Cloudysun

Ternyata, arti dari perasaannya yang selama ini tidak enak adalah ini, kabar kepergian Adit.

Hati Bila sakit sekali saat mendengar kabar tersebut, dia hanya bisa menangis selama perjalanan.

Bila tidak henti-hentinya merutuki dirinya sendiri saat ini. Hal tersebut tentunya membuat Serena yang sekarang ada disebelah Bila sangat merasa bersalah.

—— Seharusnya waktu perjalanan mereka ditempuh sekitar 25 menit menuju Bandara.

Namun, karena sedikit macet, mereka kurang lebih harus menempuh selama 30 menit menuju Bandara.

“Ser, bisa lebih cepet ga? Gue beneran nyesel banget kalo gak bisa ketemu Adit ser..”

“Iya ini gue ngebut bil.”

Serena hanya bisa menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan, karena dia hamil, dia tidak mau juga membahayakan dirinya kalau menyetir dengan kecepatan tinggi.

“Bila..maafin gue..” gumam serena dalam hati.

—— Setelah sampai di Bandara, bila sibuk menelfon teman-temannya, namun nihil, tidak ada yang mengangkat telfonnya saat itu.

Sedangkan serena sibuk mencari gate yang sesuai dengan e-ticket yang diberikan oleh Papa Adit, iya serena sengaja diberikan karena papanya berharap serena bisa membujuk Adit untuk membatalkan semuanya.

Mereka berlarian dengan sangat cepat, karena ternyata gate Adit berada di posisi paling ujung.

“Bil..lo duluan aja.” Ucap serena yang sudah terengah engah.

Tanpa merespon serena, bila kemudian berlari dengan kecepatan tinggi. Tidak apa apa dia menjadi jahat sehari kepada Serena, karena yang dia mau saat ini, bisa menemui Adit sebelum keberangkatannya.

Setelah berlari dan meninggalkan serena, samar-samar Bila melihat rombongan Hanif, Rayhan, Ajun, Yanda dan Varo disana. Dan ternyata yang mengejutkan lagi, Nadia juga berada disana.

“Hanif!” “Rayhan!” Teriak Bila.

Mereka menoleh kaget saat melihat Bila dengan keringat dikepalanya berlari menuju mereka.

“Bil? Siapa yang ngasih tau bila?” Tanya Nadia, dan dijawab gelengan tidak tahu.

“Bil—“

“Adit mana?” Mana? Adit mana? Kenapa gue gak liat adit? Nad, Adit mana nad?” Tanya Bila dengan terengah-engah sambil melihat sekelilingnya mencari Adit.

“Bil—nafas dulu.” Ucap Rayhan.

Bila menggeleng, dia kemudian mengenggam tangan rayhan dengan erat. “Adit mana ray? ADIT MANA...”

Rayhan hanya diam, tidak menjawab pertanyaan Bila.

“Pesawat adit barusan aja take off bil.”

Bila mendengar itu langsung terjatuh dan menangis kencang, hari ini, menjdi hari yang paling dia sesali seumur hidupnya.

“Adit, maafin gue......”

Jam menunjukkan pukul 18.30, Adit langsung bergegas turun dari kamarnya, dan mengambil kunci mobilnya.

Ajun yang melihat hal tersebut lalu langsung cepat-cepat bertanya, “dit, mau kemana lo?”

Adit hanya mengisyaratkan jika dia mau pergi, tidak bilang kemana.

Setelah itu, Adit langsung melajukan mobilnya ke tempat janjian dirinya dengan Bila.

——

Setelah sampai, Adit menunggu beberapa menit kemudian bayangan wanita yang dia tunggu tunggu terlihat didepan pintu.

Itu Bila, berjalan dengan anggun sambil melihat sekitar mencari seseorang yang ingin dia temui hari ini.

“Bil!” Sapa Adit dari tempat duduknya, membuat Bila kemudian langsung berjalan lurus menuju tempat itu.

Kali ini, disini mereka berdua duduk, setelah seminggu tidak bertegur sapa, mereka duduk dengan diam tanpa mengeluarkan satu kata pun.

Adit berusaha mencairkan suasana, dengan menatap mata bila, namun bila acuh, malah membuang muka dengan berdalih memanggil pelayan cafe tersebut.

“Bil..aku mau bic—“

“Aku mau bicara dit.”

Setelah keheningan panjang, tak sengaja ucapan itu serentak keluar dari mulut mereka berdua.

Adit langsung mempersilahkan bila untuk berbicara terlebih dahulu. “Kamu dulu.”

“Kamu aja.” Bila melempar balik, “kamu yang bohong, harusnya kamu yang inisiatif menjelaskan terlebih dahulu.”

kata-kata Bila sangat menampar Adit malam itu. “Oke, aku duluan.”

Adit berdehem, bersiap menceritakan apa yang semuanya terjadi.

“Bil, yang kamu liat itu ngga seperti yang kamu kira. perempuan hamil itu bukan selingkuhan ku atau bukan aku yang hamilin bil, aku cuma korban.”

Bila yang sedang minum hampir tersedak mendengar pengakuan Adit, sangat berbeda.

“dia adalah orang-orangnya papaku, maaf aku belum pernah bilang ke kamu soal ini tapi hubungan papaku, abangku dengan aku dan kakakku ngga baik bil. Makanya kamu cuma tau soal aku dan kakakku yang sakit waktu itu.”

Adit menghela nafas, berusaha memegang tangan bila, namun sang empunya tangan malah menyembunyikan tangannya.

“Jadi, serena hamil anak abangku yang emang di pihak papaku, karena abangku orang penting, dia ngga mau nama baiknya tercemar punya anak diluar nikah. Akhirnya karena aku kasian, aku bantu urusin dia disana, tapi papaku malah nganggep aku yang mau tanggung jawab.”

Bila masih mendengarkan dengan baik keluh kesah Adit, tapi dia masih tidak habis pikir, kenapa Adit masih tidak percaya dengan dirinya untuk menceritakan semua keluh kesahnya yang begitu banyak?

“Papa langsung membuat perjanjian yang memberatkan aku disatu sisi, aku nikah sama serena atau aku pindah keluar kota ini bil.” Adit kemudian mengacak rambutnya sambil menundukkan kepalanya.

“Aku bingung bil, disatu sisi saat papa buay perjanjian itu aku sama kamu lagi deket, aku ngga bisa kalo harus pilih yang kedua, aku terlanjur sayang kota ini dan ada kamu disini. Tapi disatu sisi aku juga ngga bisa milih yang pertama bil...”

Bila masib menatap Adit nanar, ntah apa arti dari tatapannya, tapi hal itu seakan membuat Adit bingung.

“Udah?” Tanya Bila.

Adit mengangguk, “udah, jadi aku harap kamu ngga salah paham bil, Serena itu bukan aku yang hamilin, aku sama sekali ngga selingkuh bil.”

Bila menyedot minumannya, rasa haus setelah mendengarkan cerita dari Adit langsung timbul di tenggorokannya.

“Oke, Adit, aku gatau harus percaya kamu atau siapa, tapi kemarin, selama aku menghilang aku berusaha cari tau semuanya dit.”

Adit terlonjak kaget.

“Dan apa yang kamu bilang sepenuhnya berbandinh terbalik dengan apa yang dibilang serena dit.”

Adit membulatkan matanya, “maksudnya?”

Bila kemudian memberikan rekaman suara dirinya dengan serena.

”iya bil, gue minta maaf, tapi gue ngga ada maksud apa apa karena semuanya ini terjadi secara tidak sadar.”

”sekarang, anak yang dikandung gue ini anak Adit, dan papanya bilang adit bakal nikahin gue, tapi di satu sisi Adit nolak karena dia punya pacar yaitu lo.”

”soal perjanjian, dia ada perjanjian sama papanya, tapi dia ngga bakal milih opsi kedua, karena dia pasti masih butuh papanya buat hidup, dia bukan anak yang semandiri itu bi—tuuuut”

Rekaman itu dengan cepat dimatikan oleh Bila, “see? kamu udah denger semua kan? Asal kamu tahu, semingguan ini aku berusaha cari tau, tapi kamu malah boong ke aku? malah kamu bilang bukan kamu yang salah?

Adit hanya diam, dia benar-benar shock dengan apa yang dilakukan oleh Serena, apa yang dibicarakan oleh Serena semuanya palsu, ntah apa motifnya.

“Bil, ngga, semuanya ngga bener.” Klarifikasi Adit. “Serena bohong bil, semuanya ngga bener.”

Bila hanya diam. “Tapi dia perempuan dit, dia yang merasakan, kamu yang melakukan, emang jadi cowo gampang ngga ngakuin, tapi aku juga perempuan dit, kamu jahat kalo beneran kaya gitu.”

“Engga bil, semuanya ngga bener, anak yang dikandung serena itu anak abang aku, bukan aku.”

Bila menghela nafas, membereskan beberapa barang barangnya yang ada disana, dan berdiri dari kursinya.

“Dit”

“Bil mau kemana?” Ucap Adit berusaha memegang tangan bila yang ada didepannya.

Bila menghempas pelan tangan Adit yang mengenggam tangannya.

“Adit, kita break aja ya, gue perlu mikir untuk buktiin siapa diantara kalian yang berbohong.”

“Tapi, kalo emang kali ini pilihan break kita gak berhasil dan ngga ngebuat kita bisa nyelesain masalah, kita put—“

Adit dengan cepat memotong perkataan Bila, “Engga bila, aku ngga mau putus, aku ngga mau putus, aku bisa buktiin kalo bukan aku yang salah bila, aku mohon...”

“Iya, kita liat nanti ya dit, gue gatau hati gue bilang apa kedepannya tapi untuk sekarang, kita break dulu. Permisi, gue duluan.” Ucap Bila

Malam itu, kembali menjadi malam yang menakutkan, tapi kali ini bagi Adit.

“Bil, tunggu...”

“Adit stop, untuk sementara ini biarin gue berpikir dengan tenang soal ini ya dit, gue bener bener masih kecewa sama lo, dan ternyata sekarang lo juga malah kasih info yang berbeda ke gue.”

Adit berusaha mengejar bila, namun apadaya, Bila tetaplah bila yang susah untuk memaafkan jika telah dikecewakan.

“Bil, aku bahkan ngga sempet pamitan ke kamu bil..” bisik Adit dalam hati.

Adit yang saat itu sedang menemani serena terkejut kaget saat melihat pesan yang dikirimkan oleh Rayhan.

Bagaimana tidak, rayhan mengirimkan foto dirinya yang artinya Rayhan bisa melihat dirinya bersama Serena saat ini.

“Adit, kenapa?” Tanya serena saat melihat raut wajah Adit yang tiba-tiba kebingungan

“Gapapa ser, gapapa..”

“Ada yang kenalin lo? kan udah gue bilang lo balik aja gausah nungguin gue dis—“

Omongan serena terpotong saat salah satu suster memanggil nama Serena.

“Nama lo dipanggil itu ser, ayo kita masuk.”

———- Setelah control selesai Adit kemudian buru-buru keluar dengan Serena, meninggalkan rumah sakit dengan harapan tidak ada lagi yang mengenal dirinya.

“Ser, kita langsung pulang aja ya?”

Serena mengangguk setuju, kemudian dengan cepat masuk kedalam mobil Adit.

Tanpa sadar, ada seseorang yang mengikuti mereka dari belakang, siapalagi kalau bukan Rayhan yang semakin yakin orang itu adalah Adit setelah melihat keduanya memasuki mobil dengan plat nomor yang sangat ia kenal.

———

Setelah sampai di Apartemen, Adit memarkirkan mobilnya di basement, begitu pula Rayhan. Namun dia sengaja agak menjauh.

Adit & Serena pun bergegas memasuki lift, sedangkan rayhan menggunakan Lift yang ada disebelahnya.

“Gue gak nyangka lo begini dibelakang bila, dit.” gumam rayhan.

Didalam lift yang berisi Adit dan serena, mereka hanya memperhatikan satu sama lain, dengan sesekali berbincang.

“Bayinya sehat dit.”

“Iyaa ser, gue juga liat tadi.” Ucap Adit yang kemudian membuka tutup hoodienya dan maskernya kemudian mengelus pelan perut Serena.

“Sehat-sehat terus ya bayi.” bisik Adit.

Senyum merekah tergambar di raut muka Serena, dia merasa beruntung sekaligus merasa bersalah sekali atas semuanya. Karena hal ini, Adit jadi harus berperan sejauh ini.

ting

Suara Lift terdengar menandakan mereka sudah sampai di lantai tujuan.

“Ayo gue pegangin biar gak sakit jala—“Ucap Adit sambil menuntun pinggang Serena, namun terhenti saat pintu lift terbuka.

Terdapat 1 orang yang sedang memperhatikan mereka disana. Membuat lutut Adit lemas tak karuan.

“A-Adiiit...” suara bergetar itu kemudian keluar dari mulut perempuan yang sedang membawa tas kecil pemberian dirinya.

Serena yang sedang dituntun Adit kemudian dengan cepat melepaskan pegangan tangan Adit yang ada diperutnya tadi dan berjalan keluar dari Lift dan berusaha berbicara namun apa daya mulutnya sama sekali tidak bisa digerakkan.

Tak lama kemudian, lift sebelah juga tiba dan Rayhan keluar dari lift itu, dan melihat kejadiannya secara langsung.

“Bilaa” Panggil Rayhan.

Rayhan tidak menyangka kegiatannya ingin mengikuti Adit bisa sampai separah ini, alias langsung dipertemukan dengan Bila.

Sore itu, menjadi hari yang paling menakutkan bagi Bila, bagaimana tidak, lelaki yang paling dia percaya hari ini terbukti melakukan kebohongan didepan mata kepalanya sendiri.

Kakinya melemas membuat Bila terjatuh dihadapan Adit. Benar benar terjatuh sampai membuat semua orang yang ada disana panik.

“Bil, aku bisa jelasin.” Ucap Adit, dengan nada suara yang bergetar pula, sambil berusaha memegang Bila yang sedang terduduk lemas didepannya, mengeluarkan air mata tanpa suara.

“Lepasin, lepasin gue!”

“Bila, ini semua ngga seperti yang kamu kira, bila..”

Bila kembali menolak, dia berusaha bangkit dari duduknya, walaupun air mata sudah bercucuran dari matanya.

“Bila tunggu bil..” Panggil Adit saat bila berusaha masuk kedalam lift yang kebetulan terbuka.

“Makasih udah nyadarin gue kalau semua laki-laki tuh gaada yang bisa dipercaya dit.” Ucap Bila tegar, kemudian dengan cepat menutup pintu lift yang dia naiki.

Rayhan yang masih ada disana hanya bisa diam, sesekali menatap wajah temannya dan wanita hamil yang ada didepannya.

“Ray—ini bukan kaya lo kira, gue gak ngelakuin itu semua ray, lo percaya temen lo ini kan ray? Bantuin gue ray jelasin ke bila ray.” Rintih Adit, memohon kepada Rayhan untuk membantunya.

“Ray sumpah dia bukan siap—“

Rayhan tidak mendengarkan perkataan Adit, rayhan malah mendekat dan kemudian melayangkan tangannya yang sedari tadi dia kepal.

bugh

Satu pukulan mendarat di pipi Adit, membuat sang empunya pipi serta Serena berteriak kencang.

“Dasar laki-laki brengsek lo dit.” Ucap jaemin kemudian pergi meninggalkan Adit dan Serena disana.

Setelah acara selesai dan penonton sudah meninggalkan tempat acara, sekarang suara sorak dari seluruh panitia yang terdengar memenuhi seluruh venue yang ada. Acara malam itu dilanjutkan dengan evaluasi singkat seca keseluruhan dan diserahkan kembali masing-masing divisi jika ingin berkumpul bersama.

Dan disinilah divisi acara berada, berkumpul dalam satu lingkaran, saling memeluk satu sama lain.

“YAYYY SELESAI!!!” “WE DID IT.” “KITA SUKSES”

teriakan teriakan mereka itu sukses membuat Adit sebagai CO mereka tersenyum dan menepuk pundak orang yang ada disebelah dia.

“Makasih ya temen temen atas kerja kerasnya, kita berhasil, kita berhasil!” Teriak Adit dan disambut dengan riuhan suara mereka dan kembali mengeratkan pelukan satu sama lain.

Setelah momen terimakasih dan apresiasi selesai, mereka kemudian melanjutkan sesi foto bersama untuk mengenang masa masa indah mereka di kepanitiaan ini.

“Jun, fotoin gue sama bila.” Ucap Adit sambil menepuk bahu Ajun yang kebetulan dekat dengan dirinya

Ajun kemudian menoleh, dan ingat janji dari Adit sebelum acara dimulai tadi.

“Oit jun.”

“Eh bentar bentar, eh lo semua ngumpul deh sini.” Teriak ajun memanggil teman teman divisi acaranya. “Kayanya tadi ada yang janji mau klarifikasi.”

Sial, Adit benar-benar salah minta tolong.

Perkataan itu kemudian membuat yang lain berkumpul untuk mendengarkan pernyataan dari Adit.

“Waduh buru dah buru.”

Bila kemudian menunduk sambil menyenggol adit “kamu mah janji janji segala.”

Adit hanya tertawa kecil kemudian mengacak rambut bila pelan. “Kan acaranya udah kelar, gapapa dah daripada mereka kepo kan?”

“Jadi gimana? pacaran nih berdua?” pancing Yanda

Adit hanya memperhatikan muka serius orang orang yang ada disini.

“aduh cepet dong, kepo nih.” ujar hanif melanjutkan.

Sial, Adit benci banget sama muka hanif yang pura-pura gak tau.

“Iya gue sama Bila udah jadian, sebenernya gak baru banget sih cuma ya maaf ya baru kasih tau.” ucap Adit dengan lantang dan mendapat sorakan dari yang lainnya.

“udah kan puas kan lo semua puas kan?” ucap Bila.

“tuhkan denial mulu kemaren kemaren, suka juga lo kan dit.” ucap Yanda.

Adit hanya tertawa, karena apa yang dibilang yanda itu benar.

“Yaudah sekarang karena Adit udah ngaku juga, gue juga mau ngaku deh.” ucap Hanif.

Ucapan hanif langsung mendapat tatapan tajam dari yang lainnya, termasuk dari satu orang diantara mereka.

Hanif hanya mengisyaratkan kalo ini semua gapapa kepada orang tersebut.

“Sebenernya.....” “Gue sama nadia juga udah jadian hehe.” ucapnya

pernyataan itu sukses membuat yang lain membelalakkan matanya karena kaget, mereka benar benar main bersih.

“GILA? LO GILA? JADI KECURIGAAN GUE BENER YAAAAAA NAD?” Teriak bila kepada nadia yang hanya menundukkan kepalanya malu.

“hehe, udah ah yuk beres beres tuh yang lainnya udah pada mulai beres beres.” Jawab nadia mengalihkan dan langsung lari ketempat lain.

Malam itu, kepanitiaan ini menghasilkan 2 pasangan. Walaupun salah satunya tidak terduga, tapi semoga hubungan mereka tidak seperti mitos kebanyakan yang mengatakan:

’pacaran di kepanitiaan, kalau kepanitiaannya kelar, hubungannya biasanya juga kelar.’

Semoga tidak terjadi, semoga.

Ajakan hanif untuk kerumah sakit tentu diterima oleh Bila. Pasalnya tingkat kekhawatiran Bila terhadap Adit tuh udah kaya gunung everest, lebay sih tapi beneran.

Apalagi semenjak obrolan malam itu, mereka berdua sudah jarang berkomunikasi. Walaupun ketemu dikampus tapi Bila khususnya pasti menghindar.

Setelah hanif datang dengan mobilnya, mereka langsung menuju ke rumah sakit tempat Adit dirawat.

———

“Di kamar ada siapa aja nif?” Tanya bila sesaat sampai di rumah sakit.

“Ada temen temen kita yang cowo aja sih, soalnya gaada yang tau kalo Adit sakit selain kita.”

Bila menghela nafas kasar. “Ya lagian lo kenapa gak kasih tau gue sih nif kalo Adit sakit.”

“Dia yang gamau dikasih tau siapa siapa elah, kok malah nyalahin gue.”

“Dia sakit kenapasih emang?”

Hanif berjalan duluan untuk membuka pintu kamar rawat Adit. “Nih tanya aja langsung sama aditnya, Aditt si Bila dateng nih.”

Saat keduanya masuk, semua mata tertuju kepada Bila yang hanya berdiri mematung didepan pintu, walaupun udah kenal sama yang lain tapi tetep aja rasa awkward tetep ada.

“Hai bil?” Sapa Adit yang sedang terduduk di ranjang rumah sakit dengan infus yang ada di tangannya.

Semua teman-teman mereka yang ada disitu langsung berbisik tertawa pelan melihat Adit dan Bila bagaikan orang yang sudah lama tidak bertemu, canggung banget.

“Hai dit, eh ini gue bawain buah buat lo.”

Adit tersenyum, manis banget buset gula aren kalah. “Makasih bil, sini duduk, ray awas ah lu kesini ngabisin makanan gue mulu.” Omel adit

“Ya kan lo nya yang ngga boleh makan yang keras keras dulu gimana sih, mubadzir dit mubadzir.” Dengus Rayhan sambil beranjak dari tempat duduknya.

Sekarang suasananya semakin canggung, karena diantara mereka hanya diam tak berkata apa apa.

“Kayanya nih kayanya, butuh ruang nih buat ngobrol berdua, keluar dulu apa kita ni—“

“Eh gak usah disini aja.” Ucap Bila memotong perkataan Hanif.

“Eh ayo deh gue laper juga, kantin rumah sakit enak gak sih kepo deh gue cobain yuk.” Lanjut Ajun mendukung ajakan hanif tadi.

“Ih pas banget gue juga laper, udah ya kita tinggal dulu dit, bil. Enjoy the time ya. Yuk yuk keluar yuuuk.” Ajak Hanif sambil mendorong teman temannya keluar.

—— Sekarang, di ruangan itu hanya meninggalkan mereka berdua, Adit & Bila yang tidak berbicara apapun.

“Bil” “Dit”

Ucap mereka serempak, tidak sengaja

“Eh lo dulu.” Ucap Bila

“Lo aja..”

“Ah, gue cuma mau nanya kabar, apa kabar bil? Semenjak dari villa kita belom ada ngobrol ya?” Tanya Adit

“Gue—baik, iya dit, maaf ya gue kesannya kaya ngehin—“

“Udah jangan minta maaf lo gak ada salah.”

“Tapi hanif bilang—“

“Bilang apa? Hanif bilang apa?” Tanya Adit.

“Gak jadi, lo kenapasih bisa sakit gini dit? Lo gak makan ya? Atau lo kurang tidur? Atau gimana? Keracunan? Atau apa? Kok tiba-tiba dit..”

Adit tertawa kecil, lucu melihat perempuan yang ada disampingnya ini khawatir.

“Ngga ngga, imun gue lagi lemah aja, makanyaaaa gue sakit, gue makan kok tetep, gak pernah telat malah hehe. Maaf ya bil, acara jadi acak acakan yaa karena gue gada kabar?”

Bila membelalak, bersiap untuk mengomel.

“Adit, lo tuh sakit, lo udah deh stop mikirin kepanitiaan, kesehatan lo lebih penting daripada kepanitiaan ini. Jangan terlalu dibawa beban, dit. Liat lo jadi kaya gini, pasti semu gara-gara lo terlalu mikirin kepanitiaan ini kan dit, udah anak anak juga bisa handle, jangan semua lo yang tangg—“

Omelan Bila terpotong saat Adit mengenggam pergelangan Bila sambil mengangkat tuas bed rumah sakitnya ke posisi untuk duduk.

“Bil, gue gapapa, gue gak terlalu mikirin acara kok, gue emang lagi apes ajaa jadi sakit, sekarang gue udah sehat, sehat banget pas liat lo disini.”

deg

Adit memang tidak jago gombal seperti cowo-cowo lainnya, tapi entah mengapa kata-katanya selalu berhasil mengambil hati para perempuan.

Bila diam, diam tidak tau mau menjawab apa.

“Tau gak? Gue beneran langsung ngerasa sehat waktu lo ngechat gue tadi nanyain gue, gue ngerasa semakin sehat lagi waktu lo ada disini, waktu lo ada didepan mata gue bil, itu obat yang paling ampuh bagi gue kayanya untuk sekarang, waktu lo ngehindarin gue, gue beneran ngebatin, gue bodoh, iya gue salah ngelakuin itu ke lo, makanya gue ngebatin harusnya gue gak kaya gitu ke lo kemarin, ini kayanya karma buat gue udah nyia-nyiain cewe sebaik lo.”

”i know its sounds disgusting and cringe, but you should know something about my feelings, bil.”

Deg-degan? bukan lagi.

“Dit, gue gak maksud ngehin—“ omongan bila tidak berlanjut karena Adit kembali memotong omongannya.

“bil, gue suka sama lo, lo harus tau itu.”

Bila? tentu saja kaget, mematung ditempat, tidak tau harus berbuat apa, tapi percayalah mukanya pasti sudah kaya kepiting rebus sekarang ditambah lagi salah satu tangannya digenggam oleh Adit, ya digenggam.

“Gak gak—gue gak minta jawaban apa apa, cuma mau utarain aja kalo sebenernya gue ada perasaan sama lo bahkan dari awal kita ketemu, tapi gue takut, gue takut aja kalo lo bakal ngejauhin gue. Gue utarain ini gak bakal bikin kita makin menjauh kan bil? Lo gak bakal menghindar dari gue lagi kan bil?”

”Bim” teriak Dimas dan yudha saat berhasil menemukan keberadaan Abim sekarang.

Iya, Abim sudah selesai bersih-bersih setelah kemenangannya di final basket tadi. Mukanya tampak sumringah karena berhasil untuk gak terluka sesuai janjinya ke orang-orang yang dia sayang. Tapi agak sedikit kusut juga karena kesayangannya alias Alsa belum bisa dihubungin daritadi.

“Bim—“ ucap yudha pelan

“Apaan? Eh btw ini lo berdua gak mau kasih selamat ke gue? Gue menang loh ini.” Ucap Abim

Bukan kata selamat yang didapatkan, tetapi pelukan serta tangisan dari kedua temannya itu, Dimas & Yudha.

Bingung? Pasti, kenapa ini berdua nangis sambil meluk Abim? Gak jelas.

“Apasih lo, lo berdua apa-apaan, iya gue tau gue menang kenapa lo berdua yang nangis?”

“Abim, hiks, maafin kita bim..”

Makin bingung lah kan ya si Abim.

“Kenapa lo berdua minta maaf sih?”

Yudha menyodorkan ponselnya yang berisikan berita mengenai pesawat jatuh.

Terus? Kenapa mereka harus minta maaf sama Abim? Urusannya apa?

Tak lama, ponsel Abim berdering, tertulis kontak hasan disana, dengan segera Abim menangkat telfon itu.

sama, dia mendapat suara tangisan juga dari Hasan.

“Apasih san? Kenapa lo ikut-ikutan nangis sih?”

”bang, huhuhu kak Alsa bang, kak alsa”

“Alsa? Kenapa Alsa?”

”lo liat berita bang, ada pesawat hilang, tujuannya ke tempat lo lomba sekarang

Abim terdiam, sambil mencerna kata-kata Hasan.

”bang, kak Alsa ke tempat lo, dia mau kasih kejutan buat lo, tapi liat itu bang, pesawatnya hilang kontak bang, hiks.”

Abim benar benar terkejut atas perkataan Hasan, dia kemudian menatap nanar kedua temannya.

“Iya bim, Alsa harusnya tadi kesini, dan harusnya udah sampe bim, dia mau ngasih surprise buat lo, kita berdua juga baru tau ada berita ini barusan dari Hasan, makanya kita cariin lo.” Ucap Yudha.

Pikiran Abim benar benar kosong, dia terus mengchat Alsa, tapi sama, tidak deliv.

“—lo berdua gak serius kan? Alsa gak berangkat kesini pake pesawat itu kan?”

Dimas dan Yudha tidak menjawab, mereka berdua memeluk Abim yang sekarang benar benar tidak tahu harus apa.

“Lo berdua bercanda kan? Gak lucu, semuanya gak lucu, bercandaan lo semua gak lucu!” Ucap Abim sambil mendorong keduanya.

Kini, dia terduduk lemah tak berdaya, dia benar-benar hancur kalau itu semua benar terjadi.

Ditengah kesedihan diantara 3 teman itu, Ajo masuk kedalam ruangan tersebut.

Jujur saja, Ajo kaget melihat teman-temannya bertiga nangis sesegukan tanpa alasan yang tidak diketahui. Terkhusus Abim yang sudah duduk terkulai lemas didekat tempat duduk ruang tunggu.

———

“Bim.”

Abim menoleh, memasang tatapan marah. “Apa? Lo mau ngabarin gue kalo Alsa ada didalam pesawat yang hilang itu? Iya? Iya jo? Gak, gak mungkin jo, Alsa masih di apartemennya, gak mungkin dia di dalam pesawat itu jo.” Isak Abim, kali ini air matanya keluar cukup deras,

dia benar benar sesak, Abim mengambil hoodienya dan hendak keluar dari ruangan itu.

“Bim, lo ngomong apasih?” Tanya Ajo bingung.

“Gue gak mau denger berita itu lagi jo, gak mau, gue gak percaya.”

“Sumpah gue bingung kenapa bisa lo ngomong gitu, gue dateng kesini nih bawa Alsa buat lo, kenapa lo mikir Alsa ada didalam pesawat yang hilang itu?” Ucap Ajo sambil menarik Alsa kedalam ruangan.

“Hai? Ini gue, Alsa, gue gak apa apa....”

Semuanya yang ada di ruangan itu benar benar kaget, saat wujud Alsa benar-benar ada didepan mereka.

“Alsa?” “Al beneran lo kan ini? Alsa? Bukannya jadwal pesawat lo? Al sumpah ini kita gak mimpi kan?” Tanya Dimas & Yudha memastikan benar-benar.

“Gue ketinggalan pesawat, karena ada barang gue yang ketinggalan, pas gue nyampe bandara gue udah last call, tapi di depan lama dan akhirnya lepas landas duluan, akhirnya gue ambil penerbangan selanjutnya aalaupun mikir kalo gue gak bakal bisa liat Abim tanding final, setidaknya gue tetep dateng nemenin dia disini.” Ucap Alsa menjelaskan panjang lebar.

“Gue juga kaget waktu gue nyampe banyak orang di Bandara dan pas gue tanya pesawatnya hilang kontak, maafin gue gak ngabarin guys, hp gue mat—“

Omongan Alsa terpotong saat Abim langsung meraih tubuh Alsa dan memeluk erat pacarnya itu.

“Al......”

“Abim, maafin ya aku gak bilang, maafin aku bikin khawatir..”

Tubuh Abim gemetar

“Al, jangan tinggalin aku please al, disini aja sama aku al, disini aja.”

Alsa tersenyum, dan membalas pelukan erat Abim. Dan mengelus pucuk kepala pacarnya itu.

Alsa kemudian melepas pelukannya dan menatap erat kedua mata Abim yang sayu, dia benar-benar menangis.

“Hei, aku disini Abim, aku sama kamu, aku gak kemana mana, aku gak ninggalin kamu.”

“Congratulation ya, atas kemenangannya, aku bangga, harusnya kamu gak nangis sedih gini, harusnya kamu happy, gak boleh sedih ya, terimakasih juga ya bim karena nepatin janji buat gak terluka, satu hal yang paling aku syukurin saat ini. Bim, aku tau aku jarang ngomong ini ke kamu, tapi i love you soooo much, Abim.” Ucap Alsa.

Abim menatap dalam mata kekasihnya itu, berterimakasih kepada semesta karena saat ini, perempuan yang paling dia sayangi setelah ibunya masih ada didepannya.

“Al, thankyou for everything ya.”

Abim maju semakin dekat, dia merengkuh pinggang Alsa, setelah itu ia dengan cepat menepis jarak diantara mereka, bibir Abim bertemu dengan bibir Alsa secara perlahan, kemudian ciuman itu saling membalas satu sama lain.

Jangan tanya bagaimana keadaan 3 jomblo yang ada disana, mereka bertiga hanya menatap nanar diri mereka sendiri, kemudian meninggalkan keduanya yang semakin menjadi, biarlah mereka saling menikmati masa muda, toh dosa juga ditanggung pribadi masing-masing.

——— Abim & Alsa (19.04.21) -End.

Siang itu, seluruh panitia divisi acara menghabiskan akhir pekannya di villa untuk liburan.

iya liburan, melepas penat sebelum memulai rangkaian ketiga atau rangkaian puncak dari acara mereka.

Bisa dibilang bonding juga sih, ya walaupun bisa dibilang mereka ini udah kelewat akrab satu sama lain.

———

Suasana Villa hari itu diisi dengan riuh suara masing-masing orang dengan kegiatannya, ada yang karaoke, ada yang menyusun rencana untuk acara nanti malam, ada yang berenang dan beragam kegiatan lainnya.

Tapi tidak dengan CO mereka, Adit. Adit daritadi hanya diam, sesekali menyahuti panggilan yang diserukan kepadanya.

Bagaimana dengan Bila? ya sama, dia juga sebenernya ngga bisa ngambek ngambek gini, toh dia juga bukan siapa siapa Adit kan? Tapi jujur, dia sekarang bukan kearah marah/ngambek, tapi lebih ke arah awkward karena chat Adit tadi siang.

—— Waktu berjalan cepat, tidak terasa hari mulai gelap dan mereka semua melaksanakan kegiatan malam mereka yaitu bbq-an!

“Udah siap nih alat alatnya, mana segala perdagingan bawa kesini.” Teriak Hanif yang menjadi pj untuk mengurusi alat bbq mereka malam itu.

setelah semuanya telah terbakar sempurna, mereka pun menyantap makan malam dengan perasaan riang gembira.

“Dit, makan yang banyak kali dit, biar gak stress stress amat lo mau rangkaian ketiga.” Ucap Rayhan sambil menyodorkan beberapa daging ke CO nya itu.

“Kenyang gue.” Jawab Adit

“Kenyang apa galau jadinya gak mau makan?” Ledek Ajun, ledekan itu sukses membuat semuanya tertawa kecuali Adit dan Bila. Kalo bila mah gengsi mau ketawa.

——— Hari semakin malam, membuat tenaga orang orang itu mulai meredup alias sudah mengantuk. Satu persatu masuk ke dalam kamar masing-masing, namun ada beberapa yang masih menahan kantuk karena tanggung lagi nonton film.

Adit sedang duduk merenung di balkon villa dengan sepuntung rokok, iya Adit adalah orang yang akan merokok jika dirinya sedih, stress dan yang lainnya yang menganggu pikirannya.

Sedangkan Bila sudah masuk kekamar, namun dia lupa untuk menyikat gigi dan mengharuskan dirinya bangkit lagi menuju kamar mandi.

Kamar mandi villa itu bersebrangan dengan balkon, alias kalo ada orang di balkon bakalan keliatan.

Bila melihat Adit disana, dia berusaha menghiraukan, namun saat dia hendak berbalik melihat lagi, Adit sudah ada dibelakangnya.

Kaget? Tentu. Rasanya udah mau copot jantung si bila.

“Adit, astaga! Gue kaget!”

“Maaf, gak maksud bil”

Bila hanya meggertakkan kakinya, kemudian berusaha masuk kedalam kamar mandi.

Namun, dengan cepat tangannya ditarik oleh Adit.

“Gue mau bicara, boleh?”

Deg hati bila beneran kaya mau copot pas Adit bilang begitu, tapi lagi-lagi gengsi menahan itu semua, bila hendak menolak.

“Gue ngant—“

“Bentar doang ya?” Bujuk Adit, dan sukses membuat bila mengiyakan, walaupun hanya karena tidak tega.

—— Setelah bila menggosok giginya, dia kemudian menghampiri Adit di balkon. Bila melihat Adit merokok, gak masalah sih, cuma ya kaget aja.

“Sorry, gue matiin aja rokoknya, gue kalo stress ngerokok bil, maaf ya.”

Bila mengangguk paham, “terus? Mau ngomongin apa?” Tanya Bila

Adit mengacak rambutnya, dan duduk menghadap bila.

“Soal kemaren, gue beneran minta maaf, gue gak maksud ninggalin lo, gue beneran lupa kalo si Alya ngajak duluan, gue yang salah janji sama lo, bil.”

Lagi-lagi bukan hal yang ingin bila denger.

“Yaudah gapapa kali dit, kan gue udah bilang berarti emang urusan lo sama alya lebih penting, udah kan itu aja kan yang mau lo bilang? Gue masuk ke kamar ya..” ucap Bila sambil berdiri dari tempat duduknya

“Bil, belum selesai.”

“Apalagi?” Tanya Bila

“kemaren Alya nembak gue—“ ucap Adit

Bila langsung memasang ekspresi kaget, kaget yang beneran kaget.

“—tapi gak gue terima.”

Lega? Banget.

“Kenapa? Bukannya Alya cantik? Cocok juga kok sama lo.” Ucap Bila sok tegar.

“Iya dia cantik, kan gue udah bilang semua cewe tuh cantik, tapi ada alasan lain lagi.”

Bila yang sebenarnya kepo akut hanya merespon singkat. “Ooh gitu, gue kirain apaan.”

“Lo gak mau tau bil alasannya apa?”

Bila tersenyum, kemudian bangkit dari kursinya, “gue juga gak berhak tau dit, karena gue juga bukan siapa siapa lo kan? Lagian bukan urusan gue juga buat tau apa alasan dibalik itu, udah yaaa gue masuk dulu mau tidur, lo jangan kebanyakan merokok, ga bagus.”

Kalimat dari Bila sukses menampar Adit, Bila pergi meninggalkan Adit secara perlahan dari balkon tersebut.

”Padahal, alasan terbesar gue nolak Alya, karena gue suka sama lo, bil.” bisik Adit pelan sesaat Bila keluar dari pintu balkon tersebut.

Alsa masuk kedalam cafe dengan wajah ceria, maklum hubungannya dengan Abim sudah kembali baik seperti biasanya, sudah jarang ada percekcokan duniawi.

Saat Alsa masuk, alsa langsung disambut oleh lelaki yang menggunakan kemeja di meja yang ada di sebrang pintu, siapalagi kalau bukan Tama.

Setelah Tama menyadari kehadiran Alsa, dia kemudian berdiri mempersilahkan Alsa untuk duduk.

“Sorry ya tam, udah lama nunggu?” Tanya Alsa

Tama menggeleng, “baru kok, tenang aja.”

“Oh iya, Abim nunggu? gak lo suruh masuk?” Tanya Tama.

“Abim pulang kok tam.”

“Oh yaudah, nanti lo balik sama gue aja ya ca?”

Alsa mengernyit, Alsa merupakan salah satu orang yang susah menolak ajakan orang lain, maklum lah anaknya gak enakan. Tapi dia sudah terlanjur janji untuk tidak menerima ajakan dari Tama dan pulang dengan pacarnya, Abim.

“Ca?”

“Eh maaf maaf, kayanya ngga bisa deh soalnya nanti mau nemenin Abim nyari sesuatu katanya, gapapa kok, gue malah ngerepotin lo kalo misalnya nebeng.” Ucap Alsa, ya setidaknya alasannya cukup masuk akal daripada alasan ‘nanti Abim cemburu’

———

Setelah memesan makanan dan minuman, mereka kembali ke kursi untuk memulai pembahasan yang ingin disampaikan Tama.

“Jadi, mau ngomong apa tam?”

Tama terdiam, dia sejujurnya bingung bagaimana menyampaikannya.

“Tam? Everything okay?”

Tama mengangguk, “okay, ca, cuma..”

Alsa menatap Tama dengan dalam, “cuma apa?”

Tama kemudian menunjukkan beberapa foto mamanya.

Alsa memang mengenal mama Tama sejak dulu, karena Alsa sempat dekat dengan Tama dan Tama juga sempat mengenalkan Alsa dengan mamanya.

“Loh si tante kenapa tam? Ini kok fotonya di rumah sakit?” Tanya Alsa bingung

“Mama gue sakit sa, udah lumayan lama, cuma gue gak bisa cerita ke siapa-siapa karena emang gue gamau orang tau, tapi dengan terpaksa gue harus bilang ke lo—“

Alsa semakin bingung, “terpaksa? Terpaksa gimana? ya gapapa kali tam, kita kan temen bisa saling tuker cerita apalagi gue juga kenal sama mama lo.”

Tama menunduk dan menarik nafasnya dalam, benar benar bingung dengan semuanya, dan bingung bagaimana menyampaikannya.

“Bukan, bukan soal itu ca, tapi soal—“

“Soal, apa?”

“Ini soal permintaan mama gue, ca.”

Alsa mulai mencerna dan berusaha memahami arti kata kata Tama, permintaan? Kenapa dia harus bilang ke Alsa? Hubungannya dengan Alsa apa?

“Permintaan? Hubungannya sama gu—“

“But, sorry ya gue bilang ini ke lo, tapi gue sama sekali gaada niat apapun.” Tama menarik nafasnya dalam.

“Mama minta gue secepatnya menikah ca, dia pengen liat anaknya nikah, dia udah cape katanya dirumah sakit, tapi mau berusaha kuat sampe gue nikah ca, dan—mama cuma inget lo, dan dia minta gue nikah sama lo ca.”

“Hah? Maksud—“

“Ca, bentar ca, gue tau ini permintaan konyol banget, gue tau lo ada hubungan sama orang lain, dan lo juga masih kuliah, gue udah berusaha bilang sama mama tapi mama nyuruh gue nyampein ke lo, ca..gue minta maaf, gue bukan nuntut simpati atau apa..”

Alsa benar benar bingung, pikirannya langsung acak-acakan saat ini, bisa bisanya Tama mengatakan hal ini secara tiba-tiba, dan masalahnya adalah ini permintaan mamanya, tapi tetep aja Alsa mana bisa lah?

“—ter-terus lo mau apa? Gue gabi—“

“Ca, gue cuma pengen lo tau, gue jujur masih sayang sama lo sejak dulu, gue tau itu salah, sayang sama pacar orang sebuah kesalahan yang besar, tapi, apa lo gak mau bantu gue ca? Sekali ini aja? Gue gak tega liat mama gue ca...”

“Hah? Sekali aja? Tam, sorry, ini nikah, nikah bukan hal yang main-main, jangan jadiin gue jadi jaminan, gue bukannya gak sedih atau gak empati ke mama lo, tapi gue gak bisa tam, gue ada Abim, gue masih kuliah, lo gak mikir sampe kesitu? Kenapa harus gue, tam?”

“Karena gue cuma sayangnya sama lo, ca. Gue gak mau ada orang lain, gue cuma mau lo ca...” ucap Tama.

“Tam, gue gak bisa, sorry, kadang permintaan lo gak masuk akal, Tama.”

Tama menunduk, dia benar benar frustasi sekarang. “Ca terus gue harus gimana ca, gue gak mau kehilangan mama gue sebelum gue turutin permintaannya ca, mama pasti nganggep gue anak durhaka gak bisa nurutin permintaannya ca, gue tau permintaan ini gila tapi gue gak tau harus gimana lagi ca.”

Alsa mendekat ke Tama, kemudian mengelus punggung lelaki itu yang sudah terisak.

“Tama maafin gue, tapi gue bisa bantu dengan cara lain, kita ketemu mama lo, gue yang bicara, biarin gue yang dibenci mama lo, karena gue yang menolak, lo gak perlu ngarang cerita ke mama lo, tama maaf gue cuma bisa bantu kaya gitu, gue beneran gak bisa, gue juga gak cinta sama lo, tapi gue tetep sayang lo sebagai teman tam, gak lebih.” Ucap Alsa

“Sa, lo beneran gak bisa? Ca, please ca..” mohon Tama.

“Maaf tam, ayo gue anterin lo ke mobil lo, nanti kabarin gue kalo mau ketemu mama lo, kita atur waktu.”

Foto dirinya yang dikirimkan bila di grup divisi sukses membuat Adit salah tingkah malam ini.

Sekarang, Adit sedang ada diluar, membeli makan karena dirinya belum makan daritadi, tapi nanti bakal balik lagi ke Bila.

Mendapatkan pesan itu membuat Adit tersenyum sambil mengetikkan sesuatu ke room chat dirinya dengan bila.

———

Sedangkan bila. Jangan ditanya, awalnya dia tidak sadar sampai akhirnya Nadia dan sekar keluar dari kamar dan teriak dari lantai 2.

“Woi bila, lo salah kirim bego.”

karena hal tersebut, akhirnya Bila menyadari, namun sudah terlambat, Adit sudah mengirimkan personal chat ke dirinya.

“Matiiiii, harga diri gue gimana” gerutu Bila.

———

Setelah bila mondar mandir karena pikirannya kacau, Adit yang dari luar datang dengan ekspresi biasa saja.

Iya, biasa aja kaya gak kejadian apa apa.

“Bil, gue gapapa kan makan dulu?” Tanya Adit

“—eh iya gapapa dit.”

—— Setelah Adit menghabiskan makanannya, mereka pun lanjut mengerjakan apa yang sedang mereka kerjakan tadi.

seperti diawal sudah dikatakan, Adit tuh orangnya professional kalo ada kerjaan, jadi sebisa mungkin dia nyelesaiin semuanya dulu, baru deh urusan yang lain.

“Oke, ini aja nih MOU nya bil?” Tanya Adit

“I-iya, dit.”

Adit tersenyum ke Bila, manis banget buset.

“Yaudah sampe disini dulu aja yaa pembahasan kita malem ini? Gue tutup ya, sekali lagi makasih ya bil.” Ucapnya lembut

“I-iya, sama-sama ya dit.”

Adit berdiri dari tempat duduknya, membereskan kertas kertas yang ada didepan mereka untuk dimasukkan kedalam tasnya.

“Oh iya soal tadi.” Ucap Adit yang jujur bikin hati Bila dag dig-dug gak karuan.

“Ah adit, sumpah sumpah gausah dipikirin, gue asal ngetik aja, sorry kalo bikin lo gak nyaman, sumpah gue gak mak—“

Adit menepuk bahu bila yang masih duduk didepannya, kemudian ikut duduk lagi disamping bila.

“Haha gapapa bil, maaf ya kalau banyak banget yang harus lo kerjain, bil.”

“Engga adit bukan gitu maksud gue...” bantah Bila.

Adit mengeluarkan sesuatu dari kantong hoodienya, dan menyodorkannya ke Bila.

2 buah coklat.

“Gue inget dulu lo pernah cerita kalo lo cape lo suka nyemilin coklat, ini gue beliin, tanda permintaan maaf gue setidaknya karena beberapa kerjaan yang harusnya jadi jobdesk gue malah lo yang ngerjain.”

“Dit—“

“Oh iya sama ini—“

Adit mendekat kearah Bila, kemudian menepuk bahunya sendiri, dan mengarahkan kepala Bila untuk menyender di bahu Adit.

Bila? Kaku kaya kanebo, bener bener shock.

“Kalo cape gapapa nyender aja kaya gini, jangan takut ataupun risih, bahu gue kosong juga kok dan siap nampung kepala lo kalo lagi lelah sama semuanya, oke bil?”

Setelah mendengar kabar mendadak kalau Adit sedang urgent di rumah sakit, hati Bila langsung sakit tidak karuan.

Bagaimana tidak, perasaannya tadi dia masih melihat Adit sehat-sehat saja, kenapa tiba-tiba dapat kabar seperti ini?

—-

Setelah menempuh perjalanan dengan ojek online, tibalah Bila di rumah sakit yang dibilang oleh Hanif.

Benar kata Sekar waktu itu, yang dia tidak sengaja melihat Adit dirumah sakit ini.

Sekarang tujuannya sama, rumah sakit ini juga.

Ada apa sebenarnya yang terjadi ke Adit? Adit yang sakit atau bagaimana?

Ah, pikiran jelek sudah mengelilingi otak Bila setibanya disini

“Duh, hanif, angkat dong.” Gerutu Bila saat mencoba mencari tahu dimana keberadaan hanif dan yang lainnya.

“Bila? Ngapain bil?”

Suara yang tidak asing itu langsung membuat Bila menoleh, itu Yanda dan salah satu temannya yang bila tidak kenal.

“Yanda, yaampun beruntung banget gue ketemu sama lo.”

Yanda mengangguk, “eh kenalin ini temen gue varo.”

“Varo.” Ucap Varo sambil menjulurkan tangannya, dan dengan cepat dijabat oleh Bila

“Iya, bila.”

“Lo kok disini bil? Belom dijawab pertanyaan gue.”

“Yan, tolong yan, kasih tau gue Adit dimana?”

Yanda terbelalan mendengar pertanyaan dari Bila, karena setau yanda, Adit tidak pernah memberitahu siapapun selain teman temannya.

“Lo kok ta—“

“Udah yan, ayo buru, gue tau lo kesini mau nemuin Adit juga kan? Ayo ayo gue ikut.”

—- Setelah berhasil mengekor Yanda dan Varo, Bila berhasil mengetahui posisi Adit dimana. Tapi, dia harus menunggu di koridor, karena yanda mau memberitahukan teman temannya dulu.

Disini, posisi bila masih tidak tahu, Adit baik-baik saja atau tidak.

“YAN, VAR LO AH KEMANA AJA SIH.”

“Ih marah marahnya bentar, itu tadi gue ketemu—“ bisik Yanda, tapi dia tidak lanjutkan karena melihat Adit menangis dikursi tunggu didepan ruang ICU.

ya, memang bukan Adit yang sakit.

“dit...udah dit, berdoa, pasti kakak lo baik baik aja.” Ucap teman temannya.

——

Karena sudah sekitar 15 menit menunggu tanpa kejelasan, Bila bertekad untuk mendatangi mereka sendiri, bisa bisanya dia dilupakan disini.

Bila kemudian berlari dari tempat persembunyiannya tadi ke tempat dimana Yanda dan Varo pergi.

Alangkah kagetnya mereka semua, iya semua yang ada disana, termasuk juga Bila yang melihat keadaan Adit sedang hancur hancurnya.

Tapi dia sedikit tenang, karena bukan Adit yang terluka.

“Bila?” “Bil lo ngapain?” “Kok lo disini?”

Saut-sautan dari teman teman Adit membuat Bila mematung ditempatnya, dia hanya melihat Adit dan hanif secara bergantian, karena dia tahu soal ini dari Hanif.

Sautan itu pun membuat Adit sadar, dan menatap ke arah dimana teman-temannya melihat saat ini.

“Bila?”

Adit langsung menghapus air matanya saat itu juga, ya adit tidak mau terlihat lemah selain didepan teman temannya.

“Bil, ngapain disini?” Tanya Adit sambil berjalan menuju tempat bila.

“Adit, gue kira lo—“

“Gue gapapa bil. Aduh gue jadi gak enak kalo lo liat gue nangis.” Ucap Adit.

“Terus ngapain lo di rumah sakit? Gue panik dit, gue tungguin lo tapi ternyata lo disini, sorry kalo lo kaget gue tiba-tiba datang disini, gue gak maksud gangg—“

“Gue gapapa, bila.”

Dengan segala keberanian yang Bila punya, Bila langsung memeluk Adit yang ada didepannya karena dia tahu, Adit sedang tidak baik baik saja.

“Adit, lo gak boleh bohong, gue tau lo gak baik baik aja, gue disini, temen-temen lo semua disini, kita semua disini, kalo ada apa apa begini dan lo butuh temen cerita selain temen temen lo gue ada, dit jangan nangis ya, gue disini dit.” Ucap Bila tanpa sadar.

Adit yang masih mematung kaget karena dipeluk secara tiba tiba pun memasang sedikit senyumnya.

“Bil, lo nenangin gue, lo beneran berhasil nenangin gue hari ini.” Ucap Adit sambil membalas pelukan wanita itu.