JeJeJJ

Bar

Ada sebuah bar dikota Bangkok yang memiliki ruangan yang tak boleh dimasuki siapapun, ada pantangan untuk tak masuk keruangan itu, bukan tanpa alasan, konon katanya ada mitos yang dipercaya warga sekitar tentang ruangan terkutuk itu, anehnya disana bagaikan surga dunia malam, seluruh gemerlap dunia yang menyihir mata ada disana.

Dan hari itu gerombolan bright dan win yang datang dari chiang mai sedang singgah di bar itu, mereka minum-minum dan terbawa suasana yang semakin melarutkan mereka dalam nikmatnya dunia malam. Ini pertama kalinya win ada di bar ini, berbeda dengan Gun, Mike dan toptap yang sudah sering kesini untuk bersenang-senang, tentu mereka sudah tahu mitos dan pantangan itu.

Semakin malam semakin panas, mereka larut dalam suasana yang semakin memacu mereka melakukan hal diluar batas, pun bright dan win yang semakin memanas layaknya seorang kekasih yang sedang memadu cinta, disisa kesadarannya bright berbisik pada win.

“win….pengen”

“hmmmm”

“ketemu aku di kamar mandi ya? Kita main disana”

“kamar mandi?”

“lebih baik disana daripada kita lakukan disini bukan?”

Dengan begitu bright berlalu terlebih dahulu menuju kamar mandi, meninggalkan Win, Gun, Mike dan toptap di meja sana. Setelah dirasa cukup waktu, win akan menyusul bright ke kamar mandi.

“kak win ke toilet dulu ya…”

“eeeeemmmmmm sana”

ucap mike setengah mabuk dan win berlalu berjalan mencari dimana kamar mandi berada.

Dengan sisa kesadaran yang ia punya ia bertanya pada seseorang.

“maaf mbak, toiletnya dimana ya?”

“oh itu lurus belok kanan aja kak” jawab perempuan itu ramah

“makasih ya mbak”

“sama-sama kak”

Perempuan itu tersenyum, senyumnya aneh seperti ada yang sedang ia sembunyikan dan terlihat senang sekaligus.

Dengan langkah lunglai win berjalan, ia terpemngaruh oleh alkohol yang ia minum tadi.

CEKLEKKKK

Ia membuka pintu toilet, ada beberapa bilik toilet disini dan ia tak tahu di bilik mana bright ada didalamnya, jadilah ia mengetuk satu persatu.

Tok

Tok

Tok

Satu pintu tak ada suara didalamnya yang berarti bright tak ada disana. Win terus mengetok hingga pintu paling ujung dan benar, disana ada bright didalamnya sudah menunggu kedatangannya.

“kemana saja sayang? Lama sekali membuatku menunggu”

Bright terlihat sangat manis dan menggoda dimana win saat ini.

“bisa kita mulai sayang?”

Win hanya tersenyum dan mengangguk, setelahnya ia menutup pintu dari dalam dan menuju pangkuan bright.

Tak ada perkataan yang keluar, hanya erangan win dan desahan bright yang memenuhi ruangan ini, mereka berpacu dalam indahnya permainan yang mereka arungi berdua.

“pe…pelan bright….agak sakit”

“shhhhhhh…nanti juga enak sayang, mau kan hamil anakku hmm?” Bright berbisik di telinga win, merayunya disini untuk bersama-sama melangsungkan kegilaan ke level selanjutnya.

“tapi aku belum lulus kuliah bright, bersabarlah sebentar la…..AAHHHHH”

Bright memasukkannya, membuat win mengejang disana.

“pelanhhhhh….shittttt….ahh kamu gak pake pengaman brightttt ahhhh”

“siapa peduli pakai pengaman sayang, aku hamilin kamu sekarang, mau punya anakmu” jawab bright acuh.

Setelahnya ia memacu dirinya didalam win, semakin lama semakin kencang membuat win terlonjak-lonjak karena kerasnya bright menghujamkan penisnya didalam dirinya.

“ahhhh….brii..ahhh yeshhhhh enakk….disitu sayangghhh ahhhhh”

“ GINI HAH…….gini…”

“AAAHHHH IYA……enakhhh…..bangethhhh”

Ada sesuatu yang aneh pada diri win, ia tak biasanya meminta bright untuk memperlakukannya kasar seperti ini, namun ada dalam diri win yang terus meminta untuk dipuaskan, jadilah ia menuruti apapun yang bright lakukan pada dirinya.

“bright..ahh..kapan kamu pakai kalung…ahhhh yeshhhh”

“hahhh..ahhh sejak tadi di mobil sayanghhh….indah kan?”

Tanya bright pada win yang terlonjak-lonjak dibawahnya, win mengangguk melihat kalung dengan berlian berwarna merah muda ditengahnya, sangat indah.

“ahhhh bright…ma…mau sampai….fuckkk harderhhh pleaseeee”

“dikit lagi sayanghhhhh…..barenghh”

“ahhhhhhh ……”

Mereka keluar bersama, bright keluar didalam win untuk pertama kalinya, banyak sekali sampai rasanya win penuh sekali mengisi dalam dirinya.

“ahhhh hahhhh……kamu beres-beres win, kamu keluar duluan bair yang lain gak curiga”

“emmhhhh”

Disisa kesadarannya win berkemas dan merapikan dirinya, aneh sekali jika biasanya ia akan kelelahan setelah bercinta dengan bright, namun kali ini tidak, ia merasa prima dan segar setelah melakukannya.

“win duluan ya”

“iya sayang”

Dan win keluar dari ruangan itu, ketika keluar ia bertemu dengan perempuan tadi yang ia temui sebelum ia masuk dalam kamar mandi.

“eh mbak, mari”

Perempuan itu hanya tersenyum dan mengangguk. Win berjalan menuju mejanya, anehnya ketika ia sampai dimeja disana sudah ada bright sedang duduk di tempatnya.

“loh win kamu kemana aja sih?”

“lah kok kamu udah ada disini?”

“kamu ngomong apa sih, tadi aku tunggu di kamar mandi gak dateng-dateng jadinya aku balik kesini aja, kemana aja sih”

DEGGGGG

Jantung win serasa mau loncat, dan ketika ia berbalik melihat ke arah lorong yang ia masuki tadi semuanya menjadi petaka bagi win, tag toilet tadi berubah tulisan menjadi ‘makam korban kebakaran’ dan disana ia melihat sosok hitam besar dengan mata merah menyala melihat kearahnya, dengan gigi runcing dan liur yang terus menetes itu, dan nyawa win serasa mau lepas ketika melihat kalung itu, alung dengan mustika merah muda ditenganya sama dengan kalung yang dipakai sosok yang menyetubuhi dirinya di kamar mandi.

Saat itu juga win pingsan dan jatuh ditempat karena terlalu syok tak percaya apa yang baru saja terjadi.

***

samar-samar win mendengar seseorang berbicara.

“jadi bagaimana? hanya itu yang bisa kalian lakukan untuk cepat kaya”

“baiklah saya ambil mbah”

“win...winnnn sini”

sosok kakek tua itu memanggil namanya, ia mendekati kakek dan ada sepasang suami istri disana.

“nah ini namanya win, bisa jadi ladang duit buat kalian, pesugihan memang instan apalagi ini masih fresh”

“ma...maksudnya apa?” tanya win pada kakek itu.

“coba lihat dirimu dikaca, lihat siapa dirimu, bukannya teman-temanmu yang sengaja melakukan ini demi uang? sampai kamu harus jadi seperti ini?”

dan setelahnya win mengaca di sebuah kaca besar, betapa terkejutnya ia melihat dirinya yang sekarang ini hingga ia meraung ketakutan melihat dirinya yang tak bisa ia kenali lagi.

win menjerit ketakutan melihat sosok dikaca yang ternyata dirinya, fakta bahwa bright dan teman-temannya sengaja membuatnya menjadi tumbal untuk mendapatkan uang adalah hal yang tak bisa ia terima hingga ia bertekad untuk membunuh mereka semua suatu hari nanti.

end.

Haunted

***

You and I walk a fragile line I have known it all this time But I never thought I’d live to see it break

***

Jumat, 20 Desember 2020 16:15 Pm

Sudah lima hari mereka saling mendiamkan satu sama lain, sebenarnya winata lah yang mendiamkan Bright, jika bright boleh jujur ia akan terus mengejar winata sejak hari senin setelah bom waktu itu meledak, namun ia teringat ucapan day untuk memberi winata ruang dan waktu untuk menerima semuanya.

Sore ini bright disibukkan dengan beberapa laporan laborat yang menggila, beberapa hari terakhir, ia tak fokus kerja karena terus memikirkan tentang metawin, akhir-akhir ini ia juga ditegur oleh Gawin karena sering mendapati dirinya tengah melamun seperti orang kehilangan semangat hidup, walau Gawin tahu alasan bright berperilaku seperti ini, karena ia juga ada disana hari itu, menjadi saksi semuanya tebongkar di hadapan winata.

Namun ditengah keputusasaan yang Bright rasakan, ada secercah harap disana, pasalnya sudah 3 hari terakhir ia selalu memergoki Winata berada di lantai 7 didepan laboratorium untuk duduk termenung selama kurang lebih 30 menit sebelum winata pulang.

dibenak bright ada sebuah harap karena mungkin saja winata masih terikat oleh semua memori yang mereka jalani berdua selama ini.

Jadilah hari ini ia akan membulatkan tekadnya untuk menunggu winata muncul di lantai 7 dan akan mengajaknya bicara, mungkin saja masih ada harapan untuknya meski ia tahu kalau ia melakukan kesalahan yang fatal, jangankan kesempatan, untuk dimaafkan saja harusnya ia sudah harus bersyukur atas kemurahan hati winata.

“gue balik dulu ya Bright” pamit Gun

“gue juga, yok absen dulu langsung cabut” kali ini Mike

“iya duluan aja”

“hey, sini dengerin gue” Gun dan Mike mendekat di meja bright dan Gun menepuk pundak karibnya itu.

“jadikan ini sebagai pelajaran okay? Gue tau lo orang baik bright, gak ada manusia didunia ini yang bersih dari kesalahan, namun gimana cara dia memperbaiki diri setelah melakukan kesalahan itu yang paling penting, udah gausah sedih-sedih lagi”

Gun menepuk-nepuk pundak Bright, agaknya ada semacam kelegaan disana dimana dirinya seperti didengarkan dan diperhatikan oleh orang sekitar, selama ini bright memendam semuanya sendiri dan menompang semua masalahnya sendiri.

“gue yakin bright, winata juga masih ada rasa buat lo, tapi…ini dengerin gue ya, tapi mungkin memang waktu kalian yang kurang tepat, mungkin saja lain kali dilain kesempatan lo harus lebih peka dan lebih dewasa lagi dalam menjalin hubungan, gak …gue gak sok dewasa disini karena nyatanya gue sama gun Cuma orang dewasa yang punya polah kayak anak SD, tapi setidaknya gue bisa ngasih tahu lo mana yang bener, oke?”

Gantian mike yang menepuk pundak bright, memberinya semangat setelah lima hari seperti mayat hidup, hidupnya berantakan dan tak terurus, sarapan suka ia lewatkan bahkan pernah ia kelupaan untuk makan seharian, hidupnya benar-benar hancur setelah hari itu.

“makasih bro, gue tahu gue bukan orang yang baik buat win, tapi gue berani sumpah kalau gue mau berubah”

“I know, dan sebaiknya lo bener-bener berubah oke? Yaudah gue sama mike pamit dulu”

“duluan ya bright”

Mereka pamit dan menghilang dibalik pintu ruang dosen, menyisakan Bright dengan segala keraguan, ia merogoh saku celana, disana ada sebuah kotak dengan dua buah cincin didalamnya, andai saja hari itu tak terjadi winata sudah menjadi miliknya, andai saja hari itu ia lebih cepat menjemput winata mungkin hari ini winata sudah menjadi kekasihnya, namun sekali lagi, waktu tak akan bisa ia putar kembali. Dengan langkah gontai ia berjalan keluar ruang dosen menuju lift untuk membawanya ke lantai 7 dan berharap winata berada disana seperti 3 hari sebelumnya.

***

Lantai 7 fakultas psikologi Begitu pintu lift terbuka, matanya langsung menangkap sosok itu, win ada disana sedang berdiri melihat langit diatas balkon, diam dan menyendiri bersama sepi dan sunyinya bangunan ini.

Bright melangkah penuh dengan keraguan dibenaknya, dan dirasa win mendengar langkah kaki ia menengok kebelakang, pandangan mereka bertemu dan mengunci satu sama lain, win tak lagi membuang tatapan matanya, pun juga bright yang kali ini tak langsung mengalah dan menghindari tatapan mata winata.

“wi….win” panggil Bright lirih

Win masih diam tak menjawab panggilan bright, matanya masih menatap mata bright, seperti mencari sebuah jawaban disana.

“kebetulan mas ada disini, ada yang mau win omongin”

“mas juga ada yang mau mas sampaikan ke kamu win”

Disana perasaan mereka berdua tak menentu, bercampur menjadi satu yang tak bisa mereka artikan sendiri-sendiri, namun saat ini ada hal yang akan masing-masing mereka sampaikan satu sama lain.

“mas dulu aja”

Mereka saling berhadapan, dan bright tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mengeluarkan semua isi hatinya ketika 5 hari belakangan mereka sudah tak saling bicara, dibenaknya ia sudah cukup memberikan win waktu.

“win….”

Bright memegang kedua tangan win, menggenggamnya sebelum ia mengatakan semua yang ada dikepalanya.

“maafin mas untuk semua kebodohan yang mas lakukan win, mas mau berubah untuk kamu, mas akan berusaha sebaik mungkin untuk hubungan kita, mas…..mas nyesel win, hari-hari mas serasa kosong tanpa kamu, rasanya seperti ada yang hilang dari bagian hidup mas…..”

Bright menatap mata win lekat-lekat mencari apakah masih ada kesempatan untuknya, meski sadar bukanlah kesempatan kedua.

“ma….mas berencana untuk jadikan hubungan kita lebih serius hari itu….”

Ia merogoh sakunya, mengeluarkan dua buah cincin itu, win melihatnya, melihat bagaimana cincin itu terukir namanya dan nama Bright disana. Ia tersenyum kecut, baginya semuanya sudah terlambat.

“ini….ini bukti kalau mas serius sama kamu win, lihat disana, ada namamu, Winata Mulya Sandjaya”

Tanpa basa-basi, Bright langsung memasukkan cincin dengan namanya ke jari manis winata, pun win hanya diam membiarkan Bright menyelesaikan semua yang ingin ia sampaikan padanya.

“bisa kita sama-sama lagi win? Mas janji sama kamu gak akan ngulangi hal yang sama, mas janji sama kamu untuk terus bahagiain kamu, mas janji win.. mas janji”

Ia bergetar di sana, semua yang ada dikepalanya sudah ia sampaikan pada winata, namun winata hanya diam tak memberinya respon sedikitpun. Bright memberanikan diri untuk mendekat dan memupus jarak mereka, ia akan mencari jawannya sendiri kali ini.

Win paham dan tahu apa yang akan terjadi, Ia membiarkan Bright terus mendekat hingga wajah mereka berhadap-hadapan, ia bisa merasakan nafas bright disana, semakin dekat hingga bright baru saja akan menyapukan bibirnya win berkata.

“kita tak harusnya melakukan ini mas”

Cukup begitu membuat bright tercengang, ia mematung saat itu juga karena perkataan winata.

“people like you always want back the love that I’m gave away and people like me wanna belive you when you say you’ve changed….and now, you say you want it back but don’t you think it’s just too late mas?”

Tanya win masih melihat ke mata bright, ia tersenyum kecut mendapati kenyataan kalau bright sudah berencana sejauh ini hingga mematrikan namanya didalam cincin ini. Cincin yang melingkar manis di jari manisnya.

“bagi win semuanya sudah terlambat, mau win kasih kesempatan berapa kali lagi mas? Kalau berujung kecewa yang sama, mas gak berubah sama sekali sejak win kasih kesempata kedua”

Jantung bright serasa ditusuk oleh jarum mendengarnya.

“win berterimakasih untuk tiga bulan terakhir yang kita habiskan bersama, win tak membenci mas, win akan mengambil banyak pelajaran hidup dari hal ini, namun untuk sekarang win gak bisa mas”

“win please don’t….”

“sebelum kita bersama, hidup kita juga baik-baik saja kan mas?”

Bright tahu kemana arah pembicaraan ini, dan itu menyakiti hatinya. Hati kecilnya yang terus berharap dan mendamba winata.

“gak win, dunia mas gak pernah sama lagi”

Win tersenyum, pandangannya ia bawa ke cincin yang ia pakai dijari manisnya, bright pun sama, ia membawa pandangannya pada jari manis winata. Tak ia sangka win akan mencopot cincin itu dan menggenggamkan cincin itu di tangan bright, win mengembalikannya.

“you were all I wanted, but not like this, maybe we fall each other at the wrong time mas”

Win melepaskan tangannya, ia sudah mengembalikan cincin itu ke tangan bright.

“win mas mohon…” bright benar-benar hancur saat ini, air matanya tak bisa ia sembunyikan, untuk pertama kalinya win melihat bright berairmata didepannya.

“mas….mas tahu gak? Mas harus berubah untuk diri mas sendiri bukan untuk win, dan mungkin kita perlu waktu untuk memahami dan menyadari satu sama lain, gapapa ya kalau kita berhenti sejenak?”

“GAK WIN…GAKKK”

Bright histeris, ia menangis dalam frustasi, ia paham kalau ia akan kehilangan winataya meski ia tahu ia telah kehilangan sosok itu sejak di kopipedia.

“don’t leave me like this i thought I had you figure it out…”

“mas harus apa win? Mas tahu mas udah nyakitin hati kamu, tapi mas juga sayang dan cinta sama kamu win, mas mohon, apa mas harus sujud di kaki mu win? Mas berani sumpah kalau mas menyesal win”

Air mata bright tak bisa berbohong kalau ia sedang hancur saat ini, dan win juga paham akan hal itu, namun untuk saat ini ia memilih dirinya sendiri.

“mas…untuk bisa mencintai orang lain, kita juga harus bisa mencintai diri kita sendiri, untuk bisa memaafkan orang lain, win juga harus memaafkan diri sendiri, jadi mas….terima ya? Ini keputusan win untuk berhenti disini, win yakin mas juga bisa berhenti”

Begitu perkataan winata selesai tak ia sangka Bright langsung ambruk didepannya, ia bersujud di lutut winata, memohon kesempatan untuk diri lagi.

“win….hiks…mas mohon win….se…..sekali ini saja”

“mas udah…berdiri…”

“enggak win…sebelum kamu kasih kesempatan lagi…”

“kalau begitu, semoga mas tak bosan dalam penantian hinga kesempatan itu datang”

Setelahnya win menarik kakinya, ia berjalan menuju arah lift meninggalkan bright di lantai dan masih menangis sesenggukan disana, ada hati yang terluka, hati keduanya.

Didalm lift winata juga menangis, ia tak tega namun ia harus, ia harus bisa melakukan ini untuk dirinya sendiri.

“maaf mas, maafin winata”

Digedung lantai 7 fakultas psikologi baru saja ada kisah yang selesai dijalan, ia sudah berhenti ditempat dan berjalan berlawanan, bright yang masih menangisi tindakan bodohnya dan win yang berada didalam lift menangisi perih yang semakin menjadi jadi.

***

You and I walk a fragile line I have known it all this time But I never thought I’d live to see it break Never thought I’d see it

***

Jumat, 20 Desember 2020 16:45 Pm

💕

Hai ini jeje, gak kerasa udah hampir 3 bulan aku ada disini dan ketemu kalian semua, hari ini aku mau bilang makasih untuk kalian semua, terimakasih udah ngasih aku semangat, terimakasih udah baca tulisanku, terimakasih untuk segalanya.

Tapi maaf, aku tak baik-baik saja hari ini, everything just gettin' worse and complicated, even support my number 1 support system blame it on me.

Iya, ketika aku berfikir semuanya akan baik-baik saja mungkin itu cuma buat menghibur diri bukan? Karena kenyataan tak akan pernah seindah keinginan.

Ada masalah yang sangat serius dan personal di real life yang bahkan aku gak tau harus gimana ngehadapinnya, aku berfikir untuk mengambil istirahat sampai aku bisa handle semuanya lagi. Is it okay?

Maaf kalau ada perkataaku yang pernah menyinggung kalian, maaf jika belum bisa nyelesaikan beberapa tulisanku, kita ketemu di lain kesempatan ya? Aku akan break sampai aku merasa baikan.

Semoga kalian selalu sehat dan bahagia 💕 Terimakasih.

Gumption

Tags: Hard, Dirty talk, Degrading kink, Erotic Humiliation, Rimming, Dosen & Asdos.

***

hai, ini JeJe. sebelum kalian membaca, aku mau ngasih tahu kalau ini adalah gabungan dari Gumption 1 dan Gumption 2 teridiri dari 8810 kata, aku jadikan satu agar kalian nyaman bacanya gak pindah-pindah privatter, so gausah banyak-banyak, selamat membaca dan berimajinasi.

***

Introduction:

-Bright Vachirawit -Dosen Muda Fakultas Psikologi -Kepala Laboratiorium Fakultas

-Metawin -Asdos yang diam-diam menjadi kekasih Bright

***

Fotocopy-an Fakultas Psikologi 04:30 Pm

Berkas-berkas itu ada ditangan metawin, banyak yang harus ia koreksi dengan beberapa berkas ditangan, menjadi asisten dosen bukanlah yang menyenangkan bagi sebagian orang, namun bagi metawin? baginya menjadi asdos adalah hal yang menyenangkan walau harus pintar membagi waktu dengan tugas mata kuliahnya sendiri.

Ia menghambuskan nafas, membuang oksigen yang ia tampung banyak-banyak di paru-paru untuk ia keluarkan bersama semua beban yang ia rasakan dipundaknya.

Win duduk di kursi tempat fotocopy-an di gedung fakultasnya, disini suasana ramai dengan mahasiswa yang sibuk mengurus berkas-berkas tugas.

Mesin fotocopy asik memuntahkan kertas-kertas dari perutnya, menandakan kalau metawin tak akan berlama-lama disini karena barkasnya sudah selesai di copy.

“kak win? Kok udah sore masih disini kak?”

Ucap seorang mahasiswi adik tingkat metawin yang cantik dan nampak selalu ceria itu.

“hai love, iya nih lagi ngecopy beberapa berkas, sama tadi abis ngasdos”

“woahhhh enak banget yang dapet asdos kak win ya, mau bimbingan sampe sore pun bisa huhuhuhu asdosnya love galak kakkkk”

“ahahahahaha, it’s okay, apapun prosesnya jalani aja ya? Jangan pernah berhenti, kamu gak tau kan kalau bisa aja garis finish udah ada didepan mata, jadi jangan nyerah ya kalau ada revisian banyak”

Metawin memberikan sedikit nasihatnya pada Love, tentu dengan senyum yang merekah manis di bibirnya.

“aaaaa makasih kak, yaudah Love tinggal dulu ya kak, mau ke koperasi beli jajan hehehehhe kak win mau? Yuk kesana sama love”

“enggak love, makasih, tadi kak win abis makan kok dikantin”

“ahhhh yaudah ya kak, love duluan”

Win mengangguk dan memberika senyuman.

Langit semarang sepertinya akan murka malam ini, masih sore namun dari jauh mendung hitam sudah terlihat seperti pertanda akan datangnya hujan. Ditengah lamunannya, pundaknya di tepuk oleh seseorang dan membuatnya terkejut.

Orang itu berdiri disampingnya dan memberikan senyuman padanya.

“pak bright? Belom pulang?”

tanya win basa basi, jika di tempat umum sudah pasti ia akan memanggilnya dengan pangilan yang layaknya seorang mahasiswa berikan pada dosennya.

Bright mengernyitkan alisnya, senyumnya masih belum pudar karena sore ini ia mendapati metawin masih di lingkungan kampus.

“pak?....”

Bright merendahkan tubuhnya dan berbisik di telinga metawin.

“mas dong sayang, kayak biasanya kalau di condo kamu kan?”

Mendengar itu, win melotot dan langsung mencubit paha Bright keras-keras dengan gerakan memutar, pasti akan meninggalkan bekas kemerahan disana.

Dicubit sedemikian rupa membuat Bright ingin berteriak namun ia tahan dengan menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Raut kesal sangat nampak diwajah metawin, bisa-bisanya Bright menggodanya disaat seperti ini, saat banyak mahasiswa kampus yang memenuhi fotocopy-an ini.

“diem gakkkkk” desis win galak.

Ya, begitulah metawin, terlihat galak dan ganas namun Bright selalu sukses menjinakkannya ketika diranjang.

“galak amat sih win”

“biarinnnnn, udah diemmmm” ucap metawin dengan lirih

“wah pak Bright mau ambil pesanannya ya pak? Sebentar ya pak saya ambilkan dulu”

“iya mas, saya tunggu ya disini”

Ada perasaan was-was dibenak metawin, ia takut jika ada mahasiswa lain yang mendengarkan perkataan Bright tadi.

“pak Bright fotocopy apaan?”

Metawin masih menggunakan penggilan itu, sebagaimana mahasiswa memanggil dosennya.

“ini win, berkas laboran nih, agak pusing juga terlalu banyak kerjaan”

Ujar Bright dengan menghela nafas, seakan memang sedang menghadapi ramainya mahasiswa yang melakukan penelitian dan analisa hasil penelitian di laboratorium sehingga jadwal orang-orang lab sangat padat bulan ini.

“mau bantuin gak?” tawar Bright pada metawin.

Alis metawim berkerut sebelah, dalam benaknya mengapa ia harus membantu? Disaat Bright memiliki beberapa asisten laboratorium, sedangkan dirinya? Hanya asisten mata kuliah saja, tentu metawin tak proper dengan barang dan benda-benda laboran.

“imbalannya?”

Metawin menengadahkan satu tangannya di depan Bright, berlagak seolah ia meminta imbalan untuk pekerjaan yang belum ia lakukan.

Kini gantian alis Bright yang mengernyit, dan sedetik kemudian ia paham dan bisa menjadikan ini menjadi sebuah kesempatan, karena nyatanya hari ini laboratorium dan ruang audio visual sedang kosong yang berarti tak ada seorang pun yang ada disana, hanya akan ada dirinya dan metawin seorang.

Bright membungkuk sedikit dan berbisik ditelinga metawin.

“mas ajarin beberapa hal yang belum pernah kamu dapetin di kelas”

Setelahnya Bright menegakkan dirinya kembali, sadar sebelum win mencubit pahanya lagi.

“itu doang? Ajarin kisi-kisi responsi boleh gak?”

“boleh, nanti malam ya di lab jam 8….”

Bright agak membungkuk lagi untuk menyamakan tingginya dengan metawin yang duduk disebelahnya.

“ketemu mas disana” bisik Bright pelan.

Metawin memberikan anggukan sebagai jawaban.

“ini pak Bright pesanan fotocopy-annya”

“makasih ya mas, mari”

Sebelum pergi, Bright menepuk pundak metawin dan meremasnya pelan dan setelanya hilang dari jangkauan mata metawin yang masih terduduk disana.

***

Ruang Dosen 19:45

Diluar sedang hujan, awan hitam yang tadi sore ada di langit kini menumpahkan semua air yang ia bawa dari ujung samudera, membuat seisi kota basah dan menjadi dingin, bahkan rasa-rasa Bright tak memerlukan pendingin ruangan saat ini karena hanya akan membuat suhu di ruang dosen menjadi lebih rendah dari biasanya.

Ia duduk di kursinya, sudah tak ada Dosen di ruang ini karena beberapa sudah pulang dan beberapa ada yang mengajar kelas malam. Dihembuskannya nafas yang serasa melelahkan dari pekerjaan yang ia jalani seharian.

Bright membuka lacinya, disana ada dua buah benda yang sudah lama ia simpan dan sudah lama ia ingin pakai pada metawin, kekasih yang merangkap menjadi asdosnya.

Sebuah lubricant dan sebuah tali kain panjang hitam polos, mungkin saja Bright akan menggunakannya nanti di laboratorium dengan metawin, ia akan mencoba peruntungannya disana.

Ia mengambil dua benda itu untuk ia masukkan kedalam handbag miliknya dan menutupnya rapat-rapat, dengan sesegera mungkin ia berdiri dan segera menuju lift untuk membawanya dimana ruang laboratorium berada.

***

Laboratorium Fakultas Psikologi 08:00 Pm

Lima belas menit berlalu, hujan belum menunjukkan tanda-tanda reda, dilaboratorium juga hanya tinggal Bright seorang, ia menunggu kedatangan kekasihnya, kekasih yang selama ini merangkap menjadi asdosnya dan selama ini juga mereka menyembunyikan hubungan mereka.

Tak ada tanda-tanda metawin akan datang disini, masih tersisa sepi dan suara gemercik air yang jatuh dari langit menuju tanah. Membuat Bright ragu sendiri apakah win akan datang atau sudah tertidur lelap di condo sekarang?

Sepuluh menit lagi Bright bertahan, namun masih juga tak ada tanda-tanda seseorang akan datang kemari, jadilah Bright membereskan laboratorium dan berencana pulang, ia pun mengerti bisa saja win tak datang karena derasnya hujan. Baru saja ia akan mematikan lampu laborat tiba-tiba suara pintu terbuka

“hufftttt….ahhhh..haahhhhh belum terlambat kan pak?”

Tanya win nafasnya memburu karena ia berlari dari lift menuju laboran.

Bright yang menyadari kedatangan metawin tersenyum senang dan menggeleng.

“enggak win, jangan disini yuk, udah di beresin mas, ke ruang AV aja”

Ajak Bright untuk berpindah keruang Audio Visual, dimana ruangan itu adalah ruangan kedap suara, Bright benar-benar cerdik kali ini.

“Audio Visual? Kenapa gak dikelas aja mas?”

Ujar metawin seraya terus mengekor dibelakang Bright menuju ruang AV yang bersebelahan dengan laboratorium.

“gapapa, lebih nyaman aja gak sih? Bisa rebahan juga kan?”

Win diam dan hanya mengangguk. Didepan pintu, Bright mencoba mencari kunci ruang AV yang ia simpan dalam handbag, bercampur dengan lubricant dan tali kain hitam polos yang ia bawa, mencoba mencari seteliti mungkin agar win tak melihat isi di dalam handbag yang ia bawa.

“nyariin kunci ya mas? Kok lama?”

“sshhhhhh diem sayang, jangan berisik nanti ada yang denger”

“ih apaan sih mas kan win cuma nanya nyariin kunci apa gimana hufff”

Bright baru sadar kalau win sudah mengubah sebutan untuk dirinya, win sudah menggunakan kata “mas” yang sedikit banyak diartikan Bright kalau win merasa aman privasi mereka berdua di tempat yang sepi seperti ini. Seulas senyum terukir di bibir Bright.

“iya nih win, bentar ya”

Win menyipitkan matanya mencoba melihat apa yang ada didalam handbag sang dosen, hanya ingin memuaskan keingintahuannya saja namun saat pandangannya hampir menilik dalam handbag itu, Bright sudah menemukan kuncinya.

“nah ini dia”

CEKLEKKKK

“yuk masuk win” ajaknya mempersilahkan win masuk.

Yang lebih muda menurut saja, ia masuk terlebih dahulu dan langsung duduk di sebuah meja dengan dua kursi yang berhadap-hadapan, tanpa ia sadar kalau Bright telah mengunci pintu itu dari dalam, yang berarti tak akan ada satu orang pun yang akan mendengar percakapan mereka karena ruang AV adalah ruang kedap suara dan tak akan ada orang yang mengganggu mereka dari luar karena telah ia kunci dari dalam.

Bright dengan cepat menghidupkan lampu dan langsung memupus kegelapan di ruang kedap suara ini, tak lupa ia menyalakan AC dan langsung menurunkan suhunya menjadi 18 derajat, jauh dibawah suhu ruangan, ia melakukannya bukan tanpa tujuan, karena ia berencana memanaskan ruangan ini sebentar lagi, jika ia berhasil dengan peruntungannya.

Setelah menghidupkan lampu, Bright langsung duduk berhadap-hadapan didepan metawin, hanya meja yang memisahkan jarak mereka, di ruangan ini benar-benar kedap suara, di ujung ruanga ada kasur lantai dan beberapa bantal empuk karena memang ruangan ini sering digunakan beberapa dosen untuk bersantai dan beristirahat terlebih ruangan ini jauh lebih nyaman daripada ruangan terapis untuk para dosen.

“win ga bantuin apa-apa nih mas jadinya? Kan lab udah di beresin mas tadi”

Ia mengeluarkan sebuah bolpoint dan memutar-mutarnya diatas meja.

“iya win, gausah bantuin gapapa, jadikan mau mas kasih kisi-kisinya?”

“jadi doonggg” jawab win bersemangat

“keluarin catatan kamu sayang” perintah Bright yang langsung dituruti metawin.

Mata mereka saling memandang satu sama lain, mata sayu metawin nyatanya menjadi suatu candu tersendiri bagi Bright, baginya hal terindah dari metawin adalah matanya, meski ia tahu tak sejengkal pun bagian dari metawin yang tak indah, namun bagian mata dan tatapan sayu itu adalah sumber kelemahan sekaligus candu terbesarnya.

“nomer satu….” Bright mengambil jeda, mulai merasakan suhu ruangan ini turun drastic dan menusuk kulitnya, ia tahu kalau win juga merasakan yang sama.

“sebutkan fase dalam teori psikoseksual”

ucap Bright mulai menyebutkan soal pertama, bukan lagi sebuah kisi-kisi yang ia berikan namun langsung soal responsi yang ia katakan tadi.

Win mulai menulis soal itu, belum selesai ia menulisnya bright berucap.

“jawab secara lisan coba, mas pengen tahu kamu bisa jawab gak?”

“okay, ada lima fase dalam teori psikoseksual, fase oral, fase anal, fase phalic, fase latent dan fase genital”

“lalu kira-kira kamu ada difase mana?” tanya bright dengan senyum menggodanya, ia memberikan pertanyaan jebakan pada orang di depannya.

“aku? Ummmm ada di fase…..” win berfikir sejenak.

“eh ga ada deh mas, kan terakhir fase Genital itu dimulai usia 12 tahun sampai awal masa puber sekitar 18 tahunan, iyakan?”

“yakin? Kamu kan bayinya mas, masih kecil kamu tuh hahahah”

Bright tertawa sambil mengacak rambut metawin yang agak basah, mungkin saja terkena air hujan diluar.

“ihhh mas, berantakan nih rambut win” ia mencoba menghindari acakan tangan bright pada rambutnya.

“mas beneran tanya ke kamu, kita ini ada di fase yang mana kalau didalam teori psikoseksual?”

“ihhh win ga tau, kan di fase itu berhenti di usia 18 tahun mas, win kan usia 20 tahun, fase apa dong? Yang deket sih fase genital kan?”

“yakin hmmm?” bright memberikan seringai jahilnya dan win mengangguk dengan mantap dengan jawaban yang ia berikan.

“setahu mas selama ini…..” ia menggantung kalimatnya

“iya?” tanya win

“selama ini kita selalu ada di fase oral dan anal”

Jawab bright terkekeh dengan pikiran kotornya sekarang, dibawah sana miliknya sudah mengeras sejak ia duduk dan menatap mata indah itu. Sadar kalau Bright sedang menggodanya, win melotot galak.

“apaan sih mas, jorok ih. Kan bahas materi kuliah kok sampai sana sih”

“hahahahah mau coba sekarang?”

“apa?”

“oral dan anal”

“masssss”

win kesal sendiri selalu digoda seperti ini, dan sekarang win baru sadar kalau mereka ada dalam ruangan yang kedap suara membuat win paham mengapa Bright berani sekali menggodanya terang-terangan seperti ini. Ternyata ruang AV inilah alasannya.

“ahahaha kali aja kamu mau”

tangan bright menyebrang meja dan menggenggam tangan metawin, meremasnya pelan, dari hal itu bright memberikan isyarat yang seharusnya dimengerti metawin, namun win masih bisa mengendalikan dirinya untuk tidak tersesat berdua dalam bright dalam lembah nafsu yang akan menyesatkan mereka lebih jauh.

“lanjut mas, pertanyaan kedua apa?”

Bright melepas genggaman tangannya, ia berdiri dari duduknya, ia sengaja berdiri untuk memperlihatkan pada metawin kalau sesuatu didalam celanaya kini telah mengeras dan menggembungkan celana kain hitam yang ia pakai, dan pancingan itu berhasil, mata metawin mau tak mau langsung melihat hal itu dan setelahnya win menunduk melihat kertas di hadapannya.

Setelah berdiri, kini bright berjalan menuju samping meja dan duduk diatasnya, tepat disebelah kertas yang metawin gunakan untuk mencatat, bright benar-benar berniat menggoda metawin disini, membuat win bingung akan menatap kertas putih didepannya atau selangkangan bright yang sedang menggembung dan mencetak bentuk penis keras dan panjang itu di sebelahnya.

Ia membelai lembut rambut metawin menegakkan sedikit wajah si manis lalu ia bawa keatas untuk saling menatap dengan wajahnya, disana seringai bright terlihat mengintimidasi metawin.

“sebutkan dinamika kepribadian dari Sigmund Freud”

Win mulai menulis jawabannya, terkadang matanya mencuri-curi pandang dengan isi celana Bright yang sedang menggembung disebelahnya, bright benar-benar sukses membuat metawin merasa dilema dengan dirinya sendiri.

Dengan gerakan sensual, bright sengaja memposisikan dirinya sedemikian rupa sehingga tonjolan dalam celananya benar-benar terekspose oleh mata metawin yang terkadang melirik kearah selangkangannya, bright tahu kalau win juga sudah mulai kehilangan fokus dalam mengerjakan soal.

“jawab lisan sayang” bright berucap dengan suara baritonnya yang terdengar berat, terdengar sexy dan sangat sensual untuk metawin dengarkan.

“ummmm…..a…ada id, ego dan super ego” jawab metawin agak terbata

“then…..can u explain to me bunny?”

Jelas sudah, win selalu tahu disaat bright menggunakan panggilan itu berarti si sang dosen sedang ingin melakukannya, namun yang tak ia sangka adalah mengapa bright menggodanya ditempat seperti ini, di ruang audio visual fakultas yang tak seharusnya mereka lakukan disini, setengah mati win menahan libidonya yang perlahan meningkat.

“ummm…..”

“look at me”

Bright menarik dagu metawin dan membawa mata sayu itu menatap mata elangnya, tergambar dengan jelas kalau metawin sedang gugup dan seperti sedang menahan dirinya.

“bisa jawab pertanyaan mas?”

“bi…bisa mas”

Bright memamerkan senyumnya, ia mendapati metawinnya sedang gugup dan suhu tubuhnya sudah meningkat, ia berhasil memancing libido kekasihnya dengan instan.

“tunggu apa lagi hmm?”

“anu….ummmm konsep sederhana dari psikoanalisis Sigmund Freud itu kayak gunung es mas….”

“uhummmm…terus?” bright membelai rambut win lagi dengan lembut dan penuh kasih sayang.

“gunung es itu dibagi menjadi tiga bagian, yang paling bawah itu namanya id, dia bekerja dalam alam bawah sadar dan berorientasi pada kesenangan dan kebutuhan dasar, kayak makan minum dan sex……”

Win behenti sejenak, baru saja ia menyinggung sesuatu yang harusnya tak ia ucapkan saat ini, menyinggung tentang kebutuhan dasar manusia dan ada sex didalamnya.

“kenapa berhenti?”

bright masih memainkan rambut metawin, namun metawin menunduk sedikit, ia kebingungan harus berbuat apa, bright benar-benar menguji akal sehatnya, dalam posisi seperti ini metawin terus-terusan mencuri pandang pada selangkangan Bright yang menggembung di sampingnya.

“e…enggak mas, yang kedua namanya ego, dia ini ada ditengah-tengah antara id dan superego, ego ini berurusan dengan realita yang ada disekitar individu, gimana caranya kebutuhan dari id itu bisa terpenuhi namun juga diterima oleh lingkungan sosial disekitarnya….co…..contohnya misal win lagi haus, tapi diatas meja juga ada minumnya mas, bisa aja kan win langsung minum minuman mas dan itu gak sopan, jadi win milih nunggu pelayan buat isi ulang gelas win yang udah kosong, nah pengandalian itu namanya ego, gimana ia bisa memenuhi id namun juga bisa diterima sama lingkungan sosialnya”

“pinter….satu lagi sayang, nanti mas kasih hadiah”

Mendengar itu win jadi semangat, siapa yang tak suka hadiah? Bahkan seorang mahasiswa seperti win juga menyukainya.

“yang terakhir namanya superego, ini hubungannya dengan moral atau aturan”

“kalau gitu sama aja dong ego dan superego, coba perbedaan spesifik tentang ego dan superego itu apa sayang?”

Bright lebih nakal kali ini, selain menyebut win dengan panggilan sayang, tangannya sudah menggerayangi leher jenjang metawin, membuat win meremang ditempat, darahnya berdesir karena ulah sang dosen yang tengah birahi di atas mejanya.

“eummm…massshhhh…ini…ini tangannya jangan gini, win gak bisa konsen”

“jawab aja sayang”

“pe….perbedaannya supergo itu bekerja berdasarkan nilai-nilai moral tapi kalau ego bekerja berdasarkan pada apa yang akan dipikirkan orang lain kalau ia mengambil suatu tindakan”

win menghenbuskan nafasnya, mencoba mengendalikan dirinya yang perlahan mulai dibakar nafsu, sialnya suhu dingin di ruangan ini sangat menunjang untuk melakukannya, sial, sial sekali pikir metawin.

“pinter bunny nya mas, harus di kasih hadiah nih”

Bright mengambil handbagnya dan mengeluarkan sebuah permen dengan rasa mint didalamnya, ia membuka bungkus permen itu.

“mau permen?”

Win mengangguk.

“buka mulutnya”

Bright memasukkan permen itu dalam mulut metawin, namun sebelum win kembali menghadap kertasnya, bright menarik dagu win keatas dan mencumbunya, memberinya ciuman dan menyesapi permen didalam mulut metawin untuk mereka nikmati bersama.

Bright menyesapi setiap relief bibir metawin, mengecup dan terkadang menyedotnya pelan, hingga ia mencoba menyebrangkan lidahnya dan mencari lidah metawin disana, tak ia sangka kalau lidahnya disambut dengan liar oleh metawin, mahasiswa manis itu sudah tak lagi menuruti egonya ternyata, untuk kali ini ia akan membiarkan id dalam alam bawah sadarnya untuk menguasai dirinya.

Mereka bercumbu dengan lidah, menyebrangkan permen itu bergantian dari mulut metawin ke mulut bright, begitu terus berbagi manis dan sejuknya sensasi mint dari bibir ke bibir.

Ditengah cumbuan mereka berdua yang semakin dalam, tangan metawin kini sudah tak lagi menggenggam pen, tangan itu asik menggerayangi penis Bright dari luar celana, meremas dan mengurutnya pelan, terasa berdenyut dan hangat walaupun dari luar celana, membuat win tak bisa berhenti untuk sekedar menyentuh dan meremasnya.

Bright mencoba melerai dan memegang tangah metawin yang terus bergerak liar di selangkangannya yang semakin mengeras dan menggembung disana, namun win tak mau melepaskannya begitu saja, tanagannya ingin terus meremas dan mengurut penis kesukaannya itu. Bright tahu kalau win sudah tak bisa bersabar lagi, kali ini ia akan membuat win tersiksa dengan permainan yang berbeda dari malam-malam sebelumnya.

PWAHHHHHH

“ahhhh….hahhh”

win terengah-engah, tangannya masih memegang penis bright yang menggembung disana. Permen yang mereka bagi berdua sudah habis bersama saliva yang mereka nikmati berdua.

“siapa bilang kamu boleh pegang kontol mas?”

Bright memandang metawin tajam, berakting seperti dosen yang sedang marah ketika dalam sesi perkuliahan, nadanya pun sama. Membuat win kebingungan, bukankah seharusnya bright suka jika penisnya dimanjakan dengan tangannya? Kenapa kali ini malah marah? Win sepertinya paham kalau bright sedang ingin bermain-main dan mengujinya saat ini.

“ma….mas”

Win gugup sendiri, nada bicara bright meninggi seperti sedang marah membuat win takut.

“kan hadiahnya Cuma permen tadi, kenapa kamu grepe kontol mas hmm? Mau permen yang ini kamu win?” ia menggenggam tangan win dan langsung menggenggamkan tangan metawin ke penisnya, mengguncang-guncangkan tangan itu keatas dan kebawah seperti gerakan mengocok penisnya.

“mau permen yang ini kamu hmmm?” tanya bright dengan nada songong dan membanggakan dirinya.

Win menggigit bibir bawahnya sendiri sebelum menjawab.

“ma….mas”

PLAKKKKK

Bright menampar pipi metawin, pelan memang, namun tetap saja membuat win terkejut, bright tak pernah menamparnya sebelum ini, ada perasaan marah dalam diri metawin.

“HAHAHAHAHAHA….siapa kamu mau kontol mas? Mahasiswa binal kayak kamu gak pantes dapetin kontol mas HAHAHAHA”

Perasaan win campur aduk, ia merasakan marah dan bernafsu sekaligus, semakin Bright merendahkannya mengapa ia semakin suka? Mengapa ia semakin terangsang disebut dengan hal hal rendah tadi? Aneh memang, ini pertama kalinya bright melakukan ini sebelum mereka melakukan percintaan dan anehnya metawin menyukainya.

Dengan lancang metawin kembali meremas penis itu, membuat bright menyeringai puas mendapati win sedang menginginkannya.

“jawab pertanyaan mas, dan jika benar, mas kasih apa yang kamu mau…..”

Kata bright yang tak di perhatikan oleh metawin, ia asik membasahi bibirnya sambil sesekali menggigiti bibir bawahnya seraya meremasi penis bright disana.

Merasa perkataannya tak didengarkan, Bright langsung membelai rambut belakang metawin pelan dan selanjutnya ia tarik kebelakang hingga wajah metawin mendongak keatas.

“aakkkhhhhh….mas sakithhh”

“listen to me slut, denger gak tadi mas bilang apa?”

“de…denger mas”

Jawab win terbata, kepalanya agak sakit karena rambutnya sedang dijambak kebelakang hingga kepalanya mendongak dan menatap mata tajam milik Bright.

“don’t touch my cock without my permission, understand?”

“yes dad….dy”

“good boy, sekarang lanjutin soalnya ya”

Win menagngguk dan Bright melepaskan remasannya pada rambut metawin.

“tapi sebelum itu sini dulu”

Metawin lansgung ditarik dari duduknya, ia dipaksa naik dalam pangkuan bright diatas meja, ia dipangku dengan keadaan dirinya membelakangi bright, ia duduk tepat diatas penis Bright yang serasa mengganjal dirinya dibawah sana.

Tangan Bright pun tinggal diam, ia meremas dada metawin dari belakang, membuat win kegelian dan tak nyaman duduk dalam keadaan penis bright yang ereksi di bawahnya dan dadanya yang terus digerayangi oleh bright.

“mashhhhhh….please stop it”

“you like it, don’t you?”

“ye…yes, but not like this daddy”

Bright mengecup leher win dari belakang, menyedotya kuat-kuat hingga meninggalkan bekas kemerahan yang tak mungkin bisa win sembunyikan disana.

“jangannhhhh, jangan dicupang mashh”

“sssshhhhhhh watch your mouth slut, gak suka kok keenakan hmm? Binal kamu win”

bright meremas dada win keras, ada sensasi sakit bercampur nikmat yang metawin rasakan, entah semakin dirinya direndahkan mengapa dirinya semakin bernafsu.

“now answer my question…..”

Bright menyentakkan pinggulnya keatas, membuat penisnya yang sedang ereksi dank eras itu menyentak ke pantat metawin yang tengah duduk diatasnya, ada sensasi ngilu dan nikmat disaat yang sama.

“eeenghhhhhh”

Erang win yang agak terkejut dan merasakan penis bright benar-benar mengganjal duduknya.

“be quiet as you can bunny, don’t make me to do it”

Ancam bright yang memasukkan satu jarinya dalam mulut metawin, tentu win menyambut jari itu untuk ia mainkan dengan lidahnya dan menghisapnya.

“slut…hahahhaha” ejek bright

Sudah kepalang tanggung, win harus mengakui kalau ia suka diperlakukan seperti ini oleh Bright, jadilah ia menggerakkan pinggulnya perlahan kekan dan kekiri membuat efek gesekan pantatnya dengan penis Bright yang sedang mengeras dan ereksi dibawah sana.

“ummmm…..ummhhhhh….pwahhhh….ummmhhhh”

“you needy whore win, yes you are”

Win tak bisa diam, kontrolnya sudah hilang membuat dirinya asik menghisap jadi dan memainkan pinggulnya diatas penis bright yang sedang ia duduki.

“sshhh diem sayang, lanjutin soalnya ya?”

tanya bright, namun yang ia lakukan sungguh bertolak belakang, ia menambahkan satu jari lagi sehingga ada dua jari yang sedan dihisap dalam mulut metawin, membuat win tak bisa menjawab perkataan Bright.

“uuummmm”

Hanya gumaman yang keluar dari mulut metawin sambil mengangguk untuk memberi isyarat kalau ia paham dengan perkataan bright.

“apa yang terjadi kalau id pada manusia lebih mendominasi daripada ego dan superegonya sayang? Jawab”

Bright membisikkan soal itu di telinga metawin dengan suara baritonnya yang terdengar sensual dan membuat libido win semakin menjadi-jadi.

“mmmhhhh….emmmhhhhh” win tak bisa menjawab disaat dua jari bright masih menyumpal mulutnya, gumaman lirih itu membuat Bright tambah bernafsu untuk mengerjai asdos yang merangkap menjadi kekasihnya ini.

“mas gak denger sayang, gak bisa jawah huh?”

“emmmhhhhhh”

“gak bisa jawab harus dihukum”

Tangan kiri bright yang terbebas kini mencoba melucuti celana metawin, mulai dari membuka sabuk yang win kenakan, setelah berhasil ia menurunkan celana itu namun tak bisa ia campakkan karena metawin masih menggunakan sepatu yang menghalangi celana untuk dilucuti bright dengan sempurna, terekspose sudah paha putih win.

PWAHHHHHHH

“ahhhh hahhhhh win….win tau jawabannya mas, jangan di hukum ahhh..hahhh”

“too late bitch”

bisik bright tepat di telinga win, kedua tangan bright kini asik menggerayangi kedua paha kekasihnya, sentuhan-sentuhan itu membuat win menggelinjang keenakan di pangkuan bright, membuat win menggeliat yang tak langsung juga memberikan kenikmatan pada penis bright yang ereksi karena diduduki oleh si manis.

“masshhhhh geli ahhhhhh”

“baru diginiin udah tolol gak bisa jawab soal kamu win, apalagi mas sumpel kontol, tolol beneran kamu sayang”

“wi….win bisa jawab…..AHHHHH”

Jerit win karena saat ini tangan Bright bergerak di putingnya dan memilinnya dari luar kemeja, hal itu memeberikan sensasi perih namun nikmat disaat yang sama.

“coba kalau posisi ini bisa jawab gak kamu sayang”

Bright langsung menggendong win dan membawanya kedepan ruangan, disana ada papan whiteboard dan win langsung diturunkan, mereka saling berhadap-hadapan, namun sekarang ini salah satu diantara mereka sedang setengah telanjang karena celananya sudah turun sampai matakaki, iya, metawin orangnya.

“berlutut sayang”

ucap bright seraya mengacak rambut metawin, ia pandangi wajah manis itu sebelum ia kacaukan sebentar lagi.

“ma-mas” win masih ragu dengan apa yang akan dilakukan oleh bright, padahal harusnya ia tahu kalau sesuatu yang dari tadi mengganjal duduknya ketika di pangkuan bright itu telah mengeras dan ereksi siap untuk melakukan kebangsatan di babak selanjutnya.

“on your knees bunny”

Win langsung di dudukkan di lantai, ia terhimpit oleh tembok dan badan bright, lebih tepatnya selangkangan bright yang menggembung sudaha ada tepat didepan badannya.

Ia melihat bright menurunkan resleting celananya dan mengeluarkan penisnya sehingga terekspos sempurnya di depan mata metawin, bagaimana kerasnya penis itu dengan urat yang menambah kesan gagah pada kejantanan bright. Ia baru saja akan menggenggam penis dominannya namun ketika tangannya akan menggenggam ia ditepis oleh Bright.

“siapa bilang kamu boleh pegang kontol mas huh? Jawab pertanyaan mas dulu”

“ka…kalau id lebih mendominasi daripada superego individu itu aka…ghhokkk”

Bright memasukkan penisnya kedalam mulut win tanpa aba-aba tanpa peringatan, membuat win tersedak karena tak siap menerimanya, bright menyeringai senang melihat win yang terlihat kepayahan menerima ukuran penisnya yang terus ia coba hujamkan kedalam mulut kekasihnya yang sedang belutut di bawahnya.

“HAHAHAHA apa win mas gak denger”

Sang dominan tertawa keras melihat submisivenya sedang ia sumpal dengan penisnya, mengingat ini ruangan kedap suara membuat bright bebas mengekspresikan dirinya saat ini.

“mmmm…emmmmm”

“hahahahah emang pantesnya disumpel kontol aja mulutmu sayang”

“ggghhekkkkk”

Bright menyodokkan terlalu keras hingga kepala penisnya menghujam tenggorokan metawin, membuat win kewalahan.

“enak kan? Enak disumpel kontol mas huh? Mahasiswa binal kayak kamu emang harusnya suka kontol dosen kan sayang? Hahahahahah”

ia menertawai dengan nada mengejek win yang sedang sibuk memberikan oral sex pada penisnya.

“selain pinter mata kuliah, sayangnya mas harus pinter nyepong juga, iyakan sayang….AHHHHH”

Kaki bright bergetar ketika ia memompakan penisnya keras sekali dan melesak masuk ke pangkal tenggorokan win, win mau tak mau menerima penis bright yang masuk hingga pangkal penisnya.

“bajingannnnnn…..kenapa enak banget mulutmu sayang, mulut asdos kayak kamu emang tugasnya nyepong kontol dosen win…..ahhh fuckkkkk”

PWAHHHHHHHH

“gimana sayang huh? Suka nyepong kontol kan?”

“ahhhh….hahhhh…..mas….hahhhhh”

Nafas win tersegal-segal, ia mencoba menetralkan pernafasannya karena sejenak oksigen seperti meninggalkan paru-parunya.

“lihat dia sayang, gede kan? Suka kan?”

Perkataan bright membuat win melihat penis yang tegak di depan mukanya, masih ada liurnya disana dan terlihat mengkilat karena cahaya lampu, kepala penisnya berwana merah muda itu nampak sangat ingin win kulum, juga batang penis kokoh dan keras itu, terasa hangat dan berdenyut denyut dalam mulutnya. Harus win akui penis bright memang sangat perkasa melebihi mantan-mantannya terdahulu, menjadi penis yang akan membuat win kecanduan untuk memuaskannya.

Win mengangguk sebagai jawaban pertanyaan sang dosen yang tengah berdiri gagah didepannya.

“can i suck it sir?”

Persetan pikir metawin, mereka sudah sejauh ini maka ia juga akan ikut andil dan membawa permainan mereka semakin panas.

“bon appetite baby, layani kontol mas win”

Lagi-lagi bright men-spesialkan penisnya di depan metawin.

Sadar telah mendapat izin dari bright, win langsung menggenggam penis itu dengan kedua tangannya, meski bright masih menggunakan pakaian lengkap dan hanya penisnya yang menyembul keluar keatas menantang metawin, justru hal itu memancing libido metawin untuk terus meledak saat ini, ia suka bright menyetubuhinya dengan masih menggunakan seragam dosennya.

“auummmm….mmmmmm….slurrpppp”

Win mulai kegiatan mengulum, menjilat dan menghisap penis bright, kepalanya maju mundur untuk memberikan kenikmatan pada kejantanan sang dominan yang sedang ereksi maksimal di dalam mulutnya.

“ahhhhh…masih fase oral ya sayang, nanti kita naik ke fase anal, itu kan tadi yang kita bahas? Huh?”

“ummmm…..emmhhhh…slurpppphhhh”

Plakk Plakkkk Plakkkk

Bright menampar win kanan kiri bergantian dengan pelan, ada kepuasan tersendiri melakukan hal itu pada submisive nya yang mulutnya sibuk mengulum penisnya.

“kalau udah di kasih kontol suka jadi tolol ya kamu hmmm? Mas tanya apa tadi? Malah asik nyepong kontol”

Win tak mau melepaskan penis yang ada di mulutnya saat ini, biarlah bright mengeluarkan semua sumpah serapahnya karena saat ini penis besar dank eras yang ada di mulutnya jauh lebih menarik perhatian metawin.

Menyadari win yang sudah tak peduli dengan yang ia katakan, bright melucuti celananya hingga tercampakan dan hanya menggunakan kemeja saat ini, membiarkan win menikmati penisnya untuk sang kekasih nikmati dalam mulutnya yang lembab dan hangat.

“my balls, suck it” perintah bright

Win langsung mengabulkan perintah dominannya, dipermainkan dua bola testis itu dalam mulutnya secara bergantian, memberikan nikmat baru bagi bright.

“fuckkkk….enak banget ternyata, emang bener tugas asdos yang sebenernya buat hal kaya gini win, apalagi mahasiswa binal kayak kamu ahhhhhhh….anjinggg enak bangethhhhhh”

Bright sampai mendongakkan kepala dan memejamkan matanya karena rasa nikmat yang amat sangat tengah merambat keseluruh badannya karena ulah metawin pada penisnya.

PPWAHHHHHHH

Win mengeluarkan penis Bright, percumnya sudah keluar bercampur dengan liur miliknya sendiri, menandakan kalau kejantanan bright sudah siap bertempur lebih jauh.

“udah? Gitu doang bisamu?”

“ahhhh…hahhhh….bentar mashhh ahhhh”

Bright langsung agak memposisikan dirinya agak membungkuk dan langsung menjambak rambut win kebelakang hingga kepalanya mendongak ke atas.

“aaakkkhhhhh mas sakit perih ini mas” Air mata win mulai keluar, bukan karena jambakan yang dilakukan oleh bright, melainkan karena penis bright yang tadi menyumpal tenggorokannya merangsang airmata nya untuk menumpuk di pelupuk mata, dan saat ini air mata itu jatuh sudah.

Tak win sangka yang dilakukan bright selanjutnya adalah menjilat air matanya yang membasahi pipinya, degub jantung win berpacu lebih cepat saat ini.

“you like my present? I mean my big dick?”

“ye…yes sir, I like that”

“yeah, you better like my dick, because I’ll destroy you fucking ass”

“try me mas”

Win menantang, ia tak mau kalah dan terus direndahkan dalam permainan ini.

“okay”

Bright melepaskan jambakan di rambut win, membiarkan win kacau di lantai, sedangkan ia menuju meja dosen di sudut ruangan dan mengambil dua benda yang sudah ia persiapkan, sebuah lubricant dan tali kain hitam yang ia masukkan di kantong kemejanya.

“udah di rencanain huh?”

Win merasa dibodohi saat ini, ternyata itu isi dari handbag bright, sebuah lubricant yang ia lihat, win belum tahu kalau bright membawa sebuah tali kain yang dimasukkan dalam saku kemejanya. Bright tersenyum licik, setelah ia kembali kedepan metawin ia langsung memberikan perintahnya.

“stand up”

“hmmm? Mas?”

“stand up slut!”

Win menurut dan langsung berdiri, mereka saling berhadap-hadapan saat ini namun bright langsung memutar badan win dan memojokkannya di whiteboard, win kira bright akan memasuki dirinya sebentar lagi namun ia salah yang terjadi selanjutnya adalah bright membantu win mencopot sepatunya dan melepas celananya yang tadi tak bisa ia campakan, sama lah mereka masih menggunakan kemeja namun sudah polos tubuh bagian bawahnya.

Yang selanjutnya dilakukan bright membuat win langsung memejamkan matanya, tubuhnya merinding dan kakinya gemetar ketika lidah bright menyapu lubangnya, bright melakukan rimming, sungguh gila sekali rasanya ternyata bisa senikmat ini pikir metawin.

“ma-massshhhhh…….ennngghhhhhhhh”

“sluuurpphhh…mmmmhhhhhhh”

“mashhhh udahhhh……ahhhhh win pengen di masukinnnn…..seka…ranghhhhhhh”

Win semakin mengerang-erang tak sanggup dengan rimming yang diberikan bright, sangat nikmat memang dan berhasil membuatnya mengerang dan meminta bright untuk segera menyetubuhinya.

Permintaan win tak didengarkan oleh bright, ia masih asik menenggelamkan wajahnya di tengah pantat mulus milik kekasihnya, menjilat dan menyapukan lidahnya disana, kini tangannya mengeluarkan lubricant yang ia bawa dan mengoleskannya pada penisnya sendiri hingga ia kira cukup untuk memudahkan penisnya masuk dalam diri metawin.

“gimana sayang enak gak?”

“hahhh…ahh enak masshhhh… please fuck me, win gak kuat lagi”

Pinta win lagi. Setelahnya bright berdiri dan menghimpit win pada whiteboard, membuat penisnya yang sudah terlumuri lubricant kini menempel pada pantat metawin.

“mau dientot kamu? Dientot kontol dosen hmmm?”

“i-iya mas, win mau emmmhhhh”

Win menggigit bibir bawahnya sendiri menahan libidonya yang sudah mencapai puncaknya untuk dipuaskan.

“kenapa pantatnya mundur-mundur hmm? Gak sabar banget dimasukin kontol, minta dulu sama mas, minta yang jorok baru mas entotin kamu”

“please mashhhhh...win udah gak ku….AATTTHHHHHHH AHHHHH”

Win menjerit ketika bright memasukkan penisnya langsung sekali hentak menumbuk prostatnya dan membuat win menggelinjang di tempat.

“eenngghhhh…..ma….mashhhhh”

“kenapa? Inikan yang kamu mau? Dimasukin kontol mas huh? Needy slut”

PLAKKKKK

“aaarghhhhhhh”

Bright menampar pantat win keras, membuat win mengetatkan cengkramanya pada penis bright dan membuat bright merasakan enak yang lebih-lebih lagi, jadilah bright menggila untuk terus menampar pantat win hingga berubah kemerahan, bright melakukan spank pada metawin saat ini.

PLAKKKK

“aaaahhhhhhhh ma——mashhhhhhh”

PLAKKK

PLAKKKK

“AARRGHHHH U…UDAHH…AHHH PERIH MASHHHHH”

Bright berhenti menampar pantat win dan membiarkan penisnya masuk didalam sana, ia tak melakukan apa-apa, tak bergerak sedikitpun, hanya menyumpalkan penisnya dalam pantat si manis.

“sekarang kerjakan soal terakhir sayang, dengerin mas baik-baik”

“win…..win gamau ngerjain soal lagi…ahhhh….maunya di kerjain mas aja sekarang”

“sshhhhhh iya asdosnya mas yang binal ini gak sabaran amat mau di entot hmmm, satu soal lagi ya?”

“eemhhhhh….i-iya……”

“listen to me carefully win”

Bright mengambil spidol yang tersedia di sebelah win dan memberikannya ke tangan si manis.

“gambarkan piramida kebutuhan maslow dan sebutkan urutannya….emmhhhh njingggg jangan di ketatin sayang, lets pretend like we’re in class okay?”

Win menganngguk dan mulai menggambarkan piramida itu di papan tulis dan mengisi tiap ruang kosong dalam piramida hingga terisi semua.

“u….udah massshhhhh ahhh gerakin kontol mas please….ahhhhhh”

“no, explain it to me, then I’ll fuck you untill you can’t even remember your name”

“ti..tingkatan per….tama….”

Win terengah-engah, ia menagan nafsunya yang semakin naik, ia ingin dipompa sekarang juga dengan penis bright yang sudah memenuhi dirinya.

“ke…kebutuhan….ahhh…..hahhhhh….fis….siologishhhh….ahhhhhh” Bright menghentakkan penisnya, cukup sekali hentakkan membuat metawin tersentak karena rasa nikmat juga ngilu langsung menumbuk prostatnya.

“ma-masshhhhhh…..pleaseee fuck me mmmhhhhhhh”

CLOK

CLOK

CLOK

“NGAHHH….AHHHH MASHHHHH”

“emang mahasiswa bangsat kamu win! Suka dirojok kontol ginikan? Slut! Needy slut!”

“yeshhhh….mmhhhhh, win sukahhh….ahhhh iya mashhhh terushhh”

“ahhhhh….”

“ahhhh…..yeahhhh terus mashhhhhh”

Badan win terlonjak-lonjak karena kerasnya hujaman yang diberikan bright padanya dari belakang.

“you want me to keep going? Such a slut for me, aren’t you?”

“uhhhhh…huhhh….ahhhh yeshh, I’m your slut…fuckkkkkk harderhhhhhh”

Win terus meracau, dia sudah tak peduli lagi dengan sebutan-sebutan nakal itu, tangannya meremas spidol yang ada di tangannya sampai kukunya memutih untuk melampiaskan rasa nikmat yang semakin membakar tubuhnya.

“hardeh huh? GINI? KAYAK GINI HAHHH SHITTT”

“NGAHHHHHHH……..I-YA ….right there mashhh….yeshhh so goodddd ahhhh”

“bangsat kamu win…ahhh…..hahhhh binal bangsatnya mas…asdos mesumnya mashhhhh cuppp”

Bright mengecup tengkuk win seraya masih menghujamkan penisnya dari belakang, tak ada jeda tak ada ampun, ia menikmati tiap sodokan yang ia berikan pada win, terasa nikmat dan memijat penisnya dengan ketat.

“eummmm yeahhhhh…..keep going…..ahhh fuck me harderhhhh”

“shhh lemme stop right here, jawab tingkatan yang kedua sayanghhhh…ahhh hahhhh”

bright masih berusaha mengerjai metawin ternyata, padahal dirinya sudah tak kuat lagi menahan untuk bergerak dan berpacu bagai kuda liar.

“pleaseee….don’t stop mashhh, yes I’m your slut…..i’am….ahhh…hahh enough don’t play with me…hahhhh…..just fuck my ass….harderhhhh”

“oh gini? Metawin yang katanya pinter kok jadi tolol? Tolol gara-gara kontol kamu huh? RASAIN NIH BITCHHHH”

“AHHHHHH……yeshhh like thathhhhhh…. Fas…terhhhhhh”

Bright sudah tak peduli dengan pertanyaan yang ia berikan, ia akan fokus dalam percintaannya kali ini, ia memasukkan penisnya dengan kasar dan cepat, membuat lutut win bergetar dan lemas.

“mau di entot mas kenceng kan sayang? Mas pinjem tangannya sini”

Bright menyatukan tangan win yang tadi memegang spidol dan yang satunya bertumpuan, kini ia bawa kebelakang dan ia tali dengan kain hitam yang ia bawa, pengganti borgol yang fleksibel ia bawa kemanapun.

“mas diapain?”

“biar kamu enak sayang, biar kamu gak banyak gerak”

“ummmhhhh”

“tahan ya sayang, ayo kita selesaikan”

Sang dominan mulai bergerak, lambat namun semakin lama semakin mempercepat temponya, membuat win kualahan karena hanya bisa mendesah dan mengerang keenakan sedangkan tangannya tak bisa bebas.

“yeahhhh…ahhhh mashhhhh……so good…fuckkkk ahhhhhhh”

“enak huh…shittttt enak banget sayanggghhh jepit win…jepit yang kerashhhhh”

Win mencoba sebaik yang ia bisa di sisa-sisa tenaganya.

“fuckkkkk yeahhh gini…enak bangethhhhh anjinggggggg!! Mas kasih nilai A besok sayanghhhh”

“AHHHHH MASHHH PELAN DIKITHHHH…win kepenuhannnnnnn ahhh…..mau sampaiii……”

“bareng win…sabarrr”

Bright menambah kecapatannya berpacu dalam nafsu bersama metawin, mereka tak lagi menahan apa yang dari tadi mereka tahan, saat ini mereka luapkan untuk bersama-sama mencapai satu titik putih bersama.

“ma-mashhhhhh….win….winn keluarhhhhhhh AHHHHH”

“mas juga sayangghhhh, mas keluar di dalem AHHHHH SHIITTTT”

“ahhhh….hahhh mashhhh”

Mereka berdua hampir saja ambruk dilantai kalau saja bright tak langsung sadar dan membawa win keatas meja untuk merebahkan si manis yang sudah kewalahan.

“enak win?”

Win hanya mengangguk.

“yuk beresin abis ini mas antar pulang ya, nih diminum dulu”

Bright menyerahkan sebuah botol mineral pada win, tanpa win tahu kalau segel minuman itu telah dibuka dan bright memasukkan serbuk obat didalamnya, bagaimana mungkin bright akan puas dengan satu ronde saja? Tentu tidak.

Bright membopong win keatas meja, ia membiarkan win terlelap terlebih dahulu karena ia paham permaian mereka tadi panas sekali dan menguras banyak tenaga. Bright memakai pakaiannya terlebih dahulu, merapikan semua bekas kekacauan dan kenikmatan mereka berdua agar tak meningalkan jejak sedikitpun.

Setelah memakai pakaiannya, Bright bergegas memunguti pakaian win yang berserakan dilantai.

Sebelum memakaikannya, Bright terlebih dahulu mengeluarkan sebuah alat yang memiliki kendali remot dari dalam handbag, ia mengangkat satu kaki win di pundaknya dan ia masukkan alat itu kedalam tubuh win. Membuat metawin yang tertidur mengerang seketika.

“eeemmhhhhh...... Masshhhhh.... Itu..... Itu apaahhhhh ahhhh”

“yang bikin kamu keenakan nanti sayang, pakai ya....”

Setelahnya Bright memakaikan pakaian itu pada metawin, mengabaikan sebuah vibrator yang menyumpal lubang bawah metawin.

“ayo bangun sayang, udah mas pakaikan celananya, yuk”

Bright menarik win berdiri, setelahnya ia memeluk dan mencium keningnya.

“nanti kemaleman sayang, bangun dulu ya, nanti boleh tidur di mobil” lanjut bright.

Sedangkan win? Ia gelisah dalam duduknya, sesuatu yang menyumpalnya dari bawah mulai bergetar pelan, membuat dirinya tak nyaman dan gelisah.

“masshhhhh ahhh.... Can i take it off..... Please... Mmmhhhhhh”

“yuk jalan”

Bright berakting seolah tak mendengar rengekan win tentang vibrator itu, tak cukup rupanya ia mempermaiankan metawin, bahkan saat ini ia memberikan obat perangsang dan menyumpalkan vibrator pada win.

Pelahan win melangkah bersama Bright meninggalkan ruang audio visual, mereka menuju lift untuk membawa mereka ke lantai dasar, didalam lift Bright memulai aksinya, mempermainkan win dengan remot kontrol yang ada ditangannya, ia menaikkan frekuensi getaran pada vibrator itu, win yang terkejut hampir saja ambruk di lantai karena lututnya sudah terlalu lemas untuk dipermainkan seperti ini, jika saja ia tak berpegangan pada lengan kekar bright, win sudah jatuh dilantai lift.

“massshhhhh...... Pleasee... Ini.... Ini..... Ahhhh”

Win terus meminta pada bright untuk menghentikan kejahilannya, sedangkan bright tersenyum licik karena permainan yang sebenarnya baru saja akan dimulai, hanya menunggu waktu saja hingga obat itu meresap dan mengubah kekasihnya yang terlihat polos akan menjadi binal seketika.

Didalam lift Win terus memegang lengan Bright, ia takut jatuh kelantai karena bright mempermainkannya hingga dirinya berkeringat dingin, sesuatu yang mengganjal dirinya terus bergetar dengann frekuensi yang berfariasi, terkadang pelan namun terkadang bright mengubah frekuensinya menjadi cepat membuat win lemas dan lututnya bergetar hebat, sungguh win tengah dikejai bright saat ini.

“mas bright….mmhhhh…..please….ahhhh”

Win mendesah ketika dirasa perlahan ia masuk kedalam permainan, ketika dirinya perlahan merasakan nikmat itu merasuki dirinya.

“kenapa? Mau makan malem abis ini win?”

Lagi-lagi bright mengabaikan kalau win baru saja membahas tentang vibrator yang ia pasangkan, malah ia membahas topik lain.

“ini….ini geli mashhhh”

“hmmm? Kamu digigit apaan kok geli? Digigit nyamuk ya?”

“mashhhh…” win hilang akal sudah, ia siap melucuti pakaian dan celananya dan hal itu membuat bright terkejut.

“eh…mau apa? Kenapa kok mau buka celana hmm?”

“win….win gak kuathhh…..masukin sekaranghh…..mau….mau disini aja”

Bright terkekeh mendengarnya, padahal ini baru pengaruh dari vibrator, belum pegaruh dari obat perangsang yang ia masukkan dalam minuman win tadi, namun sudah bisa merubah image win menjadi binal seperti ini, bright tak bisa membayangkan ketika obat itu mulai bekerja, akan jadi seliar apa kira-kira.

“shhhh ngomong apa sih win? Kan tadi udah mas kasih kan? Gitu aja kamu udah lemes, udah yuk pulang jangan aneh-aneh, ini masih di lift”

“maasssss pleaseeee”

Win sampai mengguncang-guncang tangan bright seperti merengek untuk menuruti permintaannya.

“enggak win, enggak”

TINGGGG

Pintu lift terbuka, menandakan mereka sudah sampai di lantai dasar, samar-samar bright mendengar suaran hujan yang belum kunjung reda.

“yuk sayang”

Bright menggandeng tangan win dan meremasnya pelan, membawanya berjalan berdampingan namun ia sadar kalau win berjalan agak lambat karena pengaruh dari vibrator yang ia pasangkan tadi.

Dengan susah payah win berjalan menuju parkiran gedung fakultas psikologi, sepanjang jalan lututnya serasa lemas karena bright lagi-lagi menaikkan frekuensi getaran yang membuatnya ingin mendesah dan melampiaskan semuanya, namun mati-matian win tahan hingga mereka sampai dalam mobil dan duduk bersebalahan.

“mas bright, boleh dilepas gak? Ini gak nyaman banget duduknya…ya? Pleaseee”

“pakai seat bealt nya sayang”

Setelah berucap demikian, Bright mengatur pendingin ruangan mobil, ia mengatur sampai ke suhu paling rendah, beginilah rencananya akan dimulai.

Hujan yang semakin deras diluar gedung parkir membuat win gelisah, dengan keadaan gedung parkir yang sepi dan dirinya yang tak tahan dengan rangsangan demi rangsangan dari vibrator membuat win ingin melakukannya disini. Saat ini juga.

Bright yang akan menginjak pedal gas dibuat terkejut karena tiba-tiba win mencondongkan dirinya pada bright, tangannya langsung mencari bagian selangkangan sang dosen, sedangkan jarak diantara mereka sudah terkikis, win mencium bright, Bright membiarkan submisive nya bermain-main sebentar, namun tetap saja tak akan ia berikan semuanya saat ini juga.

“mmmmm..... Ummm”

Win menggumam disela-sela ciuman panas mereka, tangannya tak bisa diam, terus – terusan meremas dan mengurut penis bright dari luar celana, mencoba merangsang agar penis sang dominan mengalami ereksi lagi.

PWAHHHH

Ciuman mereka tak terlerai karena salah satu diantara mereka kehabisan nafas, namun bright menjambak rambut win dan menariknya kebelakang, membuat win mendongak keatas, bright memamerkan muka bengisnya, ia senang dan puas memperlakukan win yang terlihat manis diluar menjadi binal dan haus akan sentuhannya.

“sabar sayang, mau dihajar kontol mas lagi kan? Nanti sampai condo mas kasih, sekarang jadi bunny-nya mas yang penurut ya hmmm?”

Bright berkata sambil tangan kanannya meraih sebuah remot dan menekan sebuah tombol disana, hal itu langsung membuat win kesetanan, kaki dan pahanya tak bisa diam, ia merasakan geli dan nikmat yang berlomba-lomba meledakkan libidonya saat ini juga, pun bright yang sangat kontras sekali antara perkataan dan tindakannya, ia ingin win menuruti apa yang ia mau namun disaat yang sama ia juga yang menyiksa win menggunakan vibrator.

“win mau sekaranghhh….please mashhh win udah basahhhh……ya mashhh”

Bright menggeleng.

“duduk yang bener sana, mas gak tanggung-tanggung ngasih hukuman kalau kamu gak nurut sama mas”

Bright mendorong win menjauh darinya, mengambalikan win ketempat duduknya.

“nurut sama mas, jangan jadi bunny yang bandel, okay?”

Win hanya bisa diam, bukan, ia tak marah namun ia menahan getaran vibrator itu yang serasa semakin cepat, bright tersenyum puas, ia senang bisa mengerjai win hingga seperti ini, tak ia sangka rasanya sangat menyenangkan melihat berubah 180 derajat dari mahasiswa kalem menjadi mahasiswa binal seperti jalang yang haus akan sentuhan.

Mobil mulai berjalan, menembus derasnya hujan mulai meninggalkan kampus, sepanjang jalan bright sengaja tak mengajak ngobrol metawin, ia membiarkan win kewalahan menghadapi nagfsunya sendiri, win pun kini meremasi celananya sendiri, mencoba menahan libido yang semakin memuncak, namun aneh ia rasa, ditengah libidonya yang memuncak ia merasakan pusing dan badannya terasa panas, rasanya ia ingin melucuti pakaiannya sekarang juga, dan libidonya kini naik berkali-kali lipat, membuat nafas metawin tersegal-segal menahan nafsunya sendiri.

“eemmhhh……engghhh..ma…mashhhhh”

Bright tersenyum licik, bukannya menurunkan frekuensi getaran namun ia malah menambah frekuensinya menjadi maksimal, membuat kaki win ikut bergetar hebat karena rangsangan yang maha nikmat baru saja ia rasakan, win meremas celananya erat-erat, ia menggigit bibit bawahnya sendiri untuk menahan erangannya, namun juga tak berhasil, selalu ada erangan dan desahan tertaham keluar dari mulutnya.

“emmmhhhhh……hahhh….ahhhh……emmmhhhhh”

Bright masih tak mau peduli dengan keadaan win yang sudah mulai dibakar nafsu, ia masih fokus dengan jalanan yang mulai berkabut dan menutupi jarak pandang, jalanan malam ini pun tak ramai, hanya ada satu dua mobil saja yang berpapasan dengan mobil mereka.

“kenapa hmmm?”

Tanya bright pura-pura bodoh.

“win gak kuathhhh….please take it off mashhhh”

“siapa bilang boleh dilepas? Biarin, pake!” bentak bright garang sekali.

“emmhh…win….win..kel…..luarh….AHHHHH MASHHHHH”

Win mengerang hebat ketika dirasa dirinya sudah tak bisa menerima rangsangan itu lebih banyak, ia menyerah juga akhirnya dengan mendapatkan klimaksnya tanpa penetrasi saat ini.

“gitu aja keluar? Lemah ck” ledek bright.

Win hanya memejamkan matanya mencoba mengontrol hafasnya yang tadi memburu, tangannya masih mencengkram celananya sendiri namun tak sekencang tadi.

“katanya mau dihajar sama mas di condo? Mana? gitu aja udah keluar ahahahah”

Lagi, bright meledek win, membuat win tersulut sendiri.

“diem gakkkk hahhh….ahhhh”

“kenapa? Mau apa hmmm?” tanya bright ketika didapati win mendekat kearahnya.

“can i take the vibrator off, win udah gak kuat sampe win keluar sendiri tadi, boleh ya mas, ya?”

“gak, gak boleh soalnya kamu berisik banget tadi”

bright memperhatikan jalanan yang sudah sangat sepi, tidak ada satupun mobil yang melewati mereka, hujan deras ini juga menurunkan kabut membuat jarak pandang berkurang, suasana dalam mobil yang dingin membuat win terus-terusan menggoda bright untuk melakukannya disini, didalam mobil, namun bright berencana menuntaskan ‘hidangan’ malamnya dicondo.

Bright kembali menekan tombol on pada remot yang berada disakunya, membuat win terlonjak merasakan getaran itu yang menyumpal lubangnya.

“ma..mashhh….u-udah..ahhh”

“kan kamu berisik lagi, udah sana duduk yang bener, masih agak jauh nih kalau sampai condo”

“mas se-sendiri ya-yang…sshhhh…..bikin win…ka-kayak ginihhhh…emmppphhh”

“BRISIK KAMU JALANG!!!” Bright berakting membentak win, seolah ia sedang marah.

“sini…” ia menjambak kepala win dan langsung ia arahkan pada selangkangannya yang sudah menggembung.

“buka dan isep kontol mas…biar bacot kamu gak brisik, enaknya emang disumpel kontol mulutmu win”

Yang lebih muda baru saja akan membuka resleting itu dengan giginya namun…

“pakai tangan aja biar cepet, mas gak mau repot-repot bantuin kamu ngeluarin kontol, mas mau fokus nyetir” perintah bright.

Tentu win dengan senang hati melakukannya, dengan libidonya yang serasa berkobar dan bright memberinya kemudahan untuk bermain dengan penis kesukaannya itu, win langsung membuka ikat pinggang yang dikenakan bright, setelahnya ia membuka kait celana dan menurunkan resleting sang dominan, didalam sebuah kain fibic tipis itu ada sesuatu yang menggembung besar, panas dan berdenyut-denyut.

Win langsung mengeluarkan penis bright dari kungkungan CD yang menjadi penghalangnya, kini penis itu menyembul keluar dengan gagahnya menghadap keatas dan menantang dirinya.

diperhatikannya penis bright sang dominan, ada urat-urat yang menghiasi batang penis keras itu, terlihat gagah dan ia tak sabar memasukkannya kedalam mulut, bahkan saat ini mulut metawin memproduksi liur lebih banyak, tanda kalau ia benar-benar ingin melakukannya.

Win meremas dan menggenggam penis bright yang keras dan terasa hangat di tangannya, rasanya penuh sekali dalam genggaman tangan metawin, ia masih asik meremasi dan mengurut penis bright dari kepala penis hingga ke pangkalnya, ia lakukan itu berkali-kali seperti gerakan mengocok namun pelan, lebih tepatnya mengurut dengan memberinya tekananan lebih, membuat bright membenarkan posisi duduknya, seperti memberi tanda untuk win memulai, bright mencari posisi terbaik agar penisnya yang tengah ereksi bisa terekspos sempurna didepan metawin.

“sshhhh win….gausah dikocok gitu, pake mulutmu sayang”

Tangan kiri bright yang semula memegang kendali mobil kini membelai rambut win lembut, sangat kontras sekali dengan perlakuan kasar dan semena-mena nya tadi, win menurut dan mulai mencondongkan wajahnya ke penis bright yang sudah menantangnya, win seperti sedang menungging saat ini, badannya menyebrang dari kursi sebelah menuju kursi kemudi mobil, lebih tepatnya menuju penis bright.

“masukin…semua kalau bisa”

“ummm….slurrpppp….ahhh….eummmmm”

Win mulai menjilat dan menghisap penis bright, ia memulai dengan menjulurkan lidahnya dan menjilat kepala penis sang dominan, dikepala penis itu ada cairan semen lengket yang berwarna bening, menandakan kalau bright memang sudah terangsang dan win menjilat cairan itu, ia menelannya.

“shiitttt……kenapa yang slow gini malah enak bangettthhh….fuckkkk”

Mendengar bright yang sedang menggerutu membuat win senang, menandakan permaianan lidahnya memang bukan sembarangan hingga membuat sang dosen seperti itu.

Kini win menjilat dari kepala penis menuju batang dan ia teruskan sampai kepangkalnya, ia lakukan berulang kali menjilati batang penis bright yang keras dan berurat itu, tak puas sampai disitu, win kini akan melakukan hal yang membut bright keenakan, ia akan menghisap bagian terlemah dari tubuh dominannya itu.

Win memasukkan kepala penis bright, hanya bagian kepalanya saja untuk ia hisap dan ia mainkan dengan lidah didalam mulutnya, menyapunya dengan lidah dan kadang memutar-mutarnya memberikan sensasi nikmat dan geli disaat yang sama untuk bright.

“ss-shiitttt…..jalang! win..jalang kamu win…jalangnya mas….ahhhhh”

Selanjutnya win menjilat bagian antara kepala penis dan batang keras itu, itulah titik paling sensitive bagi bright, yang umumnya menjadi titik sensitive semua lelaki, win menjilat bagian itu berkali-kali membuat bright berkali-kali menggelinjang membenarkan duduknya karena nikmat itu sudah ia rasa sampai ubun-ubun.

Bright yang sudah ditutupi kabut nafsu langsung membating stirnya kekanan, ia menepi dipinggir jalan, baginya tak ada waktu lagi, ia akan malakukanya disini, didalam mobil dengan hujan deras yang masih mengguyur semarang.

Mesin ia matikan, ia tersenyum melihat win yang terlihat lahap sekali menjilat dan menghisap penisnya, bahkan menelan semua precumnya. Bright masih mencoba sabar, ia mengeluarkan remot itu dan menekannya lagi dengan frekuensi paling tinggi.

“emmmmhhh…ummmmm”

Suara win yang mengerang namun tertahan karena sumpalan penis sang dominan.

“enak kan sayang? Lobangnya dimainin gini sambil disumpel kontol enak huh…masukin…telan semau kontol mas”

“ghhoookkkkk……eeemmmmpppphhhh”

win mencoba berteriak namun tak bisa kepalanya di tekan oleh kedua tangan kekar bright, penis itu masuk hingga ke tenggorokan, ia merasakan keras dan hangat mengisi rongga mulut hingga kerongkonganya, hidungnya sampai menyentuh testis bright, menandakan bright benar-benar menekan kepala win hinga kepangkal tanpa ampun.

“tahan winhhh…..enak banget”

PWAHHHHH

Bright melepas cengkramannya pada kepala win, memberikan win sedikit waktu untuk bernafas.

“hahhh…ahhhh….glek..ahhh”

Win menelan liurnya yang bercampur dengan cairan semen jantan milik sang dosen.

“buka kemeja sama celananya, mas mau kasih kamu rimming sayang”

Win semangat sekali, ia langsung membuka sendiri kemeja dan celananya, membuat dirinya polos didepan bright.

“nungging ngadep kaca pintu keluar sayang”

Lagi, win menuruti perintah bright, kini ia membelakangi bright dengan posisi menungging dengan memamerkan bulatan pantatnya pada sang dosen, dilubang analnya masih disumpal oleh vibrator laknat yang membuat win kesetanan seperti tadi, sebenarnya itu juga pengaruh obat perangsang dari bright namun win tak menyadarinya.

“mashhh…keluarin dulu vibratornya, ganjal bangethhh”

“iya mas keluarin, kamu diem nikmatin aja”

Setelahnya bright mencabut vibrator itu, menatiknya keluar membuat win merasakan lega karena ia terus merasa tersiksa dengan mengganjalnya vibrator itu

SLUURPPPPHHHH

“ahhhh….emmmhhhhh…mashhhh”

Bright memulai rimmingnya, ia menjilat dan kadang menggingit kecil membuat win geli luar biasa, titik sensitifnya dimainkan oleh bright, tangan bright juga tak diam, ia langsung memegang penis milik win dan mengurutnya dengan gerakan konstan namun pelan, saat ini win sedang didera dua kenikmatan sekaligus, di penisnya dan di analnya, membuatnya memejamkan mata dan mengerang-erang.

“mas brighttt….ahhh enak mas..enak bangetthhhh”

“ahhh…terus mash…pake…pake lidah please…hufttt”

Nafasnya memburu dirundung nikmat yang berbodong-bondong meledakkan libidonya hingga ke ubun-ubun.

Bright menuruti pinta win, ia menggunakan lidahnya menyusuri anal sang submisive, tak lupa ia masih mengocok milik win, membuat win terus mengerang-erang meminta lebih dan lebih.

“emhh terush kak…enak bangethhh…iya disitu..ahhh…hahh geli…enak”

SLURPPHHH

Bright makin beringas, ia memainkan lidahnya masuk keluar di lubang anal metawin, membuat win memejamkan matanya dan meleguh heboh

“AHHHH…YEAHHHH…..SO GOODDDHHHHH….FUCKKKK”

Win sampai mengumpat karena kombinasi rimming yang diberikan bright dan rangsangan di penisnya benar-benar membuatnya gila.

“yeshhh…ahh…fuckkk….so good masshhh…win..win bisa sampe kalau gini…ahhhh”

Mendengar itu bright langsung menghentikan kegiatannya, membiarkan win terengah-engah menata nafas, sedangkan bright melucuti pakaiannya sendiri, mereka polos didalam mobil.

“mas mau masuk ya win”

Izin bright memastikan win sudah siap menerima ukurannya.

“bentar..”

Win menahan bright.

“kenapa hmm?”

“pakai pelumas dulu lah mas”

“gausah, masih basah liur kamu tadi win, makin seret makin enak juga kan sayang”

“tapi…tapi jangan…AHHHHHHHH”

“SSSHHHHH be a good boy bunny”

Bright menghujamkan penisnya dalam-dalam, langsung menubruk tubuh win hingga win terhuyung ke kaca mobil, bright langsung menutup mulut win dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mencengkram pantat win kuat-kuat, rasa-rasanya akan meninggalkan bekas kemerahan jika cengkraman itu dilepaskan.

“ummmm……ummmhhhhh”

Win menjerit namun tertahan, ia merasakan penis bright masuk dan langsung menyentuh prostatnya, bahkan win bisa saja keluar tanpa bright menggerakkan penisnya.

“sebenarnya ada satu materi lagi yang lupa mas kasih tau ke kamu sayang”

Bright mendiamkan penisnya didalam win, ia tak bergerak dan tak melakukan apapun, selanjutnya ia juga melepas bekapan tangannya dari mulut di manis, win langsung mengatur nafasnya.

“hufttt..ahhh….”

“mau tau sayang materi apa?”

Bisa-bisanya bright membahas materi responsi disaat seperti ini, mereka sudah melakukan hal seperti ini sebelumnya tadi diruang AV, namun sepertinya materi ini benar-benar disukai oleh bright hingga memutuskan untuk memberikannya ditengah dirinya sedang bercinta dengan win saat ini.

“emmmhhh….yeah” jawab win lirih, ia sudah tak tahan dengan penis bright yang mengganjal analnya, ia ingin menggerakkan pinggulnya maju mundur agar penis sang dominan menyentuh dan mengurut prostatnya berkali-kali membuatnya kepayahan sendiri.

“shhhh siapa yang kasih izin kamu buat gerak? Diem !”

“win mau…mau dientot mas…please mas..win gak kuat banegthhh”

“nanti! Sekarang jawab pertanyaan mas dulu, jelasin inti teori dari Skinner tentang teori behavior, cepat jawab jalang!”

PLAKKKK

“AARRGGHHHHH”

Bright menampar pantat win, membuat win mentetatkan analnya dan itu membuat cengkraman pada kejantanan bright semakin bertambah, bright kewalahan sendiri merasakan betapa nikmatnya lubang anal asdos tersayangnya ini.

“te-teori behaviorisme ….ski….skinner ….ahhh …mashhh please fuck me harderrhhhh”

“AHAHAHHAHA JALANG!...”

PLAKKKKKK

Lagi, bright menampar pantat win

“jawab pertanyaan mas dulu, baru mas entot kamu sampe gabisa jalan, paham?”

“i-iya mashhh….intinya ada di reward sama punishment..sshhhhhhiiiiitttt”

PLAKKKK

PLAKKK

PLAKKK

Pantat win sudah memerah saat ini, Bright asik sekali memperlakukan win seperti jalang yang haus akan sentuhan.

“lalu…kamu mau yang mana hmmm? Mau reward atau mau punishment huh?”

“ma-mau hadiah…iya win mau hadiah…ahhhh…hahh”

“good boy, sekarang diem ya, mas kasih kamu hadiah paling enak”

“yes please….hurry….AHHHHH…FUCKKKK”

Bright memasukkan miliknya lebih cepat, ia berpacu dengan derasnya hujan yang semakin deras diluar mobil mereka.

“ahh iya mash….disitu..harderhhh….fasterhhhh”

“GINI KAN? HUH GINI”

CLOK

CLOK

CLOK

Bright benar-benar memberikan peforma terbaiknya saat ini, memompa win tanpa jeda agar mereka berdua bisa mencapai klimaks bersama.

“iya mashhh….enak…ahhh..mas brightttt…”

“iya sayang….tahan ya….keluar barengann…fuckkk yeshhh”

Gerakan bright semakin cepat, membuat win terlonjak-lonjak didepan kaca pintu mobil, hujaman itu juga keras membuat pelepasan mereka semakin dekat.

“mas….win keluarhhhh……ahhhhh”

“iya sayangh keluarinnnhhhhhh…..”

Bright masih belum sampai puncaknya, ia terus bergerak seiring win yang mulai lemas.

“mashhh…udah..win …ngiluu”

“bentar…bentar lagi sayang…tahan ya”

Semakin cepat, semakin nikmat. Bright terus bergerak dibelakang metawin mencari nikmatnya sendiri.

“sayang…..mas…mas …..AHHHHHHH”

Bright keluar juga, win yang sudah lemas kini hanya bisa tertunduk lesu menyudahi permainan panas mereka dikala hujan. Malam semakin larut, kabut semakin tebal, pun hujan yang semakin deras tak menghentikan mereka memanaskan suhu dimobil mereka.

Konten kotor jeje 2020

Tabula Rasa

***

Huft, gimana kabar kalian hari ini? Kuharap sehat-sehat ya? Semenjak ramainya TL semalam aku memilih untuk kembali berkutat di depan laptop yang mungkin saja akan menghasilkan sesuatu yang bisa kalian baca. Aku tahu ini gak mudah buat ku, buat kalian, dan gak mudah bagi siapapun. Tapi aku tahu kita bisa melalui semua ini.

*** Introduction:

¬Thyme 25 Tahun ¬Solo Traveler

¬Kavin 22 Tahun ¬Guide Tour

***

Aku membenci gay sebanyak jumlah rambut yang ada di badanku. Mengapa mereka harus melawan takdir? Tak bisakah mereka patuh pada hukum alam? Lebih dari segalanya, aku tak mau bersinggungan dengan mereka.

***

Aku sampai di Semarang, bukan keinginanku untuk terdampar di kota ini, ayahlah yang membelikanku tiket pesawat untuk bisa kesini.

Sejujurnya aku benci wisata domestik, aku lebih suka berwisata ke paris atau ke London, bukan apa-apa, memangnya apa yang menarik dari wisata domestik? Kau hanya akan melihat sampah dimana-mana dan asap kendaraan yang dengan lancang masuk ke paru-parumu.

“siang tuan, saya Kavin yang akan menjadi Guide Tour anda”

“Siang”

“Tuan....?”

“Ya?”

“Maaf, maksud saya, Boleh saya tahu nama tuan?

“Kenapa kau harus tahu? Kerjaanmu hanyalah untuk mengantar dan berbicara bukan?”

“Maaf tuan, mari saya antar menuju hotel”

Aku mengekor di belakang pemuda ini, masih muda mengapa harus jadi Guide Tour? Bukankah pekerjaan itu identik dengan orang usia 30-40 an? Bukankah dia terlalu muda untuk bisa jadi Guide Tour?

Didalam mobil aku hanya diam, tak ingin berinteraksi dengan pemuda bernama Kavin ini, bukan apa-apa, aku memang tak mudah akrab dengan orang asing, apalagi orang asing yang memang bekerja dibayar untuk terus berbicara dan mengoceh.

“Jadi objek wisata mana yang ingin tuan kunjungi?”

“gak tau”

“apakah tuan sudah pernah ke kota lama?”

“never”

“wisata alam di ungaran mungkin?”

Aku memutar mata, bukankah sudah jelas kalau aku belum pernah kemari?

“lalu apa yang membawa anda kemari? Apakah ingin berwisata? Atau sekedar tugas kantor saja?”

“kamu banyak bicara ya vin, pantas memang jadi Guide Tour”

“ahahahaha terimakasih pujiannya tuan, ya begitulah”

Pujian? Apakah itu terdengar seperti pujian? Bahkan aku tak mengucapkannya dengan nada memuji.

“berapa lama anda akan stay disini tuan?”

“tiga hari kurang lebih, sebelum saya pergi ke belanda”

Ia mengangguk, masih fokus pada jalan yang mulai padat.

“untuk hari ini anda bisa beristirahat di hotel, baru besoknya saya akan menemani anda mengenal Semarang lebih jauh”

“mengenal Semarang huh?”

“yup, saya akan memperlihatkan anda kalau wisata domestik juga tak kalah indahnya dengan wisata mancanegara........”

“bahkan banyak turis dari berbagai belahan dunia yang jauh-jauh hanya ingin kemari”

“terserah, sekarang bisakah kamu fokus untuk lebih cepat membawaku ke hotel? Jujur saja kepalaku agak pusing semenjak dibandara”

“aku-kamu? Baiklah, aku akan menyesuaikan kemauan anda tuan...... Thyme?”

Dia membaca nametag yang aku taruh di dashboard mobil.

“iya, panggil aja Thyme”

Ia tersenyum, cerah sekali bahkan rasa – rasanya ia memberikan senyum itu dengan tulus, ah tidak. Ia memang dibayar untuk itu, untuk tersenyum dan selalu ramah dengan pengguna jasanya.

Mobil memasuki pelataran hotel, nuansa vintage kuat sekali disini, aku merasakan sentuhan arsitektur Belanda, bahkan rasanya seperti dibawa ke amsterdam.

“sudah sampai tuan, mari saya antarkan”

“bisa bawakan barang-barangku ke kamar sekalian?”

“tentu, sini kubawakan”

Kacau, sangat kacau sekali penggunaan saya-anda dan aku-kamu saat ini, tapi siapa peduli? Aku hanya akan disini tiga hari dan mungkin di hari keempat aku sudah lupa dengan semua yang ada disini.

Aku berjalan menuju kamar nomor 309 sesuai dengan nomor yang ada di kartu. Selama di dalam lift aku hanya diam. Ia pun sama tak seaktif ketika di dalam mobil.

“kamu pendiam sekali Thyme, atau memang sikapmu yang dingin?”

“hmm? Begitukah? Itukah kesan pertamamu padaku? Bagus”

“apanya yang bagus? Sesekali cobalah lebih ramah pada orang lain, maksudku bukan ke aku, ke orang-orang lain yang baru kamu temui”

“memangnya apa untungnya?”

“entah, lupakan yang aku katakan barusan, beristirahatlah setelah ini, aku akan menunggumu di lobi hotel besok tepat jam 9 pagi”

Aku mengangguk

“lebih baik kau tepat waktu”

“sure”

TINGGGGGG

Kami berjalan beriringan, matanya mencari-cari kamar denga Tag nomor 309.

“nah ini dia, udah sampai. Silahkan istirahat, kamu bisa hubungi aku di nomor ini”

Ia memberikanku sebuah kartu, disana tertulis nama dan nomor telfonnya.

“baiklah, lebih baik kau tak mengoceh kalau aku butuh bantuanmu tengah malam”

“memangnya bantuan seperti apa yang kamu minta tengah malam? Ada-ada saja hahahhahaa.....”

“udah ya, aku mau turun ke lobi, selamat istirahat”

Setelahnya ia pergi belalu, menghilang dalam lift yang mengantarnya kelantai dasar.

Tabula Rasa

***

Huft, gimana kabar kalian hari ini? Kuharap sehat-sehat ya? Semenjak ramainya TL semalam aku memilih untuk kembali berkutat di depan laptop yang mungkin saja akan menghasilkan sesuatu yang bisa kalian baca. Aku tahu ini gak mudah buat ku, buat kalian, dan gak mudah bagi siapapun. Tapi aku tahu kita bisa melalui semua ini.

*** Introduction:

¬Thyme 25 Tahun ¬Solo Traveler

¬Kavin 22 Tahun ¬Guide Tour

***

Aku membenci gay sebanyak jumlah rambut yang ada di badanku. Mengapa mereka harus melawan takdir? Tak bisakah mereka patuh pada hukum alam? Lebih dari segalanya, aku tak mau bersinggungan dengan mereka.

***

Aku sampai di Semarang, bukan keinginanku untuk terdampar di kota ini, ayahlah yang membelikanku tiket pesawat untuk bisa kesini.

Sejujurnya aku benci wisata domestik, aku lebih suka berwisata ke paris atau ke London, bukan apa-apa, memangnya apa yang menarik dari wisata domestik? Kau hanya akan melihat sampah dimana-mana dan asap kendaraan yang dengan lancang masuk ke paru-parumu.

“siang tuan, saya Kavin yang akan menjadi Guide Tour anda”

“Siang”

“Tuan....?”

“Ya?”

“Maaf, maksud saya, Boleh saya tahu nama tuan?

“Kenapa kau harus tahu? Kerjaanmu hanyalah untuk mengantar dan berbicara bukan?”

“Maaf tuan, mari saya antar menuju hotel”

Aku mengekor di belakang pemuda ini, masih muda mengapa harus jadi Guide Tour? Bukankah pekerjaan itu identik dengan orang usia 30-40 an? Bukankah dia terlalu muda untuk bisa jadi Guide Tour?

Didalam mobil aku hanya diam, tak ingin berinteraksi dengan pemuda bernama Kavin ini, bukan apa-apa, aku memang tak mudah akrab dengan orang asing, apalagi orang asing yang memang bekerja dibayar untuk terus berbicara dan mengoceh.

“Jadi objek wisata mana yang ingin tuan kunjungi?”

“gak tau”

“apakah tuan sudah pernah ke kota lama?”

“never”

“wisata alam di ungaran mungkin?”

Aku memutar mata, bukankah sudah jelas kalau aku belum pernah kemari?

“lalu apa yang membawa anda kemari? Apakah ingin berwisata? Atau sekedar tugas kantor saja?”

“kamu banyak bicara ya vin, pantas memang jadi Guide Tour”

“ahahahaha terimakasih pujiannya tuan, ya begitulah”

Pujian? Apakah itu terdengar seperti pujian? Bahkan aku tak mengucapkannya dengan nada memuji.

“berapa lama anda akan stay disini tuan?”

“tiga hari kurang lebih, sebelum saya pergi ke belanda”

Ia mengangguk, masih fokus pada jalan yang mulai padat.

“untuk hari ini anda bisa beristirahat di hotel, baru besoknya saya akan menemani anda mengenal Semarang lebih jauh”

“mengenal Semarang huh?”

“yup, saya akan memperlihatkan anda kalau wisata domestik juga tak kalah indahnya dengan wisata mancanegara........”

“bahkan banyak turis dari berbagai belahan dunia yang jauh-jauh hanya ingin kemari”

“terserah, sekarang bisakah kamu fokus untuk lebih cepat membawaku ke hotel? Jujur saja kepalaku agak pusing semenjak dibandara”

“aku-kamu? Baiklah, aku akan menyesuaikan kemauan anda tuan...... Thyme?”

Dia membaca nametag yang aku taruh di dashboard mobil.

“iya, panggil aja Thyme”

Ia tersenyum, cerah sekali bahkan rasa – rasanya ia memberikan senyum itu dengan tulus, ah tidak. Ia memang dibayar untuk itu, untuk tersenyum dan selalu ramah dengan pengguna jasanya.

Mobil memasuki pelataran hotel, nuansa vintage kuat sekali disini, aku merasakan sentuhan arsitektur Belanda, bahkan rasanya seperti dibawa ke amsterdam.

“sudah sampai tuan, mari saya antarkan”

“bisa bawakan barang-barangku ke kamar sekalian?”

“tentu, sini kubawakan”

Kacau, sangat kacau sekali penggunaan saya-anda dan aku-kamu saat ini, tapi siapa peduli? Aku hanya akan disini tiga hari dan mungkin di hari keempat aku sudah lupa dengan semua yang ada disini.

Aku berjalan menuju kamar nomor 309 sesuai dengan nomor yang ada di kartu. Selama di dalam lift aku hanya diam. Ia pun sama tak seaktif ketika di dalam mobil.

“kamu pendiam sekali Thyme, atau memang sikapmu yang dingin?”

“hmm? Begitukah? Itukah kesan pertamamu padaku? Bagus”

“apanya yang bagus? Sesekali cobalah lebih ramah pada orang lain, maksudku bukan ke aku, ke orang-orang lain yang baru kamu temui”

“memangnya apa untungnya?”

“entah, lupakan yang aku katakan barusan, beristirahatlah setelah ini, aku akan menunggumu di lobi hotel besok tepat jam 9 pagi”

Aku mengangguk

“lebih baik kau tepat waktu”

“sure”

TINGGGGGG

Kami berjalan beriringan, matanya mencari-cari kamar denga Tag nomor 309.

“nah ini dia, udah sampai. Silahkan istirahat, kamu bisa hubungi aku di nomor ini”

Ia memberikanku sebuah kartu, disana tertulis nama dan nomor telfonnya.

“baiklah, lebih baik kau tak mengoceh kalau aku butuh bantuanmu tengah malam”

“memangnya bantuan seperti apa yang kamu minta tengah malam? Ada-ada saja hahahhahaa.....”

“udah ya, aku mau turun ke lobi, selamat istirahat”

Setelahnya ia pergi belalu, menghilang dalam lift yang mengantarnya kelantai dasar.

the moon and the stars

***

Jika sebuah kepercayaan diibaratkan sebagai sebuah gelas kaca Ketika gelas itu terjatuh dan pecah apakah bisa kembali seperti semula? Dan jika aku memaksakan untuk memungutnya apakah pecahan kaca itu akan menggores dan menyakitiku? Jika sebuah nasib selalu di ibaratkan sebagai sebuah bubur yang tak akan bisa kembali menjadi bulir beras Bisakah aku mengembalikannya? Namun sepertinya mustahil Biarlah…. Biarlah tuhan yang menentukan sebuah akhir untukku

***

Padang dandelion Minggu-05:40 Pm

Aku sampai disini, entah, aku tak tahu mengapa aku bisa sampai disini, alam bawah sadarku kah yang memerintahkan taksi itu untuk membawaku kemari? Aku tak tahu, aku bingung, aku kehilangan arah untuk menemukan jalan pulang.

Padang dandelion ini masih sama seperti terakhir dulu aku mengunjunginya, masih indah dan menyimpan jutaan memori di tiap mataku memandang, aku melihat diriku disana bersamanya, berlari kesana kemari dengan tawa ditiap langkahnya, aku melihat dirinya menggendongku ketika kakiku sudah terlalu lelah untuk berjalan, aku melihat diriku dan dirinya berbaring di tengah padang dandelion melihat senja bersama setiap harinya. Aku melihat diriku dan Day disana.

Lebih dari segalanya, sekarang aku tak bisa mengenali diriku lagi, aku tak bisa menemukan senyum dan tawa itu pada diriku sekarang ini, sungguh aku tak bisa menemukannya.

Mengapa diriku harus menangis? Mengapa aku harus merasakan sakit dan kehilangan ini lagi? Aku pernah merasakan kehilangan ketika bersama Day dulu namun kenyatannya kehilangan saat ini benar-benar menyakitkan, kau dihianati oleh dua orang yang dekat dalam hidupmu, kira-kira bagaimana rasanya? Aku tak bisa menjelaskan bagaimana hancurnya diriku sekarang, aku tak sanggup.

Aku lelah menangis, bahkan ketika aku tak sedang ingin menangis air mataku jatuh dengan sendirinya, dasar lemah, mengapa aku harus kecewa? Mengapa aku harus peduli? Mengapa? Dan mengapa aku harus mencintainya? I have enough but I can’t stop and I don’t know why.

Aku berencana membawa mas Bright kemari, disinilah pertama-kalinya Day mengucapkan janji itu padaku, janji untuk terus bersama dan saling menjaga, namun sekarang? Janji itu sudah berkarat dan sudah tertinggal dibelakang, tidak, aku tidak menganggap mas Bright sebagai bayang-bayang Day, aku berencana membawanya kemari 7 hari terakhir dibulan desember dan menikmati senja bersama seraya menghitung detik demi detik yang terus berganti menuju penghujung tahun, dan mungkin saja aku akan memberikan kejutan di hari ulang tahunnya, iya, mungkin saja, dan sekarang? Semuanya sudah sirna sejak aku tahu semua kebenaran itu sesaat di kopipedia tadi.

Angin disini menerbangkan bunga dandelion, mereka terbang keseluruh penjuru arah kemanapun angin membawanya, seperti itukah takdir? Hanya pasrah kemana kita akan dibawa dan menuju kesebuah akhir. Tak bisakah aku memilih sebuah akhir untuk diriku sendiri? Tak bisakah aku menciptakan sebuah happy ending dari lelahnya perjalananku hingga ke titik ini? Iya, aku tahu, aku tak bisa.

Aku hanya ingin tahu mengapa ia memilih untuk mengancurkan sebuah kepercayaan dan kesempatan yang aku beri sekali lagi? Dan aku juga ingin tahu mengapa Afi melakukannya? Menyenangkan kah melihatku seperti ini lagi?

Aku melangkan menyusuri padang dandelion ini menuju bangunan perkantoran tua di tengah sana, sebuah bangunan tua renta yang sudah tak lagi di gunakan dan ditinggalan, ia tak berpenghuni dan tak memiliki tuan rumah, beginikah rasanya? Kesepian yang mendera dari segala sudut.

Mungkin orang biasa akan takut dengan gedung tua itu, dulu aku juga begitu, namun semuanya berubah sejak day menjadi pusat duniaku, ia mengajarkanku banyak hal, dari mencintai, bersabar hingga arti sebuah kehilangan.

Aku melangkahkan kakiku pada tiap pijakan tangganya, terasa sangat sakit di hati tiap kali aku menapakkan kakiku satu persatu pada anak tangga disini. Semua memori itu seperti sedang di putar satu persatu dikepalaku, memaksaku merasakan suasana nostalgia dua tahun lalu.

Aku melihat diriku disana, ketika aku kelelahan menapaki anak tangga, Day dengan sabar menggendongku menuju lantai paling atas, aku tersenyum kecut dalam perih saat ini. Aku tahu kalau semua itu tak akan pernah berulang bukan? Aku paham hal itu.

Mengapa semua memori itu kembali di otakku? Seolah semuaya baru terjadi kemarin.

Angin di lantai paling atas menerpa wajahku, cahaya senja matahari yang akan terbenam ada di ufuk barat.

Aku menuju ujung bangunan ini, duduk di lantai dan membiarkan kakiku menjuntai kebawah, jika kalian bertanya apakah aku takut? Iya dulu aku pernah ketakutan, namun Day dengan sabar dan selalu memegang tanganku bersamanya ketika duduk disini hingga aku tak takut lagi.

Sungguh lucu hidup ini, jika dulu aku dan Day duduk bersisian disini namun hari ini hanya tersisa aku sediri disini bersama semua memori yang semakin terasa di setiap sudut bangunannya. Aku melihat ke ufuk barat, disana matahari sedang menghitung detik-detik tenggelam dan menggeser senja menjadi malam.

***

“mengapa?”

“mengapa harus selalu aku?”

“bahkan disaat aku sudah bisa menerima kepergianmu, kini dirinya membuat luka yang lebih sakit dari sebelumnya”

“tak pantaskah aku dicintai?”

“mengapa…hiks…”

Ucap winata lirih, air matanya tak lagi bisa ia tahan. Ia keluarkan semua sakit dan perih yang ia rasakan saat ini, matanya nanar melihat matahari yang sebentar lagi tenggelam. Selanjutnya ia berdiri, tak lagi ada diujung bangunan, angin yang kencang sore ini bisa saja menjatuhkannya ke lantai dasar.

“KENAPAAAAA…..”

Jerit Winata Frustasi, tangannya meremas rambutnya sendiri, megacaukan surai hitam yang dulunya selalu dibelai oleh Day dan Bright.

“KENAPAAAAAAAAA”

Winata meluapkan semua emosinya, ia menjerit histeris dan berairmata di atas bangunan tua bersama malam yang sudah menggantikan senja, hanya ada gelap dan sepi disana. Ia sendiri, kesendirian itu menyergapnya dari segala arah, membuat sakit itu semakin menjadi-jadi.

“KENAPA HARUS AKU…..hiks…..kenapaaaaa…kenapa… hahahhaha”

Tangis yang semakin perih itu bercampur dengan tawa tragis, ia menertawai dirinya sendiri, menertawai nasib dan takdir yang mempermainkannya.

Setelahnya Winata tertunduk dilantai, kepalanya ia sembunyikan diantara dua lututnya, tangannya memeluk kaki yang terasa semakin lemas.

Detik berganti menit, dan menit berganti di tiap putaran equaternya merubah malam menjadi lebih larut, saat ini jutaan bintang sedang unjuk gigi dilangit semarang.

Disaat diluar sana banyak manusia yang berpasang-pasangan menikmati indahnya langit semarang, disinilah winata, sendiri bersama sepi diatas bangunan tua yang gelap gulita, ia menangis sendiri disana. Menikmati setiap sayatan perih yang Bright dan Afi berikan padanya, meratapi nasibnya yang selalu saja berujung sama.

Ditengah tangisnya Winata, dari arah jalan raya sana ada sebuah mobil yang masuk menembus kegelapan malam, melewati padang dandelion dan menerbangkan bunga itu dibawah cahaya bulan yang sedang purnama. Winata tak menyadari kalau ada dua anak manusia yang dibawah sana.

“kakak disini aja, biar mix yang keatas”

“emangnya yakin winata ada di tempat kayak gini dek?”

“sepertinya iya kak, mix naik dulu keatas, kakak disini aja”

“kakak temenin ya, gelap disana dek”

“enggak kak, Cuma mix yang bisa tenangin winata saat ini, mix mohon ya? Mix pake senter ponsel kok”

Dan yang lebih tua memberikan senyumnya meski ia ragu dan khawatir, ia menunggu di dalam mobil di tengah padang dandelion yang bersimbah cahaya purnama dibawah jutaan bintang dilangit semarang yang menyihir mata.

Dengan langkah tergesa-gesa, mix berlari menuju bangunan tua ditengah padang ini, gelap gulita disana. Dengan senter di ponselnya Mix memberanikan diri dan mengumpulkan nyalinya demi memastikan apakah sahabatnya ada diatas sana, tiap pijakan kakinya menaiki tangga Mix merasakan suasana kesedihan, seakan setiap anak tangga ini bercerita kalau ada kisah Winata yang tersimpan bersama derit bangunan yang semakin tua.

Padahal ia belum sampai dilantai atas, namun hati mix serasa sakit di tiap pijakan kakinya, bangunan ini bercerita padanya ada seorang anak manusia yang sedang menangis diatas sana.

Ia sampai, diatas gedung ini tak segelap yang ia kira, cahaya rembulan yang sedang purnama membuat pemandangan diatas gedung yang berada ditengah padang dandelion ini semakin terasa melelehkan hati dan rasa.

Kencangnya angin di lantai atas ini menerpa wajah Siwi, disana ia melihat karibnya terduduk dan tertunduk sambil terisak dalam tangisnya.

Siwi menangis, tiap langkahnya ia merasakan duka yang winata rasa, ia ingin winata membagi sakit dan perih itu bersamanya, sama seperti dulu ketika ia jatuh terpuruk, hanya winata yang setia menemaninya dan membagi sakit dan perih itu bersama.

“win”

Panggil Mix pelan dan ketika winata menegakkan duduknya, Mix melihat karibnya yang sedang berairmata, mata winata merah dan sambab, pipi dan bajunya basah karena airmata itu.

Tanpa menunggu jeda, Mix langsung mendekat dan memeluk tubuh winata, dengan posisi setegah berdiri, ia memeluk badan dan kepala winata ia belai di dadanya, membiarkan winata menangis sepuasnya, mencurahkan semua sakit yang selama ini winata tanggung dan winata rasakan.

“mix……hiks….mix”

“iya win…iya…gu…gue….gue disini win….gue disini”

Ia menangis bersama winata, ia merasakan sakit ketika winata berairmata seperti ini.

“kenapa mix….kenapa……kenapa harus aku”

“sshhhhh….iya win, sakit pasti rasanya….”

Ia menempuk-nepuk punggung dan mengusap kepala winata yang ada di pelukannya, menenangkan sang karib yang tak stabil emosinya.

“lo punya gue win, loe punya gue….hiks…”

Mix tak bisa menyembunyikan tangisnya di depan winata, ia tak bisa menjadi sosok yang berpura-pura tegar, hanya winata yang bisa melakukannya.

“bagi sakitnya sama gue win, disaat gak ada yang ngulurin tangan buat lo raih, genggam tangan gue win, disaat gak ada yang nemenin lo, gue akan tetep stay disini sama lo win dan disaat dunia berkhianat sama lo, gue akan setia disini win, disisi lo…..hiks….”

Win yang mendengar itu tangisnya semakin menjadi-jadi, mengingat dari dulu memang hanya Siwi lah yang selalu ada bersamanya bahkan ketika dirinya ada di titik 0 hidupnya.

Dibawah jutaan bintang dilangit semarang ditemani sinar sang luna yang tengah purnama ada dua anak manusia yang saling berpelukan dan menguatkan, derit bangunan tua yang terkena angin menjadi teman mereka, menjadi saksi bahwa ada tangis bahkan ketika langit sedang menunjukkan pesonanya, ada perih yang winata rasakan dan tak bisa ia suarakan pada seluruh dunia, ada sakit yang winata pendam dan saat ini sedang mencoba ia ungkapkan.

Tigapuluh menit mereka bertahan dalam posisi itu, Siwi dengan sabar menemani Winata dalam peluknya hingga tangis itu tak terdengar lagi.

“it’s okay not to be okay win, gue tau lo nangis bukan karena lo cengeng, tapi karena lo terlalu kuat buat pendam semuanya sendiri, please don’t pretend like it’s ok when it’s not, bagi semuanya ke gue ya?”

Tanya Siwi pada Win yang masih dalam peluknya, tak ada jawaban, tak ada tangis, nafas Winata juga berhembus tenang, aneh, ini aneh sekali bagi siwi.

Ketika ia melerai pelukan itu dan memegang kedua pundak Winata baru ia sadari kalau Win sudah jatuh pingsan dalam pelukannya tadi, mungkin saja kelelahan menangis atau bahkan terlalu lelah mengeluarkan semua beban yang selama ini ia rasakan.

Dengan sigap Siwi menarik kembali dalam pelukannya, ia panik bagaimana mereka akan turun dari rooftop bangunan tua yang tangganya gelap gulita seperti ini, sampai Siwi memiliki ide.

“KAAAAAKKKKKKKKKKK”

Teriak Siwi dari atas, berharap Earth akan mendengarnya walau dari dalam mobil.

“KAK EAAARTTTHHHHHH TOLONGIN KAKKKKKKK”

Jerit Siwi lebih keras lagi, tak ada jawaban. Mungkin teriakan Siwi kabur dibawa kencangnya angin di atas sana, ditambah lagi Earth sedang berada di dalam mobil, jadilah Mix mengeluarkan ponselnya dan berusaha menghubungi Earth dibawah sana.

Dengan langkah memburu, Earth berlari menuju gedung dan langsung ke atas untuk membopong winata dan untuk mereka bawa pulang menuju Graha Estetika.

Semarang di Bawah Rasi Bintang Siwi dan Winata di Gedung Tua Minggu, 15 Desember 08:15 Pm

Trouble

***

Cinta bisa mengubah manusia Ia bagaikan dua arah mata angin yang saling berlawanan Tinggal bagaimana kita memilih untuk menjalaninya Cinta juga bisa menjadi dua mata pisau yang bisa menyakiti satu sama lain Lebih dari segalanya, mungkin itu bukan salah cinta Namun orang yang sedang menjalaninya

***

Pelataran Graha Estetika-04:45 Pm

Afi sedang menunggu winata keluar, didalam mobil sudah ada Puim yang terlebih dulu dijemput oleh Afi sebelum berkendara kemari, dari kejauhan Afi bisa melihat winata yang berjalan dan melambaikan tangannya, seperti biasa, winata selalu terlihat manis dan menyihir mata siapapun yang melihatnya.

Perlahan namun pasti winata sudah berada di depan pintu mobil, ia masuk dan duduk di sebelah kursi kemudi dan menyadari kalau mereka tak hanya berdua saja.

“Puim?”

“Hai win, i’ll help u”

Win mengernyitkan alisnya dan melihat kearah Afi seolah meminta penjelasan, pasalnya ia hanya mengajak Afi untuk menemui Bright di kopipedia sore ini.

“it’s okay, Puim akan bantuin lo nanti disana”

Win masih mengernyitkan alisnya, ia tak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Afi.

“udah gausah banyak cakap, yuk pakai seat belt-nya langsung berangkat kesana aja, jam 5 kan? Takut kalau nanti kejebak macet”

Setelahnya mereka bertiga dalam perjalanan menuju kopipedia, sepanjang jalan Winata menatap kondisi jalan diluar jendela mobil, mengalihkan pandangannya kekiri dan ketika mobil berhenti di persimpangan trafict light, ia melihat lampu itu lekat-lekat, seolah sedang termenung dan melamun disana. Memikirkan tentang apa yang akan terjadi nanti.

“win?”

Winata masih termenung melihat angka-angka merah itu yang terus berganti tiap detiknya.

“win?”

Matanya semakin sayu, ada jutaan hal yang ada dikepalanya yang ia tak tahu bisa ia ungkapkan atau tidak.

“WINNNN”

Puim mengguncang pundak Winata dan langsung membuyarkan lamunan itu.

“i…..iya im? Gimana?”

“jangan melamun win, bentar lagi sampe kok”

“iya”

Setelahnya winata kembali melihat kearah jendela, Afi dan Puim merasakan perbedaan yang sangat kentara mereka rasakan, Winata yang ceria dan selalu terseyum kini lebih banyak diam, seperti bukan Winata yang mereka kenal sebelumnya, benarkah kalau cinta bisa merubah seseorang?

***

Kopipedia 05:00 Pm

Mereka bertiga sudah sampai. Winata, Afi dan Puim, mereka berjalan beriringan masuk dalam kedai kopi ini, nuansa nostalgic sangat dirasakan winata saat ini, saat-saat dulu dirinya memberi kesempatan kedua pada Bright, tak akan menyangka kalau sekarang dirinya sedang dilema apakah melepas atau mempertahankan, tinggal bagaimana penjelasan dari Bright nanti di dalam.

Pandangan winata langsung tertuju disana, di meja dan kursi yang sama dengan hari itu, disana Bright tak sendiri, ia melihat ada Gawin dan ada Michelle yang seminggu lalu sukses membuatnya cemburu dalam diam, jauh di lubuk hati winata ia merasa tak nyaman dan ternyata rasa tak nyaman itu juga ada dibenak Bright ketika melihat winata datang bersama Puim dan Afi, terlebih lagi Afi adalah sumber bom waktu yang Bright ketahui.

“duduk sini semuanya”

Panggil gawin melambaikan tangannya pada winata dan dua orang lainnya.

Winata memberikan senyum canggung, netra mereka bertemu disana namun saling menolak satu sama lain.

“gak nyangka ya mas, rame banget ternyata yang datang”

Sindir winata pada keadaan disekitar mereka, yang seharusnya hanya ada dia dan Bright kini ada enam orang yang duduk di meja yang sama.

Michelle yang peka dengan sindiran winata langsung berinisiatif mengenalkan dirinya.

“oh ini winata ya Bright, manis ya? Sama kayak yang kamu bilang……”

Ucap michelle mencoba seramah mungkin, nyatanya ia memang gadis yang supel dan ramah.

“hai win, aku michelle”

Mereka berjabat tangan, meski ada perasaan tak enak di hati winata ia harus menjabatnya karena tidak sopan jika menolak jabatan tangan.

“winata” respon winata dengan senyum yang ia paksakan.

Afi dan Bright juga tak henti-hentinya berkontak mata, seperti bertanya apa yang ia lakukan disini, untuk apa ia datang kemari namun Afi memilih diam karena baginya hari ini semua harus dibenarkan.

“langsung aja mas, aku gak ada banyak waktu”

Kata winata langsung pada Bright yang ada didepannya.

“gini win, gini. Biar gue yang jelasin ya yang soal kemarin itu” Gawin langsung mengambil bagiannya, karena memang kenyataannya secara tak langsung ia juga bersalah.

Win diam, ia hanya ingin mendengarkan saat ini.

“jadi kemarin itu gue yang pegang HP Bright, gue satuin sama ponsel gue dan gue masukin loker dari awal seminar sampai selesai, nah pas selesai itu kita sebenernya gak tau juga kalau ada dinner karena biasanya abis seminar yaudah selesai kan…..”

Gawin mengambil nafas jeda

“ditambah kemarin hujan deras….. ya dari pada ujan-ujanan kita ikut dinner sambil nunggu hujan reda, baru pada pulang tuh jam 9 malem, nah tadi pagi kata Bright, dia ada janji sama kamu win dan berhubung ponselnya gak dia bawa, dia ga bisa ngabarin, dan ya sepertinya kesalah pahaman ini emang harus diluruskan, walau gue juga tahu dan sadar Bright juga bersalah dalam hal ini”

Jelas Gawin panjang lebar, menjelaskan secara runtut bagimana hal itu bisa terjadi kemarin. Winata hanya terdiam mencoba mencerna dan memahami setiap kata yang terucap dari mulut Gawin.

Kini matanya menatap mata Bright, lalu ia bawa pandangan mata itu pada michelle, Bright paham kalau Winata juga sedang menunggu penjelasan dari michelle yang tidak ia kira akan datang sore ini.

“chell” ucap Bright

Michelle pun langsung mengerti, ia tersenyum manis pada winata dan yang diberi senyum juga mencoba membalas dengan senyuman yang setengah ia paksakan.

“win, kamu gak perlu khawatir sayang. Bright ini kawanku sejak S1 di London, aku dan Bright gak ada apa-apa, gak ada yang perlu di cemburui ya manis? Maafin kak Michelle ya kalau kemarin-kemarin pinjem mas Bright-nya bentar buat ajak muter-muter semarang, between me and Bright it just like brother and sister gak lebih win…….”

Michelle menarik nafasnya sejenak, mencoba mengontrol dirinya lebih baik lagi.

“baikan sama Bright ya? Bukannya kalian saling cinta kan? Ini Cuma kesalah-pahaman aja antara kalian”

Michelle memegang tangan winata lembut diatas meja, memberikan senyuman manis itu untuk winata.

Mendengar itu tentu saja ada rasa kelegaan luar biasa dibenak Winata, semua beban dan fikiran negatif tentang Bright ternyata kini hanyalah sebuah kesalah-pahaman belaka.

“maafin win ya kak michelle, win gak dewasa nyikapin ini”

“no, its okay sweetie. Kamu begitu Karena kamu sayang, its normal honey”

Win tersenyum, ia melihat Bright yang ada didepannya yang juga tersenyum karena kesalah-pahaman ini bisa diselesaikan, berbeda dengan raut wajah Afi yang terlihat keruh disana.

“maafin mas ya win?”

Bright baru saja akan menyebrangkan tangannya untuk membelai rambut winata, namun sedetik kemudian Afi menepis tangan Bright. Hal itu sontak membuat Win dan Bright terkejut melihat bagaimana kasarnya Afi menepis tangan itu.

“Afi kenapa? Jangan kasar gitu”

Ucap win yang terkejut dengan perbuatan Afi

“no, lo gak inget semalem gimana win? Jangan gampang percaya omongan dia win, dia gak pantes buat lo”

Mendengar perkataan Afi, Bright tersulut emosi dan hampir saja memberikan satu tinjuan di wajah Afi jika tak dicegah oleh Gawin.

“makdud lo apa huh?”

“Bright, tahu tempat Bright, ini disini ramai orang”

“lo lihat kan win? Dia aja gak bisa ngontrol emosinya sendiri, kayak bocah kan? Dengerin gue win, buka mata lo…”

BRUAKKKKK

Bright menggertak meja, emosinya sudah di ubun-ubun karena perkataan Afi yang sukses memancingnya. Tanpa Bright tahu kalau winata terkejut dan terperangah melihat Bright sisi lain dari diri Bright yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Winata terdiam disana, terdiam dan syok lebih tepatnya.

Mereka menjadi pusat perhatian di café ini, seluruh mata pengunjung melihat ke meja mereka, mencari tahu ada keributan apa yang terjadi.

“mas bright….”

Panggil win lirih, meski pelan namun Bright bisa mendengar suara lembut winata, dalam sekejab emosi yang sudah di ubun-ubun itu bisa perlahan ia kontrol.

“ma…maaf win”

“Afi kamu kenapa sih? Kenapa kamu ngomong gitu tentang mas Bright, ada yang mau di jelasin ke aku?”

Tanya winata pada Afi yang ada di sebelahnya, mendengar hal itu membuat jantung Bright berdegup cepat, ia rasa bom waktu itu akan meledak saat ini, namun menyadari bahwa Afi tak memiliki bukti sedikit banyak bisa membuat Bright membalikkan keadaan.

“maaf win, maaf banget soal ini, tapi lo harus tahu siapa Bright sebenarnya, lo harus tau tingkah dia dibelakang lo win”

Ucap Afi yang langsung membuat bingung 4 orang yang ada dimeja kecuali Puim, karena Puim lah yang memiliki bukti konkret saat ini.

“maksud kamu apaan sih Fi, kamu gak ada bukti kenapa nuduh-nuduh gitu ke mas Bright”

Winata masih mencoba membela Bright meski ia juga ragu saat mengucapkannya.

“Puim, tunjukin ke Win”

Perintah Afi pada Puim, Puim langsung mengeluarkan ponselnya dan mencari-cari folder yang sudah ia simpan, membuat Bright kebingungan, kenapa dengan Puim? Apa yang sebenarnya terjadi dan Afi rencanakan? Sungguh jantung Bright tak bisa tenang saat ini.

“nih win, kamu liat sendiri aja”

Puim menyerahkan ponselnya, membiarkan winata melihat satu persatu foto yang tersimpan disana, namun winata terlalu bingung untuk menyimpulkan.

“i…ini maksudnya apa Fi, aku gak paham”

“nih, dia nih win…” Afi menunjuk Bright yang ada didepan winata.

“dia suka main dibelakang lo, dia suka cari Fun sama Stranger, dia nidurin orang lain winnn”

Jawab Afi membuat semua orang dimeja ini syok, terlebih lagi winata, ia sampai tak bisa berkata saat ini.

Pandangnnya ia bawa pada Bright yang ada didepannya, melihat dengan pandangan tak percaya bahwa Bright diam-diam melakukan penghianatan dibelakangnya.

Air mata itu jatuh, perihnya seperti disayat oleh jutaan jarum yang menusuk hati winata dari segala arah, sakit ini bahkan lebih sakit dari luka yang diberikan Day sewaktu dulu.

“sejak kapan?”

Ucap winata lirih, suaranya hampir tak terdengar, seperti sangat jauh hanya untuk ia katakan.

“win win dengerin mas dulu, mas akuin itu salah win, mas khilaf win….”

“sejak kapan?”

Ulang win lagi, air matanya benar-benar mengalir deras saat ini, seluruh ranjau di hatinya kini meledak bersama rasa sakit dan rasa kecewa yang tak berujung.

“win itu hanya semalam, mas khilaf win, mas akui itu”

Gawin dan Michelle tak kalah terkejut dan terperangah mendengar pengakuan dari Bright, sahabat yang mereka tolong hingga rela datang kesini di sore hari ternyata seorang penghianat bagi winata, membuat Gawin kecewa dan tersulut emosi.

“gila lo bright, gue gak nyangka lo sebobrok ini, gue kira lo bakal jaga winata, ternyata lo juga yang hancurin kepercayaan dia, tau gini gue gak sudi ikut lo buat jelasin semuanya disini”

ujar gawin yang sudah terlanjur geram, sedangkan michelle hanya bisa diam dan mengusap-ngusap punggung Bright, memberinya pengertian untuk tetap tenang meski di saat seperti ini sekalipun.

“sejak kapan mas?” Tanya winata lagi

“win please maafin mas win, mas tahu mas salah, mas tahu mas khilaf, mau mas sujud di kaki kamu win? Iya? Mas lakuin sekarang”

“gak mas, win bukan tuhan sampai mas harus sujud di kaki win, win juga bukan sufi sampai mas harus merendahkan diri mas didepan yang lain, win kecewa sama mas…..”

Win mengambil nafas yang semakin terasa berat baginya.

“kalau Afi gak ngasih tahu apa mas akan ngasih tahu win sendiri?”

Cukup dengan satu pertanyaan itu membuat Bright terdiam, ia tak bisa menjawab pertanyaan sederhana dari winata, karena nyatanya ia akan menyimpan rapat-rapat rahasia itu jika saja tak terbongkar seperti saat ini.

“tapi…..tapi kamu harus tahu juga win, kalau sahabatmu ini, juga sama brengseknya sama mas”

Kata Bright yang langsung mengingatkan winata tentang perkataan Afi semalam ketika ia berpura-pura telah tertidur.

Kini gantian Afi yang terkejut, ia lupa kalau saja perkataannya tadi bisa menjadi boomerang bagi dirinya dan menghancurkan persahabatannya dengan Winata.

“temen kamu ini yang jadi partner One Night Stand-nya mas malam itu” Akui Bright.

Sontak hal itu mengejutkan Win, Puim, Gawin dan Michelle. Win membawa pandangnnya pada Afi, mulutnya terbuka tanda tak percaya kalau sahabat karibnya melakukan itu dengan Bright.

“be…bener fi?” tanya win tak percaya

Sedangkan Afi? Hanya bisa mematung disana, diam tak menyanggah dan tak meng-iyakan.

Rasa sakit dan kecewa itu kini seperti menghancurkan winata ketitik yang tak lagi bisa ia terima dan ia toleransi.

“win gak percaya akan seperti ini, win gak percaya....bukankah win udah pernah bilang mas? Win gak suka pembohong…..hiks….”

Win terisak di tengah-tengah ia ingin berkata

“win gak suka di bohongi mas, kamu juga Fi, kamu tega?”

“maaf win” ujar Afi lirih, ia paham betul kalau ia juga bersalah dalam hal ini.

Winata berdiri, membuat semua mata di meja ini tertuju padanya.

“win pulang, mau pulang sendiri, makasih mas, makasih Fi”

Setelahnya winata berjalan dan berlalu bergitu saja, meninggalkan Bright dan Afi yang didera rasa bersalah yang teramat sangat, tak ada yang berani mengejar winata karena nyatanya memang semua orang dimeja tak tahu harus berpihak pada Bright ataupun Afi, semuanya bersalah pada winata saat ini.

Dalam langkahnya yang semakin berat, hatinya hancur seiring tiap langkah yang kakinya ambil, tangis itu tak bisa ia sembunyikan pada dunia, raut sedih dan kecewa itu tak lagi bisa ia palsukan dengan sebuah senyuman.

winata melambaikan tangannya pada sebuah taksi yang kebetulan melewati jalan itu dan taksi itu membawa Winata pergi dari kopipedia menuju tempat yang tak bertujuan didepan sana.

***

Sungguh, cinta bisa mengubah manusia Ia bagaikan dua arah mata angin yang saling berlawanan Tinggal bagaimana kita memilih untuk menjalaninya Cinta juga bisa menjadi dua mata pisau yang bisa menyakiti satu sama lain Lebih dari segalanya, mungkin itu bukan salah cinta Namun orang yang sedang menjalaninya

***

Kopipedia-05:30 Pm Winata yang menangis dibawah senja.

anggrek dan dandelion Minggu, 15 Desember 2019 Kamar winata, 08:00 Am

Winata melamun disana, melihat anggreknya yang sudah tak lagi berbunga di jendela kamarnya, sinar mentari dengan malu-malu membelai wajahnya pagi ini, diperhatikannya akar hingga daun si anggrek, terlihat sehat meski sedang tak berbunga.

“moonlight, apa memang begini ya akhirnya?”

winata mengajak anggreknya berbicara

“aku gak bisa bilang kalau aku gak kecewa, karena nyatanya aku kecewa”

“memang….aku juga salah, aku terlalu ber-eskpekasi tinggi padanya? Bukankah itu salah? Mama bilang selama kita masih berharap pada manusia pasti akan berujung kecewa, benarkah itu moonlight? Kurasa iya, nyatanya aku memang benar-benar kecewa kali ini”

“aku harus bagaimana? Haruskah aku meaafkannya lagi? Haruskah aku meberinya kesempatan sekali lagi?”

“maybe we fall for each other at the wrong time, I know…..i know I should leave, i know I should……but his love too good”

“aku harus gimana moonlight?”

Win asik mengajak anggrek kesayangannya berbincang meski ia tahu tak akan ada jawaban yang ia dapatkan.

“jika aku memaksakan diri untuk terus bersamanya bukankah itu berarti aku jahat? Jahat pada diriku sendiri kan? Mengapa aku hobi sekali menyakiti diri sendiri? Apakah ini artinya aku harus berhenti?”

Air mata itu jatuh dengan sendirinya, air mata itu tak pernah berbohong sesakit apa dan sekecewa apa winata saat ini, disaat ia mencoba melupakan luka lama namun kini ada luka baru lagi, bukankah winata egois jika ingin terus bersama Bright? Egois pada dirinya sendiri, sampai kapan ia akan menyakiti dirinya sendiri?

“mungkin benar, sedikit jarak akan lebih baik kan? Mungkin aku akan meminta sedikit jarak kedepannya, begitu kan moonlight? Agar aku dan mas Bright bisa saling evaluasi diri? Begitukah?”

CEKLEK

Suara pintu dibuka, diambang pintu ada Siwi dengan dua gelas teh hangat di tangannya. winata buru-buru menghapus air matanya, namun sayang, siwi sudah melihatnya. melihat winata berairmata didekat jendela

“win? Are u ok?”

Ia mendekati winata yang termenung dijendela, melihat sahabatnya yang akhir-akhir ini lebih banyak diam membuat siwi berinisiatif untuk berkunjung ke kamar winata.

“nih teh hangat pagi hari”

“makasih mix”

Win tersenyum menerima segelas teh hangat itu.

“wanna talk to me?”

tanya mix seraya membawa pandangannya pada anggrek di depannya, mereka duduk bersimpuh di lantai melihat anggrek yang sedang dimandikan mentari pagi.

“udah gak berbunga ya? Padahal kemarin-kemarin bunganya lebat ya win? Cantik banget dan awet” lanjut siwi.

“bukannya itu siklus kehidupan ya mix? Dia tak berbunga bukan berarti mati kan? Cuma butuh waktu saja untuk kembali menunjukkan pesonanya, bukankah gitu?”

Siwi mengangguk.

“sama seperti dandelion kan? Dia pasrah di terbangkan angin kemanapun angin berhembus, mencari tempat baru untuk tumbuh dan berbunga lagi”

Ujar siwi sambil mengingat padang savana penuh dandelion di kota ini, sebuah tempat yang sangat sakral untuk winata bahas, sebuah tempat yang sangat bersejarah dalam hubungannya bersama Day.

Win mengangguk, meski diam tapi pikirannya langsung dibawa ke beberapa tahun lalu dimana ia berada di padang dandelion bersama Day disana.

“masih ingat sama bangunan tua itu win?”

Tanya siwi seraya melihat raut wajah winata, ada senyum kecut disana, mengingat saat-saat dulu seolah dirinya dan Day bisa melawan dunia bersama, namun kenyataannya? Itu hanyalah angan belaka.

“masih mix”

“udah gak pernah kesana lagi ya?”

“…..”

“win?”

“i…iya mix”

“jelas ada yang harus lo bagi ke gue win, gue siwi temen lo dari kecil bukan orang lain, its okay win, I have ur back. I’ll catch you if you fall”

Siwi mengambil gelas ditangan winata, menaruhnya di lantai bergabung dengan gelasnya.

setelahnya ia memeluk sahabatnya, ia tahu betapa rapuhnya winata, ia saksi hidup betapa tertatihnya seorang winata untuk bangkit dari keterpurukan Day, dan kali ini ia tak akan membiarkan winata jatuh untuk kedua kalinya.

Disan winata menangis, mencurahkan semua kekesalan dan kekecewaannya, menumpahkan semuanya dan membuat baju mix basah karena air mata.

“its okay win, its okay. Lo boleh berhenti, udah cukup nyakitin diri lo sendiri. Lo masih punya gue sama Afi yang selalu ada buat lo, gapapa nangis, keluarin semuanya win, keluarin semuanya. Tapi janji ya besok lo harus lebih kuat dari sekarang”

Siwi menepuk-nepuk punggung winata, mencoba menenangkan karibnya yang masih sesenggukan di peluknya.

“lo dulu pernah bilang kan? Kalau lo capek lo akan berhenti? Gapapa win, berhenti sebelum semuanya terlambat”

Perkataan siwi justru membuat winata semakin menangis, benar kata siwi, winata sudah terlalu lelah dengan semuanya.

“pulihin dulu luka lo win, luka lama lo. Bukan lo abaikan dan buat luka baru”

Winata menarik dirinya dari peluk siwi, mengelap matanya yang sudah sembab.

“apanih basah semua baju gue”

“hehe ya basah kena air mata gue mix” cengir winata agak sesenggukan

“ish nyesel gue meluk lo, basah deh baju gue hahhahhah”

Mereka tertawa bersama, seolah sesaat tadi tak ada tangis dari winata.

“feel better?” tanya siwi

Winata mengangguk

“agak lega mix, sebenarnya….”

Win menggantung kalimatnya

“sebenarnya apa?”

“sebenarnya ada dua hal yang mau gue omongin ke lo”

“then…tell me”

Win mengambil nafasnya, nafas panjang sebanyak mungkin ia bisa menampungnya lalu ia membuangnya, mengeluarkan semua emosi negatif bersamanya.

“actually gue mau ngajak mas Bright ke gedung tua itu, lo tau kan itu tempat bersejarah banget buat gue? Gue pengen ajak mas Bright buat kesana lihat sunset di 7 hari terakhir bulan desember, dan mungkin aja dia mau jadiin hubungan ini official, tapi…..nyatanya malah kayak gini mix”

Ada raut kecewa disana, gedung tua itu adalah saksi bisu dunia untuk pertama kalinya winata percaya dengan cinta dan saat itu ada Day yang menemaninya, ia berencana mengajak Bright kesana karena mungkin saja Bright-lah yang bisa kembali membuatnya percaya apa itu cinta, namun semakin kesini rasa ragu itu semakin besar, winata tak bisa membedakan lagi yang mana cinta yang mana ego.

“lalu satunya lagi?”

“gue agak bingung sama Afi, semalem gue tidur sama dia kan, dia kira gue udah tidur kali ya? Dia bilang kalau dia itu sama bajingannya sama mas Bright…..”

Winata mengambil nafas berat

“maksudnya apa ya mix, ditambah dia cium kening gue semalem”

“HAH?” Kini siwi yang terkejut.

“yang bener lo? Gue gak pernah tuh cium-cium kening lo. Atau jangan-jangan…”

Siwi menggantung kalimatnya sambil menunnukkan ekspresi berfikir

“jangan-jangan apaan?” Tanya winata penasaran.

“jangan-jangan Afi suka sama lo”

“HAH?” gantian winata yang terkejut.

“becanda lo ya” lanjut winata

“ya kan Cuma berspekualasi, btw soal gedung itu….its okay win kalau sebuah akhir tak selalu berakhir bahagia, bukankah begitu? Gak semua kisah harus happy ending kan?”

“I know”

Win tersenyum sambil memandang anggreknya.

“thank u mix”

“urwell lil bunny, btw gue abis ini mau keluar sama kak earth nih. Dia uda otw kesini dari jam setengah 7 tadi”

“have fun ya”

Siwi memberi jempolnya dan setelahnya ia membawa dua buah cangkir itu keluar dari kamar winata bersamanya.

Hanya winata sendiri disini, melihat kearah jendela, kembali merenung tentang langkah yang akan ia ambil setelah ini.

Kamar winata-08:30 Am

Bright dan Afi Semarang 14 desember

Ada dua mobil yang sama-sama menembus derasnya hujan malam itu, ada Bright yang membanting stir mobil langsung ke kediaman Winata da nada Afi yang langsung menuju ke condonya untuk membawa winata pulang bersamanya.

Suasana malam menjadi semakin mencekam dengan hawa dingin dan kabut tipis yang turun dari Bukit Gombel yang mereka lewati, winata tak bisa berhenti berairmata disana, meski pandangannya ia buang ke arah kaca dan melihat embun yang seolah mengejeknya, nyatanya Afi paham tanpa harus ada sepatah kata yang terucap.

Winata menangis dalam diam, tahukah kalian jika menangis dalam diam jauh lebih sakit dan lebih perih, air mata itu jatuh dengan sedirinya sebagai bukti kalau Winata tak lagi bisa berpura-pura kuat.

***

Bright sampai di pelataran Graha Estetika, langsung disambut oleh seorang Satpam yang sudah ia kenal karena sering berbincang ketika ia menunggu Winata untuk keluar dan menemuinya.

“Selamat malam mas Bright, ada perlu apa ya mas malam-malam begini?”

Tanya Security itu dengan ramah

“malam pak, saya ada perlu sama Winata, boleh saya masuk?”

“loh? Kan tadi dek winata keluar, Lha wong tadi dia nunggu Grab sama saya disini, katanya mau ketemuan sama mas toh? Dan sampai sekarang belum balek kok mas”

Jawab bapak satpam dengan logat jawanya yang kental Bright termenung disana, mendengar jawaban itu membuat pikirannya kalut tentan dimana winata berada, terlebih lagi dengan keadaan hujan deras seperti ini ia khawatirn dengan keadaan mahasiswanya itu.

“yasudah pak, saya pamit undur diri, tolong nanti kalau winata sudah pulang, bapak bisa kabari saya atau sampaikan ke win untuk segera menghubungi saya ya pak”

Jelas Bright pada orang di depannya.

“baik mas, nanti saya WA sampeyan atau nanti saya sampaikan ke dek Win buat WA sampeyan”

Lagi, logat jawa itu sangat kental pada bapak Satpam ini.

“matur suwun pak”

Dengan begitu Bright kembali untuk pulang, sepanjang jalan pikirannya kalut, ia di dera rasa bersalah dari segala arah, bagaimana ia akan meminta maaf pada winata sekarang? Meski ia tak sepenuhnya sengaja meninggalkan winata di kafe namun tetap saja ia didera rasa bersalah itu, rasa-rasanya ia butuh Gawin untuk meluruskan kesalahpahaman ini, untuk menceritakan yang sebenarnya terjadi siang hingga malam tadi.

***

“win lo mandi dulu deh, pake air anget aja, takut kalo lo kena demam” Ucap Afi ketika mereka baru saja masuk dalam ruangan yang sudah tak asing bagi winata, ia kerap menghabiskan waktu disini bersama siwi dan Afi walau hanya sekedar membahas tugas kuliah dan tukar pikiran dan pengalaman.

“makasih Fi, btw boleh minta tolong? Ponsel gue lowbat nih, tolong di cas ya”

Win memberikan ponselnya yang sudah kehabisan daya itu pada Afi, terasa basah di beberapa bagian karena memang seluruh tubuh winata kini basah oleh tangis langit semarang itu.

Afi hanya tersenyum dan langsung mencari charger ponselnya, sementara winata langsung mandi untuk membersihkan tubuhnya yang basah kuyup.

Winata menghabiskan waktu yang lumayan lama untuk mandi samapai Afi khawatir kalau win tertidur di bath tub atau malah dibawah guyuran Shower, namun kenyataannya winata menangis disana, perihnya ia rasakan sendiri dan ia akrabi sendiri tak ada orang lain yang datang menyembuhkannya, bukan Day, bukan Bright dan bukan keduanya.

Tok tok tok

“win? Lo gapapa kan? Lo ketiduran di dalem? Udah setengah jam ini lo belom keluar”

Suara Afi diluar pintu kamar mandi, terdengar cemas. Membuyarkan lamunan dan tangis winata didalam sana.

“e….enggak Fi, ini mau selesai. Pi…pinjem pakaian lo ya?”

Jawab winata terbata-bata karena nyatanya ia terisak sekarang, dan Afi menyadari hal itu ketika mendengar jawaban winata, ia tahu kalau win tengah menangis didalam sana.

“iya, pake pakaian gue dulu aja”

***

Mereka berdua sudah diatas ranjang, tidur saling bersisian. Winata sudah lelap tertidur menjemput mimpinya, matanya sembab karena lelah menangis.

Namun disana ada Afi yang belum tertidur, ia berguling ke arah winata, membuat tangan kiri nya sebagai tumpuan dan tangan kanannya membelai rambut hitam winata.

Dipandangnya lekat-lekat wajah winata, wajah orang yang sudah lama ia sukai, sudah lama menyimpan rasa namun ia sadar kalau ia bukanlah orang yang baik dan pantang untuk winata yang rapuh ini, ia sadar kalau dirinya dan winata bagai magnet yang saling menolak satu sama lain, ia besebrangan dengan winata yang ia suka.

Afi hanya ingin orang yang pantas untuk bersanding dengan karibnya ini, dan baginya yang jelas bukan Bright, sewaktu dulu ia menyanggupi pinta Bright untuk menghabiskan malam bersamanya, sebenarnya Afi ragu, apakah itu benar orang yang selalu muncul di IG story winata ? apakah orang yang sama dengan orang yang selau winata ceritakan? Dan ekspektasinya dibanting hancur ketika memang benar orang yang mengajaknya One Night Stand itu adalah Bright.

Baginya nasi sudah menjadi bubur, ia juga tak bisa menolak pesona Bright yang begitu memabukkan malam itu, ada sebuah rasa bersalah di lubuk hati Afi, mungkin suatu hari nanti jika sudah waktunya ia akan menjelaskannya pada winata.

“dia gak pantes buat lo win”

Bisik Afi yang masih membelai rambut winata.

“dia bajingan sama kayak gue, lo pantes dapet yang lebih baik dari dia”

Belaian itu turun ke pipi winata.

“sorry win, sorry for everything, entah gue pantes dapat maaf dari lo apa engga”

Lanjut afi berbisik, ia sudah yakin kalau win sudah terlelap, namun ia tak sadar kalau win belum sepenuhnya larut dalam lenanya mimpi.

CUP

Afi mengecup kening winata, memberinya kecupan selamat tidur.

“good night win”

Setelahnya ia ikut terlelap, menjemput mimpi masing-masing dengan suara hujan yang mengantarkan mereka untuk tidur.

***

Minggu 15 desember 2019 06:30 Am

Win terbangun terlebih dulu, samar-samar cahaya matahari masuk dari jendela dan menyapa dirinya yang kini mencoba mengumpulkan kesadarannya. Ia teringat perkataan Afi semalam, tepat ketika Afi mengira dirinya sudah terlelap, ada apa dengan Afi dan Bright? Mengapa Afi menganggap kalau Bright itu brengsek? Mengapa Afi menganggap dirinya sama brengseknya dengan Bright, hal itu menjadi sebuah tanda tanya di kepala winata yang mungkin saja suatu hari nanti akan ia tanyakan.

“fi, bangun fi, udah pagi”

Win mengguncang-guncang badan orang disebelahnya.

“eeenngghhhh apaan sih win, ini hari minggu. Bangun siangan aja aaaahhhhhh”

Afi menguap, rasa kantuknya masih bersarang disana.

“tapi gue mau pulang fi, anterin bentar ya?”

“emmmmhh iya iya, wait lima menit lagi deh”

Dan afi kembali terlelap, winata tak lagi mengganggu afi yang tengah tertidur, ia turun dari ranjang dan mengambil ponselnya yang sudah penuh baterainya.

Ketika dihidupkan puluhan notifikasi masuk dari Bright, banyak pesan dan banyak panggilan tak terjawab, membuat win sedih tentang bagaimana ia akan menghadapi Bright kedepannya.

“fi gue mandi dulu ya, setelah itu anterin gue pulang”

Ucap win yang segera masuk kamar mandi dan menghilang disana, sedangkan Afi hanya memberi jempol dan mencoba bangun dan mengumpulkan kesadarannya.

Minggu 15 desember 2019 06:35 Am