hugs and kisses
[#inoyuto, fluff, domestic setting] [untuk #Inoo31stbirthday]
Kejutan selalu hadir setelah dia memutuskan untuk menghabiskan hidupnya bersama seorang Nakajima Yuto.
Inoo terkenal sebagai orang paling random di antara teman-temannya. Kelakuannya sulit ditebak, reaksinya lebih sering berada di luar pemikiran, dan ucapannya selalu berada di antara “sangat tepat” atau “topik baru yang tidak ada kaitannya sama sekali dari pembicaraan sebelumnya”. Walau sifatnya ini unik dan mengundang banyak orang untuk berbicara dengannya, tidak jarang juga yang kesulitan untuk mengikuti tempo bicaranya.
Namun menurut Inoo, dirinya bukanlah hanya satu-satunya manusia abstrak yang dia kenal.
Ketika bertemu dengan Yuto, teman-temannya dengan cepat mengatakan mereka punya sifat yang mirip. Inoo mungkin tidak punya energi sebanyak Yuto—hanya sesekali saja di saat Inoo memang sedang mood—namun cara mereka menghadapi sesuatu hampir sama; sama-sama tidak bisa ditebak.
Terlebih ketika suatu hari Yuto datang, mendorong pintu kedai tempat mereka janji akan bertemu dengan penuh tenaga, kedua matanya menatap dalam Inoo, lalu berkata, “Kumohon, jadilah kekasihku.”
Perlahan, Inoo mulai mengerti Yuto sedikit demi sedikit. Sesekali dia dapat menebak alur berpikirnya—membuatnya sedikit percaya dengan ucapan temannya yang berkata dia dan Yuto itu berjodoh. Sesekali, Yuto tidak dapat menutupi intensinya, lebih-lebih usahanya untuk berbohong. Sedikit banyak, Inoo bangga akan pencapaiannya sebagai orang yang paling mengerti Yuto.
“Jadi,” Inoo menghela napas, menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, “aku tidak boleh beranjak dari sini?”
Lelaki jangkung di hadapannya mengangguk keras, senyum lebar hadir di wajahnya—senyuman yang menandakan dia sedang bermain-main dan tidak akan berhenti sampai puas. Tanpa menyadarinya, senyum itu menular pada wajah Inoo.
“Tidak boleh,” Yuto berkacak pinggang, “sebelum aku mendapat satu pelukan erat dan ciuman.”
“Aaah, begitu, ya.” Inoo berpikir sebentar, mengingat apakah ada janji penting yang harus dia hadiri pagi ini. Tidak ada, seingatnya. Kalau-kalau ternyata ada, Yabu pasti akan menelponnya, setengah marah dan setengah panik karena Inoo terbiasa lupa.
“Iya, begitu.” Tampaknya Yuto pun tidak ada sesi pemotretan pagi ini. Lelaki itu punya jadwal kerja yang lebih abstrak darinya, lebih sering diundur dan dimajukan pada waktu yang terlalu mepet, jadi ada kemungkinan Yuto terpaksa harus mengalah dalam permainan ini.
Inoo tahu seberapa besar dampak kekalahan pada Yuto, lebih sering sengaja mengalah agar lelaki itu senang, namun kali ini tidak ada salahnya juga dia mempertahankan diri untuk menang.
“Baiklah, kalau begitu aku akan kembali tidur saja di sini.” Inoo merebahkan diri pada sofa, satu bantal yang diposisikan di bawah kepalanya, satu lagi dia ambil untuk dipeluk. Badannya bergerak-gerak mencari posisi yang nyaman.
“Kembali tidur?” Ekspresi Yuto sedikit kecewa. “Memangnya kau tidak harus pergi bekerja?”
“Harus, sih,” Inoo mulai memejamkan matanya, “tapi kan kau tidak membolehkanku lewat.”
Sejenak, tidak ada suara dari Yuto. Inoo yang sudah memejamkan mata sedikit ingin mengintip, namun menahan rasa penasarannya. Dalam hati sedikit merasa bersalah, baik pada Yuto yang akhirnya diam atau Yabu jika betulan ada janji temu pagi ini.
Tak lama, dia merasakan berat tubuh menduduki sofa yang dia tiduri, membuat kedua matanya terbuka untuk melihat apa yang terjadi.
Kedua matanya menangkap mata Yuto, serta cengirannya yang tetap lebar seperti beberapa menit lalu, badannya ikut merebahkan diri di samping Inoo. Sofa itu tidak besar-besar amat untuk menjadi tempat tidur dua orang dewasa, Inoo mau tak mau harus melempar bantal yang dia peluk ke lantai.
“Kalau begitu aku akan ikut tidur di sini.” Jarak mereka terlalu dekat, napas mereka saling menerpa wajah satu sama lain.
“Kau tidak perlu pergi bekerja hari ini?” Inoo bertanya dengan satu alis terangkat, tangannya dengan cepat memeluk Yuto agar lelaki itu tidak terjatuh.
“Aku meliburkan diri.” Tentu itu tidak akan sepenuhnya terjadi sebab dia tahu Yuto akan tetap berlari mengejar waktu jika ada sesi pemotretan nanti.
Tapi itu urusan nanti. Kini, Inoo memberikannya ciuman yang diminta dan lelaki itu akan tetap berbaring dengannya karena satu pelukan dan ciuman saja tentu tidak cukup.