sher little place

So, you single now?

“Mau kemana?”

Minho yang sedang menyiapkan sarapan terheran melihat Chan yang sudah rapih pagi ini.

Tumben, biasanya weekend dipakai molor seharian nih orang, batin Minho.

“Ada rapat mingguan BEM,”

“AMIT-AMIT. Lo rapat weekend gini?”

“Mau gimana lagi, ini rapatnya bareng rektor. Mau gak mau, harus nyesuain waktu rektornya,”

“Oalah, pantes baju lo rapih banget kemejaan.”

Chan mengambil 1 roti bakar yang ada di meja, sebelum akhirnya mengambil salah satu kunci motor.

“HO, MINJEM MOTOR!”

“IYA!”

Bagus, pagi-pagi udah teriak sampai Jeongin kebangun karena kaget.


Bruk!

“Fi, kalo gak sanggup jangan dipaksa.” Kata Hana sambil membantu Fiona berdiri.

“Tapi rapat hari ini sama rektor, gue gak enak.”

tuk!

“Kok gue disentil sih?” Omel Fiona sambil mengusap dahinya.

“Udah tau dari kemarin ambruk, masih aja dipaksa. Istirahat, sini gue aja yang kontak Mashiro buat wakilin lo.”

“Tapi_”

“Gak ada tapi-tapian, ISTIRAHAT!”


Chan mengeluarkan motor Minho perlahan melewati pagar kosan, soalnya kalo kegores nyawa dia taruhannya.

Tepatnya, bayaran kos sih.

“BANGCHAN!!”

Chan yang baru saja akan jalan kaget mendengar Jihyo teriak keluar pagar kosan depan. Cewek tersebut langsung naik motor duduk dibelakang Chan.

“Lah ngapain lo?”

“Nebeng, udah ayo jalan.”

“Lo nya gak pakai helm,”

“Gapapa udah, kampus kan gak jauh.”

“Gak boleh melanggar hukum. Berkendara harus pakai helm!”

“Rempong banget lo sumpah!”

“Udah cepet ambil helm, kalo gak gue tinggal.”

Jihyo berengut sebentar sebelum akhirnya turun dari motor.

“Gue ambil helm ya, sampai lo tinggalin gue doain lo gak akan pernah balikan sama Fiona.”

“JAHAT BANGET DOANYA.”

“BODO AMAT!”

Jihyo ke dalam kosan sebentar mengambil helm, sementara Chan beneran nungguin. Cowok tersebut juga takut kalo beneran didoain kayak tadi.

Ayolah, Chan masih mau berjuang setidaknya sebelum janur kuning melengkung.


krek

Chan dan Jihyo masuk ruang rapat, mendapati baru Soyeon saja yang datang.

“Pada ngaret ya?” Tanya Jihyo.

“Yoi. Duduknya udah ditentuin btw.”

Jihyo duduk di dekat Soyeon, sesuai dengan tulisan di meja. Sementara Chan duduk di seberang mereka.

Chan iseng mengecek siapa yang akan duduk di kanan kirinya. Kirinya tertulis ketua BEM Kedokteran, sementara kanannya_

“Ini serius gue sebelahan sama ketua BEM Hukum?”

Curse me. Because i know what i did was really stupid.

Selesai.

7 huruf tersebut mewakili hubungan Fiona dengan Hongjoong. Perempuan tersebut menghela nafas panjang sambil membuka pintu kos an nya.

how can i love when im done with you?

because the one i love is him.


“Mau minum berapa gelas lagi coba?” Omel Seonghwa walaupun tetap menuangkan soju untuk Hongjoong.

“Gak tau, hehe.” Kacau emang orang abis putus, batin Seonghwa. Mereka sekarang berada di kedai yang tidak begitu jauh dari cafe tempat Fiona dan Hongjoong tadi bertemu.

Ide mabuk ajakan Hongjong btw, cowok hukum tersebut sebenarnya tidak setuju tapi melihat muka pias sahabatnya, yasudahlah 1 gelas soju bukanlah masalah. Maybe.

“Gue goblog ya?”

“Iya.”

“Kok lo langsung iyain sih?”

“Karena kali ini lo beneran goblog. Lebih goblog daripada gue malah.” Hongjoong hanya cengengesan mendengar penuturan Seonghwa.

“Gak salah sih,” jawabnya, “gue terlalu memaksakan perasaan gue. Padahal gue tau siapa yang sebenarnya Fiona cintai. Sampai dia udah ada di samping gue, hatinya tetap berlabuh buat orang itu.”

“Konyol juga, mereka putus tapi sebenarnya sama-sama masih sayang.” tutur Seonghwa pelan yang sialnya, masih Hongjoong dengar.

“Maksud lo?'

“Minho pernah cerita ke gue, kalau Bangchan pernah sampai insomnia karena mikirin perasaannya kepada Fiona.”


Fiona memarkirkan motornya di parkiran Fakultas Hukum. Pagi ini udara cukup dingin, membuat cewek yang baru dilantik menjadi ketua BEM Hukum tersebut harus merapatkan jaketnya. Sebenarnya, alasan Fiona pagi ke fakultas bukan karena kelas, dia harus mengumpulkan laporan rapat BEM Hukum minggu ini ke rektorat.

“Ini kak, laporannya.”

“Makasih ya,”

“Iya sama-sama.”

Fiona melangkah keluar dari ruang sekretariat. Sepagi ini, lebih baik dia sarapan sebentar di kantin baru balik ke kosan.

“selamat pagi masyarakat kampus satu! ayo mana semangatnya!”

Ah, program radio pagi sudah mulai disiarkan ke seantero kampus satu.

“mana bisa dia balas suara kita, Myeong,”

“bisain dong umo! anw balik lagi nih di program pagi kita yaitu morning song! bersama gue, Dongmyeong dan,”

“Seungmin in the building! wah, sepagi ini kita udah semangat banget, mau galau gak?”

“gak nyambung banget tapi ayo masokis! soalnya nih, lagu pertama judulnya EX by SpearB dan CB97 from 3Racha, enjoy!!”

Hah? Fiona jelas tau siapa dibalik nama panggung tersebut, karena_

On that day, I was unusually cold towards you With a constant yawning Saying I’m busy, making excuses one day after another

Jelas, itu suara Changbin, berarti orang satunya sudah pasti_

I must’ve been crazy back then, me without you I can’t go on, because you are all I have after all I was out of my mind for a moment

Fiona berhenti di tempatnya, mendengar lagu tersebut dalam diamnya.

Curse me for it, it’s fine Curse curse curse me all you want Until your hatred for me turns into anger So that you would relieve your anger and we could be together again

Apa, semua ini adalah perasaan dia?

Sialan.

I want to curse myself, Chris. Because making a decision that makes my heart hurt. So Much.

“Fiona?”

Fiona segera berbalik dan rasanya waktu berhenti saat itu juga.

Bagaikan sebuah skenario drama, netranya bertemu dengan netra gelap milik Bangchan, yang sepertinya memang ingin ke kantin juga. Dengan penampilan standarnya yaitu sweater, celana panjang dan juga tas hitam yang berisi laptop kramatnya.

Sumber lagu yang Fiona tangisi saat ini.

Literally, ketauan langsung oleh pembuatnya.

“Lo, gapapa?” Pertanyaan tersebut terdengar sangat awkward saat ini. Maksudnya, ini pertama kalinya mereka berinteraksi setelah 1 tahun lebih sama-sama membangun tembok pembatas.

“Gapapa.” Jawab Fiona sambil mengusap pipinya dengan cepat.

“Oh, oke.” Bangchan pun berjalan melewati Fiona.

Tidak. Keduanya tidak ada yang saling memanggil ataupun mengejar.

Karena keduanya masih terjebak dalam ego masing-masing.

I cant run away from my feeling.

cr : ex – stray kids english lyrics by colorcodedlyrics

fiona membuka kulkas dan mulai mengeluarkan bahan untuk membuat kimbab. ya, fiona tidak begitu jago masak tapi setidaknya, dia tidak buta cara membedakan bayam dan kangkung.

“kak?” fiona mengalihkan atensinya kepada nyonya lee yang baru saja masuk dapur.

“ya ma?”

“tumben kamu masak.”

“mau piknik aku.” nyonya lee menaikkan sebelah alisnya. tidak terbiasa dengan penuturan anak semata wayangnya tersebut.

“sama siapa?”

“pacar.”

“HAH?!”

fiona menghentikan kegiatan mengeluarkan susu untuk smoothie sambil menatap nyonya lee.

“kenapa ma?”

“KAMU PACARAN SAMA SIAPA LAGI?” ah iya, fiona memang sudah menceritakan jika dia sudah putus dengan hongjoong. namun, tentang dia balikan dengan bangchan, itu sama sekali belum diceritakan.

“nanti mama liat aja,”

tuk!

“ihh ma! kenapa aku disentil?” omel fiona sambil mengelus dahinya.

“kamu ini, udah berani ya main rahasia-rahasiaan sama mama. mau dilaporin ke papa?”

“huuu pengaduan.”

nyonya lee memutuskan untuk ke ruang tv. baru saja akan menyalakan tv_

ting tong!

“ma biar aku-”

“MAMA AJA YANG BUKA!” seandainya fiona melihat, mamanya baru saja lompat melewati sofa demi mengetahui siapa (lagi) pacar anak semata wayangnya itu.

krek

“ha-chan?” bangchan hanya nyengir sebelum salim kepada nyonya lee.

“hehe, pagi tante.”

nyonya lee berkedip cepat, berusaha meloading situasi yang baru terjadi.

“KAMU SAMA FIONA BALIKAN?!”

“mama astaga! jangan teriak di depan pintu!” omel fiona yang akhirnya menghampiri nyonya lee.

iya, nyonya lee tuh se sayang itu sama bangchan. kalo kata nyonya lee, “bangchan tuh menantu idaman mama. kamu ini bisa-bisanya putus sama dia.” jadi jelas sekali kenapa reaksinya seheboh ini.

“KOK KALIAN BISA BALIKAN? KENAPA? ADA AP-”

“tante saya jelasin di dalam aja ya,” kata bangchan akhirnya.

Terkadang, ada beberapa hal yang lebih baik tetap menjadi sebuah rahasia.

Youngjo menyentuh meja, “seseorang sebelumnya menaruh pensil disini,”

“Di kantin ada yang sedang memakan dimsum,” kemudian Youngjo menatap Wheein.

“Anda merupakan staff tetap The Bridge sejak 2 tahun yang lalu.” Kemudian iya menutup mata.

“Potensi dapat bangkit dalam keadaan yang tidak dapat disangka. Bisa saat kita tidur, makan, ataupun belajar.”

“Excelent.” Youngjo membuka matanya.

“Kamu mendengar isi pikiran saya dengan sangat tepat,mendapat informasi secara akurat dengan pengliatan, mencium dan meraba dengan tepat juga. Potensimu sudah berkembang dengan sangat baik Youngjo. Terus pertahankan, jika berhasil kamu bisa membuka tahap baru dalam potensimu.”

“Baik Ms.”

Hari ini memang giliran Youngjo yang di test mengenai potensinya oleh Wheein. Setelah selesai, ia langsung kembali ke asrama.

Youngjo menatap langit sore kala itu. Sekarang sudah masuk hari ke lima dia tinggal bersama yang lain.

apakah ini akan berakhir dengan baik?


“Gue pulang.” Katanya begitu masuk dan hampir berteriak.

Bukan hantu, tepatnya dia shock melihat Hwanwoong rambutnya warna pink.

“Reaksi lo sama persis kayak Keonhee sih,” kata Geonhak yang menimbulkan tawa dari Hwanwoong.

“Kok, ganti warna?” Hwanwoong menunjuk buku yang berada di meja kopi.

“Tadi ada kurir, datang membawa perlengkapan dan atribut baru khusus untuk kita. Termasuk buku peraturan.”

Youngjo menatap buku tersebut dan kemudian, informasi mengenai buku tersebut muncul di pandangannya.

“Boleh mengakses sekolah di jam malam, tidak ada aturan pakaian ataupun rambut namun harus tetap menggunakan almet sekolah, boleh mengakses bagian private perpustakaan, istirahat lebih dahulu, bolos lebih dari enam, apa-apaan ini kenapa kita seperti dispesialkan?”

Hwanwoong dan Geonhak saling menatap satu sama lain.

“Eum kak?”

“Jo, lo barusan gunain potensi lo ke benda mati?”

Youngjo terdiam, dan seketika matanya langsung menangkap beragam informasi dari berbagai benda di ruangan tersebut. Ia langsung berkedip beberapa kali sebelum akhirnya semua itu menghilang.

“Lo, oke?” Geonhak memegang bahu Youngjo, sementara Hwanwoong langsung berdiri dari sofa, menghampiri mereka.

“Gue gapapa. Cuma, kok? Gue gak nyangka,”

“Potensi lo kan?” Youngjo mengangguk.

“Tadi Ms Wheein bilang. Ketika kita sudah melatih potensi kita dengan baik, potensi tersebut dapat membuka perkembangan yang lebih baru. Mungkin ini yang beliau maksud. Gue bisa ngeliat informasi dari benda mati sekarang.”

Setelah itu Youngjo berjalan ke dapur, menyeduh teh dan kembali untuk duduk di sofa.

Hwanwoong yang masih ada di ruang tv memilih ikut duduk di sofa.

“Gue baik-baik aja woong. Lo jangan khawatir,” Hwanwoong sedikit kaget yang membuat Youngjo tertawa kecil.

“Kak, biasain jangan langsung nembak pas orang mau ngomong. Biarin aja dia ngomong dulu, gue masih suka kaget sama kebiasaan lo itu.”

“Ah iya, maaf.”

Hwanwoong mengangguk, kemudian meninggalkan Youngjo, yang menatap kepergian si cowok berambut pink.

Ada satu. Satu hal yang Youngjo sesali saat ini.

kenapa potensi gue harus berkembang?

Youngjo ingat jelas hari tersebut. Dirinya sedang asik mengambar pemandang di buku sketsanya. Sebelum kepalanya seketika sakit dan iya, denging tersebut muncul.

Namun setelah itu, dirinya kembali tersadar dan melanjutkan menggambar, mengabaikan kejadian yang baru terjadi.

Mana pernah dia menyangka 2 hari kemudian dia tiba-tiba tau bahwa tetangganya naksir kakaknya karena mendengar isi pikiran tetangganya.

Youngjo mengira bahwa mungkin sebatas itu potensinya. Namun seiring berjalannya waktu, kemampuan tersebut berkembang. Dari telinga, mata, hidung dan terakhir perabanya alias tangan.


“Youngjo, KIM YOUNGJO!”

Youngjo tersadar dari lamunannya. “Maaf pak.”

“Bapak tau kamu adalah murid program To Us. Namun bukan berarti kamu dapat seenaknya tidak menyimak pelajaran.”

“Maaf pak.”

Sejak kemarin mereka mulai wajib mengenakan almet khusus murid program To Us dan Youngjo juga baru sadar, almet tersebut memang baru dirilis.

Ada 5 murid program To Us di kelasnya selain dia dan Geonhak.

“HAPPY BIRTHDAY DONGJU!”

Dongju yang baru saja turun sudah di semprot confeti oleh Hwanwoong dan Seoho.

“Gue baru bangun, pestanya nanti ih ngapain sih mainin dekornya sekarang?” Omel si bungsu sambil berjalan ke dapur mengambil nasi.

“Kok gak ada nasi?”

“Makanya dateng-dateng jangan ngomel. Nih kak Byul ngasih nasi uduk buat sarapan.” Kata Keonhee yang sejak tadi sudah asik makan sambil menonton tayangan di tv.

Dongju berjalan ke ruang makan bersama piringnya, sementara empat abangnya sudah anteng makan sambil nonton. Termasuk Hwanwoong dan Seoho yang buru-buru kembali makan setelah ngerjain Dongju.

Empat karena Youngjo sudah keluar kosan bersama Yonghoon demi menyiapkan pesta ulang tahun untuk si kembar.


Yura memperhatikan kosan di depannya yang sudah terdengar suara bising lagu dan cowok-cowok pada teriak.

Setelah mengambil nafas yang panjang, Yura membuka pagar tersebut.

“Permisi,”

“KAKAK!” Dongju yang sedang memasang balon langsung turun, berlari memeluk Yura. Yang dipeluk sudah kaget, dan malu.

“Pacarannya nanti dulu hey, pasang ini balon.” Omel Dongmyeong. Dongju hanya melemparkan tatapan iri bilang dan kemudian menggandeng tangan Yura, meninggalkan Dongmyeong yang semakin misuh-misuh sambil tetap memasang balon.

“Kakak bareng kak Rania dulu ya, nanti aku jemput lagi kalo udah selesai, oke?” Yura hanya menjawab pertanyaan tersebut dengan anggukan.

Keduanya berjalan ke rumah yang terletak di tengah-tengah komplek kosan. “Kak Ra!” Seorang cewek dengan rambut panjang yang dikuncir keluar sambil menggunakan celemek.

“Gak sopan banget sih, manggil tuh lengkap kak Rania, main kak Ra aja kamu bukan Youngjo ya,”

“Hehe, nitip pacar dulu, nanti aku jemput kalo udah selesai bantuin Dongmyeong, dadah~”

“Ihh kita belum pacaran Dongju!!” Yang diteriakin udah lari duluan, ninggalin Yura yang akhirnya melemparkan cengiran ke Rania.

“Yuk masuk, ada Gita sama Eri di dalam lagi dekor kue.” Yura mengikuti Rania. Dia memilih diam, tau jelas cewek di depannya adalah ketua BEM salah satu fakultas, Yura ingat jelas melihat fotonya di banner kampus.

Begitu sampai dapur, mereka disambut 2 cewek yang sedang berdebat soal hiasan yang harus ditambahkan.

“Heh heh, malah debat lo berdua. Nih kuenya Dongju pacarnya aja yang hias.” Omel Rania sambil berkacak pinggang.

“Belum pacaran, kak.” Kata Yura pelan yang membuat ketiga cewek tersebut menengok ke arahnya.

“Kamu maba ya?” Tanya yang rambutnya digerai dengan jepit di bagian kanan poninya.

“Eh, iya.”

“Kok lo tau Ri?” Tanya yang rambutnya sebahu.

“Gue sempet jadi mentor pas ospek univ. Gak nyangka aja Dongju sukanya yang lebih tua ternyata hehe,” Jawabnya sambil nyengir.

“Gue Eri, Kedokteran gigi 19, ini Gita Hukum 19, nah lo udah kenal sama kak Rania pasti soalnya muka dia dimana-mana. Nah, nama lo siapa?” Tanya Eri setelah mengenalkan dirinya dan Gita.

“Yura, Akuntansi 20.”

“YAH, sayang banget Ivy gak bisa datang. Kalo ada pasti dia kenal lo, dia anak manajemen sih cuma pasti familiar lah kan satu fakultas.” Kata Gita yang diiringi anggukan oleh Eri.

“Udah kelar kan bincang-bincangnya? Lanjut kerja ayo cepet.” Kata Rania yang membuat Gita dan Eri memanyunkan bibirnya sebelum akhirnya mengajari Yura cara menghias kue.


“Woah,” itu reaksi pertama si kembar ketika melihat kue.

“Ini, buat sendiri?” Tanya Dongmyeong, “hiasnya bagus.”

“Cewek gue yang buat, sisanya pada bantu ngehias.” Kata Youngjo dan dengan santainya merangkul Rania.

Dongju menatap kue untuknya, kemudian menatap Yura, “makasih kak.”

Yura cuma ngangguk-ngangguk aja karena gak biasa di tengah keramaian ditatap Dongju ya... seperti sekarang ini.

“Udah ayo tiup lilin dulu, make a wish.” Kata Yongsun.

Si kembar menutup mata, kemudian meniup lilin, dan tepat setelahnya Hwanwoong dan Harin melemparkan confeti dan yang lain tepuk tangan.

“Potong kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga~” nyanyi Seoho sambil menoel-noel pipi Eri yang membuat cewek tersebut memasang wajah datar.

“Ambil sana sih, manja banget sih lo.” Omel Eri walaupun tetap saja akhirnya diambilin.

Semua menikmati momen, termasuk Dongju yang asik duduk bersebelahan dengan Yura yang sedang fokus makan.

Dongju tiba-tiba saja berdiri, naik ke atas panggung mini yang didirikan disana kemudian mengambil mic.

“Gue minta waktu sebentar boleh?”

Semuanya menatap Dongju, termasuk Yura yang kaget. Dongju menenangkan dirinya yang cukup gugup, sebelum akhirnya mengucapkan kalimat yang membuat Dongmyeong menyemburkan minumannya.

“Kak Yura, kakak mau jadi pacar aku gak?”

Keonhee sudah siul-siul meledek, ataupun Hwanwoong yang ganti-gantian menatap Dongju dan Yura.

Kalian tau apa yang terjadi berikutnya?

“EH KAK YURA TUNGGU!!”

Dongju langsung mengejar Yura yang keluar berlari meninggalkan pesta.

“Selama gue kenal Dongju, baru kali ini gue lihat hidupnya mendadak bertransformasi jadi kayak di drama.” Komen Seoho yang mendapat cubitan dari Eri.


SON DONGJU GILA!

Yura berlari sampai ke taman, kemudian duduk.

Gue malu banget astaga. Ya ampun Dongju lo kenapa sih.

Yura menghela nafas, kemudian sadar bahwa jika ia berlari, kesannya dia tidak suka Dongju.

“Gawat gue balik aja deh.” Baru saja dia berdiri, Dongju terlihat menghampirinya. Cowok tersebut berhenti di depan Yura, dengan nafas terengah-engah.

“Kak,”

“Dongju, aku-”

“Kakak gak suka aku?”

Tuh kan...

“Bukan begitu Dongju,”

“Terus kenapa lari?” Tanya Dongju sambil memasang wajah melas.

Dan Yura langsung menjongkok menutup mukanya.

“Ehh, kakak kenapa?” Dongju ikut berjongkok, merapikan rambut Yura ke belakang telinga. Membuat cewek tersebut menatapnya.

Keduanya bertahan dalam posisi tersebut, hanya diam saling menatap.

“Aku suka sama kamu.” Ucapan tersebut meluncur mulus dari mulut Yura.

Dongju, dengan senyumannya mengusap pelan rambut Yura, “aku juga suka kakak.”

“Aku lari karena malu.”

Dongju tertawa setelah mendengar ucapan Yura, membuat yang lebih tua memanyunkan bibirnya.

“Jangan ketawa.”

“Abisnya pacar aku lucu banget.”

“APAAN KITA BELUM JADIAN YA!” Yura langsung berdiri, hampir meninggalkan Dongju lagi.

Dongju dengan cepat langsung memeluk Yura dari belakang. Yura? Jangan ditanya anaknya udah pusing banget sekarang.

Antara seneng sama malu.

“Serius gak mau pacaran?” Tanya Dongju, lebih tepatnya berbisik di samping telinga Yura.

“MAU MAU UDAH LEPASIN DONGJUUUU!”

Dongju melepas pelukannya sambil tertawa melihat muka Yura yang sudah seperti kepiting rebus.

“Kalo aku panggil gak pakai kak boleh gak?”

Dan abis itu Dongju langsung dicubit.

“Enak aja baru pacaran beberapa detik udah semena-mena.”

Setelah itu, keduanya saling bertatapan dan tertawa.

Kak, mungkin aku bukan cowok yang lebih dewasa. Aku juga bukan cowok yang sempurna. Tapi aku hanya bisa berharap kamu bahagia sama aku, sama memori yang akan kita buat.

—fin

Heyyo, makasih yang udah baca short AU ini, semoga kalian menikmati ya💕

Apa yang akan kamu lakukan jika memiliki potensi?

Hwanwoong memilih duduk di belakang, mengabaikan 5 pasang mata yang jelas-jelas menunjukkan rasa penasaran.

“Nama lo siapa?” Pemuda tinggi di depannya berbalik ke arah Hwanwoong, sambil menunjukkan senyumnya.

“Yeo Hwanwoong, lo?”

“Lee Keonhee. Lo baru dapet potensi ya?” Hwanwoong memasang wajah bingung.

“Oh, kalo lo bingung, kak Youngjo udah cerita tadi. Lo anak yang tiba-tiba muncul di koridor.” Kata Keonhee sambil melambaikan tangan ke arah Youngjo.

Youngjo membalas lambaian tersebut, tersenyum dan kemudian kembali fokus pada hal yang sejak tadi ia tulis.

Hwanwoong memilih diam, kemudian mengambil posisi nyaman untuk tidur, melupakan semuanya.

“Sore semuanya.”

Hwanwoong langsung terbangun, mendapati seorang wanita berdiri di depan kelas.

“Sleep on the first day, bukan sebuah contoh yang baik Yeo Hwanwoong,” Keonhee hanya tertawa mendengar kalimat tersebut.

Wanita tersebut tersenyum, sebelum melanjutkan kata-katanya. “Mungkin, kamu bisa memperkenalkan dirimu ke depan kelas? Karena pada jam 16:30 kamu akan tertidur lagi ketika saya menjelaskan materi hari ini dan kamu memutuskan untuk bertanya pada Keonhee perihal kelas hari ini.” Hwanwoong berkedip cepat, antara kagum dan juga takut.

Hwanwoong berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke depan kelas. “Nama saya Yeo Hwanwoong, dari kelas 10-4,”

Hwanwoong menengok ke arah wanita tersebut sejenak, “apakah harus memperkenalkan potensi saya?”

“Tidak usah, saya sudah tahu dan saya rasa teman-teman sekelasmu juga sudah tahu.”

Hwanwoong hanya ber 'oh' pelan sebelum akhirnya duduk kembali.

“Kita mulai kegiatan hari ini. Sebelumnya, karena kita kedatangan anggota baru saya akan kembali memperkenalkan diri saya sendiri. Saya Wheein, penanggung jawab kelas 6 dan iya Hwanwoong, saya memiliki potensi, kamu tidak perlu bertanya hal ini kepada Youngjo nanti.”

Hwanwoong jelas-jelas sedang tidak memikirkan hal tersebut.

Wheein menyambungkan laptop ke infokus, menampilkan logo sekolah dan tulisan dibawahnya.

“To Us?” Cowok yang menabrak Hwanwoong kala itu mengeluarkan suara.

“Jadi sudah 4 minggu kita disini dan anda baru memberi tahu bahwa ternyata terdapat nama program?” Cowok tersebut tertawa sedikit remeh.

“Dan aturan juga Lee Seoho. Saya menunggu kalian semua disini untuk memberi tahu lebih jelasnya.”

menunggu?

Wheein menggeser ke slide berikutnya.

“To Us. Program yang dikembangkan oleh pemerintah untuk melatih orang-orang yang memiliki potensi dalam dirinya. Sekolah kita, The Bridge, adalah 1 dari 5 sekolah yang dipilih untuk melatih dan mendidik siswa berpotensi. Sekolah ini memiliki 10 kelas potensi dengan kapasitas per kelasnya beragam.”

Layar berganti tampilan menjadi slide dengan tulisan yang penuh.

“Aturan dalam program ini sederhana. Kalian tidak boleh menunjukkan bahwa kalian adalah siswa potensi di luar kelas. Kalian juga dilarang untuk membeberkan apa yang kalian pelajari selama menjalani program ini. Pro kontra dalam masyarakat dapat membahayakan posisi kalian, ditambah,” Wheein terdiam sebentar.

Bahaya yang mengintai tidak hanya perihal masyarakat.” Hwanwoong mendadak merasakan dingin di sekitarnya.

“Untuk menghalau hal tersebut, sekolah memutuskan jika siswa dalam program To Us akan ditempatkan di dalam satu asrama.”

“HAH????”


“EMPAT MINGGU! Dan Ms Wheein baru mengatakan kita ternyata harus tinggal di asrama?!”

“Calm down Seoho. Kehidupan asrama gak seburuk itu.”

Hwanwoong mengamati mereka berdua di balik majalah yang ia baca.

“Gini hak. Kita empat minggu berada di kelas juga belajar something yang menurut gue aneh? Kita ngerjain matematika itu oke sih, tapi baca buku yang menurut gue di luar nalar. Apa-apaan kita membaca buku mengenai filsafat dan sebagainya?!”

“So, what is your point?” Tanya Youngjo yang baru saja keluar dari kamarnya.

“The point is, we learn something thats not make any sense.”

“Ya sebenarnya memang ada sains yang bisa menjelaskan kenapa ada potensi di dunia ini?”

Ruangan mendadak hening, membiarkan pertanyaan Hwanwoong menggantung begitu saja.

“Kalian udah selesai debat? Gue sama Dongju udah selesai bikin makan malam.” Kata Keonhee sambil membawa makanan ke meja makan.

Awkward adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keenam remaja ini.

Tidak ada yang memulai pembicaraan. Semuanya terfokus pada makan malam, atau lebih tepatnya pikiran mereka.

bagaimana bisa gue tinggal 3 tahun sama mereka? batin Hwanwoong.

bisa-bisanya gue terjebak sama kumpulan manusia, ntah manusia atau bukan intinya gue gak suka. ini batin Seoho.

serius tiga tahun gue harus sama mereka? kali ini batin Dongju.

“Kalian tau? Mungkin lebih baik kita mengakrabkan diri,” Kelima pasang mata melemparkan tatapan ke arah Youngjo.

“Ayolah, kita kan bakal tinggal 3 tahun bareng-bareng. Yakali diem-dieman kayak stranger.”

Dan disinilah mereka, duduk melingkar di depan televisi yang dibiarkan menyala begitu saja.

“Jadi, siapa yang mau mulai?”

Diam.

Youngjo hanya menghela nafas.

“Gue duluan boleh?” Cowok yang bernama Dongju tersebut menegakkan posisi duduknya setelah mendapat anggukan dari yang lain.

“Nama gue Son Dongju, kelas 10-2. Gue juga punya kembaran di sekolah ini dan punya potensi juga. Gue gak bisa ngasih tau potensi gue apa karena bakal bahaya hehe,” Dongju mengakhiri perkenalan singkatnya.

“Kalian udah tau pasti, gue Yeo Hwanwoong. Kelas 10-4 dan potensi gue teleportasi. Gue anak tunggal.” Hwanwoong menatap sebelahnya.

“Lee Seoho. Kelas 11-1, gue gak tau potensi gue apa dan gue juga gak percaya apapun yang ada di kelas tersebut.”

aneh.

Keonhee menatap Seoho bingung. “Terus kenapa lo udah bisa masuk program To Us?”

“Agak panjang kalo diceritain. Tapi intinya gue juga punya potensi, cuma belum ketahuan aja. Hak giliran lo.” Seoho menyenggol teman sebelahnya.

“Nama gue Kim Geonhak dari kelas 11-1. Potensi gue bisa menghilang.”

“Gue Lee Keonhee, kelas 10-3 dan potensi gue,” Keonhee memegang bahu Geonhak.

“Ambilin minum dong.” Geonhak langsung berdiri, berjalan ke dapur dan kembali dengan segelas minum di tangannya dan diberikan kepada Keonhee.

“Bisa mengendalikan pikiran orang.” Diakhiri dengan senyuman yang lebar.

Geonhak yang tersadar dari pengaruh potensi langsung menatap Keonhee sengit.

“Nama gue Kim Youngjo, kelas-HEH HEH JANGAN TIMPUK-TIMPUKAN BANTAL!” Youngjo memisahkan Keonhee dan Geonhak, sebelum melanjutkan perkenalannya.

“Kelas 11-3, potensi gue ketajaman panca indera gue. I can hear what people think, i can smell anything di radius 300 meter, meraba permukaan buat mengetahui tadinya ada apa, merasakan sesuatu secara spesifik dan melihat apa yang tidak bisa orang lain lihat.”

“Hantu?” Hwanwoong sudah berpegangan kepada Dongju.

Youngjo tertawa mendengar pertanyaan Dongju. “Bukan, gue bisa liat informasi mengenai orang lain. Jadi tanpa berkenalan gue bisa tau nama, umur, kelas, tempat tanggal lahir, dan hal spesifik lainnya termasuk dia punya potensi atau tidak.”

Seoho berdecak kagum mendengar penuturan Youngjo. “Gue tau Jo potensi lo tentang panca indera. Tapi gue gak nyangka ternyata se keren itu, gokil.”

“Semua potensi menurut gue keren kok. Apapun potensi yang kita milikin, semoga itu berguna dan dapat menolong orang lain.”


Hwanwoong mengganti chanel di tv.

Hwanwoong, dikenal sebagai manusia yang mudah sekali tertidur sekarang malah menggonta ganti chanel karena-

“Tidak bisa tidur?” Hwanwoong hampir melempar remote tv.

“Kak Youngjo, lo ngagetin gue.” Youngjo hanya tertawa pelan sebelum mengambil duduk di sebelah Hwanwoong.

“Kalo lo penasaran apa potensi Dongju, dia bisa menghancurkan barang dengan sekali tinju.” Hwanwoong kembali mengeluarkan tatapan kaget.

“Gue bisa dengar suara hati lo ya, dan iya lo bener. Semua anak di sini menyimpan rahasia masing-masing, termasuk gue.”

Hwanwoong mematikan tv.

“Gue-”

“Banyak orangtua yang memberikan ekspektasi terlalu tinggi kepada anak-anaknya. Lo, adalah anak yang beruntung. Tidak semua orang bisa mendapatkan potensi. Gue punya tetangga, dia sampai kelas 12 pun belum mempunyai potensi. Jadi, cobalah belajar bersyukur daripada berfikir bahwa lo berada di tengah sekumpulan orang-orang aneh walaupun gue setuju sih sama lo.”

Hwanwoong tertawa mendengar perkataan Youngjo. “thanks loh bikin gue rada legaan.”

“Sama-sama.”

Hwanwoong beranjak dari sofa, berjalan menuju kamarnya.

“Kak Youngjo?”

“Hm?”

“Kakak bersyukur mempunyai potensi?”

Daripada merutuki nasib, lebih baik kita menjalani dan menggunakan segala kemampuan yang kita punya saat ini.

—To Be Continue

Pernahkah kalian terpikir adanya manusia super?

Manusia, yang dapat mengendalikan manusia lainnya. Manusia, yang dapat mengubah cuaca. Manusia, yang dapat meniru manusia lainnya.

Dalam dunia ini, kita dapat menyebutnya “potensi”. Sebuah kemampuan diluar nalar manusia, yang menimbulkan pro dan kontra di publik saat ini.

“Setiap manusia memiliki potensi dalam dirinya dan membuka kunci untuk potensi tersebut adalah tantangan. Menemukan potensi dalam diri kita sendiri adalah tantangan pertama_”

Yeo Hwanwoong mematikan televisi di depannya. Jenuh, sudah pasti. Setiap hari, kedua orangtuanya menyuruhnya melakukan segala hal seperti mengerjakan soal, olahraga, apapun yang pasti bukan berleha-leha.

Alasannya? Simple, Hwanwoong sampai sekarang belum juga menemukan potensinya.

“Semua anak seumuranmu sudah menemukan potensinya sementara kamu bahkan tidak tau potensimu sendiri? Apa semua latihanmu kurang? Tidak, kamu kurang berusaha, terus berusaha sampai kamu mati rasa!”

PRAK!

Remote tv tersebut merusak layar tv. Sementara sang pelempar remote memilih masuk kamarnya.


“Setiap manusia memang unik. Jadi wajar jika belum menemukan potensi dalam dirimu.” Kepala sekolah Yongsun tersenyum setelah mengatakan hal tersebut.

“Tapi apa memang ada yang selama saya? Maksudnya, rata-rata semua menemukan potensinya ketika kelas 8 sampai 9, sementara saya sekarang saja belum menemukan padahal sudah kelas 10.” Kata Hwanwoong.

Yongsun menepuk pundak Hwanwoong, “Hwanwoong, ibu menyarankan fokuslah pada hal yang kamu suka. Terkadang, potensi bangkit di keadaan yang tidak pernah kita sangka.”

Setelah pembicaraan tersebut, Hwanwoong keluar dari ruang kepala sekolah, kemudian menghela nafas.

jelas kepala sekolah pasti lelah karena hampir setiap hari gue ke kantornya membahas hal ini.

Hwanwoong berjalan pelan menuju kelasnya, dengan isi kepala yang ruwet dengan beragam alasan apa lagi yang harus dia jelaskan kepada orangtuanya.

Ataupun cara apa lagi yang harus dia lakukan untuk mengetahui potensinya.

Brug!

“Aduh!”

“Eh, maaf-maaf!” Hwanwoong menatap jengkel cowok yang bukannya membantunya, malah terus berlari.

“LEE SEOHO KEMBALI KESINI!” Teriak cowok yang berlari mengejar orang yang menyenggol Hwanwoong.

Hwanwoong berdiri dan memperhatikan kedua orang yang berlarian di koridor tersebut. Dia menyengit dahinya, mengingat tidak pernah melihat kedua orang tersebut di sekolah.

Mungkin kakak kelas, batinnya kemudian melanjutkan perjalanannya ke UKS, bolos karena sudah tidak mood untuk mengikuti mata pelajaran.


“Satu dua tiga, satu dua tiga, satu dua tiga empat lima!” Hwanwoong dengan cepat mengikuti koreo yang ia liat di youtube.

Sejak dulu cowok bermarga Yeo tersebut memang menaruh ketertarikan kepada tari. Di tengah semua kesibukannya, ia selalu menyempatkan diri untuk menari. Menari menghilangkan sakit kepalanya, dan juga membuat dia lupa akan dirinya yang sampai saat ini tidak mengetahui potensinya.

Sempat terlintas di kepalanya bahwa potensinya adalah menari. Ia menceritakan hal tersebut kepada kedua orang tuanya dan reaksi mereka?

“Menari? Mana ada potensi seperti itu? Potensi merupakan hal yang berguna untukmu, apa menari berguna?”

Sejak saat itu Hwanwoong memilih untuk diam-diam ketika menari, seperti saat ini. Ketika kedua orangtuanya sibuk bekerja dan meninggalkan dirinya seorang diri di rumah.

“Berikutnya, melangkah ke kanan, kemudian belakang dan berputar.” Monolognya sambil mengikuti tarian secara perlahan sesuai di video.

TIN TIN!

Hwanwoong mematikan laptopnya, kemudian ke bawah menyambut kedatangan kedua orang tuanya dengan senyum dan alibi bahwa ia baru saja mengerjakan soal matematika yang sulit.

manusia itu unik.

berputar sesuai iramanya, Hwanwoong.

manusia diciptakan memiliki potensi.

kanan kiri kanan kiri

manusia telah berevolusi.

ZIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!”

Hwanwoong langsung terbangun sambil menutup telinganya, berteriak kencang karena denging dan kata-kata yang saling bertumpuk satu sama lain.

“HWANWOONG!” Ayahnya langsung mendobrak pintu kamarnya, Hwanwoong dapat merasakan ibunya menggoncang tubuhnya, namaun seluruh pikirannya terfokus pada denging mengerikan tersebut.

Kemudian segalanya menggelap.


“Hwanwoong, saya masih tidak menyangka anda berbuat curang saat itu.” Hwanwoong tidak menatap balik sang guru, ia memilih menatap kedua sepatunya.

“Saya akan melaporkan hal ini kepada kedua orangtuamu.” Hwanwoong langsung melotot.

“Maaf pak, apa harus langsung melaporkan hal ini kepada kedua orangtua saya? Saya hanya berusaha membantu teman saya yang kesulitan.”

“Kamu tau peraturannya Hwanwoong. Memberikan contekan termasuk ke dalam daftar hitam sekolah ini. Walaupun niatmu hanya membantu teman, tetap tidak bisa di tolerir.”

Hwanwoong menghela nafas pasrah, tau setelah ini semuanya akan semakin buruk.

“AYAH MENYEKOLAHKANMU UNTUK JADI YANG TERBAIK! BUKAN BERBUAT CURANG SAAT UJIAN!”

“AKU CUMA BERUSAHA MEMBANTU TEMANKU!”

“NYATANYA APA? SEKARANG KAMI MENERIMA SURAT PANGGILAN DARI SEKOLAH!”

“ibu kecewa sama kamu.”

PRAK!

Hwanwoong melempar hpnya sendiri ke cermin. Napasnya memburu. Marah, lelah, rasanya semua hal tersebut meledak di kepalanya.

Ia menyalakan stereo, bodo amatlah jika ibunya dapat mendengar. Ia butuh mengeluarkan segala stress dari kepalanya.

Hwanwoong menari mengikuti irama, tubuhnya terlena akan musik tersebut. Sampai saat akan melakukan gerakan terakhir, segalanya berubah.

Ketika kakinya akan menginjak lantai, Hwanwoong terjatuh seketika.

pusing.

Ia memegang kepalanya, kemudian tersadar bahwa saat ini ia sudah tidak berada di kamarnya.

ini, koridor sekolah kan?

apa? bagaimana bisa?

Hwanwoong berusaha berdiri namun kembali terjatuh, kepala terasa berputar.

“Hey, lo gapapa?” Seseorang membantunya berdiri, Hwanwoong melihat ke arahnya. Cowok, cukup tinggi dan sekali lagi, Hwanwoong tidak familiar dengan mukanya.

“Gue gapapa.” Kata Hwanwoong sambil memegangi kepalanya. Sakitnya sudah cukup berkurang.

“Mau gue antar pulang? Kebetulan gue bawa mobil.” Hwanwoong memperhatikan cowok tersebut dari atas sampai bawah, sebelum akhirnya mengiyakan ajakannya.

Keduanya berjalan perlahan-lahan menyusuri koridor.

“Gue ngasih saran aja sih,” kata cowok tersebut.

“Nanti lo sampai rumah, minum teh atau air hangat. Terus langsung mandi dan istirahat. Soalnya keliatannya potensi lo menguras tenaga banget.”

Hwanwoong langsung menghentikan langkahnya dan menatap cowok tersebut.

“Potensi?”

“Iya potensi. Gue sebenernya lagi perjalan ke parkiran terus tiba-tiba lo secara tiba-tiba muncul di koridor kek ting tada~ terus lo langsung jatuh.”

potensi? jadi kejadian tadi itu karena gue gak sengaja aktifin potensi?

Cowok tersebut memandang Hwanwoong bingung, “Jangan bilang itu pertama kalinya lo gunain potensi lo ya?”

Hal berikutnya yang terjadi ialah Hwanwoong berlari.

“EH TUNGGU!”

potensi? sekarang gue punya potensi??

Hwanwoong berlari tanpa arah, rasa takut, lega dan panik menghantuinya sekarang.

gue mau balik ke rumah.

gue mohon, gue mau ada di kamar sekarang.

kamar kamar kamar.

Hwanwoong menutup matanya dan kemudian ia menabrak sesuatu dan badannya langsung terjatuh ke permukaan yang empuk.


“Ini hasil tes lab nya.” Yongsun menyerahkan berkas tersebut.

“Selamat Yeo Hwanwoong. Sore ini kamu sudah bisa mengikuti program pelatihan di kelas 6, jangan sampai terlambat.”

Hwanwoong hanya mengangguk kaku sambil mengucapkan terima kasih. Ia berjalan pelan keluar ruangan kepala sekolah dan kemudian membaca hasil lab.

takut.

Hwanwoong menghela nafas sejenak. Sudah hampir 10 menit ia berdiri di depan pintu dengan tanda nomor 6. Mengumpulkan semua keberanian dan mengesampingkan overthinkingnya, ia membuka pintu ruangan tersebut.

Cowok yang tempo hari menolongnya, dua cowok yang berlari-lari di koridor, cowok yang tinggi dan cowok yang mukanya terlihat muda sekali.

mereka semua, punya potensi?

Kalian tau? terkadang sebuah kejadian di masa lampau dapat menuntun kita kepada takdir yang tidak pernah kita bayangkan.

—To Be Continue

Turn Back Time

Part 2

“Na?”

“AAAAA, eh ya iya kenapa?” Tanyaku.

“Asli lo kenapa teriak terus daritadi, gue diem aja loh padahal. Apa muka gue mirip setan?”

“Ngaco aja.” Aku mematikan hpku dan berjalan meninggalkan Nanon.

“Et et, lo mau kemana gue tanya?” Nanon menghadang jalan gue.

“Aduh ampun deh, gue gak jadi nemenin lo ya soalnya mau ketemu Lilly sama Puim.”

“Puim?”

Anjir, lupa Puim kan temen kuliah, mana dia kenal kalo sekarang. Ya walaupun di masa depan pun dia tetep gak kenal sih.

“Ada temen di sosmed, udah minggir Nanonnnn,” omelku.

“Gue ikut.”

“Hah? Lo kan mau ngegame bareng Ohm sama Chimon, udahlah gapapa gue sendiri_”

“Gampang. Tunggu gue mau ngasih pesanan Ohm sama Chimon dulu, jangan kabur lo.” Kemudian Nanon meninggalkanku.

Tepat setelah Nanon pergi, hpku berbunyi dan menampilkan kontak Lilly.

“lo udah di sana?”

“INI NANON BENERAN JADI IKUT GUE!”

“yaudah sih, dia gak gigit ini.”

“bukan itu poinnya Ly, lo tau kan gue bertahun-tahun ngindarin dia biar bisa move on sementara gue kembali ke saat ini dimana gue sama dia masih deket banget,”

“lalu?”

“gue takut gamon,”

“bukannya lo emang gamon?”

“LILLY!!!”

“udah jalanin aja. lo coba inget apa yang tadi siang gue sampain soal kembali ke masa lalu. gue sama Ssing udah mau sampai, gue tutup ya.”

Panggilan terputus dan tepat saat itu juga Nanon kembali.

“Ayo, kok lo malah bengong.” Nanon baru akan menggandeng tanganku dan langsung kulepas.

“Gue jalan di depan.”

“Kita kayak orang marahan tau.” Kata Nanon sambil mengikutiku.

“Jangan banyak komen deh.” Balasku yang membuat cowok jangkung tersebut manyun.

Kami sudah berjalan dari Zona E dan keluhan Nanon sama sejak tadi.

“Lo kayak bukan lo deh.” Dan langkah kakiku terhenti.

“Maksud lo?” Tanyaku. Dia gak akan nyadar kan kalo aku ini bukan 'aku'? Maksudnya, bukan aku di waktu yang sekarang.

“Ya lo kayak lebih ketus aja. Terus ngehindarin gue mulu, gue deketan dikit lo ngomel-ngomel, gue gandeng lo lepas terus. Kenapa sih emang?”

Batin lama-lama ini sumpah.

Aku menatap Nanon, belum juga mengatakan sepatah kata, perutku malah mengeluarkan suara aneh.

Nanon tertawa mendengar itu, sementara aku? Sudah tidak tau deh mau ditaruh dimana muka ini.

Perut, kenapa kamu gak bisa kompromi sih...

“Enak?” Aku hanya mengangguk sambil mengunyah sandwich. Tadi, setelah mendengar suara perutku cowok seperti galah tersebut menawari membeli sandwich, mengingat kami masih harus cepat sampai ke Zona A.

“Kalo laper tuh bilang. Gak usah sok jutek,” kata Nanon sambil meminum minuman yang dia beli bareng sandwich.

Sungguh, dari sekian banyak hari dan orang yang aku kenal, kenapa justru harus berhadapan sama Nanon? Batin, batin, batin.

“Na, jujur lo beneran aneh hari ini.”

Dan dia mulai lagi.

“Nanon.” Aku menengok ke arahnya, sebelum membuang bungkus sandwich yang telah habis.

“Gue tuh gapapa, gue cuma lagi laper, gue kepikiran buat ketemu Lilly, dan kepala gue agak pusing.”

Nanon langsung mendekat dan memegang dahi ku dengan telapak tangannya.

“Gak demam kok.”

“Ya lo kata kepala pusing tuh demam? Astaga Nanon kok bisa sih lo keterima di per film an tapi kapasitas otak lo kayak gini?”

“Hah?”

Na, kamu 100% bodoh.

“Inimah lo yang fix stress, orang kita aja masih SMA gimana sih.” Kata Nanon sambil menahan tawanya.

“Udah kenapa kita ngobrol sih, ayo Lilly sama Ssing udah sampai katanya.”

“Lo gak bilang ada Ssing,”

Aku kembali menengok ke belakang, “lo masih marahan sama dia?”

“Gak sih, cuma,” Nanon terdiam, sebelum melanjutkan omongannya, “kalo ada dia lo suka nyuekin gue.”

“Ya sama aja kayak kalo lo, Ssing sama Lilly lagi ngobrol gue didiemin. Kenapa sih dikit-dikit ngajak ngobrol. Buang-buang waktu sumpah,”

“Sekarang gue yakin lo tuh bukan lo. Sejak kapan Na galak, jutek, terus mana dikit-dikit ngomel. Fix lo alien ka_AWW!”

Aku melepas jeweran tersebut, “gak usah aneh-aneh. Ayo jalan.”

Aku melambaikan tangan kepada Lilly dan Ssing yang berada tidak jauh di depan gerbang Zona A.

“SSING!!” Aku memeluk cowok tersebut, sementara Nanon di belakang misuh-misuh tidak jelas.

“Gue udah lama tau gak ketemu lo.” Ssing menaikkan sebelah alisnya.

“Lama? Perasaan kemarin kita baru ketemu deh,” Lilly sudah tertawa sementara aku hanya menyengir malu.

Tapi serius, semenjak Ssing menjadi anak band, sungguh dan sangat susah sekali bertemu dia. Jangankan Lilly, aku yang satu gedung apartemen hanya berbeda 4 unit saja susah ketemu. Sekalinya ketemu, ya bisa 2 bulan sekali.

“Kalian serius disini tempatnya?” Tanya Nanon sambil sedikit mengintip ke dalam.

“Iya, sebentar tunggu Puim dulu.” Jawab Lilly sambil membalas chat Puim.

“Ly, jawab jujur ya, Puim tuh siapa sih? Gue tuh kenal lo udah sampai ke tahap semua temen-temen lo gue tau. Jadi gak usah bohong deh,”

“Nah, setuju sama Ssing. Na, gue hapal banget lo gak semudah itu deket sama orang. Jadi rasanya gak wajar aja lo bilang Puim itu temen sosmed lo.”

Aku sama Lilly menengok kearah satu sama lain, sebelum akhirnya Lilly memberi kode 'aku yang jawab.'

“Puim itu sepupu gue. Dia tuh lagi liburan di sini, gue ajak aja ketemuan disini. Kita tuh, kesini buat ketemu Jane, dia kerabat jauh gue, katanya dia mau ngajak ke Zona B sama cowoknya, gitu.” Kata Lilly, yang mendapat anggukan dari Ssing dan Nanon.

Dasar, gampang dibohongin.

“Tapi kenapa ngajakin di depan Zona A coba, kan banyak bar deket sini, kalo ketahuan sama satpam kalo kita SMA bisa bahaya,” Komen Nanon. Lilly hanya mengangkat bahunya, tanda dia juga tidak tau.

Turn Back Time

Last Part

Aku membuka mata. Lilly dan Puim juga membuka mata mereka.

“Kita, udah balik kan?” Tanya Puim, ia langsung mengambil hp nya dan benar, sekarang sudah 2020.

“Kita... berhasil?”

“One way to find out.” Lilly membuka instagram dan melihat akun Jane, disana menampilkan foto Jane dan P'Gun, tersenyum bahagia.

“Di upload 2 hari yang lalu.” Aku, Lilly dan Puim sama-sama melemparkan senyum.

“Kita berhasil mengubahnya.”

Aku menatap pemandangan dari luar mobil. Aku langsung memutuskan pulang menggunakan taksi, begitu tadi selesai makan malam di rumah Lilly.

Dan kamu adalah orang yang kucintai sampai kapanpun itu.

Kata-kataku saat itu... apakah itu berpengaruh kepada saat ini?

“Permisi, kita telah sampai.”

“Terima kasih,” kataku setelah membayar dan kemudian turun dari taksi.

Aku menatap langit malam, sebelum akhirnya berjalan menuju apart.

“NA!”

Aku menengok ke belakang dan rasanya tubuh ini benar-benar membeku di tempatnya.

Nanon. Itu Nanon, datang berlari, masih menggunakan hoodie dan juga celana training.

“Lo ngapain kesini? Ini udah malam.” Kataku sambil menghampirinya.

“Jadi itu?” Aku menyengit, jelas bingung dengan apa yang dimaksud Nanon.

“Itu alesan lo ngejauh? Itu alesan lo jaga jarak dari gue? Lo suka sama gue?”

Rasanya seperti disambar petir.

Ucapanku hari itu, ternyata membekas di dirinya.

“Gue berusaha buat nanya ini setelah lo pulang dari Jepang tapi lo selalu ngehindar. Lo putus semua kontak kita, karena lo suka sama gue?”

Aku memilih memutar balik, berjalan menjauh meninggalkan Nanon.

Takut.

“Apa segitu salahnya lo mencintai gue?”

Aku mempertahankan posisiku, tidak menengok kearah belakang.

“Apa salah gue?”

“Lo gak salah.”

“Terus kenapa lo kayak gini?”

Hening.

“JAWAB NA!”

“GUE NGERASA GAK AKAN PERNAH PANTAS BUAT LO!” Air mata meluncur begitu saja dari mataku.

“Apa yang lo harapkan? Gue cuma cewek penyakitan yang bahkan harus berobat di luar negeri. Lo tau? Begitu gue balik gue ngeliat lo semakin jauh, lo bergaul dengan siapa saja, dekat dengan cewek manapun dan apa ada tempat buat cewek kayak gue? GAK ADA!”

Adegan berikutnya ialah Nanon yang langsung memelukku. Aku hanya bisa menangis, mengeluarkan semua emosi dan juga hal yang selama ini aku tahan bertahun-tahun.

“Lo bayangkan jadi gue,” kata Nanon sambil memelukku.

“Bayangin, cewek yang dia suka menghilang satu setengah tahun tanpa kabar apapun. Hanya menyampaikan bahwa dia mencintaiku sampai kapapun. Kemudian kembali namun bersikap seolah tidak kenal sama sekali.”

Apa?

Aku menatap Nanon, dia hanya tersenyum sayu. Kemudian mengusap pelan air mata yang masih tersisa.

“Iya, gue suka sama lo. Mungkin lebih lama dari apa yang lo kira.”

Aku, sudah tidak tau harus mengatakan apa saat itu. Rasanya semua beban di kepala seketika hilang.

“Tapi gue, dibandingkan yang lain_”

“Na, stop,” Nanon mensejajarkan tingginya denganku.

“Stop buat ngebandingin diri lo dengan orang lain. Orang lain adalah orang lain. Lo adalah lo. Dan gue mencintai sebagai lo apa adanya, sakit ataupun tidak, sedih apapun bahagia, gue cinta lo apa adanya.”

Aku sudah tidak tau mau mengatakan apa selain maaf.

“Maafin gue,”

“Gapapa, yang penting kita udah sama-sama jujur dengan apa yang kita rasain.”

Nanon melepaskan pelukannya. “Jadi gimana pacar?”

Aku langsung melotot kepada Nanon. “Gue gak bilang kita pacaran.”

Nanon mencubit pipiku, “Kita pacaran sekarang. Ayo pacar mau jalan gak?”

“Ini udah malam, aku capek mau istirahat.”

Aku langsung meninggalkan cowok tersebut. Namun dengan kurang ajarnya Nanon langsung memelukku dari belakang dan mengangkatku.

“APA-APAAN SIH TURUNINNNNNNN!”

“Jalan dulu ayo masa baru jadian ditinggal gitu aja.”

-end

terkadang memang kita berfikir bahwa masa lalu harus dibiarkan begitu saja. apa yang terjadi di masa lalu, bisa membuat kita menjadi kita saat ini. namun kalo kita diberi kesempatan untuk mengulang semuanya kembali, apa kenapa tidak kita ambil?

Turn Back Time

Part 2

“Na?”

“AAAAA, eh ya iya kenapa?” Tanyaku.

“Asli lo kenapa teriak terus daritadi, gue diem aja loh padahal. Apa muka gue mirip setan?”

“Ngaco aja.” Aku mematikan hpku dan berjalan meninggalkan Nanon.

“Et et, lo mau kemana gue tanya?” Nanon menghadang jalan gue.

“Aduh ampun deh, gue gak jadi nemenin lo ya soalnya mau bantuin Lilly sama Puim.”

“Puim?”

Anjir, lupa Puim kan temen kuliah mana dia kenal kalo sekarang. Ya walaupun di masa depan pun dia tetep gak kenal sih.

“Ada temen di sosmed, udah minggir Nanonnnn,” omelku.

“Gue ikut.”

“Hah? Lo kan mau ngegame bareng Ohm sama Chimon, udahlah gapapa gue sendiri_”

“Gampang udah. Tunggu gue mau ngasih pesanan Ohm sama Chimon dulu, jangan kabur lo.” Kemudian Nanon meninggalkanku.

Tepat setelah Nanon pergi, hpku berbunyi dan menampilkan kontak Lilly.

“lo udah di sana?”

“INI NANON BENERAN JADI IKUT GUE!”

“yaudah sih, dia gak gigit ini.”

“bukan itu poinnya Ly, lo tau kan gue bertahun-tahun ngindarin dia biar bisa move on sementara gue kembali ke saat ini dimana gue sama dia masih deket banget,”

“lalu?”

“gue takut gamon,”

“bukannya lo emang gamon?”

“LILLY!!!”

“udah jalanin aja. lo coba inget apa yang tadi siang gue sampain soal kembali ke masa lalu, udah ya gue tutup.”

Panggilan terputus dan tepat saat itu juga Nanon kembali.

“Ayo, kok lo malah bengong.” Nanon baru akan menggandeng tanganku dan langsung kulepas.

“Gue jalan di depan.”


“Kita kayak orang marahan tau.” Kata Nanon sambil mengikutiku.

“Jangan banyak komen deh.” Balasku yang membuat cowok jangkung tersebut manyun.

Kami sudah berjalan dari Zona E dan keluhan Nanon sama sejak tadi.

“Lo kayak bukan lo deh.” Dan langkah kakiku terhenti.

“Maksud lo?” Tanyaku. Dia gak akan nyadar kan kalo aku ini bukan 'aku'? Maksudnya, bukan aku di waktu yang sekarang.

“Ya lo kayak lebih ketus aja. Terus ngehindarin gue mulu, gue deketan dikit lo ngomel-ngomel, gue gandeng lo lepas terus. Kenapa sih emang?”

Batin lama-lama ini sumpah.

Aku menatap Nanon, “gue gapapa, gue cuma gak mau banyak-banyak interaksi. Kepala gue pusing.” dan tepat setelah itu perutku malah mengeluarkan suara aneh.

Nanon tertawa mendengar itu, sementara aku? Sudah tidak tau deh mau ditaruh dimana muka ini.

“NA!”

“LILLY!!!” Aku langsung memeluk Ssing yang ada di sebelahnya.

“Eh apaan nih tiba-tiba pelukan kayak teletabis,” kata Ssing.

“Ih, gue udah lama banget gak ketemu lo tau,”

“Lama? Perasaan kita baru ketemu kemaren.”

Lilly menepuk jidatnya. Aku hanya tertawa nyengir. Sungguh, aku lupa bahwa ini bukan 2020 dimana cowok tersebut sudah menjadi anggota band dan bahkan susah sekali ditemui.

“Kalian masuk duluan aja, gue sama Na ada yang mau diomongin.” Ssing mengangguk dan kemudia mengajak Nanon masuk. Meninggalkanku bersama Lilly.

“Lo tuh ya, kenapa lupa sih.” omel Lilly sambil menyentil dahiku.

“Tapi gue beneran kangen Ssing tau,” Jawabku sambil menunjukkan wajah sedih.

“Iya iya, tapi di tahun 2017 lo masih sering ketemu dia ya. Puim bilang dia sebentar lagi sampai, kita tunggu aja. Tadi gue udah bilang Ssing kalo liat Jane ataupun P'Gun tolong bilang ke gue.”

Kami diam setelah itu. Lilly yang sibuk chat dengan Puim, menyuruh calon dokter muda itu cepat, sementara aku bolak-balik mengecek jam.

Pukul 20:00

“Tepat waktu,” Kata Lilly begitu Puim sampai.

“Gue lompat keluar pager, gila. Kalian udah ngeliat Jane ataupun P'Gun?”

Baru saja Lilly akan berbicara, Ssing tiba-tiba saja datang menghampiri kami.

“Gue liat Jane dateng, tapi mukanya kayak mau nangis terus marah gitu.”

Gawat, kami langsung masuk ke dalam. Ssing bilang tadi dia nyuruh Nanon ngikutin Jane, dan dia juga mengatakan bahwa sekarang Nanon berada di lorong 5.

Begitu sampai, Nanon langsung menyuruh kami untuk sembunyi.

“Maksud kamu apa sih? Kenapa tiba-tiba nuduh itu?” Suara P'Gun terdengar jelas, disertai juga isak tangis Jane.

“Ly, ini gimana hentiinnya?” Tanya Puim. Muka Lilly sama paniknya denganku.

“Kita terlambat.”

“Terus kamu kenapa nyium dia?! KAMU SELINGKUH NGAKU AJA!”

“AKU GAK SELINGKUH!”

Dan tiba-tiba saja Nanon keluar dari persembunyiannya, membuat kami kaget.

“P'Gun gak bohong, dia memang gak selingkuh. Itu foto dari dare di sekte BEM.” Kata Nanon. Kami sama-sama terdiam mendengar pernyataan Nanon.

“Lo ngapain disini?” Tanya Jane, membuat Nanon agak sedikit gelagap.

“Gue lagi lewat sini, terus gak sengaja denger kalian ribut. Jane, kalo lo gak percaya sama P'Gun, lo bisa percaya sama gue, karena gue ada di sana langsung. Gue juga ngevideoin kok, mau liat?” Nanon menyalakan hpnya, membuka video dan menunjukkannya kepada Jane.

“Jane, siapa yang ngasih foto ini?” Tanya P'Gun sambil menunjuk foto yang Jane pegang.

“Temen aku. Kata dia kamu cowok brengsek.” P'Gun terdiam, kemudian merobek foto tersebut dan membuangnya.

“Bilang temen kamu besok sepulang sekolah ketemu aku di halaman belakang.” P'Gun menyondorkan tangannya kepada Jane.

“Ayo kita pulang.” keduanya berjalan meninggalkan Nanon sambil bergandengan tangan.

“Oh iya Nanon,” P'Gun tersenyum. “makasih.”

“Gue bener-bener berterima kasih sama lo.” Kata Lilly. Nanon hanya tersenyum dan mengatakan tidak apa-apa.

“Ly, Na, ayo.” Kata Puim. Aku menatap mereka berempat, dan ntah kenapa, kata-kata ini meluncur dengan sendirinya.

“Kalian emang sahabat terbaik gue sampai kapanpun itu.”

Lilly dan Puim hanya tersenyum, Ssing yang heran dan Nanon yang langsung memelukku.

Setelah ini, aku pergi.

“Dan kamu adalah orang yang kucintai sampai kapanpun itu.”

Aku langsung melepas pelukan tersebu, pergi menjauh bersama Lilly dan Puim.

Tugas kami selesai.

-TBC