Bunda nyuwi

New berjalan secepat mungkin setelah diberitahu Amaraa untuk ke kamar Tay, yang kini juga menjadi kamar bersama dan juga tadi Tay sempat menelfon sebentar menyuruh pria kecil nya ke kamar mereka.

Gemiricik air yang turun mengenai keramik kamar mandi, membuat intuisi New tau, kalau Tay sedang mandi.

“Tay, mandi ya?”

Tak ada jawaban. “Yaudah gue siapin baju tidur ya.”

10 menit menunggu, dengan New tengkurap sembari baca novel.

Clekek

Knop pintu berputar, Tay keluar dengan bathrobe hitamnya, tak lupa aroma sabun yang segar memasuki indra penciuman New.

“Hai Tayy, bajunya nih. Gue keluar dulu deh.”

Di cekalnya tangan New saat beranjak tadi, “gapapa disini aja New. Baca lagi aja novelnya.”

New tak mau ambil pusing hanya mengiyakan perintah suaminya. Tengkurap membelakangi Tay yang sedany mengenakan pakaian tidur.

New? Awalnya biasa aja. Lama-lama tak tahan dengan sedikit banyaknya Tay menyentuh pakaian itu hingga membuat suara sedikit berisik. Pikirannya sudah kemana-mana. Matanya tak lagi fokus ke novel.

Mereka tetaplah mereka yang apa adanya. Apa yang mereka pikiran itu yang mereka bilang pada semesta.

New berbalik dan duduk di tepian kasur. Memandangi punggung belakang Tay yang belum terlapisi kain sedang bawahnya sudah.

Punggung gagah itu terlihat kokoh dengan beberapa guratan lecet. New tak pernah melihat luka ini.

“Eh.. udah baca novelnya?”

New mengangguk lucu. Tay tidak menanyakan atau malu kenapa New menatapnya. Tidak ada yang perlu di tanyakan, saat keduanya mempunyai ikatan sakral di mata semesta.


“Tadi kenapa nelfon gue?”

New sedikit menggeser ke Tay, menempeli Tay sekarang menjadi hobi baru New.

“Boleh ya?”

“Iya boleh sini lebih deket lagi.”

“Hehe mau.” Yang tadinya sudah dekat dengan Tay kini malah terlalu dekat.

Ya bisa di katakan sekarang New ada di pangkuan Tay.

“Wangi banget. Ngabisin berapa liter sabun  lo Tay?”

“Sedikit aja tadi.”

New semakin tertarik. Kepalanya sudah condong ke leher Tay yang menunjukan guratan keindahan bagi siapapun yang melihatnya.

“Boleh kecup ngga? Boleh ya ya ya.” New menunjukan mata puppy dengan suara mendayu, membuat siapapun yang mendengar itu pasti akan luluh dan tunduk pada perintah pria itu.

Tay senyum. Senyum yang sangat manis, semanis pria yang duduk di pangkuannya ini.

“Iya boleh.”

“Asik.”

Cup

5 detik, butuh waktu 5 detik bagi New untuk melepaskannya setelah kecupan di leher menawan Tay tadi.

Tanpa ijin Tay sudah mencubit pipi kenyal New. Ia puter ia tarik ia kecup sudahnya.

“Gemas. Makan apa aja lo sampe selucu ini?”

“Lagi dong.” Alih-alih menjawab. Malah New menagih dengan apa yang Tay lakukan tadi.

Mereka ya mereka. Tak sungkan meminta. Pada dasarnya ya mereka hanya tak tau caranya berbohong.

Cup

Cup

Cup

Kening, pipi dan hidung menjadi sasaran Tay. Hanya satu yang kurang, yaitu pada bibir lembut New.

“Makasih pacar.”

“Sama-sama pacar.”

Ingatkan kah kalian? Mereka berjanji akan memulai dari kata “pacaran” ya pacaran setelah menikah.

“Tadi lo ngapain nyuruh gue ke kamar?”

“Handphone lo siniin New.”

“Hah? Kok handphone? Gaada apa-apa Tay. Gue ga nyimpen nomor lainnya.”

Tay tertawa dengàn ekpresi bingung New. Ia jawil hidung lucu New.

“AUUHH HIDUNG GUE MERAH KAYAKNYA”

“Ishh Tayyy”

“Aduh aduh benjol gak ya ini.”

Kira-kira itu lah dumelan New dengan raut muka cemberut lengkap bibir maju kedepan.

“Engga merah kok.”

“Pinjem mata lo bentar. Gue mau liat hidung gue merah apa engga.”

Bola mata Tay terkaku ketika bertemu dengan raut muka penasaran New. Bak sihir, Tay tak mampu berkedip barang sedetik pun, raut muka New candu baginya. Terlampau indah, sangat indah.

“Iya ya ga merah haha.”

Tay masih diam, tangannya tanpa sadar mengerat pada pinggang New yang duduk di pangkuannya.

“Tay, kenapa diam?”

Tangan melambai New pada Tay tak membuahkan hasil. Justru kini Tay malah tersenyum.

“Lo gila? Kenapa senyum sendiri?”

Tay singkirkan anak rambut New yang jatuh di sekitar kening.

“New.”

“Hm.” New tampak menikmati apa yang Tay lakukan.

“Cantik.”

“Gue?”

“Iya.”

“Makasih pacar.”

“Sama-sama pacar.”

Cup

Cup

Cup

“Haha udah-udah. Tay jangan makan pipi gue.”

“Iya. Oke.”

“Tadi lo nyuruh gue ke kamar karena apa Tay?”

“Oh itu. Karena ini.” Jawab Tay sambil menunjukan handphone.

“Emang ada apa di handphone gue?”

“Kata Amaraa, lo nanya cara ganti background room chat kan?”

New diam. Tak menjawab tak menggeleng.

“Katanya... mau di ganti pake foto gue ya?”

New beranjak dan berdiri spontan.

“Eh kenapa? Kok berdiri tiba-tiba?”

“Malu. Gue malu Tay.”

“HAAHHAHAHAH” Tay tak bisa menahan tawanya melihat tingkah laku New saat ini.

“Gapapa New. Kan gue pacar sekaligus suami lo.”

“Sini duduk lagi. Mau di pangku atau duduk sendiri?”

“Sendiri aja.”

Tay masih tertawa pelan. “Jangan ketawain gue lagi Tayy.”

“Iya engga.”

“Tayy udahan ih, gue balik ya kamar bawah kalo lo terus ketawa gitu.”

Tay mencekal tangan New yang spontan berdiri. “Iya, udah engga ini. Janji. Sini duduk lagi gue ajarin caranya.”

Tay pun mengajari New, dari milih foto sampai meletakannya pada background room chat.

“Wahh keren.”

“Tayy yang ini ganteng lo nya.”

Rio ☀️ on Twitter: "Thread of Tay Tawan Selfies 📸✨✨… "

“Jelek yang itu. Ganti. Yang ini aja New.”

160 Tay tawan ideas in 2021 | aktor, selebritas, pacar pria

New melihatnya, dan setuju.

“Eh iya yang ini lebih ganteng hehe.”

“Jadi yang ini ya?”

“Oke Tay.”

Setelah mengutak-atik benda pipih itu, semuanya selesai.

“Nih udah jadi New.”

“Makasih pacar.”

“Sama-sama Newwiee.”

“Mau bobo sekarang Tay?”

“Belum ngantuk, duluan aja lo ke ranjang.”

“Ooh oke. Gue duluan. Udah ngantuk banget.”

New pun berbaring di ranjang, hari ini lelah baginya karena seharian part time di cafe depan sekolah.

30 menit setelah New tidur. Tay juga ikut berbaring di ranjang.

Hal pertama yang Tay lakukan adalah menyelimuti New. New selalu lupa menaikan selimutnya.

Pin by Kay on Newwie Thitipoom♡ | Newwiee thitipoom, New thitipoom  techaapaikhun, New thitipoom

Bahkan setiap New mau tidur, New selalu berpesan, “Tay, kalau gue lupa naikin selimut. Tolong naikin ya.”

Tay juga tidak tau kenapa New sampai bisa pelupa itu. Tay mengira hanya arah jalan yang sering lupa. Ternyata rata-rata semua hal New lupa.

“Dasar pelupa.”

Hal kedua adalah mencium kening New. Hal ini seminggu sudah Tay lakukan. Semenjak dia dan New melepaskan aturan 'tidak boleh mencampuri urusan lainnya' dan menamai hubungan mereka sekarang 'berpacaran'.

“Selamat tidur Newwiee. Mimpi indah.”

Hal ketiga adalah menyamankan posisi tidurnya sendiri.

Dan keduanya tertidur, malam mulai menggeluarkan presensi tajamnya dan bintang mulai bersambutan dengan bulan. Jam 21.00 adalah malam bagi mereka. Maklum, keduanya masih SMA dan juga pagi sekitar jam 4.00 sudah harus bangun, karena jam 5.00 pagi keduanya mengantar susu keliling komplek.

Hubungan sederhana mereka bentuk walau mempunyai berbagai privilege di sekelilingnya. Entah itu dari kedua orang tua mereka, atau keluarga besar mereka sendiri.

— bersambung

Semilir angin menerpa wajah bersedih Tay, termenung mengadah langit dengan kaki yang mengayun disisi pinggir Rooftop rumahnya.

“Wan.”

Tay menoleh singkat dengan senyum getirnya. Tatapan mata indah itu menuai makna dalam, yaitu kepedihan.

“Duduk Nyuwi. Sini sama Awan.”

New beranjak dan duduk. “Nyuwi mau tanya apa sama Awan?”

“Ga ada.”

“Tadi kayaknya bawel banget. Kok diem lagi kayak kulkas? Haha.” Tidak, senyum itu mengkhatirkan di tangkap New.

“Dingin? Mau Awan ambilin selimut?”

Bahkan disisi rapuhnya pun, Tay tak melupakan presensi New di hidupnya. Selalu New dan akan New.

“Ga perlu. Gapapa.”

“Nyuwi. Kalau penasaran tanya aja. Awan gapapa.” Tay terus melihat New menatapnya lekat tanpa berpaling.

New menggeleng pelan.

“Nyuwi. Kalo seandainya Awan pergi, Nyuwi mau relain Awan ga?”

“Kemana?”

“Gatau.”

“Gue ikut kalo gitu.”

Tay menoleh, “Nyuwi harus disini. Hanya orang yang merasa sebatang kara yang boleh pergi.”

“Lo engga. Lo punya gue.”

”.... Jadi Wan jangan pergi.”

“Sini Wan.”

New merentangkan tangannya lebar dan menunggu Tay di dalam pelukannya.

5 detik Tay terdiam menatap sosok New. Iya sosok New yang sedang tersenyum sangat tulus menunggu Tay menyambut itu.

“Ayo.”

“Iya.”

Pada akhirnya Tay kembali pada rumahnya. New Thitipoom. Tangis pelannya di tenangkan sapuan lembut New di punggung bergetar Tay.

Tak ada suara hanya air mata Tay yang terus mengalir.

“It's okay Wan, lo punya gue buat pulang. Sekalipun satu dunia menghujam lo, setidaknya gue engga. Gue disini, gaakan pernah ninggalin lo.”

Persahabatan 20 tahun itu memang telah melekat pada keduanya. Pahit manis hidup sudah mereka lalui. Badai ombak mereka jalani. Membutuhkan atau bergantung pada manusia lainnya tidak selalu salah. Keduanya pernah sama-sama rapuh pada titik terendahnya.

Mall, jam 12.00 siang.

Terlihat 4 manusia dengan kombinasi pria tiga dan wanita satu. Ketiga pria itu adalah papi Newwìee sedang sisanya itu Tay Tawan dan Newwiee, lalu satu wanita itu mami Newwiee.

“Ini apa mi? Gede banget kotaknya.” Tanya Newwièe ketika melihat maminya menaruh kotak hitam di peta merah itu.

“Buka aja ayo.” Seru mami Newwiee tak sabar.

“Papi tau isinya?” Yang hanya di gelengin kepala papi Newwiee dapatin dari pria berusia 40 tahun itu.

“Mami kamu kan suka aneh-aneh Nuwi. Udah buka aja sayang.”

New mengangguk membetulkan, dengan Tay yang juga penasaran di sebelahnya.

“Sertifikat tanah, mobil sama rumah...”

“Mami beneran kasih ini buat Tay? Nuwi kira bercanda tadi di chat.” Di tatapnya Tay, melirik was was raut muka suaminya itu.

“Tay, buat kamu nak. Dari mami tapi pake uang papi. Semo–AURGHH”

“MAMI JANGAN DI CUBIT ASTAGA KDRT.” Delikan mata mami Newwiee tak terima dengan celoteh suami barusan.

“Uang papi, uang mami.”

Tay tak menghiraukan pertengkaran itu dan melirik New dengan gelengan. New yang paham pun mengganguk.

Di serahkan kembali kotak hitam berserta berbagai surat penting di dalamanya.

“Mami, papi. Newwiee sama Tay ga bisa terima ini. Makasih udah nawarin, tapi Newwiee sama Tay gamau terus-terusan di kasih materi sama kalian. Biarin kita berkembang sendiri. Newwiee tanggung jawab Tay, semua kebutuhannya pasti Tay penuhi. Maaf mami papi sudah nolak ini. Tulus dari hati Tay, maaf.” Ucap Tay pelan.

Papi dan mami Newwiee di buat terkejut tatkala kata-kata penuh kepastian tegas itu muncul dari seorang remaja 18 tahun.

“Ka, kita memang ga salah pilih mantu. Ya ampun aku sampe netesin airmata ini loh. Manis banget.” Mami Newwiee menoleh singkat dan meraih sapu tangan di tangan papinya Newwiee.

“Ok kalau itu mau kalian. Papi mami percaya kalian. Kalau ada apa-apa panggil kami ya jangan sungkan.”

“Iya papi.”

New mendekat kearah telinga Tay dan mengucapkan sesuatu dengan berbisik “Lo hebat. Tay Tawan Vihokratana. Gue bangga.”

Tak lupa senyum tulus dan acungan jempol ke arah Tay. Tanpa sadar Tay mengalunkan tanganmya ke pucuk kepala New dan mengusakmya pelan.

“AAAAAAA PAPI LIHAT LIHAT ANAK KITA DI USAP MANTU KU DI KEPALA.”

“ÀYO LAGI DONG, PAPI GA LIHAT TADI LOH.”

Keduanya memerah di teriakin begitu.

EPILOG

Ada Gava, Kevin dan Amaraa yang sedang makan di salah satu resto di citos, entah kebetulan atau apa tapi Amaraa melihat Tay dan New bersama orang tuanya menuju kesini.

“DEMI APA TAY NEW SAMA MAMI PAPI KESINI? ANJIR LAH WOI NUDUK LO PADAAAA BURUAANNN.”

“Kenapa sih Mar?”

“Liat apa sih Mar?”

Amaraa mendelik kearah dua pria tampan itu dan keduamya menunduk.

“AMARAAAA ANJIR WOII LEHER GUE KE CENGKLEK INI.”

“ADUH KENING GUE KEPENTOK MEJA INI TOLONG KDRT.”

Sautan Gava dan Kevin tak diindahkan Amaraa dan langsung membuang muka ke kanan biar tak berpapasan pada mereka. Iya keluarga New dan suaminya Tay.

Di bawah meja Gava dan Kevin tak hentinya mengeluh sakit leher karena menunduk.

“Kita lagian ngapain sih Vin?”

“Nanem padi.”

“Dih tolol lu Vin.”

“Ya ngumpetlah dongo. Pertanyaan lo lagian ada-ada aja.”

Sekitar 10 menit mendengarkan, Gava, Amaraa dan Kevin di buat kaget dengan apa yang mereka dengar.

Sertifikat tanah, mobil sama rumah

“ANJING YANG BENER AJA.”

“LEMES GUE DENGERNYA VIN.”

“OK. GUE TAU MAMI PAPI KAYA, TAPI GA SAMPE KASIH ITU SEMUA ANJIR.”

Semua sambatam mereka tak bersua, hanya gerakan emosi dari bibir yang melampiaskannya.

— bersambung

N

2032, Bangkok.

From : New Thitipoom To : Tay Tawan

Hai, Te. Bagaimana kabarmu? Kuharap kau baik-baik saja. Jagalah kesehatanmu, jangan terlalu sering makan-makanan yang terlalu pedas, aku tau kau sangat menyukainya. Aku hanya tak ingin tubuhmu sakit karenanya.

Disini matahari tampak gelap, hujan berkali-kali, pelangi tak kunjung datang. entah karena dia malu menujukan dirinya atau enggan singgah. Sudah lama sekali aku tak melihat sosok indah dirimu, mungkin sudah sewindu? Atau tak tau pastinya. Yang ku ingat kala itu hanya raut wajahmu, aku juga ingat sentuhan lembutmu, suara manjamu, senyummu, tawamu, wangimu. Bahkan aku ingat saat kau berusaha menahan air matamu jatuh. Sepertinya kau sangat sulit menjelaskan apa yang kau rasakan pada saat itu. Senang, sedih, marah, kecewa selalu bercampur saat kita bertemu. Maafkan aku yang selalu sulit untuk berkata.

Maaf, aku sudah membuatmu jatuh begitu dalam. Maaf, aku sudah membuang waktumu. Maaf karena saat itu aku memberimu batas, menyangkal perasaan, dan membuatmu mundur perlahan, raguku membuatmu pergi, egoku membiarkanmu menyerah. Apa rasanya sakit dulu Te? Apa sangat menyesakan, ketika aku menolak mu dengan kasar? Kalo iya, maafkan aku. Terima kasih telah menjadi pribadi yang kuat waktu itu.

Kini, terbanglah setinggi mungkin Terbanglah sebebas mungkin Jangan buat cinta barumu ragu, dan akhirnya membuat pilihan yang salah, sepertiku. Jangan menenggelamkan cinta barumu dengan pertanyaan rumitmu. Buatlah dia nyaman, dengan memberinya kepastian. Dan janganlah terlalu mengekangnya. Beri dia waktu sendiri, mungkin dia juga membutuhkan waktu untuk mencintai dirinya sendiri terlebih dahulu. Jangan lupa untuk selalu membuatnya tertawa, bantu dia berdiri dari lubang kepedihannya. Dan jangan pernah menyerah untuk mempertahankan cinta barumu.

Untuk mencintaimu walau terlambat, aku minta maaf. Kini aku melepasmu. Carilah seseorang yang tidak pernah mematahkan kasih sayang mu. Aku menyesal telah membuat mu menunggu dan menunggu tanpa kepastian hingga akhirnya kau hilang dan tidak pernah kembali.

Te, selama hujan aku memikirkan mu. Bagaimana kalo aku tidak terlambat, bagaimana kalo kamu tidak lelah dan bagaimana kalo saat ini kita masih bersama. Terlihat egois bukan? Iya, itu aku. Maaf. Kuharap dimana pun kamu berada sekarang, selalu makan dengan teratur, jaga kesehatan dan selalu bahagia.

Entah surat ini akan sampai atau tidak kepadamu, aku hanya ingin menulisnya dengan mengingat kenangan samar-samar kita semasa dulu. Bulan menjadi saksinya aku merindukanmu dan hujan menjadi perantara bahwa aku menangisi kebodohan ku dulu.

Aku masih mencintaimu, Te. Meski raga mu tak bisa ku jumpai, indah mata mu tak bisa ku lihat dan hadir mu yang tak pernah ku ketahui. Inilah akhirnya Te, aku masih sangat mencintaimu. Iya aku, Hin mu 2013-2024.

Sewindu telah berlalu, baik aku atau kamu, telah hilang dari ranah yang kita buat untuk menghidupi dan menopang diri dari derasnya hantaman kenyataan fungsi dunia.

Aku ingat kata terakhir mu, kala itu....

Hin, aku pergi. Maaf dan terimakasih untuk semuanya. Aku pamit dengan pilihan orang tua ku. Mungkin, aku akan kembali ke Bangkok, tempat aku dan kamu di pertemukan semesta. Saat itu tiba, sambutlah aku sebagai sahabatmu. Tay Tawan. Jaga diri mu baik-baik dan selamat tinggal Hin. Te pergi ya.

Kuat ku menahan air mata tak tumpah membasahi pipi ku kala itu, kamu menyebutkan kata perpisahan. Ingin ku bicara banyak, namun mulut ku seakan terpatri dan tak mau berucap. Hanya sisa penyeselan dalam diri ku.

Te... aku senang bisa mengenalmu. Sehat selalu disana bersama Hin mu yang lebih baik di banding aku.

Jika semesta mengijinkan, dirimu mau menampakan raga yang lama tak ku lihat dan asa mu mau menerima kata-kata dari ku, maka temui aku Te. Aku merindukan mu. Sungguh.

Sahabatmu, New Thitipoom. ^.^

Setelah beres makan mie ayam diluar, Tay dengan kejahilannya berlari ke scooter dan memakai sendirian untuk pulang, meninggalkan New yang sedang sumpah serapah.

JANCIK

KURANG 2.000 DUIT LO TAI WAN

ASU BABI ANJING YA LO WAN

TAWANJING BALIK GA LO HEH

Usaha terakhir New ialah melempar sendalnya dengan kencang ke Tay.

BRUK

Tay terjatuh dari scooter karena oleng dan mencium tanah. manis sekali—aspal jalan.

“RASAKNO KAPOK HAHAHA.”

Tay mengusap-usap pantatnya dan menoleh kebelakang, ada New yang sedang berlari menghampirinya.

Tay dengan cepat berdiri dan....

“WLEE BABAII AYANG, NYEKER SANA. SENDAL KEROPI MU TAK GOWO KAPOK.” Ujar Tay menyebalkan dan melesat cepat dengan scooter itu.

Wushh

New? Dia hanya bisa menganga mengelus dada.

“Gapapa New. Orang waras ngalah. inhale New. Iya bagus, terus smile yang lebar. Bagus. Ga boleh marah, sabar. Iya, sabar.”

New seperti orang gila, berbicara dan bertingkah sendiri. Sedangkan di depan gerobak mie ayam ada dua bersaudara dari blok 12, Jumpol dan Kritt yang juga memesan.

“Ko, ka New ambek bang Tay, luwih gendeng dari yang Kritt pikir. Lihat, ka New nyeker terus senyum bego lagi.”

“Bang Tay juga kenapa sih gondol sendal keropinya ka New? Astaga,,, liatnya aja Kritt pengen nabok dua-duanya.” Sambung sambat Kritt.

“Sinting emang mereka, lo jangan bergaul sama mereka dek.”

Kritt mengangguk, “heum. Bahkan bonbon dan siti lebih waras gasih ko?”

Off Jumpol hanya menjawab iya. Keduanya kini bersedekap tangan di dada melihat keduanya pergi.

“Ko Jum, kata Ka New, ko Jumpol yang harus bayar kekurangan mereka?” Si neng geulis penjual mie ayam itu menepuk Jumpol.

“LOH KO AKU SENG BAYAR?” Jumpol mencak-mencak, sampe gerobak mie ayam di kepruk.

“Wes ko, timbang 2000 ae, ojo benga bengo isin aku. Bayar cepetan.”

Kritt mendorong Jumpol. Jumpol mendelik dan seperti mengisyaratkan 'kok aku sih, moh' dibalas telelapati Kritt 'selak di omelin mommy mie ayam neh gak sampai-sampai'.

Oh tidak, itu hal yang ngeri mereka bayangkan. Mommy mereka adalah cerminannya bu kos galak. Medit iya, galak iya, ngedumel 24/7 iya.

Jumpol pun mau tak mau, mengambil dompet dan mengambil 2000 lalu di berikan ke si neng geulis tadi.

“Loh ko, bayar parkir bukan ke aku. Itu ke mang ujang.”

Off dan Kritt bingung, lah kok parkir?, jangan-jangan ketularan Tay sama.New lagi?. Ya kira-kira begitu kebingungan mereka.

“Loh ya ini buat bayar kurangnya neng geulis.”

Kritt hanya mengangguk.

“Tadi bang Tay sama Ka New belum bayar semuanya. Ka New baru mau bayar eh di kerjain sama bang Tay, jadinya ka New sama bang Tay belum bayar hehe.”

Classic Tay dan New dimata orang sekomplek gayungsari.

Off Jumpol spontan, “JANCIK MENUNGSO BEBAN SAK KOMPLEK GAYUNGSARI TENYU. SABAR OFF SABAR.*

“Jadi berapa? Semuanya?”

“500 ribu ko.”

“APA? BAJINGAN BERAPA MANGKOK KO TEMEN LO NGUNYAH TEPUNG? SINTING.” Kali ini Kritt meng-kaget.

“INI BADHOK MIE AYAM (makan), OPO RENANG AMBEK MIE AYAM ASU. OALAH ANCEN TAYNEW KI KELAKUANE BIKIN AREK SEKOMPLEK NGELUS DODO (dada).”

“Neng ini.” Akhirnya Off mengeluarkan kartu atmnya bewarna hitam itu.

Oh tenang saja, yang jual mie ayam disini, punya mesin edc, jadi bayar pake kartu pun bisa. Komplek gayungsari the next level.

“Suwun yo Ko Jumpol. Tak dungokno (doakan) toko emas sumber jaya keluarga ne koko laris manis yo.”

Jumpol yang terkenal pelit se komplek, pun meng-kesel liat kelakuan TayNew.

“Seng sabar yo ko, wes bar iki tak gondol bonbon ambek siti, ben kapok TayNew.”

Si neng geulis memberi kantongan mie ayam, “dek Kritt ini mie ayamnya 3 komplit.”

“Kritt ambek ko Jumpol balik ya. Makasih ka.”

“Ayo ko pulang. Selak di omelin mommy.”

Mereka pun berdua pulang. Dan saat melewati blok Tay dan New, mereka sengaja gondol sendal TayNew di bawa balik. Sendal rumahan Tay nike pun habis di gondol Kritt dan sendal New adidas pun sama.

Ok. Simbolis mutualisme.

— bersambung.

Epilog

Sewaktu mereka sedang makan mie ayam, ada beberapa orang yang membutuhkan makanan. Emtah itu pengamen, pedagang keliling, dan pencari nafkah lainnya.

“Yang, mesakno. Suruh makan mie ayam sini, ntar gue yang bayar aja. Itu semuanya di bawa masuk aja yang.”

New senyum dan membawa beberapa orang itu masuk dan memberinya makan. Sebenarnya ini bukanlah hal luar biasa, tapi entah mengapa mereka berdua tak tega.

“Dimakan pak bu. Kalau kurang bilang saya ya. Semuanya gratis loh..” senyum yang sangat tulus keluar dari New. Tay? Dia juga ikut senyum melihatnya.

New memang sangat baik, terlampau baik jika mengingat orang baik seperti mereka yang mencari nafkah buat keluarga tercinta.

“Loh ka? Gapapa ini? Makasih ya kaka. Ayo dek, bilang makasih ke kakanya.” Celetuk salah satu tulang punggung usia belasan.

New senyum, dan jongkok menyeramatakan dengan mereka.

“Makasih kaka. Kaka orang baik.”

“Bukan kaka yang baik, tapi itu abang disana yang sedang makan mie ayam —menujuk Tay— yang memberi kalian hadiah atas kerja keras kalian, perantara Tuhan untuk orang baik seperti kalian.”

Adik kecil itu senyum, “kalian orang baik, makasih ya kaka abang. Aku doakan kalian selalu bahagia, di jaga semesta dan di mudahkan rezeki nya aamiin.”

New maupun Tay takjub dengan doa si kecil. Bahkan anak kecil itu lebih tau menghargai seseorang di banding manusia yang mengaku dewasa lainnya. 

“Aamiiin”  sautan semua orang disana membuat Tay dan New mau tak mau merasa terharu.

New pun balik makan ke mejanya.

tes

Air mata itu turun dari mata New. Tay usap punggung New, ia tau New sangat mudah tersentuh jika di perlakukan seperti tadi.

“Gapapa nangis aja. Gue disini, gaakan ada yang bisa liat lo nangis.”

New menoleh, “Wan, kalo gue jadi mereka, gue gaakan sanggup kayaknya....”

“Itu tandanya kita harus banyak bersyukur yang. Tuh Tuhan udah kasih liat, selalu bersyukur dan merasa cukup.

“Iya. Baik banget ya semesta mau ngajarin kita buat selalu bersyukur atas apa yang kita punya.”

“Iya. Udah ayo makan lagi.”

Mereka pun makan dengan khidmat. Tak lama dari itu, Tay melihat dua bersaudara berjalan ke tempat mereka makan mie ayam. Ide jahil pun muncul.

“Wan, paham kan?”

Tay mengangguk pasti.

“Lo lari bawa scooter terus pura-pura jatuh ya nanti.”

“Ok.”

Dan rencana busuk itu berjalan lancar. Tapi tenang saja, uang 500 ribu itu tanpa sepengetahuan New, Tay transfer ke Off. Ia cukup tau diri untuk tidak membenarkan tindakan jahilnya tadi. Begitupun dengan New, dia mentransfer Off tanpa sepengetahuan Tay.

Jadilah Off Jumpol mendapat transferan tanpa nama sebesar 1.000.000. Ia mereka, punya rekening yang bukan atas nama mereka.

Dan Off? Ia mengira, ini adalah buah kesabarannya menghadapi Tay Dan New.

Padahal itu adalah jalan semesta menunjukan bagaimana rasa bertanggung jawab, bersabar dan bersyukur. Dengan cara mereka sendiri, mereka mendapatkan suatu pelajaran yang berharga.

— beneran bersambung.

Tak ada yang spesial sebenernya dari hubungan New dan Tay, hanya hubungan sederhana yang mereka pertahankan 10 tahun lamanya. Tak ada hal romantis yang selalu orang lain lakukan ke pasangan. Tidak ada.

Mereka, hanya menjadi diri sendiri. Tanpa meninggikan dan merendahkan pasangannya. Tidak ada yang lebih dominan, tidak ada yang lebih sayang, tidak ada yang lebih aneh, tidak ada juga yang lebih romantis dan sebagainya. Bagi mereka, satu sama lain sudah pas dengan porsinya masing-masing.

Jika ada masalah? Mereka selesaikan bukan pergi.

Jika ada yang tak nyaman? Mereka akan bilang terus terang bukan mengundang masalah baru untuk memvalidkan ketidaknyamanan itu.

Jika bosan? Mereka melakukan istirahat, dan mencoba bertahan selama 3 hari, bukan malah tiba-tiba hilang.

Dan jika ketahuan berbohong? Haha, ini hampir tidak pernah terjadi. Sejauh ini, belum.

Disinilah kedua pasangan yang di kata aneh oleh kebanyakan teman-temannya. Di sudut ruang tamu Tay. Terlihat New dan Tay memberi makan peliharannya masing-masing.

“Sit, ga ada daddy disini 3 hari lo kesepian ga.” New mendengar itu hanya geleng-geleng kepala.

“Tidak daddy Tay, kan ada daddy New yang nemenin.” Suara seperti tercekit itu New sedang berperan menjadi juru bicara siti—sang singa peliharaan Tay.

Tay reflek mengelus pucuk kepala New.

“Pinternya. Uluululu... gemes.” Yang tadi di atas kepala New, tangan Tay berpindah ke pipi gembil New.

New? Dia tidak menolak di perlakukan seperti itu, malah dia justru senyum lebar dan memudahkan Tay menyubit pipi gembil tu.

“Eh eh kok... haha lucuu kek beruang yang mengelembung pipinya,”

New mendelik dan, “SEMBARANGAN CANGKEMU.”

BRAK

Iya benar, ada kekerasan disini. New toyor kepala Tau dengan telapak tangannya hingga Tay terguling di karpet.

“RASAKNO, KAPOK RA HAH.”

“Babi emang lo yang, pala gue ngebentur marmer, sakit euy.”

Melihat majikannya kesakitan, siti reflek mengaum di depan New.

Roarr roorr aar

New mendelik, “MENENG. DUDUK.” Siti menurut dan duduk, dengan arahan tangan New yang melambai turun.

Siti diasuh New jika Tay flight makanya siti menurut dengan gerakan yang di berikan New.

Tawan relfleks menoleh, “LOH HE SIT, KOK UDAHAN? HEH AYO LAWAN DADDY NE BONBON.”

Tay berdiri dan membawa siti ke depan New lagi. New jengah melihat sifat tak mau kalah Tay.

Siti diam dan masih asik dengan daging merah di mangkuk.

Tay menggaruk-garuk rambut sembari cengegesan. New hanya mengangguk pelan dengan wajah menyeramkan dan menyuruh Tay mendekat. Tay bergidik ngeri karena ia kira New akan melakukan tabok-menabok. Tapi nyatanya tidak.

“Sakit tadi?” Ia usap kepala belakang Tay.

“Ga terlalu sih.”

“Maaf.”

“Ha? Apanya?”

“Ini kayaknya benjol deh, gue ambil kompres dulu.”

Tay? Dia hanya bengong, dia ngebug.

“Bon, daddy lo kenapa? Timbang benjol aja repot, ye gasih bon?”

krik krik

Ya iyalah gaakan dapat jawaban., kan bonbon kura-kura. Justru aneh kalo dia bicara, masuk genius book world record ntar si hijau.

Kura-kura itu mendekati Tay dan menaruh badannya di kaki Tay.

“Berat bon, sanaan ih. Berat lo tu 10 kg ya bon.” Bonbon masih setia menapaki badannya di kedua kaki Tay.

Andai saja Tay bisa bahasa bonbon, pasti Tay akan tau, kalau bonbon sedang memberi kode pada Tay 'heh si bego Tay, lo bakal diginiin sama New nanti, boboan di pahanya. Jangan nolak, karena daddy gue suka maksa. Dibanding lo di gebuk, mending di sayang kan?'bonbon.

Sayangnya Tay manusia normal, bukan paranormal yang punya keahlian khusus, ya contohnya bisa mengerti bahasa Hewan.

Ya walau tidak sepenuhnya normal. Lihat sekarang saja terlihat ingin berantem sam siti karena usil menaikan daging merah itu tinggi-tinggi, ya setinggi harapan orang tua mu.

Jangan baper, udah santai aja, ibadah di kencengin, pasti di buka jalan sama Tuhan, jangan malah baca au homo😀


New sudah kembali dengan set kompresnya. Suruh Tay mendekat, “Wan, sini naik ke sofa.”

Tay menurut dan duduk di sofa.

“Tiduran ngadep TV sini.” New menepuk pahanya, celana pendek pula.

Tay melotot, “heh engga-engga, nanti gue sange berabe dah.”

New sudah ingin menampol Tay, tapi ia urungkan, karena takut si Tay malah bertingkah lebay, seperti 'ah New gue geger otak deh, tadi kan abis benjol juga'

MANA ADA GEGER OTAK KARENA DI TAMPOL DAN BENJOL

New tarik napas, “Sini Wan.”

Tay menggeleng kuat-kuat.

“Tawan, sini. Jangan sampe gue merintah 3x ya ganteng. Gue remes itu lo ya.” New menujuk bagian selatan Tay. Tay refleks menyilangkan tangan di dada dan bagian itunya.

“ASTAGA NEW THITIPOOM. GA GA POKOKNYA ENGGA.”

“KESINI KAGAK LO TAY TAWAN. BURUAN.”

“Ga. Mau. Pokoknya.”

Oke New sudah habis kesabaran dan berdiri menghampiri Tay.

Pruk

Kalo kalian ngira itu tampolan New ke Tay? Kalian benar. New menampol ubun-ubun Tay. Benar juga, kalo bonbon tadi sudah mewanti-wanti Tay jangan menolak.

Bodoh — bonbon.

Gatau deh, serah lo dad — siti.

Kira-kira begitulah isi hati siti dan bonbon, melihat orang tuanya berkelahi bodoh.

Tay sudah menurut dan berbaring di paha New. Kepalanya ia menatap TV dan bagian belakang kepalanya, di kompres New.

Tay mati-matian, untuk tidak menjilat paha putih mulus New. Sumpah demi buah mangga yang Tay colong, dia takut jika dalam keadaan begini.

“Jilat aja kalò mau jilat.” Saran gila New.

Tay memejamkan mata, menenangkan pikirannya.

“Lo kenapa mejem anjing?” New menunduk melihat Tay memejamkan mata dan ujung kaki menguat. Seperti sedang menahan sesesuatu.

New hanya tersenyum, ia tau Tay sedang bergulat dengan hasratnya menyentuh New. New mempunyai sebuah ide. Ia gerakan pahanya.

“Ayang diem pahanya. Gausah gerak-gerak ya Tuhan... meneng.”

New ingin tertawa, tapi ia tahan.

“*Akhh—”

Tay membuka matanya kaget dan berniat duduk. Tapi leher Tay di tahan New.

“Diem aja. Gue ga sengaja desah maaf.”

Tidak, New memang sengaja.

Glup

Terdengar Tay menelan susah ludahnya.

“Wan..”

“Apaa?”

“Kalo gue ga ada...”

“Lo mau ga cari pengganti gue, kalo gue tiba-tiba hilang?”

Tay diam.

New mengelus sesekali rambut Tay. “Kok ga di jawab?”

“Males. Pertanyaan ga jelas.”

“Jelas loh itu.”

Tay makin memejamkan mata, di tambah sapuan hangat New di kepalanya. Memang Tay punya sesuatu hal yang ga semua tau, hanya New yang tau untuk ini. dia akan merasa cepat tertidur jika di usap kepalanya.

Terdengar sangat biasa bukan? Tapi yang membuat New spesial adalah, Tay tidak mengijinkan siapa pun tau tentang ini, ia tak akan membuka ini untuk semua orang. Hanya New, New Thitipoom.

Tay berdehem dengan mata terpejam. “Kalau lo ga ada, gue gaakan nyari yang lain. Yang ada bisa gila gue kalo lo ga ada.”

“Kalo gue meninggal? Kan bukan kemauan gue atau lo yang bisa stay.”

“Emang lo ada penyakit?”

New menggeleng. “Kan gue bilang kalo Wan.”

“Gausah aneh-aneh. Malu tuh di lihat anak-anak.”

“Mereka udah tidur Wan, tuh siti merem, bonbon diem dalam tempurungnya.”

“Lo ga mau nidurin gue juga apa?”

Skakmat

Tay berbalik dan melihat New dari bawah.

“Mulut lo ya yang, mancing mulu. Nanti gue tidurin, malah minta diatas.”

New tak menjawab hanya tersenyum, dia malah asik merapikan poni menjuntai Tay. Ia raba kening itu, mata Tay ia sapu, tak lupa hidung Tay ia sentuh.

Tay yang di perlakukan seperti itu, kini memejamkan mata, membiarkan New mengagumi wajahnya.

“Ini mata punya aku. New Thitipoom.”

“Ini hidung punya aku. New Thitipoom.”

“Ini bibir... juga punya aku. New Thitipoom.”

“Cium dong kalo punya New.”

Wajah New mendekat kearah Tay, semakin dekat, sangat dekat, kini hanya berjarak 7 cm. Baik Tay atau New, membuka mata dan saling menatap dengan sedekat ini.

Dan.....

Cup

Bibir mereka bertemu.

5 detik pertama, hanya diam.

10 detik kemudian, Tay mulai membuka mulutnya.

15 detik selanjutnya, New juga membuka dan mengabsen seluruh isi mulut Tay.

Manis, permen karamel kesukaan Tay menjadi saksi keduanya silahturahmi bibir. Tanpa ada nafsu, hanya ada cinta, ketulusan dan rasa rindu yang melekat.

“Mmh..”

Ciuman itu terlepas, dengan kening yang melekat dan deru napas yang menerpa.

“New, aku mencintaimu. Beri tau aku, jika aku menyakitimu tanpa sadar. Terimakasih, telah ada untuk ku dan menerima kekurangan ku.”

Tay duduk dan mengendong New di depannya. New mengalungkan tangannya di bahu Tay lalu menyampirkan kepalanya di pundak bahu itu.

“Aku juga. Aku mencintaimu. Jangan lihat aku, aku malu Tawan. Jalan aja kedepan.”

Tay hanya tersenyum dan mengendong New ke kamar.

Tay duduk di ranjang dengan masih mengendong koala New.

“Wan..”

“Hm”

Tay memeluk pinggang ramping New dan sesekali ia puk puk punggung New. Karena masih dalam posisi koala, New terlihat seperti anak kecil yang lucu. Sangat lucu.

“Jangan berubah ya Wan. Kalo kita ada masalah, janji untuk mecahin bareng dan ga pergi kemana pun eum.. janji?”

“Janji.”

New duduk tegak di pangkuan Tay dengan menghadap Tay.

“Mau itu-itu ga? Aku udah bersih-bersih hehe.”

“Kamu mau? Kalo mau ayo.”

I want but please.. vanilla ya?”

Tay mengusak hidung New dan bergumam, “With my pleasure my king.”

Keduanya pun larut dalam suasana dan vanila sex itu pun terjadi.

Biarlah itu menjadi rahasia mereka, suatu saat jika saatnya tiba dan mereka mau membuka rahasia itu, akan kutuliskan dengan sangat kehati-hatian.

— bersambung

Semua berkumpul di blok 12, tepat rumah Off Jumpol dan Kritt. Ada sesuatu yang mau mereka bahas. Urgent, katanya mah.

“Gunsmile, Gun, Mild, Namtan, Mew, Gulf, Harit, kek ada yang kurang siapa dah 6 orang sisanya? TayNewArm kan udah kesisih, siapa lagi 3 nya?”

Gulf nyeletuk, “emang di komplek yang muda mudi ada berapaan tadinya?”

“14 ye ga sih om?” Kritt, Nyenggol Gunsmile sekenanya.

“KRIT. GUE GAMPAR YA LO.” Yang sesudahnya di pukul Off reflek karena mengagetinya.

“ADUH ANJING KO, PALA GUE WOI, BENJOL DAH.”

“Meneng. Aku sek ngitung iki.”

Gunsmile melihat Kritt memeletkan lidah —Wlee Kapok hahaha.

Mild menengahi Kritt dan Gunsmile yang seperti kucing sama anjing jika di jejerkan, dia duduk pindah diantara mereka.

“Wes meneng sek, ojok keakehan ngulah. Nurut ambek mbak yu mu sek. Paham ra cah bagus?” Mereka hanya ngangguk lucu.

Ditengah keributan Off, ““Namtan udah... Mew Mild Harit udah juga... sopo neh yo? Oh, Gun Gulf Guns—” Melihat suasana sudah kondusif, Mew nyenggol Off yang tampak bodoh mengitung jarinya siapa saja yang kurang.

Off menoleh spontan. “CIKKK MEW OJOK NGANGETIN AKU.” Dan melirik suasan sudah kondusif.

“Eh wes meneng ta, maaf-maaf, oke lanjut ya.”

“Sisanya si Krist Singto, tadi keluar mereka, terus dua lagi itu ko Jumpol sama Kritt.” Sahut Namtan.

Off menimpali dengan anggukan singkat.

“Lo ngumpulin bujangan sama gadis dimari mau ngapain sih ko?” Gun nyeletuk sembari memakan kuaci yang di berika Kritt di sampingnya.

“Jadi rek ngene iku si gendeng Tay....”

Off menceritakan perihal Tay yang meminta bantuan sama mereka anak muda di komplek gayungsari untuk membuatkan kejutan untuk sang pacar, New yang di duga Tay ngambek.

Ribet emang si bucin ini.

“Piro bagi jatah komisi ne ko?” Itu Kritt yang menyaut dengan masih mengunyah cimol.

“ASU CIMOL KU MBOK PEK, JANCIKK KRITT.” Itu suara Gunsmile, ya mereka bertengkar lagi.

Semuanya memutarkan bola mata, dan sang jagoan Harit berdiri menampol ubun-ubun mereka satu-satu.

“MENENG KRITT GUNSMILE. KAT MAU BENGA BENGO AE, MUMET NDAS KU.”

Krittt dan Gunsmile ciut dan langsung diam. Memang si jagoan ini sering jadi penegah ketika keduanya bertengkar. Usia yang sama dan kampus yang sama membuat merekanya saling mengenal sifat satu sama lain.

“Ok ok. Sante.” Sahut Gunsmile dan Kritt membawa Harit kembali duduk dengan menarik tangan Harit.

Off yang jengah, “udah ya ini jangan ada interupsi lagi.”

“Lanjut Off, tak jagakno cah loro iku nek ngulah neh.” Mew menimpali dan pindah duduk di samping Gunsmile.

“Bang elah, badan lo gede ngapain pindah sih please.” Tidak ada sautan tapi lirikan tajam Mew mampu membuat Gunsmile nyengir bodoh ssmbari menautkan sign peace.

“Tadi gue di transfer 10 juta sama Tay, nah kita bikin caranya si New ga ngambek lagi sama Tay.”

“Bisa berantem mereka? Kaget.”

“Aku yo mboh, maksud Tay piye, tapi dia cuman cerita Tay di blokir New. Jadi yaudah gue tarik kesimpulan mereka berantem ajalah.”

Semua mengangguk, antara males debat lagi dan berujung Gunsmile ribut dengan Kritt, atau hanya males mikir lagi.

“Ada ide kalian?”

“Mau yang konyol atau yang sweet?” Ujar Gun tengil.

“Ka Gun, liat aja mereka aneh, kasih aja yang konyol. Ga cocok yang sweet gabisa bayangin Kritt sumpah.”

Gun melihat semuanya mengangguk pasti mendengar pernyataan Kritt.

“Ok. Jadi gini.....”

Gun memberikan ide konyol yang membuat semua bergidik ngeri, lebih ke malu sih tepatnya.

“Lo yakin ka?” Harit menimpali, Gun hanya mengangguk pasti.

“Yang lain sepakat? Masalah komisi kita bagi ratà aja lumayan buat jajan gue seminggu.”

“Ok.”

“Sip.”

“Sepakat.”

“Yaudah iya nurut aja kita.”

Setelah diskusi selesai, semua bersiap kesana kemari mencari barang yang di perlukan.

Off, Mew, dan Gunsmile mencari proyektor dan sound system.

Namtan, Mild dan Gun merakit bucket yang isinya sangat menggiurkan bagi New.

Kritt dan Harit yang men-set tempat.

Gulf bertugas mengabari hal ini ke Tay, biar rundown—katanya mah rundown bisa Tay pahamin alurnya. Ya walau Gulf tau Tay tìdak bisa membalas juga karena sedang menyupir pesawat. Dia hanya mau tugas yang ringan, keahlian mengarang Gulf adalah yang terbaik se komplek gayungsari.

Gasih, emang mereka semua mudah ditipu Gulf Kanawut aja.

“WOI KA GULF, BANTUIN KITA NAPA NYUSUN SI PUTIH LEBAR INI—layar tancep kalo kata orang kampung mah—” Teriakan Gunsmile menggelegar dan di sambut keahlian menggarang Gulf. “Duh gabisa bro, ini loh bang Tay ga jawab-jawab. Nanti dia gatau rundownnya gimana? Hayo.”

See? dan hanya dianggukin sama Gunsmile. Bukan Gulf yang pintar, tapi mereka yang kurang pintar. Bodoh kalo kata mbah google.

3 jam mempersiapkan sampai hampir mau gelap langit, selesai juga.

Kejutannya sudah siap. Dan Tay juga 30 menit lagi transit di dubai. 30 menit mereka habiskan untuk istirahat.


30 menit kemudian, Tay datang dengan video call dari bandara dubai.

“BANG TAYYYYY KEDENGER GA SUARA GUE?” Tereak Gulf mengeleggar mengagetkan semuanya.

Untuk sebentar, Tay ngebug. Bukan, bukan jaringannya melainkan dirinya tercengang melihat yang di depan matanya lihat.

“TARAAA BAGUS KAN BANG? COCOK SAMA GAYA PACARAN LO SAMA KA NEW HEHE.” Suara itu berasal dari Kritt yang tak kalah heboh.

1 menit Tay tercengang. Kini ia tarik napas, inhale.

“Jumpol mana?” Tanya Tay tenang,

Tenangnya Tay adalah hal yang mengerikan yang pernah orang-orang disana tau. Terakhir Tay bersikap tenang adalah saat New di culik 5 tahun lalu, dan penculik itu habis babak belur lalu mendekam di penjara 15 tahun.

Kata pepatah mah, jangan mancing amarah orang konyol.

“Kenapa Tay?” Off agaknya mengecilkan suaranya.

Tay terlihat di layar besar bernama proyektor apa ya namanya, ya intinya itulah, seperti layar tancap.

“Jumpol, nyebut gue liat apa yang gue liat saat ini.”

“Bucket Mcdonals? Proyektor dan gelar tikar di depan jalan? Jum, orang yang lewat bakal nyangka pemakaman memoriam juga gue ga heran. Lo semua, gendeng. Gue mau marah duit 10 juta dibuat kayak gini. Cuman karena gue lagi capek banget, yaudah gapapa.”

“Makasih banyak semua. Tolong bantu gue sekali lagi.” Sambungnya.

Yang tadi tegang, kini jadi riuh kembali. Segala sound system juga menyala kencang. Lagu dangdut lagu galau lagu keroncong semua keputer sembari nunggu New balik.

Ini lebih layak di sebut pesta di banding permintaan maaf.

Tergelar tikar, adanya proyektor, sound system, meja makan yang penuh marimas, tea jus, boba, kue dan berbagai bucket mcdonals tersaji disana.

Permintaan macam apa ini


Saat bersenang-senang karaoke dangdut koplo, ada mobil yang datang. Lampu mobil itu membuat semuanya menoleh.

Mereka mengulah kembali saat tau itu Krist dan Singto. Krist dan Singto tampak menganga dengan yang terjadi saat ini.

“Lo pada lagi gelar hajatan, pesta penganten, atau apaan bangsat.” Singto bertanya dengan panik.

Off menepuk bahu Singto, “lo pada sih ga baca grup dan pergi seharian, jadi gatau ada ginian.”

Gun dan Namtan menarik Krist Singto yang masih kaget dengan ini, sedangkan Tay dari layar Video Call? Ia tampak tak perduli malah asyik mengupil sesekali mengunting kuku menunggu New.

Arm? Oh dia tidak sanggup melihat hal memalukan ini dan memutuskan kembali ke kamar hotel, 5 jam lagi mereka take off dari dubai.

Singto dan Krist berjalan mendekat kearah bonbon dan siti yang juga di ada disana. Singa dan kura-kura itu malah asyik mengemil daging dan sayuran tanpa perduli manusia bodoh disana. Mereka anteng, malah manusianya bertingkah.

“To, kalau New liat ini apa ga mengkel nanti?” Tanya Krist yang memangku bonbon sesekali mengelus tempurung hewan hijau itu. “Kata gue mah, di pingsan sih.” Singto berkata sambil memandang hal gila disini dan sesekali mengelus siti.

“Bon, lo jangan bego kayak mereka ya. Udah lo begaul sama siti aja.”

“Lo juga ya sit, begaul sama bonbon aja. Mereka semua ga waras.”


Tak lama mobil Fortuner New pun tiba. Semua yang tadi sibuk kini mulai menjalankan aksinya.

Kritt dan Harit membentangkan karpet mewah dari pintu mobil New.

Off, Gunsmile dan Gulf sudah siap dengan petasan pesta di tangan mereka.

Namtan dan Mild, menurunkan banner 'NEW THITIPOOM MAAFIN TAY TAWAN YA GANTENG, NANTI DAPET KIKO DEH SEKULKAS'

Mew yang sedikit waras itu memberitau Tay untuk siap-siap.

Gun yang punya ide itu hanya mengomando semuanya lewat HT.

Semua siap, Tay siap. Hanya Singto, Krist, bonbon dan siti yang diam melihat ini. Mereka tak sanggup melihatnya. Sangat memalukan.

Reaksi New?

Dia turun dari mobil dan mendapatkan serangan shock pertama

“Kalian lagi ngadain apaan?” New mengangga dan tak percaya dengan yang ia lihat. Terpampang nyata muka Tay disana lewat proyektor, ada banner juga, ada hal-hal aneh lainnya yang New tak sanggup sebutkan.

Kaki New melemas, tatkala Tay berbicara.

“Ayang marah ya sama gue? Maaf gue ya yang kalo ada salah. Tadi di blokir gue kalang kabut asli yang. AYANGGGGGG MAU MAAFIN TAY TAWAN GA?”

New mendapatkan serangan shock kedua dan hampir terjatuh jika tak di tahan Kritt.

“Wan, jangan bilang lo ngelakuin hal gila ini karena gue blokir? Jangan please...”

New sudah memohon berharap tebakannya salah.

“iya. Lucu kan ya yang? Iya dong, 10 juta nih gue keluarin haha.”

New mengedarkan pandangannya melihat orang-orang disana tampak bangga. Beda halnya ketika melihat Singto Krist bersama bonbon dan siti, mereka boro-boro bangga, sekarang malah mereka mengepalkan tangan ke New sebagai pertanda SEMANGAT.

“Wan..”

“Iya ayang? Suka ya?”

“Wan, gue blokir lo dan ga nge unblokir lagi karena....'

“Karena? Gue banyak salah kan ya? Maaf.”

New menggeleng.

“Karena hape gue abis batre Wan...”

Brak

New pingsan, seperti dugaan Singto. Berteman dengan New sedari 7 bulan, ia sangat tau respon sahabatnya.

“NEWWWWWWWWWW”

“AYANGGGGGGG EH ASTAGA TOLONGIN COWO GUE WOI KASIH APA KEK.”

“FRESHCARE MANA ANJING KRITT CARIIN BURU.”

'PAKE MINYAK TELON, DIA GABISA PAKE SELAIN ITU.” Singto berteriak kencang.

“Kan kan kan gue kata apa.” Ujar Singto.

“Kasihan... 10 juta raib.” Sambat Krist.

— bersambung.

Kring kring

Semua siswa XII ipa 1 berhamburan keluar mendengar bel istirahat itu berbunyi, tak terkecuali Pawat juga yang girang karena mau ke kantin.

“Nanon, hari ini kita makan apa ya di kantin? Cilok? Cimol? Bakso?” Ucap si gede sambil membereskan beberapa buku di meja.

Nanon diam karena ada pesan masuk.

“Keluyuran terus ya Nanon Korapat. Harus berapa kali papa bilang, jangan keluyuran sama balapan lagi. Gatau di untung kamu jadi anak.

Nanon tersenyum pahit mendapati keluarganya tak seharmonis keluarga lainnya. Jika bukan karena Pawat—si gede, ia juga tak mau hidup. Bagi Nanon, hidup merepotkan.

“Nanon, ayo ke kantin?” Pawat menyenggol bahu Nanon. “Lo aja. Gue belum laper.”

Pawat mendelik, memerika kening Nanon, ia pikir Nanon sakit. “Ga panas kok. Nanon kan doyan makan? Kenapa belum laper?”

“Masih kenyang Wat.”

Pawar berdiri, “yaudah Pawat ke kantin dulu ya, Nanon mau nitip buat nanti ga?”

Nanon menggeleng dan menelusupkan kepalanya ke meja. “Gue mau tidur Wat. Ngantuk.”

“Oke-oke. Ac kelasnya Pawat kecilin ya, selamat tidur Nanon.”

“Hm.”

Nanon tidak tidur, justru sekarang air matanya jatuh membasahi lengan yang menjadi tumpuan kepalanya.

Brak

Yang menendang pintu kelas itu adalah Puimek—betina jadi-jadian kata Nanon mah.

“Oit kupret, tumben lo ga ngintilin si bayi aka si gede lo ke kantin. Sakit lo pret?”

Puimek mendekat ke meja Nanon, baru akan memeriksa kening Nanon, tapi Nanon sudah berkelit ia tak apa-apa.

“Lo nangis ya?”

“Engga.”

“Liat sini kalo engga.”

Puimek, orang yang dekat dengan Nanon selain Pawat.

“Males. Muka lo mirip monyet.”

Di geplak lah kepala Nanon yang di lapisin jaket.

“ANJING NYAI.” Nanon spontan beralih menatap Puimek.

“Beneran nangis ternyata lo. Tai banget drama lo bilang ga nangis.”

Puimek menggeluarkan sapu tangan. “Elap umbel lo Non. Gue gaakan nanya kenapa lo nangis, kalo lo mau cerita gue bisa dengerin.”

Nanon memeluk Puimek erat, “NYAIIII GUE SAYANG BANGET SAMA LO EMANG, TAPI GUE GAPAPA SIH.”

“Ga bisa napas gue goblok.”

Nanon melepaskan pelukan itu dan hanya menyengir tolol.

Puimek tau, Nanon sedang tidak ingin bercerita. Jadilah Puimek hanya mengiyakan tingkah konyol sahabatnya ini.

Nanon berdiri, “gue mau ke atap, kalo Pawat nyari, bilang aja gatau.” Puimek mengganguk, lalu membalas,

“Mau bunuh diri lo pret? Mending pake pisau aja gasih kalo mau bunuh diri?”

Nanon tau itu bercandaan Puimek. Ia balas juga bercanda.

“Ga punya pisau, lompat aja lah gratis ini. Dah ya! Gue cabut.”


Pawat sudah kembali dari kantin dengan susu dan roti panggang kesukaan Nanon.

“Puim ga makan? Kok masih di kelas?”

Puimek menoleh melihat si gede nya Nanon membawa banyak susu dan roti panggang.

Dayet, emangnya Pawat makan dan ngunyah terus.”

“Kaya bisa aja Puim kurus.”

“CANGKEMU DOAIN AKU KOYO NGONO. MBOK SENG APIK TOH WAT, DOAIN TEMEN MU.”

Puimek sudah mencak-mencak dan hal itu membuat Pawat tertawa mengejek dengan keras.

“HAHA HAHAHA.. aduh mie ayam Pawat dalam perut belum turun nih, jadj goyang-goyang.”

Baru akan Puimek meledak tapi sudah di cegah Pawat.

“Eh Nanon mana? Tadi di kelas deh.”

“Di atap sekolah Wat.”

Apa yang di harapkan dengan lambe turah macem Puimek? Dibilang jangan dikasih tau, malah sudah ember sebelum di tanya Pawat lebih detail.

“Oh oke deh, Pawat susul dulu.”

Baru akan berlari, tapi tangan Pawat di tahan Puimek.

“Anaknya abis nangis. Tolong ya Wat jaga dia. Kalo ada apa-apa kabarin gue. Gue khawatir sama Nanon.”

Sekuat-kuatnya Puimek, jika menyangkut Nanon sehabatnya dari SD. Luluh juga kalau Nanon seperti ini.

Tanpa sadar, air mata Puimek juga ikut jatuh.

“Puim, Kok jadi ikut nangis? Udahan ya nangisnya, Pawat jagain kok Nanonnya. Udah gausah khawatir.”

Pawat peluk Puimek,

Pawat tepukan sapuan pelan ke punggung puimek,

Terakhir, Pawat usap pucuk kepala Puimek,

“Gapapa-gapapa. Ada Pawat disini. Cup cup cup udah ya cantik nangisnya. Nanti jelek loh.”

“Susul Nanon gih. Gue udah gapapa-gapapa.” Puimek melepaskan pelukan Nanon dan memutarkan badan Pawat lalu mendorongnya keluar.


Krittt

Pintu atap di buka, membuat Nanon yang tadi menangis itu mengusap kasar air matanya.

Nanon menoleh, dan ia temukan Pawat beserta jajanan kesukaannya. Susu strawberry dan roti panggang keju.

“Nanon, liat apa?”

“Ga ada.”

Pawar menyodorkan jajanan itu ke Nanon, tapi Nanon menggeleng.

“Kenapa gamau?”

“Gamau aja. Lo aja yang makan.”

Pawat mengeluarkan saputangan motif beruang, buatan ibunya.

“Mau Pawat yang ngusapin saputangan ini atau Nanon yang usap sendiri.”

“Gue ga nangis.”

“Pawat ga bilang tadi? Berarti bener dong Nanon nangis. Ini ambilah.”

Nanon hanya melihat saputangan beruang itu tanpa berniat mengambil. Saputangan itu Nanon juga punya dirumah, karena pemberian ibunya Pawat.

Nanon menatap nanar pada saputangan beruang itu.

“Wat, rasanya punya keluarga bahagia itu gimana? Gue penasaran. Soalnya keluarga gue ga layak di sebut keluarga.”

“Ga ada yang spesial Non.”

Pawat tidak akan memamerkan keharmonisan keluarganya di depan Nanon. Oh itu sama Pawat tak layak di sebut manusia. Manusia harusnya saling memahami keadaan sekitar.

Nanon kembali menatap depan, dengan view gedung-gedung tinggi.

“Gue cengeng ya Wat, hari ini aja gue udah nangis dua kali lemah banget.”

Pawat juga turut memandang hamparan gedung tinggi di depannya.

“People cry, not because they're weak, it's because they've been strong for too long.”

“Gaada satupun orang yang membenarkan kata cengeng.” Sambung Pawat.

“Nanon, boleh menangis.”

Untuk ketiga kalinya, Nanon menangis hari ini. Bedanya jika tangisan pertama dan kedua tak ada yang menenangkan, kini berbeda.

Ada Ohm Pawat yang menenangkan Nanon dengan sangat hati-hati.

“I wanna hug Nanon till Nanon stop crying. if only i could take away your pain, i would do that but sorry i can't. you've gone through so much pain and hurt, i want to teleport right away so that i could hug you for like hours. you're important, your feelings are valid, semangat Nanon.”

Kata-kata itu mampu menenangkan Nanon.

“Gapapa ya kalo gue capek? Gue capek banget hari ini dan hari kemarin.”

Pawat mengusap punggung Nanon.

“I'm proud of how hard you're trying and how you keep on showing up. i know the struggle and it hasn't been easy for real but just as you know, i'm amazed how strong and brave u are, despite it all u always choose to move forward and you know what that's something to be proud of.”

“No matter how much it hurts now, someday you will look back and realize your struggles changed your life for the better.” sambung Pawat semakin memeluk erat sahabatnya.

Nanon senyum mendengar itu.

“Wat..”

“Iya Nanon?”

“Diajarin siapa se-gentle ini? Dewasa banget sih si gede nya Nanon haha.”

“Gaada. Itu cuman perasaan tulus Pawat buat Nanon tauk.”

“Wat”

“Iya Nanon?”

“Jangan tinggalin gue ya? Janji? Hidup gue berantakan, masih mau bertemen kan sama Nanon?”

Pawat hanya senyum dan sesekali membenarkan rambut Nanon yang menjuntai ke kening.

“Nanon, inget kata-kata Pawat ya. you're special and worthy of all the goodness that the world has to offer.

Nanon makin mengeratkan pelukannya.

“Terimakasih Ohm Pawat. You too. Ohm Pawat yang sangat spesial buat Nanon Korapat.”

“Sayang banget sama Nanon..”

“Gue apalagi, sayang banget sama si gede..”

Si gede—bersambung.

New menoleh ke samping, tepat ada pria yang juga ikut meneduh di halte bersamanya. New tidak suka hujan, tidak suka juga seseorang yang kekanak-kanakan.

Dan saat ini, orang di samping New melalukan hal yang New sangat benci.

Mengadahkan tangan ke hujan.

Hujan semakin menderas.

Komplit, martabak juga lewat.

“Hei, bukankah hujan itu indah bila bisa dirasakan? Mau mencobanya tidak?”

Pria itu. Menyenggol. Bahu. New. Dengan. Kemeja. Basahnya.

Bertambah lagi rasa tidak sukanya pada sosok sempurna—eum iya, dia tampan sialnya—di sebelahnya ini. Tolong ingatkan New, kalau dia tidak akan pernah keluar rumah saat hujan lagi.

Menyebalkan.

Merepotkan.

“Aku tidak tertarik tuan.”

Pria yang di tolak ajakannya itu; hanya tersenyum. Ia bawa tangan New ke arah turunnya hujan. Katakanlah dia—annoying.

“SUDAH KU BILANG AKU TID—”

“Apa yang kamu rasakan?”

New hanya diam, tapi matanya bagai terhipnotis, dia menatap telapak tanganya yang di tetesin air hujan.

“Lihat, begitu indah bukan?”

New menoleh, “apanya? Jangan terlalu mendramatisir suasana. Ini hanyalah tetesan air hujan. Tidak ada yang sempurna.”

“Tutup matamu. Dan rasakan sapaan kokoh dari semesta. Ia menyuruhmu istirahat. Basahkanlah badanmu, lalu pulanglah dari keramaian dunia.”

New agaknya terperangah dengan filosofi hujan yang terucap dari pria di sampingnya.

“Hujan, adalah cara semesta menyuruhmu rehat. Jangan memaksakan mengambil payung, cukup nikmatin dan berjalanlah.”

“Maka kedamaian akan mendatangimu saat itu juga. Suara rintik itu menenangkan.”

Pria di samping New membuka mata, melihat ekspresi dari raut muka New.

Terlihat, New menikmati sugesti itu. Kini, New membuka dan menutup berulang kali telapak tangannya. Seakan ia turut bermain kekanak-kanakan dengan hujan.

Ada percikan air saat pria di samping New berjalan.

“Hei, buka matamu. Ayo kemari, beristirahatlah dari penatnya dunia. Jika ingin menangis, ini saat yang tepat. Keluarkan semua yang kamu tahan. Ayo.”

Uluran tangan itu ragu New ambil.

Setelag ini dia masih ada meeting haruskah ia melangkah dan beristirahat?

New melihat pria itu masih setia dengan uluran tangannya, raut muka yang seolah meyakinkan—tidak apa, ayo melangkahlah, aku disini.

“Ayo”

New pun ikut menggengam tangan pria itu dan melompat ke hujan yang sangat deras hari ini.

Pria itu dan New bermain dengan hujan, sesekali melompat kesana kemari, kadang juga berdansa aneh, kadang juga berteriak seperti orang gila. New tidak pernah menyangka, dengan hujan, stresnya bisa ia lampiaskan.

“Menyenangkan bukan? Haha.”

New mengangguk.

Pria itu tiba-tiba tiduran di aspal yang di hujani semesta limpahan air. Hanya orang gila yang akan melakukan itu.

“Kenapa tiduran? Astaga bangunlah.”

Pria gila itu hanya menepuk jalan aspal itu, “kemarilah, berbaringlah. Aku tau ini terkesan gila, tapi ini menyenangkan.”

New ragu mencobanya.

Pria itu menarik tangan New dan membuat dirinya oleng. Hampir menghantam aspal, tapi untungnya kepala New duluan menghantam dada bidang pria itu.

“Maaf.”

“Tidak apa.”

Pria itu merentangkan tangan, dan menyuruh New tidur di lengannya sebagai bantal. New awalnya tidak enak, tapi pria itu lagi dan lagi memaksanya.

“Bagaimana rasanya tiduran di jalanan aspal yang hujan lalu sesepi ini?”

“Ini aneh.”

“Tidak, ini tidak aneh, tapi aku belum pernah merasakan sensasi seperti ini. Seakan dunia menurut kepadaku. Tidak ada orang, hanya rintikan hujan.”

“Sebentar.”

New menoleh, “Kenap—”

Pria itu menghalau hujan yang akan menerpa mata indah New dengan telapak tangannya.

Tangan itu hanya berjarak 7 Cm dari mata New.

Jantung New merespon hal ini. Detak yang sangat cepat, ia merasa jantungnya sedang berantem dengan organ lain, karena tak mau tenang dan terus berdetak dengan cepat.

“Teruskan bicaranya. Aku melindungi mu.”

Kata aku melindungimu, mampu membuat New menghangat. Sebelumnya tak pernah ada orang yang membuatnya jadi seperti ini.

New senyum. “Intinya ini pengalaman yang indah, bersama orang yang indah juga.”

New menoleh, pria itu juga.

“Aku New Thitipoom.”

“Tay Tawan. New. Salam kenal dari ku.”

Nama yang indah.

Kenangan yang indah.

Orang yang indah juga, dia Tay Tawan.

—Selesai.


Epilog

Hujan membasahi bumi, jika dulu New membenci hujan, kini ia menyukainya. Tandanya, ia harus beristirahat.

New melangkah tanpa ragu dan berjalan di atas hujan deras itu dengan derap langkah pasti dan senyuman tulus ia perlihatkan pada semesta.

Asisten New menyusul dengan payung di tangannya. “Pak, payungnya ketinggalan. Biar saya payungin pak ayo.”

New menoleh, “Tidak perlu. Mulai hari ini saya menyukai hujan. Terima kasih bantuannya, Ggigie. Saya pulang ya.”

Asistennya menganga tak percaya. Tidak pernah disangka, New Thitipoom menyukai hujan.

New berhenti di penyebrangan dengan kondisi hujan, ia sedang menunggu lampu hijau untuk pejalan kaki menyebrang.

“Senangnya. Hari ini hujan. Terima kasih semesta, telah menyuruhku beristirahat.”

Lampu pejalan kaki telah hijau, tapi kaki New tidak melangkah barang sedetik. Ia seakan terhipnotis dengan sosok di sebrangnya.

Dia, Tay Tawan. Pria yang mengubah cara pandangnya. Tangan kekarnya, mengandeng anak kecil.

Ah sudah punya orang lain. Ya sudahlah, mungkin belum waktu ku mempunyai seseorang yang akan menjadi tempat ku bersandar.

Tay hanya teman hujan ku, bukan teman hidup ku. Aku senang mengenalnya.


Uncle, ayo jalan. Kenapa diam.”

Uncle, melihat siapa?”

Tay melihat New tersenyum kearah wanita cantik itu.

Ah ternyata milik orang lain. New, senang mempunyai teman hujan sepertimu.

Keduanya pun berpapasan, tak menegur apalagi menoleh, karena mereka tau, rasa ini harus di redam.

Anaknya manis sekali, pasti cantik ibunya — New

Dia baik sekali memperlakukan wanitanya — Tay

— End.