Ada satu buku yang masih ngena di Carissa sampai detik ini bahkan setelah bertahun-tahun dia membacanya. This Is Water sebenarnya buku yang hanya berisikan sebuah pidato yang ditulis oleh David Foster Wallace tentang kehidupan bagaimana kita, human being, cenderung self-centered, melihat kejadian sehari-hari di sekeliling dengan kacamata kepentingan sendiri dan mengabaikan realitas apa yang sebenarnya terjadi.
Di buku itu, ada sepenggal cerita tentang dua ikan kecil yang sedang berenang-berenang di laut dan berpapasan dengan ikan tua yang menyapa mereka dan bertanya. “Morning boys. How’s the water?” Tetapi kedua ikan itu malah terus berenang sampai akhirnya saling menatap dan sama-sama kebingungan. “What the hell is water?”
Dua kedua ikan kecil itu adalah Carissa dan Minjae.
Dan air adalah keadaan yang mereka abaikan.
Dua ikan itu adalah Carissa dan Minjae yang menjadi bodoh atas perasaan mereka masing-masing.
Dan air adalah keadaan dimana setelah Wonwoo meninggalkan Indonesia dan Minjae terus-terusan melontarkan pertanyaan soal pernikahan. Semenjak kedua hal itu, Carissa merasa sedang menipu dirinya. Mengabaikan fakta bahwa dia merasa kehilangan Wonwoo saat laki-laki itu memutuskan pergi dan merasa terganggu akan pertanyaan Minjae.
Akhirnya sampai dimana saat Carissa akhirnya melihat “air”.
Waktu itu Carissa dan Minjae sedang stay vacation di salah satu hotel yang ada di Jakarta. Ini pertemuan mereka setelah 7 bulan gak ketemu. 7 bulan setelah pertanyaan, “Ica, nikah ya sama aku. Aku harus nungguin kamu sampe kapan?” terakhir kali dipertanyakan oleh Minjae.
7 bulan itu digunakan oleh Carissa buat mengenyahkan pertanyaan itu dari kepalanya. Ada alasan kecil namun kuat kenapa Carissa enggan juga memberikan jawaban untuk pertanyaan itu. Alasannya adalah Carissa tidak yakin untuk menghabiskan hidupnya dengan Minjae.
Carissa sayang sama Minjae. Tapi untuk menghabiskan hidup bersama Minjae, Carissa merasa itu bukan hal tepat. Terlebih, Minjae yang sudah dikejar untuk menikah tahun ini, membuatnya makin tidak yakin.
Jadi setelah dinner, mereka naik ke atas menuju kamar hotel yang mereka pesan. Selama dinner, baik Carissa atau Minjae gak ada yang mengungkit soal pertanyaan 7 bulan lalu. Atau belum mungkin. Dan dinner dihabiskan dengan membahas kegiatan mereka selama 7 bulan belakangan ini. Membahas Axel, anak Yuju dan Seokmin yang sering kali dijumpai oleh Carissa tiap weekend itu. Dan banyak lagi.
Sesampainya di kamar, Carissa langsung masuk kamar mandi. Untuk membersihkan diri dan keluar dengan mengenakan bathrobe. Mendapati Minjae yang sudah berganti baju lebih santai dan sedang menonton tv diatas kasur.
Carissa langsung aja bergabung dengan Minjae dan mendusel didalam pelukan Minjae. Minjae sendiri reflek memeluk erat Carissa walaupun matanya tetap fokus pada tv.
Setelah sibuk dengan kegiatan masing-masing, Minjae akhirnya mengajak Carissa untuk duduk di kursi yang posisinya didepan jendela.
Karena kursinya cuma satu, jadila Carissa yang duduk disana dan Minjae berlutut didepannya.
“Ica, aku mau ngomong sama kamu. Kamu mungkin paham jelas kemana arah pembicaraan ini tapi aku tetep mau ngomong.” Carissa menegang. “Ica, nikah sama aku ya?”
Minjae menggenggam tangan Carissa. “Umur kita udah cukup berkeluarga. Aku juga udah berpenghasilan yang cukup buat menghidupi kamu.”
“Aku gak bisa, Mas.” Carissa menghindari tatapan Minjae. Menarik tangannya dari genggaman Minjae. “Aku gak yakin buat hidup sama, Mas.”
“Aku harus apa biar kamu yakin, Ica? Aku sengaja ngasih space 7 bulan belakangan ini karena aku pikir kamu butuh waktu buat mikirin semuanya.”
“Aku... juga gak tau.”
Mereka sama-sama diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Minjae menghela nafas. “Aku... gak pernah bisa menang ya?”
Carissa menatap Minjae. “Aku tau. Wonwoo kan?”
“Mas...”
“Orang lain atau kamu mungkin gak bisa ngerasa. Tapi aku bisa, Ica. Wonwoo punya tempat disana. Tapi gak bisa aku raih. Aku pura-pura buta karena aku pikir setelah Wonwoo pergi kamu bisa ngilangin tempat itu tapi ternyata gak juga.”
Minjae tersenyum lalu mengusap kepala Carissa. “I can never win this, can i?”
Lalu yang terjadi setelahnya selama setahun belakangan setelah malam itu, pindah dan tinggal bersama Ibunya. Carissa juga kembali ke rutinitas biasanya. Mengurus Event Organizernya. Setiapweekend ia habiskan dengan berkunjung ke rumah Yuju. Tidak ada lagi Minjae dalam hidupnya. Carissa juga memberanikan dirinya buat kembali menghubungi Wonwoo. Suprisingly, Wonwoo ternyata menunggunya. Dan setiap malamnya atau setiap paginya sebelum berangkat bekerja, Carissa sempatkan untuk bervideo call dengan Wonwoo. Atau sekedar main dengan Soonyoung di salah satu weekday. Menutup hari dengan menyetir sendiri menuju rumah dengan membisikkan pada dirinya sendiri berulang-ulang: this is water.
Dan pada Sabtu, 22 Januari 2020, Carissa kini berada jauh dari kemacetan Jakarta dan melihat banyaknya orang berlalu lalang di San Fransisco International Airport sambil menunggu seseorang menjemputnya. Lalu tersenyum saat mendapati Wonwoo dengan baseball cap dan masker yang ditarik ke bawah dagu, berjalan ke arahnya. Di kepalanya terdengar bisikan suara gang membisikkan tiga kata yang membuatnya senyum gak surut. This is water
Yang terjadi sama Wonwoo selama setahun belakangan ini adalah sibuk dengan tesisnya, pekerjaannya yang digelutinya, dan Carissa.
Waktu dia video call Seokmin niatnya buat ngeliat Axel, malah berakhir dengan ajakan Seokmin gibahin Carissa yang putus dengan Minjae.
“Gue kira bakalan nikah sama Minjae dia.”
”Minjae nya sih udah ngajakin nikah beberapa kali. Tapi dia nya yang gak mau.”
“Kenapa?”
”Gak tau pasti juga gue. Yang gue denger dari Yuju sih si Carissa nya yang gak bisa. Lo tau kan, when she said she can’t, it definitely we can’t do anything.”
Setelah percakapannya dengan Seokmin, Wonwoo jadi kepikiran Carissa. Entah kenapa ketika dia tau soal putusnya Carissa dan Minjae dia merasa kalo dia harus ngehubungin Carissa. He thinks that she must be need someone to share. Bener aja. Gak lama dari itu, Carissa kembali menghubunginya. Satu chat masuk saat dia hendak menuju kampusnya untuk bertemu dengan profesornya. Dan setelahnya mereka jadi makin sering chat dan juga video call
Tepat saat ulangtahun Wonwoo, Carissa menvideo call Wonwoo. Jam 9 pagi di San Fransisco yang artinya itu jam 11 malam di Jakarta.
“Happy birthday.”
Wonwoo tersenyum saat mendapati Carissa yang lusuh karena baru pulang. “Thanks. Baru balik?”
”Iya nih. Tadi abis dari venue buat acara besok.”
Wonwoo bisa melihat betapa lelahnya Carissa saat itu. Spontan, Wonwoo bertanya. “Ca, are you okay?”
Carissa tersenyum tipis. ”Keliatan ya?” Wonwoo mengangguk. “Minjae found his girl.”
“You’re not okay, then.”
Carissa tertawa kecil. Matanya yang berkaca-kaca tadi sudah berubah jadi setitik air mata yang jatuh ke pipinya. “I’m. But it’s fine. Gue cuma merasa apa ya... regret?”
“Then, what you regret for?”
”Gue sadar harusnya kemarin gue ngelepasin Minjae aja pas gue gak bisa settled down sama dia dan nahan-nahan kayak kemarin. Nyesel karena gue bego, egois nahan kebahagiaan dia.”
“Lo sayang dia ya, Ca, mangkanya lo begini?”
”Iya. Tapi rasa sayang gue gak bisa bikin gue menetap sama dia, Won. Rasanya gak tepat gitu.”
Satu yang Wonwoo tau hari itu. Airmata yang Carissa keluarkan itu ternyata airmata untuk melepas perasaannya pada Minjae. Karena 2 bulan setelahnya, Carissa ngasih tau kalo dia bakalan pindah ke San Fransisco.
Wonwoo sendiri menyambut kabar tersebut dengan gembira. Bahkan dia nawarin Carissa buat di apartemennya. Jadinya saat Carissa ngabarin dia sudah landing, Wonwoo langsung bergegas menjemputnya.
Hal ini emang masih jauh dari ‘menghapus’ Minjae pada hidup Carissa. Atau membuat Carissa head over heels setengah mati pada Wonwoo, tapi Wonwoo bisa bersabar untuk menunggu karena Wonwoo tau kalo ia masih banyak waktu. This is more than enough.