka.

Soulmate* akan mulai terhubung setelah mereka berusia 17 tahun. Saat itu mereka akan dapat berkomunikasi lewat tulisan ditangan mereka. Ada 3 hal yang membuat pesan ditanganmu terhapus otomatis, mungkin Soulmatemu belum mencapai 17 tahun, atau ... dia sudah meninggal.”*

Kenyataannya itu tak hanya menakuti Hyunjin tapi juga Felix.

Selama ini, setelah ulang tahunnya ke 17 ia tak pernah menulis apapun—dan ia juga tak mau. Ia menganut sistem *jika sudah ditakdirkan menjadi Soulmate maka akan tetap menjadi Soulmate tanpa harus mencoret-coret tangan.* Namun setiap hari ia merasa perasaannya memberat dan ia tak bisa menahan keinginan untuk menulis sesuatu ditangannya.

Tapi kenyataan jika Soulmatenya juga tak menuliskan apapun membuatnya berpikir jika Soulmatenya juga tak ingin berinteraksi dengannya. Lagipula, Felix tak ingin meninggalkan Hyunjin sendirian. Anak itu tak bisa berinteraksi dengan Soulmatenya. Dan Felix tak bisa mengikuti jejak Jisung yang dengan tega memamerkan tulisan romantis dilengannya setiap saat.

“Oh ! Felix kau tahu cara menyelesaikan soal nomor 6 ?” suara Hyunjin membuyarkan lamunan panjang Felix. Anak itu menggelengkan kepala dan mencoba kembali fokus, “Mana ? Akan kucoba kerjakan.”

Menit berlalu dan Felix merasa gugup tanpa alasan. Ia menarik nafas panjang dan menghapus hitungannya yang salah untuk yang ke-empat kalinya, kelakuannya ini cukup menarik perhatian Jisung yang sudah mulai mengerjakan.

“Feli, kau baik-baik saja ?”

Felix menoleh sambil tersenyum, “Ya, aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit bingung kenapa hitunganku salah sejak tadi...”

Buku diktat yang diabaikan sejak tadi akhirnya dibuka oleh Hyunjin, “Mendekat kemari Feli, ayo ku bantu mengerjakan. Ada 3 contoh dibuku diktat.”

Atensi Felix fokus pada buku diktat yang dipegang Hyunjin, hingga tanpa sadar ia membiarkan tangan kanannya menjadi buku baru untuk Jisung

Halo Soulmate ku, kau tahu aku sedang sangat frustasi karena menghitung Uji Normalisasi di statistika

“JISUNG SIALAN ! ! !”

Jisung mengamankan diri di bangku ketua kelasnya, “Ayolah Felix, aku menuliskan keadaan sebenarnya.”

Felix merasa nafasnya menderu kesal, ia tak bisa memaafkan candaan Jisung yang satu ini. Ia sudah bersumpah pada dirinya sendiri tak akan berinteraksi dengan Soulmatenya. Bagaimana jika Soulmatenya tak suka pada tulisannya, atau yang terparah bagaimana jika Soulmatenya ini merespon dan Felix akan suka padanya lalu ia akan meninggalkan Hyunjin sendirian.

Tidak ! Felix sudah menganggap Hyunjin saudaranya sendiri, ia tak akan meninggalkan Hyunj—

“Oi Felix ... se-sepertinya Soulmatemu membalas...” cicit Hyunjin pelan. Felix mengabaikan Jisung yang langsung berlari kearahnya dan menarik tangannya. Ia menahan nafas saat tulisan tangan yang rapi dan terlihat keren tergambar dilengan kirinya.

Oh hallo juga Soulmateku, salam kenal. Aku bisa membantumu. Matematika adalah salah satu keahlianku

Bahasanya terlihat dewasa dan sopan, Felix merasa ia sedang membaca pesan dari Guru Konselingnya. Astaga kenapa Felix merasa hatinya menjadi ringan, kenapa ... ia merasa bahagia...?

“Wow....” Jisung menurunkan lengan Felix dan kembali duduk dikursinya, “Baiklah... ini diluar ekspetasiku...” ucap remaja itu. Hyunjin tersenyum kecil, “Selamat Felix, kau memiliki Soulma—“

“SIAPA YANG PEDULI ?!” Felix memekik keras, ia meraih bolpointnya dan akan menuliskan pesan ke si Soulmate saat ada tulisan baru muncul,

Tuliskan soalmu, aku akan menjawabnya.

Dengan kesal Felix membalas, berhenti bicara padaku. Aku tak ingin berinteraksi denganmu

Hyunjin dan Jisung membulat , “Oi Oi Felix !!” pekik Jisung membuat seisi kelas akhirnya memperhatikan mereka. “Kau tak bisa bicara seperti itu pada Soulmatemu. Kau—“

“Felix, minta maaf. Kau bahkan tak tahu ia siapa. Tak sopan bicara seperti itu.”

Felix hanya mengedikan bahu kedua temannya dan mulai mengerjakan, saat itu ada goresan-goresan baru tertulis,

Aku tidak bicara denganmu. Aku menulis padamu. Dan juga... kau yang memulai bukan aku. Dasar Tsundere. Bisa kubayangkan kau memerah malu saat menulis pesan tadi ;)

“DASAR SIALAN ! ! !”

.

.

.

Bisa Felix simpulkan jika Soulmatenya ini sangat jahil. Felix terbangun dipagi hari untuk mendapati pesan dilengannya, ditulis dengan tinta biru dan ditulis bersama emotikon yang berlebihan dimata Felix,

**Selamat pagi Amaterasu, kau tahu jika kau tak segera bangun duniaku akan dalam kegelapan abadi ;) **

Amaterasu sialan ! Felix bukan Dewa Matahari !!

Sehabis sarapan Felix kembali menemukan tulisan baru.

Pastikan kau sarapan yang cukup, jangan lupa hindari makanan manis karena kau sudah sangat manis ;)

Felix menendang kaki meja makannya emosi saat membaca itu. Ia akan melaporkan orang ini ke pihak berwajib jika tetap menuliskan gombalan-gombalan labil padanya.

Tolong coret ucapan Felix kemarin yang bilang tulisan orang ini terlihat dewasa dan sopan. Dasar rubah labil !

Siang nya ditengah pelajaran sejarah, Felix menahan untuk tak memotong tangannya saat ia menyadari tulisan baru dipergelangan tangannya, tulisan singkat yang membuat Felix bingung harus malu atau berteriak kegirangan.

Hey, Love

.

.

.

Sore itu Felix sedang membantu Ibunya untuk memanggang beberapa cookies. Ia tampak menggumamkan lagu ceria sambil mengeluarkan tray cookies dari oven. Goresan yang cukup ia hafal dalam beberapa hari ini kembali muncul,

Sore love, kau tahu ditempatku sedang hujan deras dan petir menyambar-nyambar, sepertinya Zeus marah karena aku menyukai salah satu anak nya ;)

Felix menghela nafas, ia menatap tulisan itu dan membacanya beberapa kali.

“Felix, ibu akan membeli tambahan chocolate chips dan gula. Jaga ovennya!”

Pintu tertutup terdengar, Felix meraih bolpoint disaku celananya dan ia mulai menulis untuk pertama kalinya setelah ia menuliskan tulisan kasar beberapa hari lalu.

Hallo... eum, aku lebih suka jadi putra Ares sebenarnya. Menjadi anak Dewa Perang adalah impian anak lelaki sepertiku.

Felix sengaja menyebutkan gendernya agar Soulmatenya tak berharap banyak padanya. Dari gombalan-gombalan beberapa hari lalu Felix tahu jika Soulmatenya ini mengira Felix seorang gadis.

Kau lebih cocok jadi putra Aphrodite ;) Cantik, anggun dan menggoda ;)

Felix merasa pipinya memanas,

Sudah kubilang aku anak lelaki. Aku tidak cantik

Oh benarkah ? aku tak percaya, melihat tulisanmu... aku berani bertaruh tangan mu lentik dan cantik ;)

Kau lelaki penggombal...

Felix menyahut singkat lalu kembali mengecek cookies nya. Ia tersenyum kecil saat tulisan baru muncul,

Oh come on love, jangan marah. Aku hanya berani menggombalimu seumur hidupku ;)

Berhenti berbohong... berapa wanita yang sudah kau tiduri ?

Oh god, i swear dear. Im still virgin, dan aku berencana menyerahkan kevirginanku untukmu

MESUM ! ! !

Ha ?! Hey, aku mengatakan yang sebenarnya... jangan bilang... kau juga virgin... wow...

Kenapa aku merasa jika kau meledekku ?

Tidak sweetie, aku tidak meledekmu

Aku bisa merasakan jika kau menertawaiku ditulisanmu !

Awww baby, kau sangat perhatian ;) aku semakin menyukaimu

Jangan mengalihkan pembicaraan ! Kau menertawaiku karena aku virgin ! ! aku baru kelas 3 SMA wajar jika aku virgin ! dasar mesum ! ! !

... kau ... SMA ? KAU MURID SMA ?! Yatuhan....

Ya aku SMA... kenapa ?

... ini pasti mimpi...

Ha ?? mimpi ?

Aku...

OII ! ! KAU ... APA-APA AN ?! KAU... LEBIH TUA DARIKU ?!?! BERAPA TAHUN ?!?!

Akhirnya sore Felix yang indah dan damai rusak karena obrolan itu.

.

.

.

Sudah 3 minggu dan pria itu—ya Felix sepakat dengan dirinya sendiri jika ia akan memanggil si Soulmatenya itu dengan sebutan Pria—tak menulis apapun.

Apa pria itu kecewa karena Soulmatenya adalah anak kecil ?

Apa dia tak suka jika Felix menjadi Soulmatenya ?

Felix menenggelamkan kepalanya disela-sela tangan saat Pelajaran ke-empat dimulai. Dia berharap guru matematika mereka ijin dan tak mengajar. Felix sedang tak ingin mendengar celotehan soal rumus-rumus tak berguna itu.

Sret !

Suara pintu terbuka cukup membuat Felix mengerang karena doanya tak terkabul. Ia mengangkat kepalanya, mengabaikan poninya yang berantakan.

Yang ia dapati didepan kelas bukan guru matematika berkacamata yang biasa mengajar kelasnya. Tapi pria berusia 33 tahunan dengan gaya rambut kekinian dan kemeja yang terlipat hingga kesiku.

Tunggu, ini kelas matematika... bukan kelas Sex Education dimana dibutuhkan satu DILF untuk mengaja—sialan KEMEJANYA MENCETAK BENTUK BISEPNYA DENGAN JELAS SIALAN FELIX TAHAN DIRIMU AGAR TIDAK BERLIUR.

“Selamat Siang semua, Aku pengajar sementara disini, kalian dengar soal minggu-bimbingan kan ? Aku Dosen dari Universitas A khusus untuk mengajar kalian selama 3 minggu kedepan.” Guru itu tersenyum dan berbalik untuk menuliskan namanya dipapan,

Goresan itu terlihat familiar dan Felix mulai berfikir ada berapa banyak orang didunia ini yang memiliki tulisan tangan sama.

“Namaku Seo Changbin. Salam kenal kelas 3-A”

.

.

.

Hyunjin mengernyit saat Felix memakan jatah makan siangnya brutal. Sepertinya 4 hari pertama minggu-bimbingan membuat teman mungilnya itu kelaparan.

“Maaf, apa kau Lee Felix dari Kelas 3-A ?”

Hyunjin menoleh ke Ketua kelas 3-B, ia menyikut Felix yang mengacungkan tangan.

“Felix-ssi, Seo-sonsae menitipkan soal untuk tugas kelasmu. Dia minta kau mengumpulkan hasil pengerjaan kelas mu ke kantor langsung.”

Felix mengucap terima kasih dan melirik sekilas soal yang ada dikertas, lumayan sulit untuk ukuran anak SMA sepertinya.

“Oh ya Felix, bagaimana kabarmu dan Soulmatemu ?” Hyunjin menyenggol pundaknya pelan, Felix hanya tersenyum kecil.

“Dia tak menulis apapun sejak 3 minggu lalu.... setelah aku berkata jika aku anak SMA.”

Hyunjin menyingkirkan tray kosongnya lalu menatap Felix, “Dan kau merindukannya.”

“Tidak..”

Hyunjin menjulurkan lidah, “Aku memberitahumu... itu terlihat diwajah menyedihkanmu Felix...” Felix mencibir Hyunjin, lalu menjetikan jari seolah mengingat sesuatu.

“Oh ya, aku sempat berpikir kemarin.... kenapa kau tak mencoba menulis lagi ?” ucap Felix ke Hyunjin. Anak berkulit pucat itu menampakan raut datar , baru saja ia akan menjawab Felix namun mata tajamnya melihat siluet sang guru sedang mencari tempat duduk untuk mencerna makan siangnya.

“Oh... itu Seo-sonsae...”gumam Hyunjin. Felix menoleh menatap sang guru, merasa ditatapi oleh Hyunjin dan Felix akhirnya Seo-sonsae mendekati mereka dengan senyum lebar,

“Aku bisa bergabung dimeja kalian ?”

Hyunjin mengangguk saja, Felix hanya tersenyum kecil sebelum kembali fokus pada makan siangnya.

“Kau tampak sangat lapar Felix, apa pelajaranku tadi begitu menguras tenagamu ?” tanya sang guru sambil tertawa kecil. Felix menggembungkan pipinya yang terisi makanan, sekilas membuatnya seperti tupai.

Hyunjin membuang muka menahan tawa, namun Seo-sonsae tak demikian. Ia dengan tenang melepaskan tawa melihat pipi Felix. Ia bahkan menambahkan 3 potong nuggetnya ke tray Felix.

“Makanlah dengan baik...”

Blush !

Hyunjin bersumpah melihat temannya itu merona hebat.

.

.

.

Sore itu hujan deras dan petir menyambar-nyambar. Felix bergelung diruang tengah sambil meminum satu susu hangat. Ayahnya sedang ada diruang kerja sementara sang ibu sedang memasak. Felix meletakan mug yang berisi separuh dimeja, lalu berbaring dikarpet.

Apa yang sedang pria itu lakukan sekarang ?

Felix berguling kekanan-dan kekiri seperti anak kecil. Selimutnya menutupi hingga kehidung, dan dengan penampilan seperti ini Felix pasti akan ditertawakan Hyunjin dan Jisung.

Lepas dari jerat kemalasan, Felix bangun dan meraih bolpoint yang ada dilaci TV. Ia memainkan benda itu seakan ragu untuk menulis.

Hallo... apa kabar....Mr. Soulmate....

Felix menenggelamkan wajahnya malu ke bantalan sofa. Sejenak ia melirik tangannya yang sudah dihias tulisan baru.

Oh hello kiddo, bagaimana kabarmu ?

Felix tersenyum lega saat mendapati balasan dari si pria, setidaknya Felix tahu jika pria itu tak membencinya.

Aku baik-baik saja...eum, aku kira... kau marah padaku...

Marah ? Kenapa aku harus marah ? Aku tak bisa marah pada malaikat kecil sepertimu.

Felix merasa pipinya menghangat. Ia meringkuk disofa sambil tersenyum kecil, ia menulis lagi,

Jangan mulai menggombaliku !

Oh aku bertaruh kau sedang merona sekarang:* uwu

Jangan gunakan emotikon seperti itu ! sadar umur !

Baiklah.

Ada satu rasa bersalah menyelinap kehati Felix. Ia mulai merasa jika ia harus menjaga perasaan Soulmatenya.

Maaf, aku tidak bermaksud membentak ...

;) dont worry sweet heart i know ;)

...

Eh ? Kenapa ?

Aku tidak tahu harus bicara apa...

Kalau begitu kau bisa abaikan pesanku. Tak masalah

Tidak...

Felix menggigit bibir gugup, tangan menulis pelan sambil bergetar.

Aku ingin bicara denganmu ...

Hingga beberapa menit kemudian tak ada balasan apapun. Tulisan Felix masih terlihat, pertanda jika si Soulmate belum merespon apapun. Felix merasa ia baru saja salah bicara, ia memeluk lututnya sambil menggigit bibir gelisah.

Tak lama ia melihat tulisan baru muncul,

Oh.... tentu saja, kau bisa menulis kapanpun dan tak perlu sungkan ;) iam all yours ;)

Ugh...

Maaf, aku lupa kau melarang menggunakan emoticon...

Tak masalah... aku hanya...

Hanya ?

Hanya tak tahu harus merespon apa saat kau bicara seperti itu...

Felix memekik pelan dibantalan sofa. Ia tersenyum lebar. Tak percaya sekaligus malu pada apa yang baru saja ia tuliskan.

Ahahaha maaf jika aku membuatmu terus merona.

Dasar...

Tapi kuminta jangan menggembungkan pipi, aku merasa ingin menggigitmu jika seperti itu

Kau bahkan belum pernah bertemu denganku , dasar penggombal

Kita memang belum pernah bertemu, tapi aku merasa... aku bisa membayangkanmu

Jangan terlalu banyak membayangkan , bisa saja kenyataan jauh dari itu

Tidak, aku tahu jika tak jauh dari bayanganku ;)

Apa yang membuatmu yakin ?

Karena aku adalah Soulmatemu dan kita punya ikatan batin

.

.

.

Hari itu cuaca mendung, Felix sempat tergoda untuk membolos namun Hyunjin sudah sampai dirumahnya dan menyeretnya kesekolah. Tapi sayangnya, Hyunjin sebagai teman yang baik melupakan Felix yang tak membawa payung dan pulang lebih dulu.

Dasar teman sialan !

Disinilah Felix berakhir, duduk diam didalam kelas sambil menatap keluar jendela. Hujan mengguyur cukup lebat dan hawa dingin mulai menembus pintu kelasnya.

Felix merapatkan jaketnya dan menyembunyikan kepala ditangan. Beberapa saat ia hampir terlelap jika saja ia tak merasa ada yang aneh dengan tangannya. Felix mengangkat kepalanya dan melihat satu tulisan panjang dilengannya.

Hey, apa salah jika aku ingin bertemu denganmu ?

Felix merasa jantungnya berhenti berdetak, semua terdengar sunyi—ia bahkan tak bisa mendengar suara hujan. Tangannya gemetar, ia merasa tak bisa mengambil nafas.

Bertemu ?

Soulmatenya ingin bertemu ? !

Tidak !

Felix belum siap !

Tidak mau !

Felix mengeluarkan bolpointnya tergesa.

Prank !

Ia menjatuhkan ponselnya dengan bunyi nyaring.

Sret !

“Eh, Felix ? Apa yang barusan terjatuh ? Apa kau baik-baik saja ?” Changbin melongokan kepalanya dari luar, rautnya kaget dan khawatir. Felix memaksa bibirnya melengkung kecil.

“Y-ya...” suaranya jelas bergetar. Changbin masuk kekelas Felix pelan,

“Felix ? Kau ... pucat sekali ... kau sakit ? Aku bisa antarkan kau pulang...” tawar Changbin sambil melepaskan jas nya. Ia menyelimuti tubuh Felix dengan kain mahal itu.

“B-bolpoint... aku pinjam bolpoint...” ucapnya pelan, ia meremas lengan sang guru pelan. Changbin menyerahkan pena disakunya ke Felix. Anak itu langsung menuliskan sederet kalimat dilengan bergetarnya.

Tidak... aku tidak mau .... aku belum bisa bertemu denganmu

Bahu Changbin menegang, ia jelas bisa membaca apa yang Felix tulis karena ia berdiri disisi pemuda itu. Ia hanya takut akan sebuah rasa familiar ditangannya.

Dengan pelan ia mengangkat lengannya, Felix menoleh ke sang guru,

“terima kasih atas bolpoint—“

Felix kembali menahan nafas. Ia membulatkan mata melihat apa yang ada dilengan sang guru.

“T-tunggu ... Felix ... kau ...” Changbin mengambil satu langkah kebelakang, ia menatap Felix dan tulisan dilengannya bergantian.

Tidak... aku tidak mau .... aku belum bisa bertemu denganmu

Felix menutup mulut tak percaya, “Pa-pasti ada kesalahan di si—“

Hug !

Changbin merengkuh Felix. Ia memeluk erat pemuda itu. Menciumi ujung kepala anak itu,

“God ... kau tak tahu betapa bersyukurnya aku saat tahu jika itu kau Felix ...” bisik Changbin.

Felix masih dalam keterkejutannya, ia meraih lengan sang guru dan membaca tulisan itu berkali-kali,

“I-ini ... ini benar-benar tulisanku...” ucapnya. Changbin tertawa pelan dan menangkup pipi itu.

“Ya... itu tulisanmu malaikat kecilku”

Blush !

Mendengar langsung kalimat pujian itu membuat Felix merona hebat. Changbin mengecup ujung hidung yang memerah itu, membuat sepasang pipi gembul itu semakin hangat.

“Cukup ! ini disekolah !” ucap Felix mendorong Changbin menjauh. Ia membuang muka kearah jendela.

Ah ! Hujan sudah reda... ia bahkan tak sadar...

“Aku bersyukur...” suara Changbin kembali terdengar, kali ini sarat akan perasaan lega yang ketara. Surai gelapnya bergerak seiring si pemilik yang mendekat untuk kembali memeluk Felix.

“Aku benar-benar bersyukur kau adalah belahan jiwaku Felix. Aku tak bisa membayangkan jika aku harus bersama orang lain ... saat hatiku benar-benar menjadi milikmu sesaat setelah aku memasuki kelas ini”

Felix menenggelamkan wajah meronanya kedada Changbin, “Berhenti menggombal...” ucapnya teredam fabric yang membalut dada bidang si guru.

“Sungguh, alasanku ingin bertemu dengan Soulmate ku adalah untuk memberitahunya jika aku menyukai orang lain ... tapi ternyata Tuhan sangat baik padaku. Dia memberikanku Soulmate orang yang kucintai.”

Chu !

Kecupan itu menghujani wajah memerah Felix. Pemuda itu berbalik menangkup wajah sang guru, dan perlahan mendekatkan wajahnya.

Bibirnya mengusap ringan diatas bibir Changbin.

Mencoba memberitahukan jika dia sama bersyukurnya.

Memberitahu Changbin jika perasaannya tak bertepuk sebelah tangan.

“Aku mencintaimu Felix...”

“Aku juga binnie...”

Fin

Omake

Hyunjin menguap bosan didepan cappucino-nya yang sudah dingin, Jisung sedang berbincang dengan Minho via tangan , sedangkan Felix sedang eye-fucking dengan Changbin. Rasanya ia diabaikan.

Sungguh Hyunjin tak pernah menyangka jika dari sekian juta manusia, Felix ditakdirkan dengan Changbin. Ini sudah 4 tahun sejak mereka lulus dan Hyunjin beserta 3 teman sialannya itu sudah bekerja.

Yang menyedihkan adalah bahkan tangan Hyunjin tak juga menampilkan satu-dua karakter tulisan. Hyunjin menghela nafas dan akan beranjak untuk memesan minuman lagi saat ia melihat sekelebat goresan hitam dilengan pucatnya.

Hallo Soulmateku, apa kau menunggu ku ? Maaf aku baru berusia 17 tahun kemarin ;)

Oh tidak ...

Hyunjin menatap Felix dan Jisung, “T-Teman-teman .... ini masalah...”

Changbin ikut mengernyit bingung, ia menatap lengan Hyunjin yang dijulurkan kearahnya dan Felix.

“Oh ...age-gap yang lumayan jauh...” Jisung berkomentar singkat sebelum raungan frustasi Hyunjin meramaikan cafe.

Omake FIN

Demigod! HyunJeong

special for my princess, Alira.

loosely : percy jackson au. semua setting tempt dan istilah diambil semirip cerita percy.

CW // memory loss, manipultive character, drama.

-

Hyunjin : Apollo's son.

Jeongin : Aphrodite's son.

Yeji, Jaemin : Aphrodite's son and daughter.

Eunbin : Demeter's daughter.

Haechan, Felix : Apollo's son.

-

“Hai Jeongin”

“Hmm”

“Kenapa kemari? Kau sakit?”

Felix mengurungkan kegiatannya menata stock obat saat melihat Jeongin memasuki Infirmary.

“Tidak. Hanya main saja.”

Jeongin masuk tanpa permisi dan menjelajahi tempat perawatan itu. Senyumnya mengembang saat melihat seorang pemuda yang berperan menjadi dokter ditempat itu. Sebuah kacamata yang membingkai iris gelap membuat sosok si dokter muda jadi semakin tampan di mata Jeongin

“Hyunjin Hyunjin” Jeongin memanggilnya dengan nada manja lalu duduk disamping si putra Apollo.

“Selamat pagi Jeongin , ada urusan apa kemari ?”

“Aku sakit perut uhh—”

Hyunjin meletakan laporan stock obat yang harusnya ia periksa sebelum diberikan pada Jae selaku kepala Infirmary. Pemuda manis disampingnya harus diurus terlebih dahulu.

“Sakit bagaimana hm?” Hyunjin meraih sebuah botol minyak kayu putih dari salah satu saku celana panjangnya.

Jeongin merengut , “ tidak tahu rasany perih dan berbunyi kruk kruk seperti ayam.”

Hyunjin hanya tersenyum kecil, ia melihat Jeongin mengangkat hoodie tosca yang si mungil pakai hingga memperlihatkan tummy lucunya.

“Sudah sarapan?” tanya Hyunjin sembari membiarkan Jeongin berpindah posisi untuk bersandar ke dadanya. Dokter muda itu sudah terbiasa dengan tingkah manja Jeongin.

Masih dengan tummy terekspos dia bergelung seperti bayi dipelukan Hyunjin, membuat si Dokter kesulitan mengoleskan Minyak Kayu Putih yang sudah ia siapkan sejak tadi.

“Shht, Je sayang, bangun dulu. Aku susah mengoleskan minyaknya.” ujarnya lembut.

Jeongin segera menurut dan mendudukan diri. Tangan nya setia memegangi hoodie untuk mengekspose tummy nya pada Hyunjin. Rasa hangat dari minyak membuat Jeongin menguap—matanya sayu.

Hyunjin tertawa kecil, ia segera menarik turun hoodie Jeongin setelah selesai. Badan mungil itu refleks kembali masuk ke pelukannya.

“Jangan tidur. Ayo sarapan dulu...” Hyunjin mengusapi perut Jeongin dari luar Hoodie pelan. Jeongin hanya menggeleng dan menyamankan diri untuk memeluk badan berisi Hyunjin.

Hyunjin mengalah dan membiarkan Jeongin tertidur dipelukannya. Ia melambaikan tangan untuk memanggil Haechan mendekat.

“Tolong ambilkan tasku dan masukan laporanya kesana. Aku akan mengeceknya di Kabin.”

Haechan membuat gerakan mulut mengisyaratkan “Jeongin lagi Jeongin lagi”

Hyunjin hanya tersenyum. Ia meraih jaket nya dan memakaikannnya ke punggung Jeongin. Rasa hangat dan aroma Hyunjin jelas membuat si mungil semakin terlelap. Hyunjin berdiri pelan, membenarkan gendongannya pada Jeongin. Haechan membantunya memakaikan tas slempangnya dibahu.

“aku akan kembali setelah makan siang. Tolong handle Infirmary untuk sementara Haechan. Terima kasih.”

Hyunjin menepuk lengan si teman dan berlalu keluar dari Infirmary. Dia berjalan santai ke kantin lebih dulu. Beberapa anak hanya menggelengkan kepala melihat pemandangan Hyunjin menggendong Jeongin seperti koala.

“Yo pagi! Sepertinya kucingmu pulas sekali.” Yeji yang ada di meja Aphrodite bersama Jaemin menyapa Hyunjin lebih dulu.

“Selamat pagi Yeji. Bisakah aku minta tolong kau bungkuskan beberapa makanan untukku dan Jeongin sarapan?”

Yeji mengernyit, Jaemin tertawa kecil.

“Kenapa?” Hyunjin kebingungan.

“Jeongin sudah menghabiskan 2 mangkuk sereal sebelum mengeluh sakit perut dan berlari mencarimu.” Yeji memasang wajah kesal namun tetap berdiri untuk mengambilkan Hyunjin sarapan.

“Dia sakit perut karena makan terburu-buru. Dia bilang ingin mengajakmu memanen bunga di bukit barat.” Jaemin berucap sambil menahan tawa.

“Astaga.” Hyunjin memijat pelipisnya.

“Dia bilang infirmary itu penjara karena kau susah keluar dari sana. Semalam saja dia bersikeras tidak mau makan malam karena menunggumu. Untung Eunbin berhasil membujuknya dengan membuatkan pie dan berjanji membuat bunga untuknya.”

Hyunjin mendengar penuturan Jaemin seksama. Dia merasa bersalah setelahnya. Ia memang tak pulang dan menginap di infirmary karena salah satu Demi-god sakit. Jeongin bisa saja menemuinya, tapi saat malam pasti tak ada yang mengijinkan pemuda itu keluar Kabin karena alasan berbahaya.

“Ini.” Yeji mletakan satu kantung kertas besar berbau sedap. “Aku tetap mintakan 2 porsi karena Jeongin pasti akan mengeluh lapar saat bangun tidur.”

Hyunjin tertawa dan mengambil kantung kertas itu. “Terima kasih banyak.” Hyunjin tersenyum pada Jaemin dan Yeji.

“Tak masalah Hyunnie, kami juga minta maaf karena Jeongin pasti sangat menyusahkanmu.”

Hyunjin hanya tersenyum dan melambaikan tangan. Ia membenarkan posisi Jeongin digendongannya. Pikirannya sekali lagi melayang ke ucapan Jaemin tadi. Jeongin jarang melewatkan makan karena anak itu sangat suka makan.

Tapi mendengar dia tak mau makan jelas membuat Hyunjin tahu jika ada sesuatu yang disimpan si mungil.

Langkah Hyunjin terhenti di depan sebuah pagar pendek. Tangannya membuka pagar pelan dan segera memasuki rumah kecil itu.

Dia tak tinggal di Kabin karena sudah menikah.

Maksudnya pernah menikah.

Pasangannya meninggal 2 tahun pasca pernikahan mudanya.

Di usia 21 Hyunjin sudah disebut Duda. Lucu memang.

Hyunjin merasa aneh saat ia tak merasa sedih dan kehilangan. Tangannya tetap hangat , pikirannya tetap fokus. Bahkan Hyunjin tak menangis.

Dia bahkan lupa alasan kenapa dulu ia menikah.

Yang ia ingat dengan jelas adalah bagaimana Jeongin mendatanginya untuk pertama kali.

Dengan celana short biru muda dan kaus putih.

“Kau dokter kan ? Bisa tolong operasi kucingku ?”

Kalimat lugu itu membuat Hyunjin tertawa setiap kali mengingatnya. Jeongin berbeda dari anak Aphrodite lain yang sangat posesif dan agresif. Jeongin sangat manis, polos, dan menggemaskan.

Hyunjin menyukainya.

Pemuda itu mengaku pernah mencuri satu ciuman dari Jeongin saat anak itu tertidur setelah belajar membalut luka.

Saat itu bahkan Hyunjin masih berstatus sebagai suami seseorang.

Kurang ajar memang.

Tapi entah kenapa Hyunjin tak merasa bersalah.

Seolah bersama Jeongin adalah benar.

Bersama Jeongin adalah hal yang seharusnya terjadi.

Harusnya dia bersama Jeongin sejak awal. Bukannya menikahi orang lain yang bahkan Hyunjin sudah lupakan wajahnya.

Seharusnya memang dia bersama Jeongin.

***

Jaemin memilah sebuah kain bersih untuk membuat sebuah buket bunga bersama Eunbin. Suasana hening namun tak lama Yeji datang bersama Haechan.

“Hm…” Jaemin berdeham pelan. Paham jika mereka telah berkumpul maka topic yang akan dibahas adalah Jeongin.

“Aku tidak bermaksud menyinggung anak Aphrodite. Tapi… tidak kah kalian berfikir Jeongin keterlaluan?” Haechan memulai pelan.

Sebagai teman dekat Hyunjin, jelas dia bisa mengamati tentang Hyunjin dan Jeongin lebih jelas daripada orang lain. Terlebih mantan suami Hyunjin dulu juga temannya.

“Aku sendiri tidak tahu apa yang Jeongin lakukan ke Hyunjin…” Yeji menyahut lirih. “Jika aku tahu, sudah sejak dulu ku hentikan Channie… bagaimanapun memanipulasi perasaan orang lain itu tidak benar meski kami anak Aphrodite bisa melakukannya.”

“Ini bukan seperti Jeongin memberi Hyunjin ramuan aneh, tapi… lebih ke segala ucapan dan tingkah lakunya yang membuat Hyunjin buta dan kelamaan melupakan sekeliling. Seolah pusat hidupnya bergeser.” Eunbin menjelaskan sembari menghela nafas.

“Jeongin berbahaya. Tak seperti anak Aphrodite lain yang cenderung terang-terangan, Jeongin sebaliknya. Dia diam dan membalikan setiap fakta yang ada demi tujuannya.” Jaemin menyahut pelan. Kini pandangannya terbang jauh ke tanah lapang dimana para anak Ares berolahraga.

“Hyunjin terlalu menyayanginya. Bahkan dengan sedikit saja rasa simpati , Jeongin bisa mengubahnya menjadi cinta buta.”

Yeji menatap Jaemin khawatir.

“Jaemin…”

“Dulu renjun … ah sudahlah.” Jaemin menambahkan tawa kering diujung ucapan sebelum undur diri dengan alasan lelah.

Haechan menghela nafas.

“Semoga kali ini tak ada korban. Renjun yang kukuh mencintai Jaemin hingga akhir nafasnya cukup jadi bukti jika Jeongin benar-benar tidak suka di remehkan.”

Yeji dan Eunbin hanya bisa mengangguk pelan.

“Aku tidak pernah mengerti bagaimana Jeongin bisa bersikap biasa pada Jaemin setelah membuat kekasih Jaemin meninggal karena menolaknya.”

.

.

.

End.

.

.

.

Hyunjin selalu melihat anak lelaki itu dari seberang jalan.

Anak lelaki itu akan duduk ditrotoar disamping Ibunya yang menjajakan kue beras, ia memainkan telinga anjing peliharaannya sembari menunggu pembeli datang.

Ibu anak itu terkadang hanya diam memandangi si anak lelaki, kemudian kembali fokus ke dagangannya. Seakan si Ibu ingin bicara sesuatu namun ditahan.

“Oh Tuan, kau disini lagi.”

Sudah sekitar 2 minggu Hyunjin mengawasi anak kecil itu, selama itu pula dia sering disapa oleh seorang pemuda dengan bintik cantik yang membawa gitar.

“Hallo Yongbok-ssi.” Sapa Hyunjin pelan. Dia memberikan ruang dikirinya untuk Yongbok duduk, “Kau sudah pulang kuliah ?” tanya Hyunjin. Yongbok hanya mengangguk dan mengikuti arah pandang Hyunjin.

“Aduh melihat kue beras membuatku lapar.” Keluh Yongbok.

Hyunjin hanya tersenyum kecil, lalu kembali fokus pada anak lelaki yang ia awasi tadi. Anak itu kini terlihat mengambil gelas kertas untuk memberi makan anjingnya. Hati Hyunjin merasa aneh saat melihat anak itu tertawa dan memperlihatkan mata sipit yang menggemaskan.

“Dia sangat manis dan lucu” bisik Hyunjin pelan, Yongbok menoleh cepat kearahnya—membuat si tampan itu terkejut.

“Siapa yang manis dan lucu ?” Yongbok mengedarkan pandangan kesekitar dan kembali ke titik awal—anak lelaki didepan sana.

Yongbok menatap Hyunjin tajam dan penuh prasangka.

“Usia anak itu kira-kira 16 tahun...” mulai Yongbok, pemuda itu menatap Hyunjin dari atas hingga kebawah, “Dan kau.... kira-kira 25 tahun.”

Hyunjin tertawa pelan, Yongbok menatapnya kesal.

“Dasar—“

“Ponselmu berbunyi Yongbok.”

Drrt

Drrt

Yongbok berjengit kaget merasakan getaran disaku celananya, dia membuka pesan yang mampir ke ponselnya lalu berdiri.

“Jangan keluyuran kemana-mana malam ini. Ku baca di perkiraan cuaca, malam ini akan hujan deras.” Pesan Hyunjin.

Yongbok terdiam beberapa saat lalu bergaya membungkuk sopan ke Hyunjin,

“Terima kasih atas peringatan anda Yang Muliaa ~” selorohnya. Hyunjin menepuk kepala itu dan tersenyum,

“Hati-hati di jalan Yongbok.”

Yongbok melambaikan tangan, “Sampai Jumpa besok Tuan Tampan tapi aneh !!”

Teriakan Yongbok membuat beberapa pejalan kaki berbisik dan menatap ke arah Hyunjin yang tetap duduk tenang.

Manik matanya bertemu dengan si anak lelaki dalam satu waktu sebelum Hyunjin membuang muka dengan cepat dan berdiri. Ia menurunkan bagian depan topi lebarnya—berjalan cepat menerobos kerumunan.

Berharap anak lelaki tadi tidak melihatnya.

.

.

.

Seperti yang Hyunjin ucapkan siang tadi, malam ini hujan deras mengguyur seluruh kota. Sesekali petir menghampiri dan membuat panik para pejalan kaki yang terjebak hujan.

Hyunjin berbelok tenang ke arah pemukiman penduduk, mata gelapnya menyusuri setiap papan nama yang tertempel didepan pagar rumah. Langkah kaki panjangnya terhenti didepan sebuah rumah ber cat creamy dan hitam.

Kediaman Keluarga Yang.

Dari luar Hyunjin bisa melihat wanita yang setiap hari ia awasi dari seberang jalan. Wanita itu sedang membawa keranjang berisi buah persik, jeruk dan pear. Hyunjin memutuskan untuk melihat dari luar lebih dahulu.

Keranjang buah tadi disandingkan dengan piring berisi kue beras yang sudah rapi disamping lilin-lilin cantik.

Hyunjin tersenyum melihat indahnya penampilan meja itu karena warna-warni makanan terlihat menggugah selera.

“Oh, anak itu tidak dirumah ?” gumam Hyunjin setelah beberapa saat, matanya menatap ke sekeliling dan tak mendapati siapapun selain dirinya.

Dengan satu helaan nafas akhirnya Hyunjin berbalik pergi.

Genggaman tangannya di payung hitamnya mengerat saat melihat anak yang ia cari diam berjongkok ditrotoar seperti biasa.

Bahkan anjing peliharaannya masih setia menemani meski kini hujan turun semakin deras.

Hyunjin mendekat pelan, dia berdiri disisi kiri anak itu tanpa kata. Hingga anak itu lah yang memulai percakapan.

“Dasar aneh.”

Hyunjin tersenyum kecil.

“Dasar bodoh”

Hyunjin menurunkan sebelah tangannya untuk mengusap helaian anak lelaki itu.

“Menjauh sana ! Jangan dekat-dekat aku ! Dasar aneh !” hardik anak itu lalu menarik anjingnya pergi menjauhi Hyunjin.

Grep !

Hyunjin dengan 2 langkah lebarnya berhasil meraih tangan si anak. Senyum tetap bertahan diwajah tampannya.

“Mau kemana hm ? Mau berbuat nakal lagi ?” tanya Hyunjin sembari berjongkok menyamakan tinggi dengan si anak lelaki.

Anak itu menatap Hyunjin untuk beberapa saat lalu membuang muka tanpa menjawab pertanyaan Hyunjin.

“Hey, sayang ~”

Anak itu berjengit kaget dan menatap jemari Hyunjin yang mengusap pergelangan tangannya. Dia menggigit bibir lalu memekik,

“Lepaskan aku !! Dasar Pria aneh !!”

Hyunjin menyebik kecil, “Kenapa kau jahat sekali padaku...” keluh Hyunjin, anak itu berusaha melepaskan pegangan Hyunjin pada tangannya—namun gagal.

“Ikut aku ya ? Aku janji tidak akan berbuat nakal padamu ...” bujuk Hyunjin.

Anak itu langsung menggeleng kencang dan menggunakan segenap kekuatannya untuk melepaskan diri dari Hyunjin.

“Lepas !! Aku mau pulang !! Ibuku sudah mencariku !” teriak anak itu disela-sela petir, Hyunjin merengut.

“Ayo, aku yang antarkan pulang. Kita pulang bersama—“

“Tidak mau !! Aku mau bertemu ibuku !”

Hyunjin mengangguk paham, “Makanya, ayo ikut aku. Aku antarkan ke ibumu—“

“Pembohong !! Pergi sana !”

Anak itu menyentakan tangan keras, Hyunjin melepaskan pegangannya dan melihat anak itu berlari menarik anjingnya untuk kembali ke tempat semula.

Hyunjin menghela nafas pelan, dia melihat kesekeliling.

Perempatan jalan itu cukup lenggang karena jam pulang kerja sudah lewat, ditambah hujan deras membuat tak banyak orang berjalan-jalan. Apalagi beberapa toko disekitar persimpangan itu sudah tutup.

“Sayang ~”panggil Hyunjin sambil mendekat lagi ke anak lelaki itu. Dia menghela nafas melihat tubuh itu memeluk si anjing erat.

“Aku tidak mau ikut!” pekiknya.

Hyunjin menatap anak itu lekat, “Kenapa tidak mau ?”.

Bisa Hyunjin lihat anak itu bergetar dibawah tatapan tajamnya,

“B-Besok Ibu pasti mencariku.” Bibir penuh itu untuk pertama kalinya berucap pelan.

“Kalau aku pergi dari sini, besok Ibu pasti mencariku.”

“Kalau aku pergi dari sini, besok Ibu akan berjualan sendirian.”

“Ka-kalau aku pergi dari sini... Ibu pasti sedih.”

Suara itu bergetar, Hyunjin berlutut dihadapan anak lelaki itu dan mengusap pipi gembil yang menggemaskan itu.

“Tapi sayang, apa kau tidak ketakutan disini sendirian ?” tanya Hyunjin, anak itu diam lalu mengangguk pelan.

“Nenek-nenek di ujung gang sering menggangguku. L-lalu paman dengan kepala pecah yang sering melewati persimpangan itu juga pernah memukulku.” cicit si anak lelaki. Hyunjin melepaskan payungnya, dia merengkuh tubuh kecil itu—menyembunyikannya didekapan.

“Karena itu, kau ikut saja denganku pulang hm ?” Hyunjin sekali lagi membujuk pelan, ia usap surai si anak pelan hingga si pemilik mendongak menatapnya.

“Kenapa ?” tanya Hyunjin karena si anak hanya diam menatapinya.

“Curang.”

Hyunjin mengernyit tidak mengerti, anak itu menunduk dan memainkan kancing kemeja Hyunjin.

“Kalau kau setampan itu, bahkan hantupun akan mengikutimu dengan suka rela jika kau ajak pulang.”

Hyunjin tertawa mendengar gerutuan anak lelaki yang kembali menyembunyikan wajah didadanya. “Tapi sejak tadi kau tetap menolakku.” Sindir Hyunjin, ia merasa kepala didadanya menggeleng.

“A-aku mau...”

Akhirnya... pikir Hyunjin menghela nafas lega.

Hyunjin tersenyum, ia menangkup pipi itu agar bisa melihat wajah manis dan menggemaskan yang selalu ia awasi.

“Anak pintar—“

“Aku mau ikut karena kau tampan. Yang mendatangiku biasanya tak setampan kau. Aku tidak suka.” Anak itu mencibir kecil. Hyunjin menampakan raut seakan terluka.

“Apa kau hanya menyukai wajahku ? Apa kau tak bisa merasakan perasaan tulus dan hangat ku ?” Hyunjin memelas sambil mengelus dadanya. Anak itu memberi gesture seakan muntah.

“Hangat apanya. Sekarang hujan, aku kedinginan” sahut anak itu sambil berusaha menjauh dari Hyunjin. Tapi si Pria tampan tetap memeluknya erat.

“Kalau begitu ayo segera pulang dan menghangatkan diri.” Bisik Hyunjin, anak itu menepuk dada Hyunjin keras.

“Dasar pria aneh !” pekik anak itu lagi, Hyunjin hanya tertawa.

“Oh iya, bukankah kau harus bertemu dengan kakak berambut panjang seperti boneka barbie itu ?”

Hyunjin yang kini menikmati jalanan menoleh kearah anak lelaki disampingnya. Lengan kanannya dipeluk erat, dan wajah itu mendongak menatapnya.

“Oh Yongbok ? Iya, kita sedang menuju rumahnya sekarang sayang.”

Hyunjin menunduk dan mengecup dahi itu, si anak berjengit dan memukul lengan Hyunjin.

“Jangan seenaknya menciumiku. Dasar aneh !”

Hyunjin hanya tersenyum, “Kau tampan. Kau akan tumbuh menjadi pemuda tampan.”

Anak lelaki itu memutar mata malas namun tetap memeluk lengan Hyunjin, menyusuri jalanan bersama pejalan kaki lain. Saat bertemu persimpangan lain, Hyunjin berbelok ke kiri.

“Astaga pemuda itu kasihan sekali.”

“Iya, padahal dia sedang membantu nenek-nenek menyeberang”

“Sepertinya sangat parah. Pengemudi mobil itu sepertinya sedang mabuk”

“Yang benar ? Astaga mirip seperti kecelakaan di persimpangan sebelah utara.”

“Iya, menakutkan sekali. Mungkin persimpangan-persimpangan didaerah ini dikutuk”

“Hey bukannya hari ini peringatan 5 tahun kejadian itu ?”

“Yang benar ? astaga ! pasti arwah dipersimpangan utara sedang meminta tumbal”

“Dasar sok tahu” Hyunjin menoleh saat mendengar anak lelaki tadi bergumam menanggapi bisik-bisik perbincangan orang-orang disekitar jalan.

“Biarkan saja, ayo cepat ! Nanti Yongbok menunggu kita” Hyunjin mempercepat langkahnya, ambulance ditengah jalan sana mulai menarik perhatian dan membawa lebih banyak orang untuk berkerumun.

“Oh itu kakak barbie !” Anak lelaki itu menunjuk ke pemuda yang berdiri disamping regu penyelamat yang masih sibuk dengan korban yang terbaring dijalan.

“Yongbok !” panggil Hyunjin. Yongbok menoleh dan memutar mata melihat Hyunjin bergandengan tangan dengan anak lelaki yang biasa ia lihat.

“Astaga Tuhan. Diantara banyak ma—“

“Jangan mengeluh, ayo cepat ikut!” sela si anak lelaki. Yongbok merengut dan akhirnya mengikuti langkah Hyunjin dan anak itu.

“Baiklah, karena semua sudah siap. Ayo pulang sekarang !” sahut Hyunjin semangat, dia membenarkan posisi topinya lalu berjalan menyeberang ke sisi lain jalan. Yongbok mengikuti disisi kiri dan anak lelaki tadi dikanannya—masih setia menggenggam tangan Hyunjin.

“Apa jauh ?” tanyanya ke Hyunjin, membuat si Pria tampan menoleh.

“Lumayan jauh. Kenapa sayang ? Kau lelah ? Mau ku gendong ?” tawar Hyunjin sambil menyisir poni si anak ke belakang.

“Mauu ~”

Yongbok bergidik melihat Hyunjin menggendong anak itu disamping. Badan anak lelaki berusia 15 tahunan itu bertumpu disisi kanan badan Hyunjin, kaki-kaki itu melingkari pinggang Hyunjin, dan tangan itu melingkar manis dileher si Pria bertopi.

“Pelukk~”

“Uuuhh manjanya kesayanganku ~”

Yongbok bergidik lagi dan menghela nafas melihat Hyunjin menciumi pipi si anak laki-laki. Menyadari Yongbok yang terganggu, Hyunjin menoleh.

“Maaf ya Yongbok.Aku sedang bahagia dan sangat gemas dengannya. Butuh 5 tahun untuk membujuk nya.” ucap Hyunjin, Yongbok hanya memutar mata. Hyunjin kembali menguleni pipi gembil didepan wajahnya dan mengigiti hidung lucu itu.

“Gelii~” keluh si anak laki-laki. Hyunjin tertawa kecil dan ganti menciumi pipi itu.

Yongbok hanya bisa mendesah lelah.

“Tuhan, diantara ratusan Malaikat Kematianmu. Kenapa kau mengirimkan yang seperti ini untuk menjemputku.”

.

.

.

END

.

.

. Eternally Yours.

A Hyunjeong Fanfiction

Au !

Malaikat Kematian! Hyunjin X Lost Soul!Jeongin

.

.

istilah dalam epilog :

1. Warp / Warp Drive : Warp drive adalah sistem propulsi pesawat ruang angkasa superluminal fiksi dalam banyak karya fiksi ilmiah, terutama Star Trek, dan subjek penelitian fisika yang sedang berlangsung. Sebuah pesawat ruang angkasa yang dilengkapi dengan warp drive dapat melakukan perjalanan dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan cahaya dengan banyak urutan besarnya.

warpdrive

2. Medbay : atau biasa disebut sickbay adalah tempat ruang pusat kesehatan di pesawat luar angkasa.

medbay

3. PADD : singkatan dari Personal Access Display Device adalah alat dengan fungsi kurang lebih seperti tablet atapun pad pada umumnya. Dengan kelebihan bahwa PADD tersambung langsung pada network spaceship.

padd

istilah dalam epilog :

1. Warp / Warp Drive : Warp drive adalah sistem propulsi pesawat ruang angkasa superluminal fiksi dalam banyak karya fiksi ilmiah, terutama Star Trek, dan subjek penelitian fisika yang sedang berlangsung. Sebuah pesawat ruang angkasa yang dilengkapi dengan warp drive dapat melakukan perjalanan dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan cahaya dengan banyak urutan besarnya.

![warpdrive]()

2. Medbay : atau biasa disebut sickbay adalah tempat ruang pusat kesehatan di pesawat luar angkasa.

medbay

3. PADD :

[pann post] FELIX MENJADI VOLUNTEER!!!

felixs

Astaga !! aku benar-benar tidak percaya apa yang dikatakan ayahku !! Dia menjadi Kepala Bagian Pengawasan di Kebun Binatang Nasional—bagian Safari dimana hewan akan dilepas ditempat yang mirip habitatnya—dan dia bilang jika LEE FELIX YA URI LEE FELIX AKAN JADI VOLUNTEER BERSAMA PASANGAN COTTON CANDY NASIONAL—KIM SEUNGMIN DAN HWANG HYUNJIN !!!

Ayahku bilang mereka akan mulai bekerja minggu depan, selama 3 minggu. Ayahku yang akan mengawasi mereka uhuhuhuhu aku menyesal kenapa kemarin-kemarin saat ayahku menawarkan lembar volunteer aku langsung menolaknya ToT

Tapi jika dipikir-pikir ini akan jadi berbahaya. Maksudku… kalian semua sudah tahukan soal pann post dari haters Felix ?? Aku sungguh berharap Felix, Seungmin, dan Hyunjin akan baik-baik saja T^T

(+6323, -231) astaga apa kau tahu aku juga mengkhawatirkan hal yang sama ?? aku melihat jika sejak berita Lee Felix menjadi Volunteer kebun binatang ramai dibicarakan, beberapa akun haters mulai meneror dan berkata akan mengumpankan Felix ke hewan buas. Sungguh aku merasa sangat takut.

(+3532, -22) Tenanglah, Yoon Sajangnim pasti sudah menurunkan bodyguard terbaik untuk menjaga Felix dan HwangSeung. Kita harus terus berdoa saja untuk mereka.

(+3422, -233) Aku pernah berkunjung ke bagian safari, dan bus yang mengangkut rombonganku dihentikan oleh seekor gajah. Astaga aku-benar-benar ketakutan, lalu seorang pegawai kebun binatang datang dan memberikan makanan hingga gajah itu pergi TT Apa Felix kita akan melakukan hal yang sama ??

(+231,-1382) Ahahahaha tenang saja, aku akan datang kesana dan mendorong Felix ke kandang buaya ahahahaha

(+2311, -22) Kalian harus percaya jika niat baik akan mendapat hasil yang baik. Felix kita sangat tulus dan aku berharap hewan-hewan liar itu bisa merasakan ketulusan Felix dan ikut menjaganya dari orang-orang sinting jahat.


[Pann] Mari diskusikan cara memberi makan Buaya dan Harimau dengan daging Lee Felix.

felix

Ewww lihatlah bagaimana sok imutnya dia, aku bertaruh photoshot ini dipesan oleh para bapak-bapak gila sex dan punya kinky gila pada babyboy. Ahahaha Felix pasti mendapat banyak uang dari pria-pria itu.

Baiklah, kembali ke fokus kita Stormy, kalian sudah tahukan jadwal bekerja Lee Felix di kebun binatang ?

Mari kita mendiskusikan cara menghancurkan cowok sok manis itu dan membuatnya mati kesakitan saat dimakan beramai-ramai oleh buaya atau harimau ahahaha

Jadi, aku sudah memiliki denah dari kebun binatang safari itu. Aku akan membuat groupchat Ktalk dan kita akan menyiapkan rencana disana.

Who’s with me ? ;)

p.s aku merasa kasihan pada Seungmin dan Hyunjin yang harus terkena dampaknya. Mereka bisa menjadi side-dish lol

(+2212, -3112) AKUU !!! AHAHA aku akan kirimkan Id Ktalk ku lewat email—aku punya banyak kontak Stormy. Jadi mari kita buat project ini menjadi nyata ahahahaha

Edited: fuck you felixion !! percuma kalian mendislike komentarku. Kalian tak bisa melakukan apapun untuk menghentikanku

(+3122,-2311) Semoga Tuhan selalu melindungimu teman. Tuhan tidak akan diam melihat makhluknya yang baik ditindas seperti ini. Tuhan akan membalas kalian.

(+2123, -321) Gila... fandom sangat gila. Aku bukan penggemar idol tapi link postingan ini muncul di twitterku dan aku hanya bisa berdoa saja. Astaga... haters idol sangat menakutkan.


Epilog.


Tahun 3CX19 dimana manusia telah berbaur dengan makhluk lain di semesta. Pesawat luar angkasa sudah terdengar lazim layaknya pesawat penumpang komersial.

BRAK !!

DAMNIT FELIX !!!”

Felix membuka matanya sambil terengah, ia meraba dadanya—masih utuh, badan atletisnya utuh tanpa kurang satupun.

Tegap dibalut seragam kuning Starfleet.

Medbay to Bridge!! LEWIS!! CEPAT KESINI SIALAN! KAPTEN BODOHMU SUDAH BANGUN DAN BAWA DIA PERGI DARI MEDBAYKU SEBELUM AKU MENYUNTIKNYA MATI!!”

Bridge. Ini Commander Lewis. Doctor Sam, tolong perhatikan ucapan anda. Sebelum saya melemparkan anda keluar starship—mengingat sekarang kita ada dijalur warp.”

Klik!

Panggilan diputus sepihak.

Felix menatap lekat pria berpakaian putih dan wajah masam itu. Dia berucap pelan.

“Hyunjin ?”

Dokter itu menoleh dan memandangnya judes, “Dude ! Serius ? Kau pingsan selama 30 jam dan tiba-tiba memanggilku dengan nama asia random seperti itu ?”

Sret!

Pintu otomatis Medbay terbuka, suara dalam segera menyapa.

Captain...”

Felix mendapati seorang pria tegap dengan balutan seragam sama sepertinya—hanya saja berwarna biru tua. Sepasang manik gelap bulat milik si pria tegap membuat rasa perih diperut Felix kembali.

“Oh, bagus. Hentikan eye fucking kalian dan pergilah ke kamar. Go fuck like bunnies.”

Dokter itu menggerutu dan meninggalkan Felix bersama si pria berseragam Biru yang nampak sangat datar dan cenderung dingin pada sekitar.

“Saya akan mengajukan komplain ke Akademi tentang sikap Doctor Sam.” ujar pria itu serius. Felix segera menggeleng pelan, “Biarkan saja... dia memang seperti itu sejak dulu.”

Felix sedikit kikuk saat ucapannya tidak dibalas, namun ia terus ditatap lekat. “Captain. Mari saya antar ke kamar.”

Felix menurut-menurut saja. Dia merasa tidak asing dengan keberadaan pria itu, bahkan saat ia membaringkan Felix dengan pelan di ranjang—Felix sungguh merasa ia pernah mengenal pria ini sebelumnya.

“L...Lewis?”

“Ya Captain ?”

Felix memejamkan mata, dan sekelebat wajah yang sama dengan Lewismuncul. Mengenakan pakaian khas berarmor dan memegang pedang.

“Silakan istirahat Captain.” Ucap Lewis pelan. Kaki jenjangnya akan menjauh dari ranjang sang Captain—jika saja ia tak mendengar satu suara pelan.

Naegeumwijang?”

Badan Lewis tiba-tiba merasa panas—namun degup jantungnya tenang. Dia berbalik dan melihat Felix yang terduduk diranjang, telihat bingung dan takut.

Captain. Anda baik-baik saja?”

Lewis mendekat dan duduk disisi ranjang. “Capt—“

Naegeumwijang? Apa artinya?”

Lewis yang mendengar pertanyaan sang Kapten segera dengan sigap meraih sebuah PADD di nakas.

“Itu sebuah bahasa korea. Berarti Komandan atau pemimpin dari Prajurit. Naegeumwi adalah Prajurit khusus yang menjaga raja dimasa Kerajaan Korea.”

Lewis membaca lancar informasi yang ditampilkan. Kini matanya beralih menatap Felix. “Dari mana anda mendengar kata itu Captain?”

Felix menggeleng, “Entahlah... tapi aku...mengingat wajah seseorang yang disebut Naegeumwijang.”

Lewis memicingkan mata tak paham, “Bagaimana bisa? istilah-istilah ini digunakan dalam masa kerajaan lampau Capt.”

Felix merinding, dia merasa ada angin dingin baru saja memeluknya. Melihat sang kapten menggigil, Lewis mendekat. Tangannya menggenggam kedua telapak kecil sang kapten.

Capt, anda baik—”

“Lewis aku takut... wajah naegeumwijang itu sama sepertimu.” ucap pelan Felix dengan wajah tegang.

End of Epilog.

cw // age-up character, percobaan pembunuhan, deskripsi detail tentang luka, darah, dan cacat fisik, hewan buas, panik, sedikit ajakan melakukan kegiatan seksual secara implisit.

note : 1. Nama panggilan di saeguk ada di gambar. 2. Quotes adalah flashback masa joseon.

***

“Felix-ah, sudah siap ?”

Hyunjin menyandang tas ranselnya sambil menepuk pundak Felix, soloist berusia 27 tahun itu sedikit khawatir melihat raut idol muda didepannya.

“A-ah … ok hyung…”

Felix terbata dan berdiri. Dia tampak menghela nafas beberapa kali, kembali mengundang keheranan Hyunjin.

“Kau..sakit? merasa takut ?”

Seungmin keluar dari kamarnya—mengingat dia dan Felix ada di satu dorm—sambil membawa ransel senada dengan milik Hyunjin.

Pandangan soloist itu terpaku ke ponselnya hingga ia menabrak punggung Hyunjin.

“Seungmin-ah, simpan dulu ponselmu…” oceh Hyunjin sambil mencubit pipi gembil Seungmin. Si soloist muda merengut dan mengantungi ponselnya.

“Fel—OI FELIX !!” Seungmin panic melihat Felix terhuyung dan kembali duduk disofa. Hyunjin segera mencari air putih dan meminumkannya ke Felix.

“Pusing ? Mual ?” Tanya Seungmin ketakutan, dia melonggarkan jaket yang dipakai Felix dan mengipasi sang sahabat dengan kertas yang ia temukan dimeja.

“U-ugh...ak-aku hanya sedikit pusing...” ucap Felix. Dia mencengkeram ponselnya erat—menarik atensi Hyunjin.

Pria itu langsung merampas ponsel Felix dan melihat apa yang anak itu baca sejak tadi.

Layar ponsel pintar itu menampilkan laman postingan sekelompok pembenci Felix.

Hyunjin menahan nafas melihat banyaknya komentar mendukung postingan Stormy—nama klub haters Felix—dan bagaimana ada gambar-gambar menakutkan yang diikut sertakan.

“Felix !!” Seungmin memekik kesal setelah ia juga melihat ponsel Felix.

“SUDAH KUBILANG JANGAN MEMBUKA APAPUN YANG BERKAITAN DENGAN STORMY !!! KENAPA KAU SANGAT BANDEL HAH ?!” Seungmin menendang meja kopi sofa untuk meluapkan kemarahannya. Pemuda itu mengerang dan pergi kedapur sebelum dia semakin marah pada sang sahabat.

Hyunjin menatap kepergian Seungmin sambil menghela nafas, dia lalu berjongkok dihadapan Felix.

“Hey... Felix...”

Hyunjin mengusap peluh pemuda itu, sambil tersenyum menenangkan.

“Tenanglah... semua akan baik-baik saja. Atau...kau mau aku bicara pada Sungwoon dan Daniel-*hyung * untuk membatalkan ini ? Agar hanya aku dan Seungmin yang datang.”

Felix menggeleng cepat.

“tidak hyung tidak aku—tidak perlu hyung...aku aku akan baik-baik saja...aku hanya butuh uhh butuh menenangkan diri..sebentar...”

Ketakutan dan kecemasan jelas terlihat dari Felix, Hyunjin hanya menghela nafas lalu mencari sebuah wadah warna kuning cerah dari tas Felix.

“Nah, makanlah ini dulu. Aku akan melihat keadaan Seungmin.” Hyunjin menyodorkan wadah tadi ke Felix. Berisi banyak gummy bear dan aneka permen—Hyunjin berjanji akan menambah stock agar pemuda itu lebih tenang.

“Oh ya, mulai dari sekarang ponselmu akan hyung bawa. Aku tidak akan membiarkan mu membuka hal-hal bodoh lagi.”

***

Felix tersenyum dan melambaikan tangan ke fans yang menyambutnya di kebun binatang.

“Baiklah, Felix-ssi, Hyunjin-ssi, dan Seungmin-ssi. Kalian akan dibimbing oleh Han Seungyeol-ssi.”

Felix hanya mengangguk sekilas, dia berjalan pelan menuju ke sebuah lorong dengan kaca tebal dikanan-kirinya. Tempat ini digunakan untuk menempatkan hewan yang baru saja diberi vitamin atau imun.

Deg!

Deg!

Felix meringis dan mengusap dadanya yang berdegup keras, dia menoleh kekanan-kirinya yang lumayan sepi. Hanya ada 1 petugas yang mengelap kaca diujung lain lorong.

Langkah tungkai panjangnya terhenti disebuah tikungan lorong, dimana sebuah kaca lebar menampilkan alam luar yang terang dan terlihat tropis—cenderung kering.

Deg!

Felix menoleh dan memicingkan mata karena cahaya yang menyilaukan.

Tap!

Deg!

Felix merasa nafasnya sedikit sesak.

Tap!

Dia menatap hewan buas dibalik kaca itu lekat-lekat.

Tap!

Setiap langkah si hewan mendekati kaca, saat itu pula Felix ikut mendekat. Tangannya terangkat untuk menyentuh kaca kandang.

Tangannya terlihat mungil dibandingkan paw hewan buas itu—Singa itu mengikuti gerakan Felix dengan menempelkan satu kaki depannya ke kaca.

Deg!

Felix menatap ke sepasang mata singa yang berbinar—bening dan ada sedikit hitam kelam disana.

Ngingg!

Felix menundukan badan refleks saat kepalanya pening karena suara desingan nyaring. Seakan suara itu langsung menembus tengkorak kepalanya.

Ngrrhh!

Felix berjongkok memegang kepalanya, dia masih bisa mendengar geraman pelan singa itu meski kaca tebal menjadi pemisah mereka.

Bruk!

Singa itu mendekat ke kaca, mendudukan diri dan terus menempelkan salah satu kaki depannya—seakan ingin meraih Felix.

Ngrrhh!

Geramannya mengeras, Felix meringis sakit saat desingan dikepalanya juga semakin terdengar nyaring, membuat perutnya terasa mual.

“Wangja, Naegeumwijang ingin bertemu dengan anda.”

“Naegeumwijang ?! dia sudah kembali dari perang ?! apa dia—OH ASTAGA ! APA KAU BAIK BAIK SAJA !?!”

“Wangja, tolong tenang. Saya baik-baik—“

Grep!

“A-aku sangat khawatir padamu !”

“Wangja, maafkan saya membuat anda khawatir. Tapi bukankah saya sudah berjanji akan kembali pada anda ? anda sudah membuat saya bersumpah untuk melindungi anda. Saya tidak akan mati semudah itu.”

Roaaarr !!!

Seorang petugas kebersihan yang terkejut mendengar auman si singa segera berlari mendekat dan mendapati Felix yang terbaring dilantai tak sadarkan diri. Ia menghampiri Felix panik, tak tahu apa yang harus dilakukan.

Sampai akhirnya Seungmin berlari mendekat.

“FELIX !!!” Seungmin memekik keras dan menarik atensi Hyunjin serta Seungyeol-ssi.

“Tenang Seungmin-ssi, saya akan memanggil tim kesehatan !”

Hyunjin memberikan tasnya pada Seungmin lalu menggendong Felix, dia bergidik saat sadar jika Singa dibalik kaca itu menatapnya lekat dan terus berjalan menyusuri kaca mengikutinya yang berjalan sepanjang lorong.

Dan saat kandang itu berakhir diujung tikungan, satu erangan keras kembali terdengar. Bahkan terdengar jika Singa itu mencakari kaca dan dinding karena ingin terus mengikuti Hyunjin.

“Hyunjin-hyung...”

“Ya Mong?”

“A-apa singanya tadi ingin memakan Felix ?”

Hyunjin hanya menggelengkan kepala pelan, ia menunduk menatap Felix digendongannya.

“Hwang Sabu-nim...”

“ah! Naegeumwijang! Ada keperluan apa anda menemui saya selarut ini?”

“Saya ingin menitipkan sesuatu untuk ulang tahun Wangja minggu depan.”

“Kenapa ? Bukankah anda dapat memberikannya sendiri pada Wangja? Saya pikir Wangja pasti akan sedih jika anda tak memberikan hadiah secara langsung.”

“Maafkan saya Sabu-nim, saya harus berangkat ke medan perang saat fajar tiba. Saya tidak tahu kapan saya akan kembali......saya bahkan tidak tahu apa saya dapat kembali.”

“Naegeumwijang! Jangan berkata seperti itu! Wangja akan sangat sedih jika anda tidak kembali! Apalagi Wangja sudah akan diangkat menjadi Raja. Dia akan terpuruk jika anda tak lagi bisa melindunginya.”

“Karena itulah Sabu-nim. Wangja akan segera menjadi seorang Raja, sudah tugas saya untuk membersihkan semua musuhnya mulai dari sekarang. Saya tak ingin masa depan Wangja sebagai Raja terancam.”

“Tapi Naegeumwijang, saya mohon. Berjanjilah pada bintang dan bulan jika anda akan kembali...”

“Tentu Sabu-nim. Saya sudah bersumpah dihadapan Dewa. Saya akan melindungi Wangja seumur hidup saya.”

***

Felix terbangun saat merasa telapak kakinya ditempeli sesuatu yang dingin.

“Ah, kau sudah bangun?”

“Chungha Noona...”

Kim Chungha, salah satu manager Felix ikut serta dalam acara Volunteer itu—tugasnya jelas untuk menjaga Felix. Meski memiliki cover wanita cantik jelita yang pemalu, Chungha kuat dan menguasai bidang medis serta beladiri.

“Sudah merasa baikan ?”

Wanita itu membantu Felix bangun dari rebahan dan bersandar ke kepala kasur. Tangan cekatannya mengambil satu gelas air putih, “Minumlah dulu...”

Felix menurut, tenggorokannya terasa perih saat cairan itu meluncur masuk. “Masih mual?” tanya Chungha pelan, Felix menggeleng namun ia meremas perutnya.

“Sakit?”

Felix mengangguk pelan, “Ra-rasanya...perih.”

Chungha menaikan satu alisnya.

“Tadi...perutmu terbentur?”

Felix menggeleng, lalu menyingkap kausnya. Chungha nyaris menjatuhkan gelas yang dibawanya saat melihat goresan bekas luka di sepanjang perut Felix. Terlihat seperti luka baru, masih sedikit basah namun sudah tak berdarah.

Sekilas seperti sabetan pedang.

“Astaga ! I-ini terkena apa Felix ?!” Chungha segera meraih alkohol dan kapas dari tas kesehatannya.

Felix hanya menggeleng pelan, dia juga tak tahu bagaimana ia bisa memiliki bekas luka itu.

Ngiiing!

Desingan itu lagi. Felix mengigit bibir kesakitan sambil menutup kedua telinganya.

Dan tiba-tiba sebuah ingatan melintas.

“Astaga Pyeha! Naegeumwijang, Kemarilah!”

Seorang pria dengan armor dan pedang berkilat berlari memasuki sebuah ruangan berpintu hitam dengan ornamen bunga merah dan hijau.

“Pyeha!!” Orang itu memekik dan berlutut didepan seseorang yang berbaring memegangi perutnya—terbaring diatas sebuah kain-kain kumal.

“N-Naegeumwijang...”

“Hwang Sabu-nim, tolong carikan kain bersih untuk membebat luka Yang Mulia.”

Pria tampan dengan kulit seputih salju itu membungkuk dan segera berlari keluar.

“Pyeha, saya mohon bertahanlah, Para Naegumwi pasti dapat menghabisi semua musuh yang datang,”

Pria yang terbaring tampak menggeleng pelan. Tangannya yang sudah berlumur darah dari perutnya sendiri terangkat, bergetar saat mengusap pipi Prajurit kepercayaannya.

“Naegeumwijang...”

“Ya, Pyeha.”

“Berjanjilah... untuk terus melindungiku.”

Pria berarmor itu tampak terdiam, tangannya menangkup tangan penuh darah yang terdiam dipipinya.

“Pyeha...maafkan kelalaian saya malam ini... Se-seharusnya saya tetap menunggui anda hingga tertidur dan pagi datang.”

“Naegeumwijang, apa kau percaya takdir?”

“Pyeha...”

“Aku percaya, dan aku sangat mengerti jika takdir membawaku ke kematian ini.”

“Pyeha!”

“Naegeumwijang... jagalah dirimu sendiri. Kau—harus menjadi pria yang lebih kuat.”

“Pyeha, saya mohon ! bertahanlah !!”

*Pria berarmor itu merobek sebelah kain pakaiannya, mencoba menutup luka sayatan diperut sang Raja. *

Namun Pemegang kekuasaan tertinggi itu hanya tertawa lirih, dia mengusap pipi pria itu pelan.

“Hyungnim...” panggilnya pelan. Si pria ber armor sontak menoleh,

“Pyeh—“

“Hyungnim...panggil namaku...tolong.”

Seorang Raja tak sepatutnya memohon pada bawahannya.

“Pye—“

“Panggil namaku...”

Tangan berlumuran darah itu semakin dingin, mata indah itu semakin kosong, terkadang memejam lalu terbuka pelan.

Seolah sudah lelah.

“Pye-”

“Hyung...”

“Yo…yongbok...”

Badan berbalut baju kebesaran Raja itu bergetar, bibirnya yang tadi sempat tertawa tiba-tiba terisak. Tangannya mencengkeram lengan sang Prajurit tertinggi,

“hyung, hyung...sa-sakit.”

“Yongbok...Yongbok-ah!”

BRAK!!

Si Jendral besar menoleh, Hwang Sabu-nim yang sudah sekarat dilempar kehadapannya.

“Serahkan Yang Mulia pada kami dan kau akan tetap hidup.”

Kemarahan jelas terlihat dari mata si Prajurit.

“Kalau begitu, aku memilih mati.”

Felix mengerang, kilatan perkelahian penuh darah dan rintihan masih setia tampil dimatanya. Dia mendengar sayup-sayup suara pelan si Raja...

Terdengar jelas ditelinganya.

“Dewa, aku mohon buat dia jadi orang yang kuat. Agar dia dapat hidup tenang dan tak merasakan kehilangan lagi.”

Slap!

Gelap.

Naegeum...wijang-nim ?

Pyeha?

***

Hyunjin mondar-mandir dengan ponsel menempel ditelinga.

“Astaga, sedang apa sebenarnya Sungwoon ini.”

Sret!

“A-ah, maaf Tuan.”

Hyunjin melirik sebal seorang pegawai yang menyenggolnya dan membuat beberapa potong daging segar jatuh ke lantai.

“Ya! Astaga menjijikan...” desis Hyunjin menjauh dari ruang kesehatan dimana Felix masih dirawat.

Pria itu berlalu dan menuju ke koridor lain, menunggu sambungannya diterima Sungwoon.

“Semua ini menyebalkan!”

Hyunjin berbalik untuk kembali ke ruang perawatan Felix, namun tiba-tiba kepalanya pening dan pandangannya mengabur.

Ngiing!!

“Pyeha? Anda memanggil saya ?”

“Sabu-nim, duduklah...”

“Ada masalah apa Pyeha? Ini sudah larut. Anda merasa tidak enak badan ?”

“Bukan...”

“Pyeha?”

“Sabu-nim...a-apa Naegeumwijang menemuimu setelah ia pulang dari perjalanannya?”

“A-ah...soal itu... maaf Pyeha, saya belum bertemu Naegeumwijang selama satu bulan ini.”

“... di-dia..sudah kembalikan ?”

“Tentu saja. Saya mendengar dari para prajurit jika Naegeumwijang sudah kembali. Mungkin beliau masih ingin beristirahat.”

“Sabu-nim. Antarkan aku ke kediaman Naegeumwijang sekarang.”

“Pyeha?! Ini sudah sangat larut ! berbahaya jika anda keluar sekarang.”

“Tapi aku merindukannya!”

Hyunjin menutup mulut saat rasa mual tiba-tiba menekan perutnya.

“Hyunjin-ssi ?! A-anda baik-baik saja ?”

Hyunjin mendongak dan melihat Seungyeol dengan beberapa map ditangan.

“A-ah ya. Saya hanya sedikit mual karena salah makan tadi pagi.”

“Jika anda merasa tidak enak badan, silakan menemui dokter.” Pria itu menepuk pundak Hyunjin, lalu seakan teringat sesuatu.“

Oh ya, ini adalah jadwal berjaga untuk Anda dan Felix-ssi. Seungmin-ssi sudah mulai berada dibagian Mamalia mulai hari ini.”

Hyunjin menerima kertas itu sambil menahan rasa pening.

“Felix.. ada dibagian penangkaran dan rehabilitasi? Tempat untuk hewan setelah mendapat imun itu ?”

“Ya, mengingat keadaan Felix-ssi, kami mengopernya ke bagian yang lebih aman untuk kesehatannya.”

Hyunjin mengangguk, namun dia tak menampik ada rasa janggal dipikirannya.

“Tugas Felix-ssi hanya mengecek tingkah laku hewan setelah makan dan diberi obat. Dia akan didampingi seorang Senior. Tenang saja.”

Hyunjin membungkuk dalam, “Terima kasih atas pengertiannya. Maaf jika kami menyusahkan anda.”

“Tidak tidak ! Kami bahkan bersyukur jika anda ber tiga mau membantu disini. Banyak orang mulai tertarik untuk berkunjung karena anda bertiga.”

Hyunjin mengakhiri basa-basi itu dan segera kembali ke ruang rawat Felix.

Dia menoleh melihat seorang pegawai diujung koridor.

Baju coklat... bukankah itu bagian pemberi makan ? sedang apa disini ?

***

Felix merapikan seragamnya dan segera berlari menuju ke bagian rehabilitasi.

Disana ia melihat Chanyeol—Park Chanyeol , salah satu Senior yang akan terus menemaninya selama dia menjadi volunteer disini.

“Felix-ssi, ini Jihyun. Dia yang akan menemanimu memberi makan hari ini. Dan ini data hewannya. Silakan.”

Felix membungkuk sambil menggumamkan terima kasih.

“Mari Jihyun-ssi.” Ajak Felix ke gadis yang membawa sebuah karung yang terlihat berat.

“Mau.. ku bantu membawanya ?” tanya Felix pelan, Chanyeol tampak sedang mengecek sebuah kandang.

“Tidak perlu Felix-ssi, saya kuat membawanya. Um.. bisa tolong buka kan saja pintu kandangnya ?”

Felix mengangguk dan dengan sigap membuka gembok sebuah pintu besi yang lumayan berat. Dia menahan pintu itu , Jihyun segera masuk dan menghela nafas panjang.

“Felix-ssi, sudah membaca deskripsi hewannya ?”

Felix yang teringat langsung membaca papan dada yang diberikan Chanyeol padanya.

“Kandang A13.” Dia mencari lembar dimana deskripsi untuk hewan kandang A13 dijelaskan.

“9 ekor Buaya air tawar. Mengalami kegilaan—sepertinya sifat alamiah predator mereka kembali dan membuat mereka menyerang satu sama lain. Keadaan terbaru, sudah tenang dan dapat segera dikembalikan ke kandang show-off. Larangan—”

Felix akan membalik lembaran itu saat Jihyun memekik,

“ASTAGA!”

“Jihyun-ssi !!” Felix mendekat dan membantu gadis itu untuk berdiri. Terlihat sebuah bekas lumpur yang membuat gadis itu terpeleset.

“Anda baik-baik saja Jihyun-ssi?”

Gadis itu tersenyum dan membungkuk sopan, “Iya, hanya kaget. Maaf merepotkan.” Gadis itu kembali menarik karung makanan yang ia bawa.

Felix menatap sekeliling saat merasa ada yang memperhatikannya.

Seekor buaya besar—lebih besar dari yang Felix lihat di kandang show-off kemarin—terdiam 10 meter didepannya. Hewan itu tampak sedang menikmati sinar matahari langsung yang memang mengenai kandang itu.

“Ah, makanannya kurang. Saya akan ambilkan dulu. Tadi saya meminta Chanyeol-ssi untuk membawakanya ke pintu.”

Felix hanya mengangguk saat Jihyun berjalan menjauh darinya menuju pintu masuk tadi.

Srak !

Felix menoleh ke arah kiri. Sekitar 15 meter darinya ada sebuah kolam yang digunakan untuk buaya-buaya itu berendam.

Tampak 4 ekor buaya keluar dari sana, langsung berebut tumpukan daging segar yang dibawa Jihyun tadi.

Daging segar.

Felix bergidik melihat lelehan darah yang masih terlihat jelas.

Tunggu!

Felix segera melihat lagi ke papan dada yang ia bawa.

Larangan : Tidak diperbolehkan makan daging segar dan makanan mentah amis lain karena dapat memicu insting alamiah sebagai predator.

Felix menahan nafas.

Srakk!

Dia menoleh dan melihat ada 3 ekor buaya lagi yang muncul.

8 ekor.

“Jihyun-ssi !! kau salah memberi makan !!” teriaknya sambil berjalan mendekati Jihyun yang sudah akan keluar dari pintu.

“Oh ya ? Entahlah... aku tidak perduli.”

“Jihyun-ssi?”

“2 kilogram daging untuk 8 ekor buaya... sepertinya kurang.” Jihyun tampak bersandar santai di sisi pintu. Felix berjalan mendekati Jihyun, jika saja dia tak melihat jika buaya besar yang sejak tadi berjemur juga bergerak ke arahnya.

Kakinya membeku seketika.

“Oh... Felix-ssi, beratmu sekitar 50kg kan ?”

Felix menatap Jihyun tak percaya, “Jihyun—“

“Kupikir mereka akan cukup kenyang dengan 50kg daging mu. Baiklah. Selamat tinggal!”

BRAK!

Felix mundur selangkah dan menatap horor pintu yang tertutup. Belum lagi buaya besar yang sedari tadi menatapnya kini semakin dekat.

Tolong.

Dia bergetar hebat melihat 2 ekor buaya yang berebut daging disamping kolam juga mulai memperhatikannya.

“MENJAUH !!”

Felix berteriak keras, dia meraba celana seragam yang ia pakai—mencoba mencari alat komunikasi agar seseorang dapat menolongnya.

Hrr!

Felix berlari menuju bagian lain kandang itu, hanya mencoba menjauh dan mengulur waktu hingga seseorang datang.

“TOLONG !!!” teriaknya.

“TOLONGG !! AKU TERJEBAK DIKANDANG BUAYA !!!” teriaknya lagi.

Roaarr!!

Felix menegang.

Yang ia harapkan adalah sahutan manusia lain.

Bukan auman... Singa ? Harimau ?

Felix menoleh ke dinding yang tak jauh darinya. Tinggi dinding itu sekitar 3 meter—jika hewan buas besar yang kuat ingin melompat, maka mereka bsia melewati dinding itu.

Roaar!!

Auman itu terdengar semakin dekat dengan dinding. Felix menahan tangisnya.

Cukup buaya-buaya saja yang menakutinya. Ia tak perlu satu predator lagi yanga ntri untuk memakannya.

Dug!

Suara dentuman terdengar.

Hrrr!!

Felix kembali menatap sekelilingnya, ia hampir melupakan buaya-buaya didepannya karena auman hewan di kandang sebelah.

“Tuhan...” rintih Felix.

Ngiiing!!

“>Wangja !!”

“Astaga! Wangja, apa anda baik-baik saja ?”

“hm...”

“Siapa yang mengurung anda disini? Apa Daebi yang melakukannya?”

“Bukan...”

“Wangja...”

“Naegeumwijang...a-aku takut.”

“Tenanglah Wangja. Saya akan selalu menyelamatkan anda, maafkan saya yang terlambat mengetahui ketidak hadiran anda diacara makan malam kemarin. Maafkan saya Wangja.”

“Hmm, bukan salah mu...Ak-aku...”

“Wangja, meskipun bukan tugas saya untuk menjaga anda, tapi ... Yang Mulia sudah memerintahkan saya untuk menjadi Kepala Igwisa bagi anda.”

“Naegeumwijang...”

“Wangja, suatu saat jika anda kembali mendapat keadaan menakutkan seperti ini... panggilah nama saya. Saya akan datang pada anda, dimanapun itu... saya bisa mendengar anda Wangja.”

“Naegeumwi...jang...” bibir Felix berucap pelan.

“Naegeumwijang...”

Felix tidak tahu kenapa tapi dia menangis, dadanya sesak dan kakinya tak mampu menopang tubuhnya. Dia terduduk disalah satu sisi kandang, siap disantap oleh buaya-buaya kelaparan itu.

“Naegeumwijang...”

Dia tak tahu siapa yang ia panggil namun dia berharap jika ada seseorang datang padanya. Menolongnya dan menenangkannya.

KREAAK!!

DAAK!

Felix menoleh.

Singa itu.

Singa yang ia lihat saat hari pertamanya datang ke tempat ini.

Entah bagaimana Felix tahu benar jika itu Singa yang sama—ah... sepasang mata itu.

RROOAAAR!!

Bekas cakaran didinding serta runtuhan dinding karena Singa itu memaksakan diri untuk melompatinya.

Felix merasa terharu melihatnya.

ROAAR!!?

Hewan yang disebut Raja Hutan itu terus-terusan mengaum—entah memanggil kawannannya atau bersorak karena melihat makanan; dimana dalam konteks ini adalah Felix.

“Naegeumwijang...”

ROOAAARR!!

Lagi-lagi hewan itu mengaum. Matanya tak lepas dari sosok Felix yang terduduk lemah.

Felix sendiri merasa gila karena kekhawatirannya tiba-tiba hilang.

Seharusnya dia lebih panik sekarang karena ada 2 predator buas dihadapannya.

“Naegeumwijang...”

Bibirnya pun tak terkontrol terus menerus menyebut nama itu.

BRAK!

Dengan satu gerakan cepat, Singa itu menyerang seekor buaya dan melemparkannya ke sisi lain dinding.

Bekas darah dari buaya itu menetes dari taring-taring tajamnya.

Felix menangis, badannya bergetar—bukan takut... ini bukan perasaan takut.

Entahlah, Felix juga tidak bisa menjelaskannya.

Dia meringsut ke dinding, menghindari pertarungan 2 predator buas itu. Dia mencoba berdiri dan meniti dinding karena kepalanya yang pening.

Ngiiingg!

Ngiiingg !!!

“FELIX-SSI !!!”

Suara dari speaker diatas pintu masuk membuat Felix mendapatkan harapannya lagi.

Suara Seungyeol-ssi.

“FELIX-SSI !! TENANG LAH KAMI AKAN SEGERA MENYELAMATKAN ANDA DARI KANDANG !! TOLONG MENJAUH DARI HEWAN-HEWAN BUAS ITU!! SILAKAN MELEWATI KOLAM DAN MENUJU POHON DISUDUT SELATAN. BUAYANYA TAK AKAN MENANGKAP ANDA JIKA ANDA MEMANJAT POHONNYA!!”

Felix mengedarkan pandangan dan melihat pohon yang dimaksud. Dia tanpa berpikir panjang segera meniti sebuah jembatan kecil yang menjadi jalan untuk melewati kolam dengan lebar sekitar 5 meter itu.

BRAAK !

DAK!

Felix tidak tahu apa yang terjadi, semua terlalu cepat.

Tangan kanannya menghantam sisi lain kolam, dia mengerang dan menoleh untuk melihat apa yang merusak jembatan kecil itu.

Buaya.

9 ekor.

8 ekor.

Felix merasa nafasnya tertahan ditenggorokan saat sadar jika memang seharusnya masih ada 1 buaya lagi.

KRAK !!

“AAAAAA!!! AKKHH!!!! TO—AKHH!!”

Kakinya.

Felix mengais daratan diepannya dengan sebelah tangannya yang lain—karena benturan tadi tangan kanannya mati rasa, dia juga merasakan dagunya berdarah.

“AAKHHH !! KAKII!! AKHH”

ROAARR!!

BRAKK!!

Felix menjerit keras saat merasakan tulangnya remuk ditembus gigi runcing buaya itu, semakin saakit saat buaya itu tetap mengigitnya sementara Singa tadi mengigit si buaya—menariknya menjauh dari Felix.

Sungguh.

Felix lebih memilih mati karena ditusuk pisau daripada seperti ini.

Sakit.

Dan dia belum tentu mati hanya karena gigitan ini.

RROAAAARR !!!

“ASTAGA FELIX-SSI !!!!”

Felix menangis kesakitan, teriakan panik Seungyeol tak lagi ia pedulikan. Dia berusaha menaiki pinggiran kolam itu. Dia tak berani menoleh kebelakangnya. Dia tak ingin tahu bau amis itu dari darah Buaya atau Singa yang bertarung dibelakangnya.

Dia bahkan tak ingin tahu apa yang membuat air kolam berriak keras dan berwarna merah.

Dia juga tak berani melihat kakinya. Dia bahkan sudah tak bisa merasakan kaki kanannya lagi.

Dug!

Sesuatu mendorong pantatnya untuk menaiki pinggiran kolam, Felix merasa satu cakar besar menyentuh punggungnya. Mendorongnya hingga ia berada didaratan.

“hiks—“ dia menggigit bibir, menunduk dalam hingga wajahnya menempel ditanah, malu jika dunia melihatnya menangis.

Puk!

Satu paw besar menyentuh pundaknya.

Felix memberanikan diri mendongak.

“Tuhan...” rintihnya lagi. Dia merasa hatinya serti diiris melihat keadaan Singa itu sekarang.

Kemarin, dia melihat si Raja Hutan itu menunjukan ketegapannya. Postur hewan itu bagus dan besar. Bulu dilehernya tampak tebal dan coklat bersih. Badan besar dan ekor menjuntai indah. Menunjukan kharisma tersendiri dari penguasa Hutan itu.

Namun sekarang.

Bekas gigitan dan luka sobek memenuhi badan besar itu. Felix tak melewatkan daging merah mengucurkan darah di sisi kaki belakang Singa itu. Sebelah telinganya sobek, dan sebelah mata indah itu tertutup—mengucurkan darah segar.

Felix menangis keras, membiarkan suara tangisannya mengisi keheningan kandang itu. Dia mengulurkan tangan berusaha meraih wajah singa itu.

Bruk!

Singa itu mendudukan diri, merebahkan diri penuh didepan Felix yang sama berbaringnya ditanah agar pemuda itu bisa menyentuh lukanya.

Nghrr!

Felix meraung keras saat mendengar geram kesakitan sang Raja Hutan. Tangannya basah karena darah segar dari luka dipipi singa itu. Si idol muda berusaha mendudukan diri, melepaskan kausnya dan menutupkannya ke mata si Singa.

Nggrr!

Geraman kesakitan terdengar jelas bersahutan dengan jeritan Felix yang tak tega melihat keadaan Singa yang berbaik hati menyelamatkannya.

Puk!

Felix meraung keras merasakan paw hewan itu menepuk pahanya, sangat pelan seakan takut jika cakarnya bisa melukai Felix. Hal itu membuat Felix semakin menangis keras.

Bagaimana bisa hewan buas memperlakukannya selembut ini sementara seorang manusia tega mengurungnya dikandang Buaya kelaparan ?

“Terima kasih.”

“Terima kasih.”

Singa itu seakan paham dan meletakan kepalanya dipangkuan Felix, mengusapkan sebelah bagian kepalanya yang tak terluka ke badan Felix—seperti anjing yang manja pada Tuannya; hanya saja Singa besar dan penuh darah tak bisa disamakan dengan anjing manis rumahan.

“Terima kasih.”

“Terima kasih.”

Felix mengatakan dirinya sendiri sudah gila sekarang. Dia tak tahu kenapa tapi dia terus menciumi kepala Singa itu, mengusapnya sambil terus menggumamkan terima kasih.

Padahal dia—mungkin—kehilangan kaki kanannya, tapi keberadaan Singa ini membuatnya melupakan semua rasa sakit.

Pyeha... apa anda merasa lebih baik ?

Ya Naegeumwijang, aku sudah meminum obatku hari ini.

Syukurlah. Silakan beristirahat. Maaf saya mengganggu anda.

Kau sudah akan kembali ? kau jauh-jauh mendatangi kamar ku hanya untuk bertanya seperti itu?

Pyeha, maaf kan kelancangan saya.

Aku tahu kau punya maksud lain...

Pyeha...

Naegeumwijang, kemarilah. Buka tirai ranjangku. Ranjang ini cukup luas untuk kita berdua.

Felix memeluk kepala besar itu, dia menggumamkan doa pada Tuhan yang berbaik hati padanya.

Ngiing!!

Bruk.

Felix ambruk kebelakang.

Dia mengerjap pelan, matanya mulai tak fokus—tapi dia tahu Singa tadi mendudukan diri dan melihatnya dengan panik.

Nghrrr!

Nghrrr!

“FELIX-SSI !! SIAPKAN BIUS!! TEMBAKAN KE SINGANYA !!”

Felix tersengal dia mulai panik dan ingin menahan orang-orang keamanan yang ingin membius Singa itu. Dia tak ingin mereka memperlakukan Singa baik itu dengan kasar.

Singa itu... penyelamatnya.

Pyeha?

Naegeumwijang?

Suara itu terdengar nyata ditelinga Felix. Pemuda itu merasa seseorang mengangkat badannya. Dia masih berusaha membuka mata, melihat keadaan Singa itu.

Mana?

Dimana Singa tadi ?

Dia mengulurkan tangan kearah dimana Singa tadi terduduk.

“Felix-ssi ! Felix-ssi !? Anda bisa mendengar saya ?” Felix mengabaikan suara seseorang berbaju putih yang mulai memakaikan sesuatu pada tubuhnya.

Entahlah, mungkin alat kesehatan.

Felix mengerang kesal saat matanya semakin berat dan memburam.

“Felix-ssi, saya sudah membius anda. Anda akan segera dilarikan ke rumah sak—”

Felix tak bisa mendengar apapun lagi.

Pyeha...anda harus kuat.

Anda harus sembuh.

Felix berusaha membuka mata lagi, dia melihat seorang pria tampan berdiri ditempat dimana Singa tadi berada.

Jaraknya sudah semakin jauh, namun Felix masih bisa melihatnya—itu sosok manusia.

Bukan Singa.

Felix tak melihat Singa dimanapun.

“Ukh...” Dia merintih. Menggerakan tangannya pelan kearah perutnya.

Naegeumwijang ?

***

3 months later

***

Chungha dan Jeongin menata sofa dengan sedemikian rupa. Jisung menutup tirai dan menjauhkan segala perabotan tak berguna yang memenuhi ruang tengah.

“Jeongin. Siapkan mejanya. Felix akan tiba 5 menit lagi.”

“Baik Chungha-nuna.”

“Jisung?”

“Ya nuna?”

“Apa Leon sudah...diberi makan ? Apa dia merusuh?”

Jisung meletakan sebuah guci yang tadi diangkatnya.

“Terakhir saya melihatnya setengah jam lalu, dia sedang duduk didepan perapian yang dibuatkan Hyunjin-ssi. Saya tidak paham kenapa seekor Singa menyukai perapian seperti manusia.”

Chungha mengangguk, dia akan bicara sebelum suara seorang pemuda menggema.

“CHUNGHA-NUNAAA, JEONGIN, JISUNG !!! FELIX DATAAANGG !!!”

Chungha segera berlari kearah ruang tamu, dia melihat Seungmin menenteng sebuah tas hitam besar dan koper berhias stiker ditarik dibelakangnya.

“Felix...”

Chungha menahan tangisnya, dia berjongkok dihadapan pemuda yang sudah ia anggap adiknya sendiri.

Pemuda yang membanggakan diri sebagai dancer sejak muda itu kini hanya tersenyum lemah diatas kursi roda. Sebuah selimut menutupi kakinya.

“Felix, kau ... baik-baik saja? Apa kau menurut pada Doktermu?”

Felix mengangguk pelan, dia meraih tangan Chungha.

“Nuna apa kabar ?”

Chungha menggeleng, “Buruk! Sangat buruk!” pekik Chungha lalu memeluk Felix. Dia menangis sambil terus menciumi dahi Felix.

“Aku bersumpah Felix, aku dan agensi melakukan apapun agar iblis wanita itu dihukum berat. Jika perlu aku sendiri akan mengumpankannya ke hiu—“

“Nuna...sudah..aku baik-baik saja.”

Chungha menyembunyikan wajah dipangkuan Felix, dia meraba kaki kanan Felix. Tangannya bergetar dan berhenti dilutut pemuda itu.

Karena sudah tak ada lagi yang bisa ia pegang dibawah sana.

Kaki kanan Felix diamputasi, dan anak itu harus mendapat perawatan medis ketat selama 3 bulan di Amerika.

Chungha yakin, yang paling terluka bukan fisik Felix melainkan mental anak itu.

“Nuna, aku dengar... kalian mengadopsi...Singa itu...?”

Chungha mendengar nada ceria terselip diucapan Felix barusan. Wanita itu segera berdiri dan mengangguk, ia mengusap wajahnya kasar lalu memaksakan satu senyuman.

“Ya! Dia sedang berada dikandangnya!!”

Hyunjin yang sejak tadi diam dibalik pegangan kursi roda Felix mulai bicara.

“Ingin melihatnya?”

Felix mendongak menatap Hyunjin yang tersenyum padanya.

“Baiklah. Ayo kesana.”

***

Hewan itu memejamkan mata menikmati rasa hangat dari perapian, namun dia segera berdiri membaui aroma khas yang ia ingat.

“Oh! Lihatlah ! Dia tahu jika kau datang!” Seungmin bertepuk tangan heboh melihat Singa itu mendekati pintu kandang.

Felix merasa hatinya sesak.

Singa itu memakai sebuah penutup mata dimata kirinya. Apa pertarungan itu membuatnya kehilangan salah satu penglihatannya?

“Hyunjin-hyung. Tinggalkan aku berdua dengannya.”

“Felix jangan bodoh!” Chungha memekik, namun Felix sudah berdiri dan meraih sebuah tongkat yang dibawa Seungmin untuknya. Dia terpincang mendekati hewan besar itu.

Seakan paham, Singa itu segera mendudukan diri kembali. Mengarahkan Felix agar bersandar diperutnya.

Ngrr!

Felix tertawa kecil, tangannya mengusap sebelah mata Singa yang tertutup.

“Hai...”

Felix merasa bodoh setelah kata sapaan itu keluar dari mulutnya.

Namun Singa itu paham, dia menggerakan salah satu kaki depannya untuk menyentuh kaki Felix yang masih utuh.

Lalu suara dengkingan terdengar. Felix mengusap telinga Singa itu.

“Aku baik-baik saja. Jangan khawatir.”

Singa itu menatap Felix, moncongnya mendekati bahu Felix—mengendus disana beberapa kali hingga Felix kegelian.

“Terima kasih...” ucap Felix pelan.

Bibirnya mengecup sisi mata Singa yang tak terluka. Ia merasakan rasa hangat menyelimutinya—entah itu dari perapian atau dari badan si hewan besar.

Tapi Felix menyukainya.

Ia suka rasa hangat itu.

END.

oleh nyonyabang


Peringatan : Bot! Felix, Atlet!Felix, Manager Team!Changbin , Dirtytalk, blowjobs, mouth fucking, vulgar words.

Silakan keluar jika tidak berkenan ~ Terima Kasih.


Dengan satu gerakan cepat—dan keras—telapak pemuda tampan memukul pantat yang disajikan didepan wajahnya. Si pemilik bertumpu ke dinding kamar mandi yang mulai berembun karena uap air panas yang digunakan.

Plakk !

“achk!!”

“Itu untuk kebohonganmu tadi pagi.”

Plakk !

Yang bertumpu didinding hanya bisa mengigit bibir menahan pekikan sakit—pantatnya terasa panas dan perih hanya dengan dua tamparan.

“Itu untuk sarapan yang tidak kau makan tadi.”

Plakk !!

Punggung telanjang itu melengkung, terlebih saat satu jari lentik menyusuri hingga ke perut datar dan turun ke area private.

“Ugh—hyung no—ahh!”

Badan yang terbentuk bagus karena olahraga itu melengkung—menahan sakit dan nikmat saat penisnya diremas keras. Tangan nakal sang hyung naik ke perutnya lagi.

“Kenapa heum... apa kau sengaja nakal agar ku hukum Yongbokie ?”

Yongbokie—Felix hanya menggeleng, satu usapan lembut mengenai nipplenya. Badannya mengejang lagi.

“Kau rindu ku hukum heum...”

Felix merasa tubuhnya semakin didesak untuk menempel di dinding—satu gigitan ia dapatkan ditelinganya.

“Kau rindu cairanku memenuhi perutmu??”

“aahh~ hyungieh—aah!”

Felix menggeliat kecil saat hyung nya mengocok penisnya pelan—sangat pelan, bahkan sesekali menggesekan ujung penis Felix ke keramik dinding yang kasar.

“Hyungg~ ~ ahh aahh~~”

Felix memejamkan mata erat dan mendorong pantat telanjangnya mundur hingga bertemu penis hyung nya yang masih terbungkus boxer.

Sang hyung menggeram kecil, lalu mendorong keras tubuh Felix hingga benar-benar menempel didinding. Tangan kanannya menjambak keras surai Felix, sementara yang kiri mengelus perut datar Felix.

“Is my slut want to be fucked in public bathroom now ?”

Felix mendesah keras saat sang hyung mengigit lehernya. Lalu tiba-tiba tangan yang dari tadi mengelus perutnya berpindah kebelakang—mengelus lubangnya yang sudah basah.

“So naughty...my naughty lil bitch”

Felix mengerang dan memundurkan pantatnya, segera menginginkan jari sang hyung mengisi liang itu.

“Hyungiiehh ~~ c-cepaat ~~ ahhh gatal”

Felix menempelkan dahinya ke ubin dinding, nafsunya benar-benar sudah diujung ubun-ubun. Yang bisa ia pikirkan sekarang adalah hyungnya ini menggunakannya sepuas hati hingga Felix bisa merasakan perutnya penuh cairan sang hyung.

“Hyunggg ~ plea—Ahh ahh !!”

Felix mendesah keras saat tiba-tiba merasakan penis telanjang sang hyung bergessekan dengan belahan pantatnya.

Panas

Berkedut

Keras

Felix dengan segenap keberaniannya mengarahkan sebelah tangannya kebelakang untuk menggapai penis yang jadi favouritenya itu. Dengan sedikit kesusahan dia mengarahkan penis itu ke lubangnya.

“Ahhh ~ ahh hyung—ah !” Felix sedikit kesal karena ternyata memang cukup sulit memasukan benda itu—apalagi dengan posisinya sekarang. Dan saat Felix menaikan pandangannya ke sang hyung yang ia lihat adalah seringaian.

“Get it by yourself honey.”

Felix merasa kepalanya pening karena nafsu. Dengan cepat dia berbalik dan mendorong hyung nya hingga terduduk di closet.

“Wow wow.... easy boy” sang hyung terkekeh saat melihat Felix menarik boxernya cepat hingga dia juga sama telanjangnya. Tungkai panjang yang selalu jadi awal fantasi kotornya tertekuk—membawa tubuh Felix diantara dua kakinya yang memang dia buka lebar.

“Aahcmm—hyunghhm”

Felix tanpa aba-aba mengulumi penis sang hyung dan meremas pelan bagian yang tak bisa masuk kemulutnya.

Sang hyung mendesis merasakan lidah nakal Felix bermain diujung kepala penisnya, jilatan-jilatan kecil itu membuat penisnya semakin nyeri.

Karena tak sabaran dia segera menjambak surai Felix, membuat penisnya terlepas dari mulut panas Felix.

Sang hyung berdiri, lalu menatap Felix yang membuka mulutnya lebar-lebar dibawah sepasang bola sang hyung.

“Anghn~ hyungiiee Bokkie mau ~~ aaaa”

Lihatlah, apa ini atlet kebanggan universitas ?

Atlet yang digandrungi puluhan primadona kampus ?

This lil bitch ?

Felix menjulurkan lidah saat melihat sang hyung mengarahkan penis tegangnya didepan mulut Felix. Bukannya segera melesakkan daging berurat itu—hyungnya malah menggesekkan ujung ber-precum itu disekitar pipi bahkan mata dan hidung Felix.

Membuat wajah tampan dan merona itu berhias cairan bening dan lengket.

“Open up slut” geram sang hyung. Felix dengan sigap merenggangkan mulutnya sampai kebatas maksimal.

“What’s my name ?” tanya sang Hyung, Felix mendesah kecil, “uh-Changbin-hyungg~~”

Dan dengan satu dorongan keras penis itu mengisi mulut Felix. Terus masuk hingga menabrak pangkal mulut pemuda yang lebih muda.

Erangan Felix membuat Changbin ikut menggeram, penisnya segera ia lesakkan lebih dalam lagi.

Bagi Changbin tak ada yang lebih menyegarkan dari pada mengotori dan memenuhi Felix dengan cairannya. Setelah acara latihan panjang, melihat Felix mendesah tak karuan dibawahnya adalah obat lelah paling efektif.

“Yongbokie sayang—ah! Sialan... bagaimana mulutmu bisa sesempit ini ?” Changbin mengerang saat Felix mencekungkan pipinya—membuat penis Changbin semakin dihimpit mulut panas itu.

“Arrgh !! Sialan, ini yang kau mau hah?! Telan sayang—telan penisku” Changbin menggerakkan pinggulnya maju-mundur dengan cepat—seakan dia sedang menghujam lubang Felix.

Felix memejamkan mata—sulit bernafas dan rasanya ia bisa muntah. Tapi melihat ekspresi nikmat Changbin diatas sana membuat Felix berfikir jika ini setimpal.

Dia rela tidak bisa bicara besok, asalkan bisa menyenangkan Changbin malam ini—baik dengan mulut atau lubangnya.

“Ahh-ahh Felix!” Changbin mengerang lagi, gerakan pinggulnya semakin cepat—mengabaikan Felix yang sudah menangis dan mencengkeram pahanya.

“Jangan coba-ah!-coba-coba menyentuh dirimu sendiri Fel, kalau kau tidak mau menerima hukuman lain.” Suara tajam Changbin menahan tangan Felix yang akan mengocok penisnya sendiri.

Suara erangan rendah Changbin ras-rasanya sudah cukup membuat Felix klimaks—belum lagi visualisasi wajah tampannya yang basah karena keringat.

Sexy.

Felix ingin digunakan sesuka Changbin malam ini.

“Nghmnh—hyngh!!” Felix mencoba melepaskan sebentar kulumannya karena paru-parunya sudah tidak kuat, namun cengkeraman Changbin ditengkuknya semakin erat.

“Tahan sayang, susu kesukaanmu segera sia—ah !! sialan Felix” Changbin mengumpat saat Felix memainkan bola kembarnya yang sudah berat.

Sialan

Changbin tidak pernah keluar secepat ini.

“Ah—Felix !!!”

Hujaman pinggul itu mengeras, Felix bahkan tersedak dan mengeluarkan refleks muntah—membuat cairan putih kental dari penis Changbin berceceran dilantai, bahkan ujung penis itu masih mengeluarkan cairannya yang akhirnya menghiasi wajah Felix.

Changbin mendudukan diri di kloset, mengambil nafas sebanyak mungkin. Manik matanya melihat Felix yang bersimpuh dilantai kamar mandi, anak yang lebih muda darinya itu terlihat tersedak dan masih memuntahkan sedikit cairan Changbin.

Tak tega, Changbin mendekat dan berjongkok didepan Felix, jemarinya menyisir kebelakang poni Felix—mengecup dahi itu pelan.

“Maaf, aku berlebihan ?” tanya Changbin sembari mengusap bibir Felix, yang ditanyai menggeleng pelan.

“Ah-aku...” suaranya terbata, sungguh Changbin jadi menyesal mengikuti nafsunya tadi.

Namun beda dengan Felix, dia mendorong Changbin hingga bersandar ke dinding kamar mandi. Dengan segera dia menaiki pangkuan Changbin, menggoda penis lemas itu dengan bongkahan kenyalnya.

“nghnnmm—ah..lagih..si-sini” suara Felix sangat parau dan terbata, Changbin menelan ludahnya—sedikit dilema apa dia harus mengikuti keinginnan Felix atau menyudahi acara ini.

“Bok—ahh ! sial!” Changbin mengejang saat ujung penisnya bergesekan dengan lubang Changbin, bahkan pantat kenyal itu sudah menghimpit penisnya yang kembali mengeras.

“Ahhh~ ahnghm” Felix mendesah sambil menaik-turunkan badannya pelan, menggoda dan menunggu penis Changbin kembali mengeras.

“Kau benar-benar ingin ku robek malam ini heum ?” Changbin menyerah—dia mengulurkan tangan.

Menyusuri bibir Felix, turun hingga ke dada pemuda itu. Dengan keras dia memilin punting Felix, memutarnya hingga dada itu membusung. Kali ini Changbin memajukan wajahnya, lidahnya menjilati punting kiri Felix sambil sesekali menyedotnya.

“Nghhn!! Ahhh aahh !!” Felix mencengkeram bagian belakang kepala Changbin, menekannya agar semakin memerkosa dadanya.

“gih—Lagihh” rintihnya. Changbin mengikuti keinginan si Atlet muda, dengan semangat dia menyusu didua puting Felix, sesekali mengunyah pelan puting itu.

Tangannya dia bawa turun, menggelitik perut datar Felix hingga sampai di penisnya yang mengeras sejak tadi.

“Lihat sayang, dia berkedut dan panas sekali.”

Felix mendesah keras merasakan jari Changbin menggenggam penisnya, mengocoknya dengan tempo santai—atau lambat menurut Felix.

“c-pat...Cepathh! aAhahh !! ahhh” Felix mengejang, Changbin langsung mempercepat tempo kocokannya, Jarinya sempat mampir kekepala penis Felix, menggaruk kecil lubang kecil itu—menggoda pre-cum yang sudah deras.

“ahh—“

“Ayo sayang, keluarkan. Atau kau mau mulut hyungmu ini heum ? Kau ingin mengotori mulut Hyung juga ?”

Felix mendesah, matanya memejam erat dan badannya semakin cepat naik-turun—menjepit penis keras Changbin dibelahan pantat sintalnya.

“Hyung—ahhh ahhh~”

Changbin menyeringai, “Ayo sayang keluarkan, aaaa ~ lihatlah mulut hyung sudah siap. Hyung ingin cairanmu sayang’

Felix menggeleng hebat, rasa nyeri dan nikmat akibat handjob Changbin terlalu berlebihan untuknya.

“Felix, sayang ~ sayangku. Aku mau cairan penismu sayang, kotori wajah hyung dengan spermamu Felix.”

Dengan itu Felix mendesah keras, memekikan nama Changbin.

Changbin memejamkan mata merasakan cairan hangat dengan keras menghantam wajahnya, dengan jahil dia membuka mulut—benar saja beberapa bahkan bisa memasuki mulutnya.

“Ahh~ ahahh nghm” Felix mendesah menikmati pelepasannya. Menyemburkan banyak sperma diwajah Changbin. Felix menyamdarkan badannya begtu saja ke dada Changbin, jemarinya mengusap sperma di pipi Changbin, lalu diarahkan kemulutnya sendiri.

“hyungh—um-cium...” ucap Felix pelan, Changbin menjilat sekitar bibirnya—menikmati sperma Felix diwajahnnya.

“Ouuh, lihatlah. Kau sangat ingin disentuh malam ini sayang” ucap Changbin sebelum menyambar bibir penuh Felix, mengulum dan menyesapnya sesuka hati.

‘Nghmn—“ Felix mengalungkan tangan dileher Changbin, menikmati bagaimana lidah Changbin mengacau didalam mulutnya hingga menumpahkan liur.

“Nghyungh” Felix menepuk tengkuk Changbin, sambil menggoyangkan pantatnya.

Changbin menggeram merasakan kepala penis tegangnya kembali bergesekan dengan lubang Felix, dia segera mencengkeram pinggul Felix agar berhenti bergerak.

“Felix-stop Wait!” Changbin menelan ludah mendengar Felix menggerung tak rela, pemuda itu kini menguleni leher Changbin—mengigit keras sebagai bentuk marah.

“Aku tidak bawa lube, tahan sampai—“

Changbin kehilangan kata-kata melihat Felix merubah posisi hingga menungging dilantai—dihadapan wajah Changbin yang belum kering dari sperma.

“Sebentar-“

“Jilati lubang Yongbokie hyung ~ ce-pathh”

Sial, Felix bersemangat sekali malam ini.

“Hyungh—“

Changbin menatap takjub bagaimana Felix menumpukan wajahnya dilantai basah kamar mandi, dan kedua tangannya digunakan untuk membuka belahan pantatnya. Menyajikan lubang berkedutnya pada mulut berair Changbin.

Uh, tunggu liur Changbin menetes.

“Felix, sayang... kau akan menyesal besok pagi.” Desis Changbin, dia membawa tubuhnya mendekat dan menggantikan tangan Felix dengan tangannya—menahan pantat kenyal itu agar tetap terbuka memamerkan lubang nakalnya.

Cuh!

“Ahhh ~~ !! Ahh!!” Felix mendongak dan mendesah keras merasakan Changbin meludahi lubangnya.

Panas.

Cuh !

“aahhh~ hyung—Ahhh~~”

Felix menggeliat tak sabar, lidah Changbin hanya menggoda di pipi pantatnya. Menjilati bulatan itu dan mengigiti kecil.

“Yongbokie... ku ingatkan sekali lagi. Aku tidak akan menahan diri.”

Felix mengangguk, “Rusak Yongbokie hyung. Buat Yongbokie tidak bisa latihan besok. Buat perut Yongbokie kenyang dengan sperma mu hyung”

Jika kekasih manis nya sudah meminta sampai sejauh itu, Changbin bisa apa ?

.

.

.

END