Cloudysun

Undangan mendadak dari Ezra malam itu membuat Naura kembali berkumpul bersama circle dari Akbar yang tentu saja merupakan circle dari Raka juga, yang tak lain dan tak bukan adalah kakak kandungnya.

Setelah selesai kelas, Naura & Akbar langsung menuju ke tempat acara tentunya untuk menghargai undangan yang telah diberikan oleh Ezra selaku teman mereka berdua.

Setelah sampai disana, tentu saja pandangan Naura sedikit asing, karena tidak banyak yang dia kenal. Melihat hal tersebut, Akbar kemudian langsung mendekat ke arah Naura.

“Temennya si Ezra emang gak banyak dari fakultas kita, banyak dari fakultas luar.” bisiknya, dan direspon anggukan oleh Naura.

Setelah berjalan sedikit mengelilingi cafe tersebut, akhirnya mereka bertemu dengan Ezra. Disana, sudah ada orang yang paling Akbar tidak ingin temui saat ini, siapa lagi kalau bukan Raka.

Dari tempatnya, Raka melambaikan tangannya, menandakan kalau dia berada disana, dan mengajak untuk berkumpul bersama.

“Bar, kak Raka tuh.” ucap Naura

Akbar hanya memasang raut wajah tanpa ekspresi, “udah liat.”

———

Setelah acara malam itu selesai, mereka kemudian menutup acara tersebut dengan foto bersama. Sambil menunggu giliran, Naura dan Raka mengobrol selayaknya orang yang baru dikenal, tentunya sambil memperhatikan sekeliling mereka.

Dari jauh, Akbar kemudian memasang muka masamnya karena dia harus membiarkan Raka dan Naura mengobrol berdua karena dia sedang berkumpul dengan teman-teman semasa SMA nya dengan Ezra.

Ezra kemudian menepuk bahu Akbar pelan, “Yuk deh kita foto berempat, biar lo bisa deket sama sang pujaan hati, abisnya udah masam bener itu muka hahaha.”

Mereka kemudian menghampiri Naura & Raka disana, dan mengambil posisi foto berempat di booth yang telah disediakan.

“Eh ini gimana gimana posisinya?” tanya Naura.

Akbar kemudian langsung mengambil posisi ditengah, dan membiarkan Naura berada disamping, tak lama kemudian Raka mengambil posisi di sebelah kanan Naura. Akbar yang menyadari itu langsung berdiri dari posisinya.

“Duh, akbar, ini kan mau foto kenapa lo berdiri sih.” omel Naura.

“Ngga enak duduk, mending berdiri gini aja nih, eh geser geser dong rak, gue angle kanan, lo pindah kesana aja deket si Ezra.” ucap Akbar tanpa merasa bersalah.

Ezra yang memperhatikan itu lagi-lagi hanya bisa menahan tawanya, dan menepuk pelan bahu Raka, “sabar ya Ka, Akbar kalo lagi jatuh cinta emang suka lupa dunia.”

Hal yang paling Akbar hindari akhirnya tidak bisa dia hindari lagi hari ini.

Bagaimana tidak, dia sudah berusaha sekeras mungkin untuk menghindari Pertemuan Naura dengan Raka, alasannya? cuma Akbar dan Tuhan yang tau kenapa.

Sekarang posisinya Naura sudah berada di sebrang tempat duduk mereka, hendak menyebrang setelah bersikeras untuk menyusul Akbar.

Raka? Dia tentunya tidak tahu kalau Naura akan kesini, lebih tepatnya sih pura-pura tidak tahu.

—— Setelah Naura menyebrang dan melihat posisi Akbar dan teman-temannya, dia kemudian dengan cepat berlari kearah mereka.

Semakin cepat sampai, semakin cepat pula dia melihat reaksi Akbar jika Naura berkenalan dengan Raka disana.

“AKBAR!” Teriak Naura seakan-akan mengagetkan Akbar.

Akbar dan teman-temannya yang daritadi menyibukkan diri menoleh kearah sumber suara tersebut, mendapati Naura sudah berdiri disana dengan rambutnya yang terurai dan senyum yang merekah disana.

Kalau kata hati Akbar sih, ”buset manis banget”

Ezra yang daritadi memperhatikan raut muka Akbar yang sudah tidak biasa hanya bisa tertawa. “Bar, itu loh Naura udah dateng.”

Raka yang bersikap seolah olah tidak peduli kemudian menoleh karena Ezra menyebut nama Naura. “Oh ini ya yang namanya Naura?”

“Bukan.” Akbar langsung menepis pertanyaan dari Raka.

Demi mendalami peran, Naura tersenyum “Iya, gue Naura, lo Raka ya?” Tanyanya.

“Iya, salam kenal ya?” Ucap Raka

“Oh iya, salam kenal juga ya, Raka.”

Akbar daritadi hanya diam melihat hal tersebut, dia memendam semua emosinya demi menjaga image didepan Naura.

“Oh iya, Naura gak mau duduk dulu?” Tanya Raka, sengaja membuat Akbar memanas.

Ezra yang melihat itu hanya bisa tertawa didalam hati, karena kalau dia berani tertawa terbahak bahak didepan Akbar, bisa bisa 1 gelas es teh melayang ke mukanya.

“Eh, bol—“ Ucapan Naura terpotong, tatkala Akbar berdiri dari kursinya tanpa berbicara sepatah kata pun.

“Eh mau kemana, Bar?” Tanya Ezra.

“Nau, ayo katanya mau ke Rektorat, ayo.”

Raka yang masih ingin berbicara kemudian membuka suaranya kembali. “Buru-buru banget dah, Bar. Itu Naura mau minum dulu kali.”

Akbar memicingkan matanya ke arah Raka, hal itu sontak membuat Ezra tidak bisa menahan lagi hasrat ingin tertawa.

“Yaudah, yaudah biarin deh si Akbar sama Naura pergi, Rak.” Ucap Ezra menjadi penengah.

“Hehe iya, maaf ya Raka.” Ucap Naura.

“Dia kating.” Sahut Akbar.

“Oh iya, maksud gue, Kak Raka.”

Akbar kemudian menyenggol lengan Naura, mengajak dirinya untuk pergi tanpa mengeluarkan satu kata pun.

“Yaudah Kak, Ezra, kita pergi dulu ya. Hehe salam kenal sekali lagi!” Pamit Naura menyusul Akbar yang sudah sedikit berjalan didepan.

Ezra dan Raka mengangguk dan kemudian membiarkan Naura menyusul Akbar disana.

“Naura, ntar gue dm ya di instagram!” Teriak Raka.

Mendengar hal itu Akbar kemudian berbalik mendekati Naura dan langsung menutup telinga Naura.

“Jangan dengerin, buaya zaman sekarang emang bisa Bahasa Indonesia, nanti gue coba telfonin taman safari lagi dah nyuruh nangkep biar itu buaya kaga bergaul sama manusia.”

Hari itu, menjadi hari yang paling bersejarah oleh Mikha, perempuan yang menjadi mantan seorang Sabian.

Pasalnya, acara duta kampus kali ini membawa dirinya menjadi first winner alias menyandang status sebagai Duta Kampus 2021.

Bangga? Bangga banget. Apalagi saat mendengar nama Mikha diumumkan menjadi duta kampus, Sabian bukan main langsung berdiri dan berteriak kegirangan.

Sesaat setelah acara penutupan di lakukan, Sabian dengan cepat menghubungi Ansara, minta ditemani untuk menemui Mikha yang sedang dikelilingi banyak orang.

Setelah menerima pesan itu, Ansara kemudian berpamitan dengan teman-temannya dan pergi ke tempat pertemuannya dengan Sabian.

“Senyum mulu lo awas ngga bisa balik tuh mulut, gitu mulu selamanya.” Ucap Ansara sesaat dirinya tiba ditempat Sabian.

Sabian hanya tersenyum lebar, “Mikha cakep banget sa.”

Ansara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, benar benar tidak mengerti dengan sikap Sabian yang dulu sangat dingin ke cewe bahkan cuek, tapi kalo udah kelewat bucin bisa jadi kaya orang gila.

— Setelah mengantri beberapa menit, Akhirnya tibalah Ansara dan Sabian menghampiri sang duta kampus, alias Mikhayla.

Sangking banyaknya temannya Mikha, mengharuskan mereka mengantri untuk mengucapkan selamat kepada sang duta kampus.

“Sa, baju gue udah rapih kan? Rambut gue berantakan gak?” Tanya Sabian

Ansara hanya menatap heran, “Sab, bahkan mikha kayanya udah pernah deh liat muka lo kalo lagi jelek, santai aja kali.”

“Ya kan ini statusnya udah beda, bisa aja mikha nyesel putusin gue kan? Terus malem ini minta balikan? ngga ada yang tau sa.” Ucap Sabian dengan tingkat kepercayaan diri tinggi.

Sekarang, benar benar tiba giliran mereka berdua untuk menemui Mikha, ya benar 1 langkah lagi menuju Sabian bertemu kembali dengan mantannya.

Namun, tiba tiba Ansara dipanggil oleh temannya untuk berfoto sejenak, akhirnya Ansara menyuruh Sabian untuk pergi duluan mengucapkan selamat ke Mikha.

Mau tidak mau, Sabian harus berjalan sendiri menemui Mikha, karena sulit untuk melakukan itu disaat seperti ini.

“Mikha sela—mat ya..” ucap Sabian kaku.

Mikha hanya tersenyum kepada Sabian, “Eh, Sabian, makasih ya?”

Sabian yang berusaha bersikap biasa saja benar benar langsung luluh dan memasang senyumnya yang paling cerah didepan Mikha.

“Oh iya mik, ini ada bu—“ Ucapan Sabian terpotong tatkala ada seorang laki-laki yang dari samping langsung menarik tangan Mikha dan memeluknya erat, membuat Sabian & Ansara mematung didepan Mikha seketika.

“Ah, bentar—oh iya sab, makasih ya bunganua, oh iya kenalin ini Louis” Ucap Mikha agak canggung karena kedatangan laki-laki itu tiba-tiba.

Louis menjulurkan tangannya kepada Sabian, membuat Sabian mau tidak mau harus menjabat tangannya juga. “kenalin, gue louis, pacarnya mikha.”

“Lou—“ Ucap Mikha pelan, menahan pacarnya untuk tidak mengatakan itu didepan Sabian.

Seketika senyum Sabian langsung terhapus dari raut wajahnya, dia benar benar terkejut saat laki-laki itu memperkenalkan statusnya. “Oh iya, gue Sabian.”

“Sab, dateng sama siapa? Sendirian?” Tanya Mikha

Sabian hanya diam, berusaha menetralkan perasaannya yang sudah berkecamuk.

Tiba-tiba, Ansara datang dengan ceria tanpa mengetahui apapun yang terjadi.

“Mikha sel—“ omongan Ansara tiba tiba terhenti ketika Sabian menarik tangannya Ansara mendekat kepadanya.

“Gue dateng sama pacar gue, Ansara.”

Mikha langsung memasang wajah kaget, begitupula dengan Ansara.

“Oh, kalian pacaran ya?”

Baru saja Ansara hendak membuka mulut, Sabian kembali memotong. “Hehe iya, yaudah mikha, selamat ya sekali lagi, gue sama Ansara duluan yah, buru-buru mau pergi lagi soalnya. Bye!”

“Oh, iya..makasih ya Sabian, Ansara..”

Naura memilih untuk tidak menanggapi chat dari Wira, sebenarnya bukan dia yang tidak membalas, tapi lebih tepatnya Wira tidak membalas dm nya malam itu. dia masih bingung, apa yang membuat Wira tiba-tiba terobsesi mempunyai nomernya.

”ya gitu ji, gue kan jadi gimana gitu ya, lo tau kan kalo gue tuh tipe orang yang maunya ngejar bukan dikejar?” Ucap Naura setelah selesai bercerita dengan Jihan sesaat mereka menyelesaikan kelas pertama mereka.

Jihan hanya memasang senyum kecil kepada temannya, ”Emang lo udah yakin banget tuh si wira mau deketin lo?”

Omongan u membuat naura menyentil tangan jihan, ”Ya terus dia mau ngapain minta nomer gue kalo ngga mau deketin gue? ya gak?”

”yaaa bisa jadi gak sih, mana tau dia kaya satria juga suka koleksi squishy? atau lo diceritain satria suka squishy terus adeknya wira ternyata koleksi squishy terus dia mau merebut seluruh squish—“

Omongan jihan terpotong, tatkala namanya & naura dipanggil dengan sangat keras oleh seseorang.

”NAURAAAA, JIHAAAN”, dan saat mereka menoleh sudah ada satria disana.

dan, yang lebih anehnya, satria datang bersama cowo yang berperawakan tinggi, putih dan menjadi atensi seluruh masyarakat FIA pada siang hari itu.

”ITU WIRA BUKAN SIH?” bisik naura sambil menyenggol lengan jihan, dan bersiap untuk menjauh saat dugaannya benar.

Naura benar benar melihat secara seksama, ketika kedua orang itu sudah dekat, dia kemudian mengambil ancang ancang, ”ji, kalo udah selesai temuin gue di kantin aja ya”

”eh naura, mau kemana lo?” teriak jihan saat melihat Naura telah meninggalkannya sendiri disana.

Naura memilih untuk tidak menanggapi chat dari Wira, sebenarnya bukan dia yang tidak membalas, tapi lebih tepatnya Wira tidak membalas dm nya malam itu. dia masih bingung, apa yang membuat Wira tiba-tiba terobsesi mempunyai nomernya.

”ya gitu ji, gue kan jadi gimana gitu ya, lo tau kan kalo gue tuh tipe orang yang maunya ngejar bukan dikejar?” Ucap Naura setelah selesai bercerita dengan Jihan sesaat mereka menyelesaikan kelas pertama mereka.

Jihan hanya memasang senyum kecil kepada temannya, ”Emang lo udah yakin banget tuh si wira mau deketin lo?”

Omongan u membuat naura menyentil tangan jihan, ”Ya terus dia mau ngapain minta nomer gue kalo ngga mau deketin gue? ya gak?”

”yaaa bisa jadi gak sih, mana tau dia kaya satria juga suka koleksi squishy? atau lo diceritain satria suka squishy terus adeknya wira ternyata koleksi squishy terus dia mau merebut seluruh squish—“

Omongan jihan terpotong, tatkala namanya & naura dipanggil dengan sangat keras oleh seseorang.

”NAURAAAA, JIHAAAN”, dan saat mereka menoleh sudah ada satria disana.

dan, yang lebih anehnya, satria datang bersama cowo yang berperawakan tinggi, putih dan menjadi atensi seluruh masyarakat FIA pada siang hari itu.

”ITU WIRA BUKAN SIH?” bisik naura sambil menyenggol lengan jihan, dan bersiap untuk menjauh saat dugaannya benar.

Naura benar benar melihat secara seksama, ketika kedua orang itu sudah dekat, dia kemudian mengambil ancang ancang, ”ji, kalo udah selesai temuin gue di kantin aja ya”

”eh naura, mau kemana lo?” teriak jihan saat melihat Naura telah meninggalkannya sendiri disana.

Malam itu, Sabian & Ansara benar benar pergi mencari angin keluar rumah. Sebenarnya, Ansara dan Sabian ini adalah tipe anak yang lebih suka main dirumah daripada harus berjalan jalan.

Sayang tenaganya, katanya.

“Ini kita mau kemana?” Tanya Sabian sambil melajukan mobilnya dan memecah keheningan yang ada diantara mereka.

Ansara hanya diam, memandang kosong jalanan. “Ansara, ini kita mau kemana?” Tanya Sabian sekali lagi, namun kali ini dengan nada sedikit berteriak.

“Ih, nganggetin aja sih, ya terserah lo lah, kan lo yang mau keluar gimana sih.” Omel Ansara menjawab pertanyaan Sabian.

——— Sabian memarkirkan mobilnya setibanya mereka disana, di tempat itu, tertulis tulisan “Alun-Alun Kota.”

Iya, malam itu karena Sabian frustasi hendak pergi kemana, akhirnya ia memilih untuk mendatangi Alun-Alun Kota saja. Maklum, lagi-lagi Sabian bukan tipe anak tongkrongan yang hobi ngopi dan duduk duduk di cafe aesthetic. Dia melakukan hal itu hanya saat dia ada rapat, selebihnya, hampir tidak pernah.

“Kesini aja ya.” Ucap Sabian singkat, dan dijawab Anggukan dari Ansara, “ih iya gapapa, gue juga udah lama ngga kesini. Gue mau jajan.”

Sabian kemudian mengikuti Ansara pergi kemanapun, dari membeli jajanan pinggir jalan seperti sempol & jasuke, kemudian berkeliling disekitar Alun-Alun.

Namun, karena sudah lelah, Sabian menarik tangan Ansara yang masih bersemangat disana. “Sa, udah duduk disini aja.”

Ansara menghentikan langkahnya, “Ih sab, kita belom liat kesana.”

“Gue capek.” Keluh Sabian, akhirnya setelah bertengkar dengan hatinya yang ingin tetap berkeliling, Ansara mengikuti keinginan Sabian untuk duduk.

Mereka menghabiskan beberapa jajanan yang dibeli sambil sesekali mengobrol.

“Gue jarang banget nih ada waktu kesini-kesini, ayah sama ibu gue suka sibuk banget, sekalinya diajak keluar, mereka mau istirahat.” Curhat Ansara.

“Mau ajak pacar, eh udah keburu putus.” Sambungnya.

Sabian hanya tertawa kecil, Ansara terlalu jujur didepannya. Tidak merespon apa-apa.

Suasana dingin semakin lama semakin terasa, membuat tubuh Ansara sedikit menggigil kedinginan, Sabian yang melihat itu kemudian langsung menawarkan untuk pulang.

“Kedinginan ya lo? Lemah banget.” Celetuk Sabian, bercanda.

Ansara menggerutu, “engga, kata siapa.”

“Udah ayo pulang aja.” Ajak Sabian.

Ansara menjawab dengan gelengan, “ngga ah, disini aja, kan udah izin ayah sama ibu, lagian jarang-jarang gue keluar, apalagi sama lo, yaampun sebuah momen yang langka tau gak.”

Sabian lagi-lagi tidak menggubris pernyataan Ansara, dia kemudian berdiri dari tempat duduknya.

“Ih sabian? Mau kemana? Gue kan belom mau pul—“ Protes Ansara, namun protesnya itu kemudian terhenti disaat ada 1 jaket yang bertengger dibahunya, menutupi bagian punggung Ansara sekarang.

“Udah ah, gue yang kedinginan nih, pulang dah udah malem.” Ucap Sabian sambil perlahan berjalan meninggalkan Ansara yang masih terduduk disana dengan 1 sempol di mulutnya.

Setelah sudah menyadari hal tersebut, Ansara kemudian berdiri dan berlari mengejar Sabian yang sudah berada agak jauh didepannya,

“IH SABIAN, LO JANGAN SAMPE SUKA GUE YAAA, LO GAK SUKA GUE KAN?!” Teriak Ansara tanpa memperdulikan tatapan orang-orang yang melihatnya bingung.

Hari itu, Sabian & Ansara sama-sama pergi sesuai janji yang dilakukan bersama pasangannya masing-masing.

Ansara sudah siap dengan dress berwarna putihnya, berdiri didepan pintu rumahnya sambil menunggu Mario datang menjemputnya.

Di sebrang sana, Sabian dengan kaos yang dilapisi leather jacket, serta jeans hitam keluar dari garasi dengan menaiki motornya.

“Waduh.” Ucap Sabian saat melihat Ansara melambai dengan dressnya di sebrang.

“Hai sabian!” Teriak Ansara, Sabian dengan buru buru menghampiri Ansara dengan motornya. “Hati-hati, jangan kesenengan dulu.”

Ansara menggerutu, “apaan sih, orang gue mau diajakin dinner, lo tuh yang jangan kesenengan, soalnya lo kan mau diajak ngomong 4 mata sama mikha, kali aja.”

Sabian menutup telinganya dengan helm fullface, seakan akan tidak mendengar perkataan Ansara. “Gue pergi dah, males ngeladenin orang sotoy kaya lo.” Ucap Sabian.

“Yaudah sana pergi hush hush, hati-hati ya!”

————

Setelah selesai melaksanakan Dinner mereka, Ansara & Mario mulai bingung satu sama lain, karena akhir-akhir ini mereka sudah jarang berkomunikasi.

Sebenarnya, bagi Ansara hal itu tidak masalah, karena di satu sisi dia paham akan kesibukan Mario yang sudah bekerja sekarang.

“Ansara, happy Anniversary.” Ucap Mario sambil memberikan bucket bunga kecil kepada Ansara.

Bahkan, Ansara lupa kalau hari ini adalah hari Anniversary mereka, “ah, aku lupa io..”

Mario mengangguk, “its okay sar, ini salahku juga karena akhir-akhir ini sibuk ngga ngabarin kamu.”

“Makasih ya mario.”

Mario hanya tersenyum, kemudian memberikan satu pelukan ke Ansara, namun pelukan itu terasa erat sekali, tidak seperti pelukan yang biasanha Mario berikan ke Ansara. Apalagi, raut muka mario tidak bisa ditutupi, tergambar jelas disana Mario sedang gelisah dan memikirkan sesuatu.

“Mayo? kenapa? Kenapa gelisah?” Tanya Ansara.

“Sye..”

“Kenapasih?” Tanya Ansara bingung.

“Aku minta maaf, ya?” Ucap Mario lagi, semakin membuat Ansara bingung akan arti dari perkataannya.

“Maaf kenapasih? Kamu abis ngelakuin apa? Perasaan kamu ngga ada salah apa apa sama aku?”

Mario menghela nafas kasar, kemudian berjalan mundur menjauh dari Ansara.

“Mayo? Kenapasih?”

“Sye, kita udahan aja ya?”

Bagaikan disambar petir ditengah malam, pernyataan dari Mario benar benar membuat Ansara kaku, tidak berkutik sama sekali.

Namun, Ansara masih berusaha mencerna perkataan tersebut. “Maksudnya?”

“Kita putus ya sye? Kita udahan sampe sini ya sye? Maafin aku ya sye?”

A

Sudah terhitung 5 hari Bila berada disini, di negara Impiannya, Turki.

Waktu 1 minggu yang diberikan oleh abangnya itu sangat amat cukup bagi Bila untuk bertravelling sendirian, meninggalkan semua beban hidup dirinya sejenak.

Dia benar-benar menikmati waktu liburannya disini. 5 hari dia habiskan keliling negara turki sesuai dengan list yang dia buat sebelumnya.

“Ah gak sabar banget, hari ini mau ke cappadocia.”

Bila disini memang disediakan travel untuk mengakomodir segala kebutuhannya, namun travelnya tetap membebaskan para wisatawan untuk sesekali menikmati waktu sendiri, asalkan tetap mengabarkan posisi dimana wisatawan berada.

Hari ini bila memutuskan untuk naik pesawat menuju cappadocia, karena jika ditempuh perjalanan darat dari tempatnya, akan memakan waktu 10-12 jam, sedangkan jika naik pesawat hanya ditempuh waktu 1 jam. Penawaran yang sangat menarik bagi Bila yang hanya tinggal 2 hari berada disini.

—- Setelah melewati perjalanan yang lumayan, Bila akhirnya sampai di cappadocia.

Ia benar-benar takjub melihat keindahan alam yang terpancar disana.

“Bagus banget.”

Salah satu tujuan dirinya ke cappadocia adalah untuk naik ke balon udara, benar-benar impiannya dari dulu.

setelah mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan balon udara, Bila kemudian bersantai sejenak sambil berfoto foto dengan background Alam yang indah di cappadocia.

Namun, saat dia berfoto, dia melihat anak kecil yang berlari-larian didekatnya. Saat hendak didekati, dia malah jatuh tersungkur, membuat bila dengan cepat berlari ke arah anak tersebut.

“Omg, are you okay?” Tanya Bila.

Anak itu tidak menjawab, Bila pikir mungkin anak itu tidak bisa menggunakan bahasa inggris, sedangkan bila sama sekali tidak bisa berbahasa turki.

Bila kemudian mengangkat tubuh anak itu, dan membersihkan pasir pasir yang menempel di baju anak tersebut.

Bila mengisyaratkan selesai dengan tersenyum, membuat anak itu berlari sambil berteriak “BABAAAAA.”

Bila hanya tersenyum melihat anak tersebut mendekati orang yang dia panggil baba tersebut. Bila tau, panggilan itu ditujukan untuk memanggil ayahnya.

“Lucu banget deh anaknya.”

Namun, ada yang aneh saat bila kembali menoleh ke anak tersebut, wujud tidak asing dia lihat mendekati anak itu.

sangat sangat tidak asing.

Lelaki itu pun hanya melihat Bila sekilas, namun terlihat wajahnya juga sama kagetnya dengan Bila, ntah apa tandanya tapi bila tidak bisa memastikan karena sudah gilirannya untuk naik keatas balin udara.

—— Diatas sana, bila benar benar kepikiran, berusaha mengingat wajah tersebut, tapi kepalanya terlalu pusing.

Dia bahkan tidak bisa menikmati dengan tenang pemandangan dari atas sana dan secara tidak sadar, balon udara yang dia naiki sudah mulai turun secara perlahan.

“Thankyou..” ucap Bila pelan setelah selesai mendarat lagi.

Bila benar-benar kalut, dia benar-benar masih berusaha memikirkan siapa orang tersebut, kenapa ingatannya memaksa untuk dirinya mengingat wajah orang tersebut.

Tapi Bila berusaha tidak hiraukan hal tersebut, dia mulai mencari spot untuk menenangkan diri.

Namun, secara tidak sadar, anak kecil yang dia tolong tadi kembali mendekat kearah Bila.

“Hei, where’s your parents?” Ucap Bila sambil berusaha berbicara semampunya.

“BABAAA!” Teriak anak kecil tersebut.

Bila kemudian melirik ke belakang, melihat orang yang anak kecil itu panggil sebagai ayah. Orang yang sekilas dia lihat sebelum menaiki balon udara.

“Altan, where are y—“ “Bila?” Ucap lelaki tersebut, kaget.

Bila pun sama kagetnya saat melihat orang yang sudah satu tahun tidak pernah dia lihat.

“A—adit?”

Disini, disini mereka akhirnya dipertemukan kembali oleh semesta. Namun, ekspetasi untuk bersama itu mungkin terlalu tinggi jika melihat keadaanya seperti ini.

“BABA!!” Teriak anak kecil itu lagi menghancurkan lamunan mereka berdua yang masih tidak menyangka akan dipertemukan disini.

Bila tidak bisa berharap lebih, Aditnya kini sudah tidak bisa dimiliki.

Adit berjongkok, kemudian berbicara kepada anak kecil tersebut. “Altan, wait here, okay?”

Adit kembali berdiri, mendekat kearah bila, namun bila mundur beberapa langkah untuk menjauhi Adit.

“Bil—“

secara tak sadar, bila meneteskan air mata, lagi-lagi ekspetasina dibunuh oleh kenyataan.

“Bila..” ucap Adit berusaha menjangkau bila, untuk menghapus air matanya, namun tetap saja Bila melarang Adit untuk mendekat.

“Adit, gue gak nyangka kita ketemu disini.” “Dan lebih ngga nyangka lagi, ternyata lo udah bahagia ya?” Ucap Bila dengan suara bergetar.

“Bil bukan beg—“

Ucapan adit terpotong saat ada satu perempuan yang mukanya asing bagi Bila, datang mendekati Adit disana sambil memanggil nama anak kecil itu.

“Altan, mama cariin kamu daritadi.” Ucap perempuan itu, namun dia juga tampak kaget melihat Bila berdiri didepan Adit dengan air mata yang terurai. “Loh, adit dia siapa?”

Air mata tersebut semakin tidak terbendung di pelupuk mata Bila, tangannya bergetar hebat.

“Adit, selamat ya, aku seneng kita ketemu, dan aku seneng kamu udah bahagia..”Ucap bila tersenyum pahit hendak pergi meninggalkan Adit.

Namun, tangannya dengan cepat ditahan oleh perempuan tadi.

“Tunggu, kamu bila ya?” Tanya perempuan itu.

Bila kembali menoleh. Melihat mata perempuan itu.

“Jangan salah paham, Adit itu temen kuliahku, karena kita sama sama dari Indonesia dan Altan itu—“

Omongan perempuan itu terpotong kembali, tatkla ada seseorang laki-laki lagi yang datang menghampiri mereka.

“Anak aku sama suamiku, bukan anak Adit, Altan emang manggil Adit baba karena dari bayi Adit sering banget ngurusin Altan bil, jadi dia manggil Adit dengan sebutan itu kalo hal itu bikin kamu salah paham. Adit banyak cerita soal kamu, dia berencana balik ke Indonesia, dia berharap bisa ketemu kamu lagi, tapi ternyata kalian malah ketemu disini.”

Pernyataan perempuan itu sukses membuat Bila terkaget, lagi-lagi kesalahpahamannya hampir membuatnya tidak akan pernah bertemu Adit lagi.

“Adit? Ini orangnya? kenapa lo ga bicara sih?” Ucap perempuan itu sambil mendorong Adit mendekati bila.

“Bil, maaf..” Ucap Adit sambil mendekati Bila yang menatap kosong dirinya disana.

Dengan cepat Adit memeluk Bila, ini adalah pelukan yang paling ia nantikan selama ini, pelukan kasih sayang yang ingin dia niatnya akan tunjukkan kalau nanti Adit bisa bertemu dengan Bila.

“Adit....”

“Kita ketemu bil, kita ketemu..”

Bila mulai terisak lagi, dan mulai mengeratkan pelukan tubuhnya ke Adit, dia masih tidak percaya akan takdir yang terjadi hari ini.

“Adit, aku nunggu kamu lama banget..”

Adit hanya mengangguk sambil mengelus kepala Bila, wanitanya yang selama ini selalu dia pikirkan.

“Adit, aku bener bener minta maaf dulu ngga percaya sama kamu..” “Aku minta maaf, adit..”

Adit melepaskan pelukannya, kemudian menangkup wajah kecil Bila.

“Jangan minta maaf bil, kamu gak salah apa apa.”

“Tapi aku jahat dit.”

“Engga kamu gak jahat..”

“Tapi aku udah gak perc—“

Omongan Bila terhenti, tatkala bibirnya dibungkam oleh ciuman yang dilayangkan Adit kepada dirinya.

“Stop, jangan ngomong gitu lagi ya, kamu ngga salah, aku udah pernah bilang kan? Kalo takdir emang bakal nyatuin kita, kita pasti bakal ketemu lagi, Bila liat, aku disini sama kamu..”

Bila mengangguk mengerti. Bila menatap Adit dengan dalam. Bila benar-benar percaya, bahwa jika mereka memang ditakdirkan bersama, ujian apapun akan bisa mereka lewati, mudah ataupun sulit ujian tersebut, selalu ada jalan jika memang sudah digariskan untuk dirinya dan Adit.

“Adit janji jangan pergi lagi ya?”

Adit mengangguk, “iya, kamu juga jangan nangis lagi ya? aku disini, kita tetep sama sama, okay?”

Cappadocia, adalah saksi bisu pertemuan mereka kembali setelah satu tahun lamanya. Dan Cappadocia menjadi tempat dimana Adit & Bila, kembali memulai untuk menghabiskan waktu bersama, mereka adalah Takdir yang sengaja dipisahkan untuk saling diuji kesetiaannya.

”I love you then, i love you still, always have and always will.”


— Senderable, End. (30.05.21)

Sesuai janjinya, hanif benar-benar mengantarkan barang titipan Adit. Barang tersebut terdiri atas Handphone Adit, dan kotak yang ntah isinya apa bila tidak tahu.

“Hanif, dia beneran ngga bawa hp sama sekali?” Tanya Bila

“Bawa, tapi dia ganti semua nomornya, dan dia bilang, dia bakal ngehubungin kita nanti.”

“Adit bakal ngehubungin gue gak?”

“Liat nanti aja ya bil, pasti sih kalo kata gue, tapi intinya lo dengerin aja itu yang ada di hpnya Adit, gue balik ya.” Pamit Hanif.

Setelah Hanif mengantarkan titipan Adit kepada Bila, ia langsung naik menuju kamarnya, mengunci pintunya, menutup gorden dan jendelanya serta mematikan lampu utama, dan menghidupkan lampu redup yang ada dikamarnya.

“Adit, lo beneran ninggalin gue ya?” “Gue kan belom bilang putus dit?” “Masih ada kemungkinan kita balik gak ya dit?” “Adit maafin gue gak percaya sama lo ya dit.”

Omongan-omongan bila kepada dirinya sendiri itu diikuti isak tangis, iya lagi-lagi dia menangis, dia menangis karena terlalu bodoh menyianyiakan orang baik seperti Adit.

—— Setelah lelah menangis, Bila kemudian mulai mendekati barang titipan Adit.

Yang pertama dia lakukan adalav membuka kotak pemberian Adit yang sedari tadi menarik perhatiannya.

Tidak ada apa-apa disana, hanya berisikan tulisan

”Kalau sudah baca ini, buka voice memo di handphone ku ya bil? password hp ku tanggal ulang tahun kamu, dan akan selalu begitu”

Kata-kata itu, lagi lagi membuat Bila menangis, memang hal kecil, tapi maknanya bisa membuat Bila menjadi orang yang paling menyesal seumur hidupnya.

Bila kemudian membuka voice memo yang ada di hpnya Adit, dia memasukkan tanggal ulang tahunnya, dan benar terbuka.

Dengan tangan gemetar, bila mengambil earphonenya untuk disambungkan ke hp Adit dan mengklik 1 voice memo yang diberi judul “Untuk Bila”

”Hai, Bila..” Bila, aku sayang kamu. Bila, aku sayang banget sama kamu. Bila, selama aku hidup, tau ga apa yang bikin aku beruntung terlahir ke dunia? Ada 2 hal, yang pertama lahir dari rahim mamaku, dan juga ketemu sama kamu. Itu jadi hal yang paling aku syukuri selama aku hidup, lebay ya? tapi begitu adanya.

Bila, aku harap kamu denger ini ngga meneteskan air mata ya? Karena disini aku mau liat kamu senyum karena denger suara aku, bukan nangis, janji?

Bukannya tersenyum, Bila makin terisak.

Bila, aku minta maaf ya, mungkin selama aku deket atau bahkan pacaran sama kamu, ada hal yang ngga pernah aku ceritain. aku cuma takut, takut kamu ninggalin aku setelah tau latar belakang keluargaku.

Bila, maaf ya kalau aku bohong, jujur aku sama sekali ngga maksud apa apa, aku cuma takut, lagi lagi aku takut bil, aku takut kehilangan kamu. aku paham betul kenapa kamu kecewa sama aku, bahkan aku sendiri kecewa bil sama diriku, kenapa aku gak pernah bisa jujur ke kamu.

Bil, keluargaku gak seperti keluarga kebanyakan, aku hidup sama papa yang ngga peduli ke aku sama sekali, aku dituntut untuk selalu bertanggung jawab atas apapun, diluar itu perbuatan aku atau tidak, aku selalu dianggap lemah karena selalu mengiyakan kemauan papa, aku coba buat bertahan, tapi ternyata aku ga sanggup, bil.

Aku tau, pilihan aku sekarang jatohnya egois, tapi aku pergi bukan untuk lari dari semuanua bil, tapi aku mau buktiin dulu ke papa kalo aku bisa bertahan bahkan tanpa bantuan dari papa sendiri. Tapi jangan khawatir, disana, ditempat baruku nanti, aku masih tetep sekolah kok bil, lanjutin sisa kuliahku disini, jadi kamu jangan khawatir soal aku oke? eh salah ngga sih kalo aku bilang kamu jangan khawatir? Atau emang udah ngga mau khawatir sama aku bil? ngga ngga aku becanda.

Bil, aku tau ini bertele tele, tapi sekali lagi aku minta maaf ya kita harus begini karena aku, kalo kamu ngga pacaran sama aku mungkin kamu gabakal ngerasain kecewa segini beratnya ke laki-laki bil.

Bil, selama aku pergi, lakuin apapun yang bikin kamu bahagia ya? Jangan sedih, aku gak mau liat kamu sedih.

Aku tau ini bakal ngeberatin kamu, tapi kalo misalnya kamu nemu yang lebih baik dari aku, sama dia ya bil, aku mau kamu bahagia, aku gak mau kamu sedih, aku mau liat kamu senyum, ketawa

Aku ngomong kaya gini karena aku sadar, mungkin ketidakhadiran ku bisa ngebuat kamu lebih bahagia disana, tapi percaya bil, aku bakal balik, aku janji. Kalau sisa umurku ada, aku pasti bakal balik, nemuin kamu, aku balik untuk kamu. Tapi, aku gak bisa janji kapan aku balik ke kamu bil

Tapi, kalau ada orang yang bisa bikin kamu bahagia daripada aku, aku ikhlas bil, karena jodoh ngga ada yang tahu kan? Intinya aku ngga nyuruh kamu nunggu aku, dan aku gak bisa janji juga kita bisa ketemu lagi atau tidak, tapi aku tetap berusaha ngewujudin itu. tapi sekali lagi kalau takdir emang nyatanya untuk kita, kita pasti akan ketemu lagi untuk bersama kan bil?

Bila, sekali lagi, maaf, maaf dan maaf ya bil, aku tau aku adalah cowo bodoh yang cuma bisa bikin kamu sedih, cowo yang bikin kamu kecewa, aku minta maaf bil.. Maaf kalau rekaman ini terlalu panjang, sebenarnya masih banyak hal yang mau aku sampein, tapi ngga bisa aku sampein sekarang.

cantikku, jaga diri baik-baik ya disana, janji sama aku kalau kamu akan selalu bahagia ya? Jangan pernah nangis, kamu harus senyum, kamu cantik kalau senyum, bil, cantik banget see you when i see you, bila aku sayang kamu

Ucapan aku sayang kamu menandakan rekaman suara panjang dari Adit berakhir. Suara rekaman itu digantian dengan suara isak tangis yang sangat kencang sedang mengisi ruang kosong tersebut. Bila kali ini, benar benar merasa kehilangan.

“Adit..” “Aku sayang kamu juga lebih dari apapun” “Aku tunggu kamu, Adit..”