minnqyu

Terikat

Mingyu tak dapat membendung nafsunya yang meluap-luap itu, baru kali ini ia merasa sangat terangsang, kepalanya pusing, pikirannya kacau, mungkin sebentar lagi ia akan gila. Gila akan Wonwoo, gila akan sentuhan yang mereka berikan satu sama lain dan gila akan nafsunya yang kian memuncak. Dia tak pernah merasa cukup akan Wonwoo, semakin sering mereka berhubungan, maka semakin sering juga ia mendambakan sesuatu yang lebih. Ia merasa belum cukup mengeksplor setiap inci tubuh ideal Wonwoo itu. Ia merasa belum cukup memuaskannya. Ia mau lebih, yang lebih memuaskan dari ini, yang lebih membuat libidonya naik. Wonwoo masih berlutut di bawahnya, ia terlihat kacau dan berantakan namun cantik. Tak ada satu katapun yang dapan mendeskripsikan kecantikan lelaki itu.

Wonwoo memegangi roknya, merasakan ada sesuatu yang mengalir dari celah pahanya. Mata Mingyu terfokus ke situ. “Sperma aku muncrat sampe sini?”

“Ng–ngga, bukan!” Mingyu membawa Wonwoo ke atas meja, membuka kaki Wonwoo lebar-lebar, mengekspos sesuatu yang Wonwoo rahasiakan. Basah, penis Wonwoo sangat basah dan lengket akibat cairan kental itu. Mingyu pikir itu adalah cairannya, namun ternyata bukan. Itu adalah kepunyaan Wonwoo sendiri. Tak hanya penisnya yang basah, bagian dalam pahanya pun basah karena ia menutup rapat kakinya tadi.

“Kamu keluar cuma dari nyepongin aku doang, hm?” Mingyu menutup mulutnya, speechless.

“Jangan bilang kamu suka ya kalo aku sakitin? Pas tadi aku dorong kepala kamu biar masuk sampe mentok, sampe mata kamu ngeluarin air mata. Itu kan yang bikin kamu keluar? Padahal belum aku sentuh loh, sensitif banget sih kamu.” Mingyu menaiki Wonwoo lalu menahan kedua tangan Wonwoo dengan tangannya.

“Keluar tanpa izin dari pemilik kamu, nakal banget ya? Wonwoo–ya, aku pikir kamu anak baik loh. Kalo kayak gini aku ga ada pilihan lain selain nyiksa kamu lebih kasar lagi, sampe kamu nangis dan teriakin nama aku berkali-kali, sampe kontol kamu lemes ga bisa berdiri lagi. Suka kan aku gituin, hm?” ucapnya sambil menatap Wonwoo lurus, nada suaranya sangat mendominasi. Dengan cepat Mingyu melepas ikat pinggangnya lalu digunakan untuk mengikat kedua tangan Wonwoo di belakang tubuhnya.

“Kim Mingyu, anjing! Lepasin gua! Udah gila lu ya!!” dasi Wonwoo ditarik dan ditutupnya kedua mata Wonwoo dengan dasi hitam itu. Dunia Wonwoo tiba-tiba gelap, ia tak dapat melihat apa-apa lagi.

“Kamu penasaran ga sama permainan aku malam ini? Sepertinya seru, kamu juga keliatan suka.” Mingyu memastikan kedua ikatan itu benar-benar kencang agar Wonwoo tak dapat melepaskan diri.

“Ngga, bangsat! Gua bukan orang cabul kayak gitu!” teriak Wonwoo memberikan perlawanan.

“Bahasa kamu, sayang. Masa daritadi aku manggil kamu sayang tapi balesan kamu malah kasar gini? Apa mau aku ewe sambil aku anjing-anjingin? Oh iya aku lupa, dikasarin kan bikin kamu lebih sange lagi, ya?” Mingyu mendorong tubuh Wonwoo agar menungging di depannya dengan bertumpu pada meja. Tangannya menggerayangi pantat mulus itu, mengelusnya perlahan.

“mhhmm, b–BANGSAT!!!!!!” dasi yang menutupi matanya itu membuat Wonwoo lebih sensitif.

“Kamu pilih diem atau mulutnya aku tutup?” Wonwoo seketika terdiam. Mau tak mau ia harus menuruti Mingyu.

“Tubuh kamu beneran ga nolak ya, bahkan malah menikmatinya.” ditamparnya bokong sintal itu sekali.

‘Plak!’

Tangan Mingyu membentuk disana, merah. Padahal baru satu kali tamparan.

“Emang murah, ya, Jeon Wonwoo.” satu tamparan lagi mendarat.

‘Plak!’

“Anjing, buruan lepasin gua! Gua ga mau ngikutin permainan lu yang gila ini. Kim Mingyu, bangsat!!!!” teriaknya sambil menahan sakit.

‘Plak!’ kali ini lebih keras dari sebelumnya.

“Aku kan udah nyuruh kamu untuk diem, tapi kok masih bandel, ya? Apa mau aku bikin diem pake kontol aku? Mau aku tusuk sampe kamu ga bisa ngeluarin kata-kata lain selain desahin nama aku? Emang harus digituin dulu nih kayaknya, jalang aku yang nakal!”

‘Plak!’

Lima kali tamparan lagi yang berhasil membuat pantat putih Wonwoo memerah seperti udang rebus. Kakinya gemetaran lemas, sekujur tubuhnya panas dingin. Dominasi Mingyu sangat membabi buta.

Mingyu mengambil lubricant yang sudah ia persiapkan dari awal, melumuri pantat Wonwoo dan kepunyaannya sendiri. Ia membuka lubang Wonwoo dengan jarinya lalu menyelipkan penisnya di antara kedua pipi bokong itu. Digesek-gesekannya penisnya itu yang mulai menegang dengan gerakan yang cepat. Ia tak sabar ingin masuk.

“Aku masuk ya, sayang?” Mingyu memposisikan dirinya di depan lubang Wonwoo yang berkedut merah.

“Kondom?”

“Iya, udah kok.” jawabnya berbohong. Tanpa aba-aba Mingyu memasukkan kepala penisnya, membelah lubang sempit Wonwoo.

“Mingyu hyung... ahhh!!” dua hentakan keras. Dalam. Menumbuk titik kenikmatan Wonwoo. Wonwoo menetaskan air mata, perih. Ia dapat merasakan lubangnya seperti terbelah, mencengkram kuat-kuat penis Wonwoo.

“D–dalem banget, nghhh!” Mingyu menggenjot penisnya keluar masuk. Lubang Wonwoo masih saja ketat, padahal sudah ia masuki berkali-kali. Pantat dan lubangnya terasa perih sekali.

“Aku tau kalo kamu suka aku isi sampe mentok gini, sampe kontol aku masuk semua. Suka kan aku hancurin kayak gini? Buktinya lubang kamu tambah ngerapet, ngejepit kontol aku kenceng banget. Pinter banget ya kamu, Wonwoo–ya.” Mingyu menggempur lubang Wonwoo semakin cepat, dengan hentakan kuat serta dalam. Kepalanya pusing, terlalu tenggelam dalam kenikmatan.

“Nnghhh... hyung!” Mingyu membalikkan badan Wonwoo, ia ingin melihat ekspresi lacurnya itu. Tangannya meraih dasi hitam itu dan membuka ikatannya, memperlihatkan air mata Wonwoo yang bercucuran.

“Kamu mau tau ga ekspresi kamu sekarang kayak apa? Kayak pelacur lagi keenakan, bibir kamu kebuka lebar neriakin nama aku, mata kamu yang basah karena air mata kamu sendiri. Kontol aku enak banget ya sampe-sampe bikin kamu nangis?” Mingyu mengecup bibir Wonwoo lembut, memberikan afeksinya agar Wonwoo tak kesakitan.

Mingyu mulai membubuhkan ciuman di mulut Wonwoo. Pertama kecupan lembut, namun lama-lama menjadi ciuman yang lembab, gigitan lembut dan kuluman yang basah. Ia bisa merasakan Wonwoo gemetar, nafasnya tidak karuan, erangan sesekali keluar dari bibirnya.

Mingyu mulai bergerak, keluar masuk, mengejar kenikmatan yang lebih. Telunjuknya ia gerakan untuk mengelus tubuh Wonwoo, mulai dari dadanya sampai perut bawahnya. Wonwoo melengkungkan badannya, sedang tatapannya sayu.

“Mingyu hyung... cepetan ahh!”

“Cepetan apanya, sayang?” Mingyu berpegangan pada pinggang Wonwoo, pergerakannya melambat.

“Nghhh, goyangnya...” Wonwoo menutup matanya, menikmati segala sentuhan yang Mingyu berikan.

“Kayak gini, hm?” tempo Mingyu perlahan semakin cepat, yang tadinya ia tarik jauh keluar baru masuk makin lama makin pendek, terus menyentak ke dalam.

“Lebih kenceng lagi ahh!!!” tangan Wonwoo ia letakkan di mulutnya, mengigit ibu jarinya sendiri untuk menahan desahannya.

“Yang jelas dong ngomongnya, sayang.” Mingyu terseyum miring. Ah, ia sangat suka menggoda Wonwoo seperti ini.

“Goyangin Wonwoo yang kenceng, hyung! Wonwoo udah ga tahan lagi arghhh!!!!” teriaknya frustrasi.

“Siap, sayang. Puasin kontol aku, ya?” Mingyu menghujam lubang Wonwoo berkali-kali sampai menyentuh prostatnya. Temponya sangat cepat, Wonwoo mendongakan kepalanya. Wonwoo mendesah. Kemaluannya semakin tegang. Perutnya juga tegang seiring dengan semakin cepat tempo Mingyu. Ia merasakan orgasmenya yang kedua sudah dekat.

“Jangan sekenceng ini, hyung!” air mata Wonwoo menetes, rasa nikmat dan sakit bercampur jadi satu.

“Tapi kamu suka kan, sayang? Ugh!” Mingyu mengerang saat merasakan dinding Wonwoo mengencang. “Baru dieue sebentar aja, kamu udah selemes ini. Jangan lemes dulu dong, sayang. Kontol aku belum puas nih.”

Mingyu mengelus pantat merah Wonwoo, berancang-ancang untuk memberinya tamparan lagi.

‘Plak!’

“Aaahhhhh!!!” Wonwoo mendesah tak tertahan saat cairannya mengalir bebas keluar dari kejantanannya.

“Cepet banget sih kamu keluarnya, sayang. Padahal kontol aku masih tegang gini. Dasar lemah. Mau ga mau kamu harus tanggung jawab, ya?” Mingyu mengubah posisinya menjadi duduk di meja, sedangkan Wonwoo dibawanya untuk duduk di pangkuannya. Miliknya masih tertancap kuat di dalam Wonwoo.

“Kali ini kamu yang goyangin aku.” Mingyu melebarkan bokong pipi Wonwoo, merasakan kemaluannya yang terhubung dengan lubang anus Wonwoo.

“A–apa?” kaki Wonwoo sudah lemas, iya tak yakin bisa bergerak lagi.

“Karena aku mau kita enak bareng-bareng.” Mingyu mengecup puting Wonwoo yang berada tepat di depan mulutnya, mengigitnya sedikit.

“Kalo gitu lepasin ini dulu.” yang Wonwoo maksud adalah ikatan di tangannya.

“Sakit ya, sayang? Iya ini aku lepasin.” Mingyu membawa tangannya ke belakang tubuh Wonwoo untuk melepas ikat pinggang yang mengikat tangannya sedari tadi.

“Wonwoo juga mau nyentuh Mingyu hyung dan pegangan sama hyung.” detak jantung Wonwoo tak karuan, tak menyangka mulutnya akan melontarkan kalimat seperti itu. Sudah kepalang nafsu, mau gimana lagi.

Bibir mereka bertautan lagi, lidah mereka beradu di dalam sana, saling tak ingin mengalah. Mingyu mengulum bibir kecil merah itu dengan gerakan kasar seakan tak ada hari esok. Wonwoo membalas, namun membiarkan Mingyu memimpin dengan lumatan dan gigitan. Bibir Wonwoo memerah bengkak akibat gigitan-gigitan kecil yang Mingyu berikan pada bibir bawahnya.

Wonwoo menggerakkan tubuhnya ke atas dan kebawah dengan perlahan. tangannya dia tumpu di bahu Mingyu. Wonwoo bertanya-tanya dalam hatinya bagaimana dirinya terlihat saat ini di mata Mingyu? Saat ia menggoyangkan tubuhnya di atas Mingyu?

Wonwoo menangkupkan kedua tangannya pada wajah Mingyu. “Mingyu hyung.....”

Mingyu memberikan afeksi pada pergelangan tangan Wonwoo yang memerah akibat diikat dengan ikat pinggang tadi dengan cara dikecupnya berkali-kali bagian itu. Ia tak tega melihat Wonwoo kesakitan seperti ini.

Wonwoo berfikir, apakah Mingyu masih menganggapnya aneh seperti hari itu? atau mungkin pikiran Mingyu sudah berubah sedikit. Itulah mengapa Mingyu menatapnya dengan tatapan yang cerah dan hangat.

“Wonwoo–ya.....” Mingyu menggeram. Woonwoo, di atasnya, sudah basah. Di bawah sana, kulit sudah bertemu kulit. Wonwoo mengalungkan tangan di leher Mingyu. Lidah mereka masih beradu, mengikat satu sama lain.

‘Gua mau bilang kalo gua suka sama lu, Mingyu.’

Wonwoo mempercepat ritmenya, seperti ritme jantungnya setiap bersama Mingyu. Suaranya tak berhenti mendesah, mengerang, melenguh, mengiringi setiap tumbukan di titik nikmatnya. Terus begitu, teratur, semakin cepat. Mingyu memegang pinggul Wonwoo, membantunya bergerak cepat. Penis Mingyu terasa sangat hangat di dalam sana, dinding analnya terus memijit kemaluan Mingyu tanpa henti. Beberapa hentakan terakhir menghantarkan keduanya untuk melihat putih, melayangkan keduanya untuk tidak menapak bumi.

“Wonwoo–ya, ahhh!!!!!”

“Hyung, Wonwoo keluar ahh!!!!!” Wonwoo memeluk badan Mingyu saat pelepasannya, ia tak mampu menumpu tubuhnya lagi. Napas mereka memburu, sebelum lama-lama tenang. Mingyu menyemburkan benihnya di dalam anal Wonwoo lagi. Sudah tak terhitung berapa kali ia keluar di dalam, mungkin jika Wonwoo adalah wanita, ia mungkin sudah hamil berkali-kali. Permainan gila Mingyu hari ini sudah selesai melebihi ekspektasinya. Ia benar-benar dipuaskan oleh lubang Wonwoo yang ketat itu. Ah, ia merasa sangat beruntung.

‘Gua suka sama lu, Gyu. Andai aja lu punya perasaan yang sama. Ah, betapa indahnya.’

Seragam Sekolah

“Sesuatu yang menyenangkan itu maksud lu ini? Seragam sekolah?” Wonwoo membuka kardus coklat yang Mingyu berikan padanya. Wonwoo bingung apa menyenangkannya seragam sekolah ini? Sedangkan otak kotor Mingyu sudah berimajinasi kemana-mana bahkan sebelum mereka sampai di apartment. Di dalam kardus itu tersimpan dua buah kemeja putih, dua buah almamater sekolah berwarna hitam, satu buah celana panjang hitam, dan satu buah rok selutut. Seragam tersebut terlipat rapih, bahkan terlihat seperti habis disetrika, kondisinya juga masih bagus, tak tampak seperti seragam lama.

“Pacarnya Jeonghan hyung keliatan imut banget pake seragam, jadi gua mau liat hyung pake seragam lagi, udah lama kan ga make seragam.” Mingyu cengengesan, seperti bangga akan ide brilliantnya itu. Wonwoo mengambil sebuah almamater dari dalam kardus dengan name tag yang tertulis sebuah nama 'Kim Mingyu'.

“Oh, ini punya lu?” jawabannya segera diiya-kan oleh sang pemilik seragam. “Lu pake seragam juga?”

“Iya, kita make bareng-bareng, hyung.” Wonwoo berpikir idenya ini tak terlihat buruk, bahkan lebih baik dari dugaannya. Awalnya ia menduga Mingyu akan melakukan sesuatu yang aneh dan tak masuk akal. Ia langsung menyetujui ide ini.

“Oh iya, kayaknya ada sedikit masalah,” Mingyu mengulurkan tangannya untuk mengambil rok coklat yang terlipat di dalam kardus. “Bukannya ngirimin dua buah celana, kakak gua malah ngirimin rok ini. Kayaknya punya dia deh.

Wonwoo terdiam, ia tahu apa yang akan Mingyu suruh untuk ia lakukan. “Jadi lu mau gua make ini?” Mingyu mengangguk dengan cepat.

“Lu gila ya?! Lu lah yang make, kan kakak lu yang ngirimin buat lu!!!” Wonwoo mulai naik darah. Padahal tadi ia sudah lega, ia pikir Mingyu tak akan menyuruhnya yang aneh-aneh. Namun, namanya juga Kim Mingyu, tak mungkin ia dapat berpikir normal hanya untuk sebentar saja.

“Ngga lah! Lu pikir bakal muat gua pake? Kurusan juga lu, jadi lu yang make lah!” serunya geram.

“Mana ada, anjir! Gua ga kurus ya, kurusan lu!” Wonwoo tak mau kalah. Ia sungguh tak ingin memakai rok pendek itu, memalukan saja.

“Gua bisa genggem pantat lu pake satu tangan!” alis Mingyu menukik kesal.

“Apa hubungan pantat gua sama ini, jingan!!!”

“Tapi Mingyu mau liat loh hyung.....” rengek Mingyu. Alisnya naik, ekspresinya memohon melas.

“Rengek sesuka hati lu! Gua tetep ga mau!!” Wonwoo tetap berpegang teguh pada keputusannya. Sejujurnya ia juga ingin melihat Mingyu memakai rok itu, pasti sangat menggemaskan.

“Cuma ada satu cara....” ucap Mingyu, tangannya mengepal di depan dadanya.

“Gunting, batu, kertas!” seru mereka bersamaan. Mingyu mengeluarkan kertas, sedangkan Wonwoo memilih gunting. Wonwoo kalah, mau tak mau ia harus menuruti permintaan gila sahabatnya itu.

Beberapa menit kemudian, Wonwoo keluar dari kamar mandi berseragam lengkap. Kemeja putih yang terkancing rapih dengan dasi hitam yang menggantung di situ, almamater hitam menyelimuti kemeja putih itu, dan bagian yang paling mencolok yaitu rok pendek yang hanya berjarak beberapa sentimeter dari bokongnya itu. Wonwoo terus saja memegangi rok itu, menariknya ke bawah, ia merasa telanjang di bawah sana. Tak hanya pendek, rok itu juga ketat, membentuk sempurna pantat sintalnya. Ia tak pernah membayangkan memakai rok perempuan sependek dan seketat ini sebelumnya. Wonwoo melangkah kecil, langkahnya sangat terbatas tak seperti biasanya.

“Hyung, udah selesai ganti?” Mingyu menyambutnya dengan setelan yang sama, yang membedakan hanyalah Mingyu memakai celana panjang bukannya rok seperti dirinya. “Udah lama ga pake seragam, rasanya jadi aneh.”

Mingyu terlihat sangat tampan, bahkan ia terlihat sempurna. Wonwoo tak dapat berhenti menatapnya, rasanya seperti indra penglihatannya dimanjakan oleh pemandakan yang menyejukkan. Ia tak pernah melihat orang lain yang setampan Mingyu. Baginya, Mingyu merupakan definisi dari sempurna.

“Ahahaha! Roknya keliatan keren banget hyung, gemesin banget kalo lu yang make.” senyum merekah di bibir pinknya itu. Mingyu merasa begitu pintar bisa memikirkan ide sehebat ini.

“Anjir, lu pikir ini lucu? Gila lu ya, Gyu!” wajahnya memerah karena marah bercampur malu.

“Gua serius, hyung. Kaki lu yang ramping bikin lu cocok make rok ini.” puji Mingyu dengan jujur. “Mau pake stoking juga ga?”

“Lu duluan yang make!” Wonwoo pikir otak Mingyu benar-benar sudah konslet.

“Udah cukup kan liatnya? Gua mau ganti.” Wonwoo berbalik badan, namun tangannya malah ditarik oleh Mingyu. “Apa lagi?”

“Lu pikir cukup dengan ngeliat gini doang? Gua nyuruh hyung pake seragam karena satu alesan khusus.” Mingyu tersenyum, senyum yang menandakan pikiran gilanya sudah dimulai.

“Anjing, jangan bilang lu......”

Mingyu membawa Wonwoo ke di meja dekat mereka, didorongnya tubuh Wonwoo agar ia segera tiduran di bawahnya. Wonwoo memberikan sedikit perlawanan, namun semuanya itu tampak tak ada artinya dibandingkan tenaga Mingyu yang berukuran tiga kali lipat darinya. Didorongnya bahu Wonwoo, menimbulkan suara tubrukan antara tubuhnya dan meja di bawahnya.

“Lu mau ngapain anjing!” Wonwoo menahan tubuh Mingyu tak mendekat padanya. “Bosen loh hyung kalo kayak biasanya doang. Siapa tau yang kayak gini bisa bikin lebih sange hehe.”

Mingyu memposisikan tubuhnya di antara kedua kaki Wonwoo, diangkatnya kedua paha Wonwoo ke atas agar kakinya bisa langsung bersentuhan dengan kulit Wonwoo. Tangan Mingyu sudah mendarat bebas meraba kulit mulus submassive-nya dari lutut lalu bergerak perlahan sampai pangkal paha Wonwoo. Kulit Wonwoo terasa panas dingin, membayangkan hal nakal apa yang akan Mingyu lakukan malam ini. Jantung Wonwoo terasa seperti terjun bebas dari dada hingga ke mata kaki.

“Ah! Bukannya ini rok kakak lu? Biarin gua lepasin dulu.” ucap Wonwoo gelagapan. “Ga usah, dia juga ga make rok ini lagi.”

“Makanya itu,” Mingyu mengangkat tubuh Wonwoo, memindahkannya ke sofa dan memangku Wonwoo. “Lu bisa kotorin sepuasnya dengan cairan lu.”

Ibu jari Mingyu ia letakkan di bibir Wonwoo, mengusapnya sebentar, merasakan kelembutan bibir ranumnya itu. Lalu ia memasukkan dua jari ke lorong hangat itu yang langsung disesap oleh Wonwoo. Lidah Wonwoo bermain-main dengan jari itu, mengulumnya, menjilatinya, sesekali mengigitinya. Sekali, dua kali, Mingyu menggerakkan jemarinya keluar masuk, gerakan yang sama seperti apa yang ia lakukan di bawah sana. Saliva Wonwoo membasahi jemari itu, sampai-sampai menetes keluar dari ujung bibirnya. Wonwoo tak pernah menyangka bahwa mengemut jari seseorang bisa membuatnya terangsang. Ia membayangkan kedua jari yang basah itu memasuki lubangnya yang sempit. Ah! Kim Mingyu tahu benar cara memuaskannya.

“Mhmm... ahh!” dikulumnya jari itu beberapa saat sebelum Mingyu memindahkannya ke tempat yang didambakan Wonwoo sedari tadi. Mingyu menyibak rok Wonwoo ke atas lalu menyelipkan jarinya ke belahan bokong Wonwoo. Ia mengitari bukaan Wonwoo sebentar, membuatnya mengerang. Setelahnya Ia menusuk lubang Wonwoo dengan cepat. Jemarinya membuat gerakan menggunting.

“Ahh!” Wonwoo melenguh, merasakan lubangnya diisi penuh. Baru dua jari namun Wonwoo sudah merasa sepenuh ini.

“Gua jadi keinget sesuatu,” ucap Mingyu namun tangannya masih menghujam lubang Wonwoo tanpa ampun. “Masih inget ga ciuman pertama kita di kelas?”

“M–masih, gimana gua bisa lupa....” Tangan Mingyu yang menganggur sudah bergerilya di dada Wonoo. Memainkan, memilin, dan memutar puting Wonwoo bergantian.

“Hngg... Ahhh!!” puting Wonwoo sangat sensitif, hanya beberapa usapan saja sudah membuatnya mendesah hebat.

“Padahal lu dulu ga jago-jago amat, gimana sih lu bisa jadi sejago ini?” Wonwoo pasrah mengamati Mingyu yang sedang memilin putingnya. “Gua pikir lu anak baik-baik yang kerjaannya cuma belajar. Kapan lu belajar ini semua?”

“Ngeue yang waktu itu sama hyung yang pertama kali kok.” Wonwoo merasa dibodohi. Jelas-jelas waktu itu ia melihat Sooah noona tak berpakaian di apartement Mingyu. Pasti waktu itu mereka berhubungan badan, kan? Setiap kali mereka melalukan ini Wonwoo merasa sakit, memikirkan ada orang lain selain dirinya.

Persetan dengan yang pertama atau tidak. Itu ga penting sekarang. Yang penting adalah ia ingin Mingyu hanya fokus padanya.

“Lalu ini pengalaman pertama kalinya lu, kan?”

“Huh?” Wonwoo tak menjawab. Ia turun dari pangkuan Mingyu untuk berlutut di hadapannya. Didekatkan kepalanya itu ke selangkangan Mingyu lalu mulutnya menggigit resleting Mingyu dengan sensual, menariknya ke bawah. Dengan mata sayu, tertutup kabut nafsu, Mingyu memperhatikan Wonwoo yang sekarang berlutut di depannya. Dirinya nyaris kehilangan akal ketika Wonwoo menyempatkan diri untuk menatapnya sebelum memasukkan keseluruhan penisnya yang sudah menegang ke dalam mulutnya. Mingyu mendorong kepala Wonwoo, menenggelamkannya lebih dalam. Mulut Wonwoo terlalu kecil dan sempit untuk penis besarnya, sama sempitnya dengan lubang di bawah sana.

“Wonwoo–ya, buka mulutmu sedikit.” sekarang yang tersisa di mulut Wonwoo hanya kepala penis yang dijilati Wonwoo dengan gerakan memutar. Ia kembali memasukkan penis itu sampai pangkal tenggorokkannya, mengulumnya dengan basah. Nikmat rasanya goa mulut Wonwoo. Hangat. Sensasi giginya yang bergesekan dengan penis itu juga hampir membuat Mingyu gila.

“Mulut kamu kecil banget, sayang. Bikin aku keenakan. Setiap kali kontol aku nyentuh bagian dalem mulut kamu, rasanya kayak pengen keluar.” dipuji seperti itu membuat Wonwoo tambah liar. Mingyu menatap Wonwoo dengan mata yang kelaparan. Wonwoo mengulum penis Mingyu yang terlalu besar untuk mulut kecilnya itu, digerakkannya keluar masuk dengan mudah karena sudah licin oleh saliva Wonwoo. Rahangnya mulai terasa sakit, ia tak bisa memasukkan penis itu sedalam tadi.

“Ahh! Bangsat, enak banget sayang! Mulut kamu enak banget, sempit, kayaknya memang khusus diciptakan buat nyepongin aku doang.” ucap Mingyu dengan nada rendah. Ia memegang bagian belakang kepala Wonwoo lalu menggerakkannya untuk masuk-keluar. Wonwoo hampir tersedak, air matanya mulai menetes.

“Maaf, sayang. Sedikit lagi, ya?” Persetan dengan Mingyu dan kata-kata halusnya itu. Bagaimana mulutnya itu bisa berkata kotor dan halus dalam waktu bersamaan?

Wonwoo kini sengaja menyisakan kepala penisnya di mulut Wonwoo. Lalu menghentak masuk dengan kuat, tiba-tiba. Tentu saja Wonwoo memekik. Wonwoo keparat. Pelepasannya sudah di ujung tanduk. Ia menarik penisnya dari dalam mulut Wonwoo.

“Gila kamu ya, anjing!” cairan putih Mingyu menyembur di wajah Wonwoo, mengotori wajah polosnya itu. Spermanya menempel di alis, kelopak mata, hidung, pipi, dan bibir Wonwoo. Ia terlihat sangat berantakan. Dijilatnya sperma yang menempel di sudut bibirnya agar tidak berjatuhan ke lantai.

“Kamu cantik banget, Jeon Wonwoo. Belum pernah aku ngeliat pemandangan seindah ini. Muka kamu yang kotor akibat nampung sperma aku, indah banget. Astaga, aku bisa gila gara-gara kamu, bangsat!” Mingyu mengelus pipi Wonwoo dengan lembut.

“Kamu bener-bener jadi jalangnya aku ya, tempat nampung peju aku. Kemaren lubang kamu yang nampung, sekarang wajah kamu. Wonwoo, anak pinter. Ga sia-sia ya aku ngajarin kamu buat jadi selacur ini. Gimana rasanya sperma aku, enak? Kayaknya kamu ga keberatan sama sekali ya dilecehin kayak gini, bahkan kamu malah keliatan suka. Direndahin sama aku bikin kamu tambah sange, ya? Suka ya dilecehin? Suka jadi tempat nampung peju aku? Suka jadi jalangnya Kim Mingyu?”

Ucapan Mingyu membuat Wonwoo merasakan sensasi aneh dalam dirinya. Kakinya bergetar hebat, penisnya sudah basah oleh pre-cumnya sendiri, menetes ke lantai.

Dia mau Mingyu di dalamnya.

Sperma yang ada di pipi, kelopak mata, dan hidungnya menetes ke bawah yang langsung Wonwoo tampung dengan tangannya. Lidahnya bergerak menjilati sperma itu, tak ingin ada sedikitpun yang terbuang. Ia terlihat seperti anak kucing yang menjilati tangannya sendiri. Rasanya tak terlalu buruk, pikirnya. Bahkan ia menikmati tiap tetes cairan putih itu.

Melihat pemandangan itu membuat Mingyu semakin kehilangan akal. Yang ada di pikirannya hanyalah Wonwoo. Ia ingin segera menghabisi dan mengacaukan Wonwoo sekarang juga.

Jeongcheol

Pria berambut merah itu melangkahkan kakinya keluar dari kelas saat jam mata kuliahnya sudah berakhir. Hari ini jadwal kuliahnya tidak sampai sore, hanya dari pagi sampai siang saja. Ia sudah tak sabar ingin bertemu kekasihnya di sebuah mall sore ini. Tiba-tiba ia merasakan seseorang bertubuh lebih tinggi darinya menabraknya dari belakang, seseorang dengan hoodie hitam yang tudungnya menutupi kepalanya sehingga wajahnya itu tak tampak. Wajahnya juga ditutupi masker hitam, kacamata bulat bertengger di hidungnya. Jeonghan berbalik dan menatap orang tersebut yang sudah tak asing lagi baginya.

“Choi Seungcheol?” lelaki yang merasa namanya dipanggil itu membuka maskernya. Wajahnya terlihat lesu.

“Bukannya lu seharusnya ada kelas di gedung B, ya?” tanya Seungcheol sambil memajukan tudung hoodienya itu.

“Anjir, kirain siapa! Baru kali ini gua liat lu rambutnya ga di keatasin.” Memang benar, biasanya Seungcheol selalu menata rambutnya ke atas, memperlihatkan jidat dan alis tebalnya itu. Namun, hari ini ia terlalu malas untuk menata rambutnya. Masih untung dia mau berangkat kuliah.

“Lu lebih gemesan kek gini deh.” Jeonghan mendongakkan kepalanya, mengintip wajah Seungcheol dari tudungnya. “Halah, iya tah?”

“Tapi kenapa rambut lu ga kayak biasanya?” tanya Jeonghan penasaran. “Kesiangan gara-gara semalem kebanyakan minum-minum.”

“Sebanyak apa lu minum sampe-sampe kesiangan terus ga sempet nata rambut lu?” pria yang ditanya itu hanya terdiam. “Kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?”

Seungcheol menyeringai. “Cuma karena.....”

“Apa? Benerkan ada sesuatu. Apa ada cewe yang nolak lu?” tanya Jeonghan. Ucapan Jeonghan tadi membuat Seungcheol terdiam, meratapi nasibnya yang sesedih ini.

“Oh, beneran?”

“Ya gitu deh...” ucapnya lirih. “Ada orang yang gua suka, tapi orang itu udah punya pacar.”

“Eiii, jangan sedih gitu lah. Pasti cewe itu cantik, kan? Kenapa lu nyerah gitu aja sih?” Jeonghan menangkupkan kedua tangannya di pipi Seungcheol, memainkan dan mencubit pipi tirus itu. “Lu aja ganteng gini.”

Refleks, Seungcheol memindahkan tangannya ke belakang tubuh Jeonghan, membawanya dalam pelukan yang tak terduga itu. Jeonghan tak membalas pelukannya itu, ia hanya mematung.

“Ada apa, Cheol? Kenapa lu tiba-tiba meluk gua?” tanya Jeonghan kebingungan.

“Gapapa, cuma pusing doang kok.” Seungcheol mengeratkan pelukannya, rasanya hangat sekali dan nyaman. “Lu gapapa? Pasti berat banget ya buat lu.”

“Biarin gua meluk lu sedikit lebih lama lagi, ya?” Seungcheol membenamkan kepalanya di leher Jeonghan, membuat yang dipeluknya itu susah bernafas.

“Choi Seungcheol ternyata seorang bayi besar ya.” Jeonghan mengelus dan menepuk punggung Seungcheol pelan, berusaha menenangkannya. “Kasian ya lu sedih gini cuma gara-gara cewe. Gapapa kok, gapapa.”

Wonwoo yang sedari tadi menatap tingkah aneh mereka itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. ‘Anjir, gua pikir dia baik-baik aja Jeonghan punya pacar.’

***

Wonwoo and Seungcheol sedang duduk di depan sebuah minimarket, setelah mereka membeli minuman. Cuaca siang itu cukup cerah namun tidak terlalu panas. Wonwoo hanya ingin memeriksa apakah sahabatnya itu baik-baik saja setelah kejadian tadi.

“Sepulang gua dari kerja hari itu gua mikirin terus, waktu dia lagi ketawa bahagia sama pacarnya.” Seungcheol membuka kaleng minuman dingin yang ia beli lalu meneguknya. “Padahal sebelumnya gua gapapa. Mikirin tentang itu bukan jadi masalah yang besar bagi gua.”

“Halah, terus tadi itu apa?” Wonwoo menopangkan dagunya, sambil mendengarkan curhatan Seungcheol.

“Bisa ga lu dengerin gua dulu?” Wonwoo terdiam, mempersilahkan Seungcheol untuk melanjutkan ucapannya.

“Yoon Jeonghan bukan orang yang kayak 'gitu', jadi gua ga mau jatuh cinta sama dia terlalu dalam. Tapi...” Seungcheol menarik nafasnya yang terdengar berat. “Gua ga nyangka kalo gua udah terlanjur terlalu dalam.”

“Sebenernya hal ini bikin gua syok hebat.” Seungcheol menundukkan kepalanya, tatapannya terlihat sendu, tak ada sedikitpun senyum yang terpatri di wajahnya.

“Gua malah lebih kaget lu masih bisa ketemu orang-orang walaupun perasaan lu lagi gini, hyung.”

“Ga sesulit itu buat ketemu orang atau makan bareng. Gua lagi coba nyari tau apakah ada kemungkinan untuk menemukan orang baru.” lanjut Seungcheol.

“Terus hyung mau gimana sekarang?”

“Apa lagi kalo bukan kayak lu, diem aja dan merhatiin dia dari jauh.” jawab Seungcheol. Perasaannya benar-benar berantakan hari ini.

“Maksudnya lu tetep bertingkah polos dan menyedihkan kayak tadi?” Wonwoo terkekeh.

“Gua beneran pusing tadi!” protes Seungcheol.

“Halah, bohong!”

“Gimana kalo gini aja,” ucap Seungcheol. Wonwoo mengambil minuman kaleng milik Seungcheol karena ia tak membeli apa-apa tadi.

“Gua minta ajarin ngeue sama dia aja!” seketika Wonwoo menyemburkan minuman yang belum masuk ke kerongkongannya itu.

“Kurang ajar lu ya!” Wonwoo geram mendengar ucapan Seungcheol tadi yang secara tak langsung mengejeknya. “Kenapa ga confess aja sih?”

“Ga semudah itu, Won.”

Tiba-tiba dari belakang Wonwoo seorang laki-laki berpostur tinggi berjalan mendekati mereka. Ia mengenakan kemeja abu-abu dengan kerah putih dan celana panjang hitam. Jalannya bak seorang model, tampan sekali. “Nongol lagi nih orang.”

“Halo! Lagi ngapain kalian berdua di sini?” sapa Mingyu ramah.

“Tadi kita abis selesai kelas terus ngobrol bentar di sini. Lu ke sini mau beli sesuatu?” tanya Wonwoo, badannya berbalik ke arah Mingyu.

“Iya, gua keabisan kondom di rumah.” ucapan blak-blakannya itu membuat Wonwoo tersentak. Matanya menatap lurus Seungcheol, seperti mengisyaratkannya untuk pergi.

“Kalo gitu gua pulang dulu ya!” Seungcheol beranjak dari kursinya.

“Oke deh, sampai jumpa besok!” Wonwoo melambaikan tangannya pada Seungcheol yang beranjak pergi dari situ.

***

“Anjir, kenapa sih lu blak-blakan ngomong mau beli kondom di depan dia?” Wonwoo dan Mingyu berjalan keluar dari minimarket yang mereka mampiri tadi. Tangan kanan Mingyu memegang satu kantong plastik berisi beberapa kondom yang ia beli tadi.

“Ya emang kenapa?” jawab Mingyu santai.

“G–gimana kalo dia salah paham?”

“Salah paham apa? Kan gua beneran masukin itu setiap hari dan–” Mingyu mencondongkan tubuhnya. Tangan kirinya bergerak menyusuri pantat Wonwoo.

“Mengisi lubang lu sampe penuh, kan?” Mingyu meremas bokong Wonwoo dengan kuat membuat wajah Wonwoo panas dan memerah.

“Anjing.....”

“Gua udah nyiapin sesuatu yang menyenangkan di apartemen gua.” Mingyu berbisik pelan di telinga Wonwoo. “Haruskah kita pulang bareng?”

Tanda

Baru saja mereka memasuki apartment Mingyu namun lelaki itu sudah memojokkan Wonwoo ke tembok, mengukungnya dengan tangannya yang gagah. Tangan kiri Mingyu ia letakkan di pinggang Wonwoo, mendekapnya lebih kencang. Sedangkan tangan kanannya berada di belakang kepala Wonwoo. Mingyu mengambil alih permainan, mendominasi Wonwoo seutuhnya. Bibir Wonwoo sudah disantap oleh Mingyu dengan lahap. Lidah mereka berdansa seperti tidak punya malu, air liur yang bercampur entah punya siapa, suara kecupan yang terdengar erotic, mereka terlihat sangat menikmatinya.

“Mmhhh... ahh! Gua harus balik ke kamar, Gyu.” tak menghiraukan ucapannya, Mingyu mengendus rahang dan leher putih Wonwoo. Tak lupa ia mengecup bagian sensitif Wonwoo, menghisapnya pelan, membuat Wonwoo kegelian namun enak. Didongakkan kepala Wonwoo ke atas, memberi akses pada Mingyu akan lehernya.

“Mingyu, stop ngelakuin itu.” ucapan Wonwoo membuat Mingyu terhenti. “Ngelakuin apa?”

“Itu, nyium-nyium leher gua. Berbekas tau, jadi merah-merah.” protes Wonwoo tak ingin dimarahi Seungcheol lagi.

“Oh, karena ini lu pake plester ya?” Mingyu menarik plester yang menempel di leher Wonwoo. “Padahal ga keliatan banget, ketutupan kaos lu.”

“Ya sama aja kan gua harus ganti pake seragam kerja!” protes Wonwoo tak ingin kalah.

“Ohh, jadi Seungcheol hyung udah liat dong?” tanya Mingyu yang segera diiyakan oleh Wonwoo. “Terus lu bilang apa?”

“Gua bilang gara-gara digigit nyamuk.”

“Haha gua jadi nyamuknya nih ceritanya?” Mingyu terkekeh. Bisa-bisanya laki-laki setampan Mingyu hanya dianggap sebagai nyamuk nakal yang suka mengigit leher orang dan meninggalkan bekas kemerahan.

“Bodo amat, anjir. Pokoknya jangan kek gitu lagi!” tegas Wonwoo sekali lagi.

“Gimana kalo gua ngasih cupangnya di tempat yang ga keliatan orang, hm?” Mingyu menarik celana Wonwoo seduktif, tubuhnya turun ke bawah, wajahnya tepat berada di depan selangkangan Wonwoo. Tangan nakalnya meraba-raba tubuh Wonwoo dari dalam kausnya, diangkatnya sedikit kaus itu memperlihatkan kissmark yang ia tinggalkan semalam.

“Ahh! Kenapa sih lu seneng banget giniin gua?” jawab Wonwoo mendesah sedikit saat Mingyu menciumi perut ratanya itu. “Karena ini merupakan suatu kebutuhan.”

“Kissmark itu buat nandain kepemilikan. Kayak gini gua ngasih kissmark ke lu berarti lu punya gua doang soalnya udah gua tandai. Ga boleh ada orang lain yang ngerebut lu dari gua.” Mingyu mengendus perut Wonwoo, menikmati Wonwoo yang beraroma seperti mint dan rokok. “Jadi gua akan tetep ngelakuin ini terus.

“Lu juga bisa ngelakuin ini ke Sooah nuna kalo ada kesempatan.” Mingyu mengangkat baju Wonwoo lebih tinggi. Perut ratanya begitu indah dihiasi tanda kepemilikan Mingyu.

“Kalo gitu gua juga mau nyoba nyupang lu. Ini kesempatan yang bagus buat kita latihan kan?” Mingyu terseyum sumringah, ia pikir kegiatannya itu akan terhenti sampai di sini saja namun Wonwoo malah minta melanjutkan. “Tentu!”

“Deketan sini...” kakinya ia jinjitkan sedikit sebelum tangannya ia ulurkan untuk mendorong tengkuk Mingyu ke dekatnya.

“Kyaaa–! Wonwoo hyung ganas banget!!” goda Mingyu nakal.

“Diem, anjir!” Leher putih tanpa cacat itu memikat mata Wonwoo. Tubuhnya gemetar, ia menelan ludahnya, tak menyangka bahwa ia benar-benar melakukan ini. Wonwoo tenggelam dalam aroma tubuh Mingyu yang menyegarkan, seperti aroma jeruk. Ia tak pernah menemukan bau yang menenangkan seperti ini. Wonwoo mengecup dan menijilat sedikit leher Mingyu, sebelum mengigitnya.

“Ahh! Wonwoo hyung... geli hahaha.” bukannya enak, Mingyu malah tertawa geli dibuatnya.

“Stop!” Mingyu menjauhkan wajah Wonwoo dari lehernya. Pipi Wonwoo memerah malu.

“Lu bisa ga sih, hyung?” Wonwoo menggeleng, wajahnya tampak ragu. Mingyu mempertemukan bibir mereka lagi, memagut bibir Wonwoo yang kepalang merah.

“Nghh... mphhh!” tangannya bermain-main di bokong Wonwoo dari dalam, meremasnya pelan. Jari jemarinya yang lihai terselip di belahan pantat Wonwoo yang sintal itu.

“Hey, jangan hari ini. Gua ada kelas pagi besok.” dua jari Mingyu menekan lubang Wonwoo dari luar, Wonwoo mulai terangsang. “Aahhh!!!”

“Gua cuma mau pake jari gua doang kok.” Wonwoo meletakkan dagunya di leher Mingyu, menopang tubuhnya di sana takut ia sewaktu-waktu bisa jatuh. “Mumpung lagi berdiri, gua cuma mau gesekin aja kok.”

“Gesekin apa?” pertanyaan Wonwoo terjawab langsung. Kepalang dimakan nafsu, Mingyu mengeluarkan penisnya dan juga penis Wonwoo bersamaan, mereka bersentuhan satu sama lain. Wonwoo tersentak saat Mingyu memasukkan satu jari di dalamnya sampai semua jari telunjuk Mingyu tertelan. Mingyu memperkecil jarak mereka, senjata kebanggaan mereka beradu satu sama lain, sama-sama keras dan tegang, tak ada yang ingin mengalah. “Haa... ahhhh!!!”

“Wonwoo–ya, enak ga di sini? Gua ga butuh pelumas lagi karena lu udah sebasah ini, padahal baru aja gua sentuh sebentar. Lu cepet banget ya beceknya.” Mingyu menggoyangkan miliknya agar bersentuhan dengan Wonwoo. Mata Wonwoo membalik menyisakan putih, bibir terbuka semakin lebar mengeluarkan suara tercekat.

“Kalo di sini enak juga ga?” seperti pertanyaan retoris yang tidak perlu dijawab, Mingyu tidak membutuhkan jawaban Wonwoo untuk menambahkan dua jari lagi ke dalam lubang Wonwoo.

“Ahhh! Mingyu hyung!!!” Wonwoo mencapai titik putihnya, semua tubuhnya bergetar hebat, hampir saja ia jatuh ke lantai. Cairan Wonwoo membasahi mereka berdua.

“Wonwoo–ya, kita belum pernah coba berdiri kan?” Mingyu mengangkat satu paha Wonwoo ke atas, memberinya akses ke lubang Wonwoo. “Anjing, lu bilang ga mau masukin?!”

“Sebentar doang kok, nanggung.” Mingyu menggesek-gesekkan penisnya ke lubang Wonwoo sebelum menembus masuk.

“Ahh! Mingyu... hyung!” kaki Wonwoo benar-benar lemas, ia tak dapat menopang tubuhnya lebih lama lagi.

“Lingkerin tangan lu ke badan gua.” ucapnya seperti memahami posisi Wonwoo saat itu. Wonwoo melingkarkan tangannya seperti sedang memeluk Mingyu. Mingyu mulai menggerakan pinggulnya, menggenjot penisnya di dalam lubang Mingyu yang tak henti-hentinya memijat penis besarnya tersebut.

“Aahhh! Anjing ya lu!!” desahan Wonwoo semakin kencang. Posisi ini membuatnya semakin lemas, ia tak dapat berbuat apa-apa selain mengikuti permainan Mingyu.

Pacar baru Jeonghan

“Hai, Wonwoo hyung!” Mingyu berdiri di depan meja kasir dengan senyumnya yang cerah. Ia memakai kemeja merah, rambut hitamnya tertata rapi seperti biasanya. Penampilannya terlihat sederhana namun sempurna. Baru saja Wonwoo membicarakan Mingyu tadi, namun orangnya tiba-tiba saja muncul. Semesta memang suka bercanda ya. Wonwoo baru saja keluar dari ruang gantinya dan berjalan ke meja kasir, siap menjalani pekerjaannya.

“Bukannya lu ada kelas ya?” mereka sudah berhadap-hadapan sekarang, tubuhnya yang lebih pendek dari Mingyu membuatnya harus mendongakkan kepalanya sedikit ketika berbicara.

“Iya seharusnya gitu, tapi dibatalin sama dosennya.” Mingyu cengengesan. Kelasnya dibatalkan namun ia malah senang, dasar pemalas.

“Leher lu kenapa, hyung? Luka?” plester yang diberikan Seungcheol tadi sudah Wonwoo tempelkan di lehernya, menutupi kissmark yang Mingyu buat semalam. “Ini gara-gara lu anjir!” jawab Wonwoo geram.

“Oh, itu Yoon Jeonghan!” seru Seungcheol yang sedari tadi sudah berdiri di samping Wonwoo. Jeonghan datang ke coffee shop itu bersama seorang perempuan. Tangan mereka bergandengan mesra.

“Eh iya, dia sama cewe?” Mingyu berbalik. Jeonghan dan perempuan itu mendekati mereka.

“Anak SMA? Mungkin adeknya kali.” tambah Wonwoo. Jeonghan sudah berdiri santai di samping Mingyu.

“Ngapain nih pada kumpul-kumpul?” Jeonghan memasang wajah muram, merasa teman-temannya itu sedang membicarakannya.

“Siapa cewe itu, hyung?” tanya Mingyu penasaran.

“Lu punya adek cewe, ya?” Seungcheol menambahkan.

“Ngga, dia pacar gua.” jawab Jeonghan tersipu malu.

“Hah tapi dia masih SMA anjir!!!” protes Seungcheol tak terima. Benar, perempuan itu masih SMA. Wajahnya terlihat sangat muda dan cantik. Rambutnya panjang, kulitnya putih, senyumnya manis, dan ia masih memakai seragam sekolahnya.

“Ya terus kenapa anjir?! Ga beda jauh juga umurnya sama gua.”

“Ya iya sih, tapi keliatan muda banget apalagi pas pake seragam sekolah gitu.” kata Seungcheol.

“Kita udah pacaran sejak dia kelas 2 SMA, terus sekarang dia kelas 3. Tadi gua ajak dia jalan-jalan ke kampus.” Jeonghan memperjelas.

“Kenapa lu ga ngasih tau kita sih? Padahal udah pacaran selama itu.” Mingyu terlihat kesal.

“Karena gua tau kalian pasti bakal ngoceh-ngoceh gini.” Jeonghan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Ngapain juga ya kita ke sini, padahal masih banyak coffee shop lainnya.”

“Hey, gua sakit denger lu ngomong gitu hyung. Gimana kalo Mingyu yang bayarin minumnya?” seperti biasa Mingyu merupakan orang yang ramah dan royal apalagi terhadap temannya sendiri.

“Beneran? Wah, Kim Mingyu yang murah hati. Ga ada orang lain yang sebaik lu, deh.” ucap Jeonghan kegirangan, lumayan minum gratis.

“T–tapi cewe seumuran dia biasanya minum apa? Apa mereka suka semacam coklat panas?” Wonwoo kebingungan, ia terbiasa melayani orang seumuran dia atau yang lebih tua.

“Lu pikir mereka apaan? Mereka minum kayak kita lah, americano.” tegas Seungcheol, menjawab pertanyaan yang melintas di benak Wonwoo.

Setelah pesanan mereka dibuatkan mereka pun pergi meninggalkan coffee shop itu. “Gua pulang dulu ya, semangat kerjanya!!! Oiya, makasih juga kopinya!” Jeonghan melambaikan tangan, padahal kedua tangannya memegang americano. Untung saja tidak tumpah.

“Ngagetin aja sih, gua ga tau selama ini dia punya pacar.” ucap Mingyu sambil memandangi mereka meninggalkan coffee shop sambil bergandengan tangan lagi, seperti pasangan pada umumnya.

“Iya, pinter banget ya dia nyembunyiinnya.” Wonwoo menanggapi. “Hyung juga ga tau kan?” ia melirik Seungcheol yang sedari tadi diam saja. Ekspresi Seungcheol terlihat aneh, seperti orang cemburu?

‘Seragam sekolahnya lucu juga ya ternyata.’ entah apa yang ada di pikiran Mingyu saat itu. Bisa jadi pikiran kotornya sedang membayangkan yang tidak-tidak.

Kissmark

Kamar Mingyu terlihat seperti kapal pecah. Baju mereka berserakan di lantai, piring bekas mereka makan belum dicuci, sampah dan kotoran mengotori lantai, tak lupa kondom bekas pakai tergeletak dimana-mana. Kamar Mingyu yang selalu rapih berubah menjadi seperti ini karena kegilaan mereka sendiri semalam. Wonwoo tidur dengan mendekap Mingyu di tangannya. Mingyu memeluk Wonwoo semalaman, meminta kehangatan dari tubuh telanjang Wonwoo yang menempel dengannya. Tangan Wonwoo sebenarnya pegal sekali, berada di posisi itu dari semalam. Pegal namun ada kenyamanan sendiri ketika ia cuddle bersama sahabatnya itu, rasa saling melindungi dari dingin dan gelapnya malam. Suara notifikasi dari ponselnya membuat Wonwoo membuka manik hitamnya perlahan, Mingyu masih terdekap dalam pelukannya, tertidur dengan lelap. Dengan malas, Wonwoo mengalihkan perhatiannya pada sebuah pesan di ponselnya. Tanpa berfikir panjang, ia segera membalas pesan tersebut. Kemudian melanjutkan mimpinya yang sempat terputus tadi.

***

“Yo!” sapa Seungcheol saat melihat Wonwoo memasuki ruang ganti. Tangannya sedang sibuk mengganti pakaiannya dengan seragam kerja.

“Kita satu shift lagi, hyung?” kata Wonwoo menanggapi. Ia mengekor apa yang dilakukan Seungcheol, mengambil seragamnya dari dalam loker dan mulai berganti pakaian.

“Iya, hari ini kita sampe tutup.” Ia melirik ke arah Wonwoo yang sedang melucuti pakaiannya. Matanya terfokus pada ruam-ruam merah yang menghiasi tubuh Wonwoo. “Eh, badan lu kenapa merah-merah gitu?”

Mata Wonwoo berpindah ke objek yang dibicarakan lawan bicaranya itu. “Oh ini, gua beberapa hari ini nginep di rumah Mingyu terus. Kayaknya gara-gara itu deh.”

“Lu masih nginep tempat Mingyu?” tanya Seungcheol yang masih menatap ruam merah itu. “Iya, mungkin sampe AC gua bener.”

“Keknya gara-gara digigit nyamuk deh, tapi kok ga gatel.” lanjut Wonwoo yang sekarang sedang mengancingi seragamnya.

“Lu beneran tidur sama dia?” Seungcheol melipat baju gantinya dan memasukkannya ke dalam loker. “Iya, katanya gapapa kok.”

“Bukan itu, maksudnya sex.” Wonwoo terpaku, bajunya yang belum terkancing ditarik oleh Seungcheol agar ia dapat melihat ruam merah itu lebih jelas.

“Nyamuk apaan anjir, ini mah bekas cupang.” Seungcheol membuka baju Wonwoo, mengekspos kulit putihnya. “Hah, apaan sih hyung?!”

“Lu beneran ga tau? Bekas cupang alias kissmark.” ucapan Seungcheol membuat jantung Wonwoo loncat. “Kiss apa???!!!!”

“Gua ga peduli kalo dia mau pamer atau apapun itu, tapi lu harus tutupin apalagi lagi kerja gini.” Seungcheol mengulurkan sebuah plester, yang dibalas oleh ucapan terima kasih dari Wonwoo.

“Gua keluar duluan, inget pakein itu dulu baru lu keluar.” Seungcheol melangkahkan kakinya keluar ruang ganti meninggalkan Wonwoo yang geram dengan tingkah Mingyu.

“Anjing, gila lu ya Kim Mingyu!!!!!!” Wonwoo memukul kepalanya sendiri kesal. Andai saja Mingyu ada di situ sekarang, mungkin ia akan habis digampar Wonwoo.

‘Karena ucapan bodohnya: Mingyu mau ngajarin Wonwoo hyung. Gua jadi ngeue terus sama dia seminggu belakangan ini. Gara-gara gua make alesan AC gua yang masih rusak, gua jadi tinggal di apartement Mingyu untuk sementara waktu. Berangkat dan pulang sekolah bareng, makan bareng, nugas bareng, dan juga........

“Wonwoo–ya.....” Mingyu memeluknya dari belakang, pelukan yang seakan melarang Wonwoo untuk tidur. “Lu mau langsung tidur gitu aja?”

Dengan satu kalimat itu, malam panas mereka dimulai lagi. Wonwoo sudah siap dengan pose seduktifnya, pantatnya terangkat ke atas menungging, memperlihatkan lubangnya yang sudah meronta-ronta minta diisi. Badannya bertumpu pada kedua tangannya yang gemetar, siap ambruk kapan saja. Mingyu menatap sahabatnya itu mulai dari pantat mulus Wonwoo. Indah, pemandangan yang indah sekali. Mingyu terdiam sejenak, menikmati keindahan di bawahnya itu.

“Gila, cantik, indah. Indah banget lu, Wonwoo–ya!” Mingyu menyeringai, seringai yang menandakan akal gilanya sudah menyala. Berikutnya, Mingyu mengocok kepunyaannya sendiri yang sudah tegang hanya karena pemandangan indah itu lagi. Ia mengitari bukaan Wonwoo dengan penisnya, menggeseknya dengan tempo pelan.

“Hngghhh... Mingyu hyung masukin..........” ucap Wonwoo memohon. Lubangnya sudah sangat lapar minta diisi.

“Masukin apa, hm?” goda Mingyu dengan terus menggesekkan penisnya itu.

“Anu......”

“Anu apa, sayang?” pipi Wonwoo memerah, baru kali ini Mingyu memanggilnya sayang.

“Kontol Mingyu hyung... m–masukin.” imajinasi Wonwoo sudah melalang buana.

“Masukin dimana?” Mingyu kembali lagi dengan tingkah sok polosnya.

“Ke lubang Wonwoo hnggg, masukin kontol Mingyu hyung ke lubang Wonwoo. Wonwoo mau diisi penuh, Wonwoo mau dipuasin sama— aahhh!!!!” nafas Wonwoo tercekat saat Mingyu menghujam lubangnya dengan kasar.

“Ah! Kamu enak banget, sayang. Aku beruntung bisa jadi satu-satunya yang bisa giniin kamu.” Wonwoo meremas sprei di bawahnya ketika gerakan Mingyu di analnya makin cepat.

“Bangsat! Kamu lagi keenakan ya, hm? Lubang kamu tambah ngejepit kontol aku kenceng banget.” Lubang Wonwoo semakin berkedut membuat penis Mingyu semakin enak. Dipijatnya penis itu dengan dinding-dinding analnya.

“Bisa-bisanya ya lubang kamu masih sempit gini, sayang. Padahal udah aku masukin berkali-kali sejak kemaren. Enak ga kontol aku, Wonwoo–ya?” Pergerakan penis Mingyu semakin cepat, suara cepakan saat kulit mereka bertemu menggema di seluruh ruangan.

“E–enak mmhhhh... enak banget hyung! Lebih cepet ahh!” tangan Wonwoo tak dapat menopang tubuhnya lagi, ia ambruk ke kasur. Mingyu menuruti permintaan sahabatnya dan menghujam Wonwoo lebih cepat, lebih dalam, sampai ia bertemu dengan titik nikmatnya.

“Aku sebenernya ga suka posisi kek gini, soalnya ga bisa ngeliat wajah kamu. Wajah kamu yang lagi keenakan karena kontol aku, wajah kamu yang memerah bercampur keringat, mulut kamu yang terbuka tak henti-hentinya mendesah, neriakin nama aku. Kalo kamu gimana Wonwoo–ya? Suka ga posisi kayak gini?” tidak, sama seperti Mingyu, Wonwoo tidak suka posisi ini. Namun posisi ini membuat penis Mingyu bisa merobek Wonwoo lebih dalam.

“Wonwoo–ya, liat sini.....” Mingyu mencondongkan wajahnya, kepala Wonwoo ia tengokkan ke samping agar Mingyu bisa mencapai bibirnya. Dilumatnya bibir Wonwoo penuh nikmat, lidah mereka beradu di dalam sana, saling bertukar saliva. Tak lupa Mingyu menciumi seluruh badan Wonwoo yang dapat dijangkaunya, menghisapnya sesekali, mulai dari punggung sampai pipi bokongnya itu.

Mingyu menggenjot Wonwoo semakin cepat, desahan Wonwoo kacau. “Anjing, mau keluar hnggh!!!!” dalam sekali hentakan lagi Mingyu menyemburkan benihnya di dalam Wonwoo. Wonwoo mencapai titik putihnya, seluruh badannya tremor, mata yang hanya tersisa warna putih, bibir terbuka lebar tanpa bisa mengeluarkan suara apapun. Wonwoo pusing. Di kepalanya hanya ada Mingyu, sentuhan Mingyu.

“Anjing, lu enak banget jalang!”’

Wonwoo baru tersadar, ruam merah di tubuhnya itu disebabkan oleh bibir nakal Mingyu.

Pahit

Tirai yang tergantung di jendela kamar menambah sinar oranye pada cahaya pagi, matahari terbit pagi ini terlihat sempurna. Wonwoo menarik nafas dalam-dalam. Hari yang baru telah dimulai. Ia membuka matanya perlahan-lahan dan mendapati sahabatnya itu masih tertidur pulas. Matanya terpejam dengan damai, bulu matanya yang panjang mempercantik wajahnya, hidung mancungnya yang simetris, pipinya yang tirus, bibir ranumnya yang selalu lembab. Masih pagi gini namun Kim Mingyu sudah terlihat sangat mempesona. Seketika Wonwoo teringat bagaimana bibir itu memuaskannya tadi malam. Wonwoo tersentak bangun, jantungnya berdetak lebih kencang, dibukanya sedikit selimut putih yang menghangatkannya tadi malam, dan di bawah sana masih basah. Lubang Wonwoo masih lengket dengan orgasmenya Mingyu. Ia segera bangun dan beranjak ke kamar mandi, membersihkan kekacauannya tadi malam.

“Lu udah bangun?” ucap Wonwoo, tangannya masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. Mingyu sudah berpakaian dan duduk santai di kursi dekat kasurnya. “Iya. Lu kok ga bangunin Mingyu sih, hyung? Kan biar Mingyu bisa bantuin bersih-bersih.”

“Anjir gua udah gede ya, bukan bocah berumur lima tahun lagi.” protes Wonwoo.

“Ga gitu... maksudnya Mingyu mau bantu bersihin dalem–” lemparan handuk Wonwoo sukses mendarat di kepalanya. “Gua bisa bersihin sendiri!!!!!”

“Hyung mau pulang?” tanya Mingyu.

“Iya, tapi mau ngerokok dulu bentar.” ia merogoh sebatang rokok dan korek api dari kantongnya. Ia menempatkan rokok itu di mulutnya lalu menyalakannya sebelum rokok itu berpindah di antara jari telunjuk dan jari tengah. Ia menghisap batang rokoknya dengan satu hisapan panjang sebelum menghembuskan asap rokok dari celah mulutnya.

“Tukang AC-nya kapan mau dateng?” mata Mingyu terpaku pada Wonwoo namun tangannya sibuk mengetik laptop di hadapannya. “Ga tau.”

“Udah sih biarin aja, kan hyung bisa nginep di sini. Sebentar lagi juga musim dingin.” ucap Mingyu santai.

Wonwoo menghisap rokoknya sebelum menganggapi, “Ribet bolak-baliknya, Gyu.”

“Tapi kan ada Mingyu di sini.” ucapnya dengan nada menggemaskan. Kedua tangannya bertumpu sehingga membentuk kelopak bunga. Wonwoo tak menghiraukan, ia sibuk dengan rokoknya. “Anjir, tanggepin dikit kek huuu.”

“Kalo hyung stay di sini kan Mingyu bisa ngajarin lebih banyak lagi.” ucapnya cengegesan.

“Ajarin apa—” Wonwoo terkejut, rokoknya terjatuh ke lantai. “Maksud lu masih ada yang lain lagi?!”

“Ya iya lah, hyung. Lu pikir cukup cuma ngelakuin sekali doang? Gua ga yakin kalo yang kemaren udah bener, lu keluarnya kecepetan, lu ga bisa mengekspresikan diri lu dengan baik, lu keliatan kayak ga peduli sama partner lu. Apa lu inget apa yang kita lakuin semalem?” perkataan Mingyu membuat Wonwoo membeku. Ia bahkan tidak bisa membantah.

“Mingyu lagi searching di internet...” Wonwoo berjalan menghampiri Mingyu dan mengintip layar laptop. Di halaman website itu tertulis '48 Japanese Sex Positions'. “Anjing, apa-apaan ini???”

“Gimana kalo kita nyontohin semua ini?” Mingyu menggulir mousenya ke bawah. “48? Sebanyak itu??!!!!”

“Apa ga aneh semua sih, Gyu?” Wonwoo melihat dua orang laki-laki sedang bersetubuh, namun dengan posisi yang aneh, seperti orang yang sedang melakukan akrobatik.

“Apa ga terlalu susah sih, Gyu. Terus mau berapa lama kita ngelakuin itu semua. Protes Wonwoo sekali lagi. Mata Mingyu berbinar-binar, ia terlihat sangat tertarik dengan itu semua.

“Hyung mau coba yang mana? Pilih aja satu.”

“Anjir, lu bener-bener serius?” Wonwoo mengamati satu-persatu gambar di layar laptop, dan pilihannya jatuh pada satu posisi dimana satu orang tiduran di bawah dengan kaki mengkangkang, dan satu orang lagi wajahnya berada tepat di selangkangan orang tersebut. “Yang ini?”

“Okay, kita coba sekarang.” wajah Mingyu terlihat bahagia.

“Sekarang?!” tanya Wonwoo yang hanya diiya-kan. “Tapi masih pagi gini, astaga.”

“Justru malah bagus, biar tubuh lu bisa lebih fokus.” jawab Mingyu, entah teori darimana.

“Ya iya sih, tapi kan......” Wonwoo mulai gugup.

“Hyung ga mau?” Mingyu menatapnya sendu. Ugh, bagaimanapun Wonwoo tidak pernah menang dari Mingyu.

Mingyu menggendong Wonwoo dan memposisikannya untuk duduk di atas meja. Dilucutinya celana Wonwoo, dan dilebarkan pahanya mengekspos kepunyaan Wonwoo yang belum tegang. Mingyu mulai menjilati penis Wonwoo, lidahnya yang nakal bermain kesana kemari mulai dari kepala penis sampai ke pangkalnya. Wonwoo tersentak saat Mingyu memasukkan penisnya ke dalam lorong hangat kecilnya. Mulutnya terasa penuh apalagi saat Wonwoo mulai membesar. Ia pun mulai mengulum penis sahabatnya itu dan mengocoknya dengan penuh perasaan. Begitu lambat hingga Wonwoo merasa begitu nikmat. Wajah Wonwoo ditolehkan ke belakang.

“Ng–nghhh.... Mingyu hyung!” desah Wonwoo memanggil namanya, seperi tahu benar kesukaan sahabatnya itu.

‘Ini beneran nyata. Mulut Kim Mingyu lagi mengulum gua sekarang. Gua ga pernah berani ngebayangin hal ini sebelumnya.....’ Wonwoo mengigit bibir bawahnya agar desahannya tidak terlalu kencang. Mingyu membawanya lebih dalam lagi sampai pangkal tenggorokkannya. Ah, rasanya benar-benar hangat dan basah. Lidah Mingyu bermain-main dengan lihai di dalam sana, menjilatinya dengan bentuk memutar, menggerakkannya maju mundur. Mulutnya sungguh nikmat.

‘Ah, gua bisa gila! Bagian dalem mulutnya panas banget. Lidahnya–”

“Ahhh!!” desahan Wonwoo semakin menjadi-jadi saat Mingyu menjilat kepala penisnya. Wonwoo mengarahkan tangannya untuk mendorong Mingyu lebih dalam lagi.

‘Dan juga tatapannya....’ Mingyu menatap Wonwoo sambil terus memainkan mulutnya. Mata yang terlihat begitu kelaparan.

“Wonwoo–ya...” Wonwoo menutup mulutnya dengan telapak tangan.

“Enak ga sepongan gua? Kontol lu gede juga ya ternyata, atau mulut gua yang kekecilan? Mulut gua kerasa penuh banget. Gini ya rasanya jadi lu semalem? Waktu lubang lu gua isi sama kontol gua sampe lo penuh banget dan becek, sampe-sampe gua susah gerak. Baru tau gua rasanya diisi tuh kek gini, pantesan lo suka. Gua tebak pasti lubang lu udah meronta-ronta minta ditusuk sama kontol gua lagi.” Mingyu kembali lagi dengan dirty talknya. Bibirnya begitu manis, namun ucapannya sangatlah kotor.

“Ahh, Mingyu hyung! Wonwoo mau keluar nghhh...” Wonwoo memejamkan matanya sambil mulutnya melontarkan suara yang membuktikan betapa nikmatnya detik-detik cairannya mengalir bebas keluar dari kejantanannya. Wonwoo mendorong kepala Mingyu agar menjauh dari penisnya. Namun Mingyu malah menelan penis Wonwoo lagi.

“Ahh! Mingyu hyung mulutnya... awasin ahhhh!!!!!” Wonwoo bergetar hebat, cairannya tumpah semua di dalam mulut Mingyu. Dikeluarkannya penis Wonwoo, lalu Mingyu memindahkan mulutnya yang masih penuh sperma itu untuk mencium Wonwoo.

“Mmphhh... ahh!” Mingyu memainkan lidahnya di dalam sana berbagi cairan putih itu agar Wonwoo dapat merasakannya juga.

“Anjing, gila lu ya!” teriak Wonwoo, namun ia tidak memuntahkan apapun, bahkan malah menelannya.

“Siapa tau lu penasaran. Gimana rasanya? Enak?” Mingyu mengelap sperma yang menetes dari mulut Wonwoo. “Semennya orang perokok rasanya lebih pahit.”

“Terus salah gua gitu?!” ucapan Wonwoo teredam oleh ciuman Mingyu. Bibir Wonwoo diserang habis-habisan, dan Wonwoo sama sekali tidak akan mengeluh.

“Jadi apa yang harus kita coba selanjutnya?”

Mingyu hyung

“B–bentar, lu punya kondom ga?” tahan Wonwoo. Mingyu hampir saja masuk.

“Ah, ga punya.....” Mingyu baru tersadar bahwa ia tidak mempunyai satu kondompun. Buat apa menyimpan kondom kalau partner saja tidak punya?

“Emang ga bisa kita langsung aja? Nanggung loh, hyung.” Mingyu memposisikan kepunyaannya di pintu masuk Wonwoo, yang tentu saja mendapat balasan berupa tamparan keras.

“Kenapa loh, hyung? Nanti Mingyu bersihin kok.” Mingyu tersenyum kesakitan.

“Ga mau, njir! Lu ga mikirin apa tempat itu.....” ucapnya gelagapan.

“Kenapa memang? Mingyu tau kok kalo hyung orangnya bersih.” matanya menatap lubang Wonwoo yang berkedut minta diisi.

“N–ngga, tetep aja!” Wonwoo sebenarnya bingung dengan perasaannya sendiri, dia ingin merasakan penis Mingyu di dalamnya, namun harus memakai kondom.

“Gapapa loh, hyung. Tenang aja.” Mingyu mendekatkan lagi miliknya di depan lubang Wonwoo, perlahan-lahan memasukinya.

“ANJING DENGERIN GUA!!!!” Wonwoo berteriak keras, namun penis Mingyu lebih keras lagi menghujamnya.

“Aahhh! Mingyu, ahh!!!” desah Wonwoo kencang. Ia dapat merasakan penis Mingyu yang besar masuk dan membuka lebar lubangnya.

“Panggil gua Mingyu hyung, atau gua bakal cabut kontol gua.” ucap Mingyu, gerakannya terhenti.

“Mingyu hyunghhh.....” Mingyu berhasil memerintah yang lebih tua itu untuk memanggilnya hyung, libidonya naik. Beberapa detik kemudian, Mingyu mulai menggerakan pinggulnya, menggenjot penisnya di dalam lubang Wonwoo yang tak henti-hentinya memijat penis besarnya tersebut.

‘Ah, dia benar-benar di dalam gua. Rasanya panas.’

Mingyu melebarkan kaki Wonwoo, menekuknya hingga mengenai dada Wonwoo, agar lubang yang sedang ia hujam itu terpampang jelas di hadapannya.

“Sakit ga?” Wonwoo tak dapat membuka matanya, perasaan sakit dan nikmat ini terlalu memabukkannya.

“Wonu bilang kan jangan masukin, hyung!” mendengar Wonwoo memanggilnya sekali lagi membuat Mingyu tambah bergairah.

“Maaf ya, hyung masukkinnya kecepetan tadi.” dikecupnya pipi Wonwoo dengan lembut. Ah, kecupan Mingyu sangat nyaman.

“Besok-besok jangan lupa pake kondom! Kalo ga Wonwoo tabok loh!” ancam Wonwoo yang malah terlihat menggemaskan. Mingyu mengecup Wonwoo sekali lagi lalu ia mengangkat pinggul Wonwoo sedikit agar penisnya bisa masuk lebih dalam lagi. Mingyu mengeluarkan penisnya dan dalam satu hentakan lubang Wonwoo terisi penuh lagi, bahkan lebih dalam dari tadi. Lenguhan Wonwoo terdengar sangat panas di telinga Mingyu. Ia melumat bibir Wonwoo agar ia tidak terlalu sakit. Mingyu mendorong penisnya lagi dengan kencang, menggerakkannya keluar masuk sampai ia menemukan titik nikmat Wonwoo. Wonwoo mendesah kencang merasakan titik tersebut dihujam tanpa ampun. Mingyu sengaja tidak menutupi mulut Wonwoo. Ia ingin mendengar betapa lacurnya Wonwoo di bawah kuasanya.

“Mingyu hyung hnggg... enak arghhh!!!!”

“Gedean mana dildo lu atau kontol gua?” bisik Mingyu di telinga Wonwoo.

“A–apa?”

“Lu masih belum tau, hah? Biasanya sampe mana lu masukin dildo itu? Sampe mentok?” Mingyu mengeluarkan penisnya untuk sepersekian detik sebelum menumbuk titik nikmat itu lagi dalam sekali dorongan. Lubang Wonwoo semakin berkedut seperti memijat penis Mingyu dengan dinding-dinding analnya.

“Hyung nghhh.. terus!” sesuai perintah, Mingyu menggerakkan pinggulnya lebih cepat. Desahan mereka berdua memenuhi ruangan.

“B-bentar, jangan liat Wonwoo! Rasanya aneh, Wonwoo ga suka.” Wonwoo membuang kepalanya ke samping. Mulutnya terbuka lebar, air liurnya menetes ke dagunya.

“Lu ga suka? Tapi ini lo suka tuh.” tangannya meremas penis Wonwoo kuat, jempolnya memberi penekanan pada kepala penis Wonwoo.

“Keluarin dulu....” menuruti permintaan Wonwoo, Mingyu mengeluarkan penisnya yang masih tegang.

“Liat ini, Wonwoo–ya. Liat gimana kita terhubung.” penis Mingyu sudah basah oleh precumnya sendiri, sedikit demi sedikit menetes ke sprei putihnya.

“Liat lubang lu udah basah gini, merah, berkedut minta dipuasin terus. Kok lu ga ada bedanya ya sama cewe, bahkan lu ga ada bedanya sama jalang. Ngeue sama sahabat sendiri bikin lo lebih sange, ya? Dasar Jeon Wonwoo, jalang!” direndahkan oleh Mingyu tak membuat Wonwoo marah sama sekali, bahkan libidonya tambah naik seribu kali lipat. Wonwoo tak pernah membayangkan direndahkan dan dilecehkan Mingyu seperti ini malah membuatnya puas.

Mingyu memasukkan penisnya lagi perlahan, lubang Wonwoo refleks langsung mengikatnya. “Lubang lu kayak nelen kontol gua dalem banget, sampe-sampe susah buat ngeluarinnya. Lu beneran mau gua cabut kontol ini dari dalem lu?”

Tidak, sama sekali tidak. Wonwoo masih ingin diisi penuh oleh penis Mingyu, Wonwoo masih ingin Mingyu menghujam prostatnya berkali-kali sampai ia keluar, Wonwoo masih ingin Mingyu memuaskannya. Seakan membaca pikiran Wonwoo, laki-laki itu melanjutkan aktivitasnya.

“Wonwoo-ya, enak ga?” ekspresi yang Wonwoo buat saat itu sangat erotis.

“Aahhh, s–stop!”

“Lu harus bilang enak apa ngga.” Mingyu mengangkat pinggul Wonwoo lebih tinggi lagi, gerakannya sangat cepat.

“Aahhh!! Hnggg ahh......” desahannya terdengar tambah vokal.

“Stop, Mingyu hyung......”

“Kenapa sih lu nyuruh berhenti terus? Udah becek gini padahal.” Mingyu tak berhenti, ia malah menumbuk prostat Wonwoo lebih kuat lagi.

“Hmm? Wonwoo–ya, enak ga?” tangan Wonwoo ia gunakan untuk menutup mulutnya sendiri. “Jangan ditahan, gua pengen denger lu ngedesah keenakan, gua pengen denger lu neriakin nama gua.”

Penis Mingyu sudah sepenuhnya mengisi lubang Wonwoo, tampak cairan putih mengalir keluar. Nafas Wonwoo tercekat, ia melenguhkan badannya ke atas, tak tahan dengan semua kenikmatan yang Mingyu berikan. Mingyu mengerang saat merasakan ejakulasinya sudah dekat.

“Aahhh... mau keluar!” Mingyu memuntahkan semua cairannya di dalam Wonwoo, sedangkan Wonwoo keluar di perutnya. Lubang Wonwoo masih berkedut terasa hangat dan penuh, sperma Mingyu mengalir keluar dari analnya saat Mingyu mencabut penisnya. Pemandangan yang tak pernah ia lihat sebelumnya memanjakan mata Mingyu. Di bawahnya terbaring sahabatnya dengan tubuh yang basah akan keringat dan sperma mereka sendiri. Sial, Jeon Wonwoo terlihat sangat indah.

Mingyu mengusap wajah Wonwoo lalu menciumnya pelan. Wonwoo merasa sedikit takut, setelah dia mendapatkan kenikmatan semacam ini, apakah ia puas hanya dengan menjadi seorang teman? Apakah ia bisa bertahan jika ia harus berpisah dengan Mingyu suatu hari nanti?

Cosmic radiation

Panas

Sedari tadi Wonwoo memejamkan matanya berusaha untuk tidur, namun hawa panas malam itu menyiksanya dengan kejam. Berkali-kali Wonwoo membolak-balikkan badannya, mencari posisi yang nyaman. Peluh mengucur di mana-mana, membasahi seluruh badannya yang bertelanjang dada itu. Kamarnya terasa seperti berpindah dimensi ke neraka. Rencananya, tukang AC akan memperbaiki AC-nya hari itu, namun ada suatu kendala terjadi sehingga rencananya diundur menjadi besok. Wonwoo sudah tak tahan lagi, rasanya ia ingin sekali berendam di air es sampai seluruh tubuhnya dingin.

“Ah! Gua ga tahan lagi anjing, panas bener!!!!” teriak Wonwoo frustasi, lalu bangun dari tidurnya. Wonwoo melirik ke jendela, kamar Mingyu tampak gelap. Mungkin dia sudah tidur, pikir Wonwoo. Tanpa berpikir panjang lagi Wonwoo beranjak ke kamar Mingyu, membuka kunci kamarnya dengan password yang sudah ia ketahui sejak dulu, lalu mengendap-endap masuk agar tidak membangunkan Mingyu. Tiba-tiba muncul sebuah kepala dari atas mengejutkannya. Kamar Mingyu memiliki dua lantai yang dihubungkan dengan sebuah tangga yang mengarah langsung ke kamar Mingyu. Lantai bawah diisi oleh ruang untuk bersantai dan dapur. Semuanya terlihat sangat rapih, wajar saja karena Mingyu memang rajin membereskan apartmentnya.

“Wonwoo hyung?” panggil Mingyu. Kepalanya masih tergantung dari atas.

“Anjir! Ngagetin sih lu!!!” Wonwoo hampir berteriak, bagaimana ia tidak kaget ketika dihadapannya terpampang sebuah kepala yang menggantung dari atas. “Lu belum tidur, Gyu?”

“Barusan bangun gua.” suaranya terdengar berbeda, mungkin karena kepalanya terbalik 180 derajat.

“Oh, gitu. Maaf ya, Gyu.”

“Gapapa kok, hyung.” Mingyu mengubah posisinya menjadi berdiri, bertumpu pada railing balkon lantai atas kamarnya. Badannya ia condongkan ke bawah ketika ia berbicara. “AC-nya belum dibenerin, hyung?”

“Belum, seharusnya hari ini tapi tiba-tiba tadi tukang AC-nya bilang ga bisa. Jadinya diundur besok deh.” Wonwoo melangkahkan kaki ke sofa abu-abu di depan TV.

“Kan gua bilang juga apa, nginep disini aja.”

“Ah! Gua merasa idup lagi setelah sampe sini.” Wonwoo menidurkan badannya di sofa, dengan sebuah bantal di kepalanya. “Lu tidur aja, gua stay di sini.”

“Kenapa ga ke atas aja, hyung? Kasurnya cukup kok untuk kita berdua.” tawar Mingyu ramah.

“Ga usah, gua gapapa kok di sini. Lu tidur aja, udah malem.” Wonwoo membalikkan badannya menghadap sofa. Tiba-tiba sesuatu menghantam Wonwoo dari atas, sebuah bantal yang terasa dingin.

“Iya-iya gua naik ke atas.” Mingyu tersenyum puas, ia berhasil menggoda Wonwoo dengan bantal dingin itu. Wonwoo melangkahkan kakinya satu persatu di anak tangga, sebelum ia sampai di kasur Mingyu. Mingyu sudah duduk manis dengan kepala menyender di headboard, senyumnya mengisyaratkan Wonwoo untuk tidur di sampingnya. Wonwoo memposisikan dirinya di samping Mingyu, namun tubuhnya memunggungi laki-laki itu. Beberapa menit kemudian, terdengar dengkuran yang tak asing lagi di telinga Wonwoo. Sedangkan dirinya sendiri masih tidak bisa tidur. Kepalanya ia balikkan sedikit, mendapati Mingyu yang sudah terhanyut di alam mimpi. Ia membalikkan badannya, lalu memandangi Mingyu dengan intens. Ia terlihat sangat cantik. Tiba-tiba Mingyu mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap Wonwoo, membuat jantung Wonwoo berdegup lebih kencang. Jarak mereka terlalu dekat.

Wajah Mingyu terlihat sangat damai dan indah. Wonwoo bisa memandanginya setiap hari tanpa lelah. Entah apa yang tiba-tiba membuat Wonwoo menggerakkan tangannya menuju bibir Mingyu. Bibir itu terlihat sangat lembut dan merah muda, tak ada bibir lain yang seindah bibir itu. Ibu jarinya menekan bibir itu lembut yang disambut oleh kecupan kecil dari sang empunya bibir. Wonwoo terkejut mendapati Mingyu yang tiba-tiba terbangun.

“Ga bisa tidur, hyung?” Mingyu membuka matanya yang langsung bertemu dengan manik hitam sahabatnya itu. Tangannya mulai menjalar ke pipi Wonwoo, mengelusnya lembut. “Masih inget waktu itu Mingyu bilang mau ngajarin hyung? Bisa kita lakuin sekarang?”

Tangan Mingyu turun ke leher Wonwoo, lalu ke tengkuknya dan mempertemukan bibir mereka. Mingyu menaiki Wonwoo, dikulumnya bibir lelaki itu sebentar sebelum Mingyu turun ke leher. Dikecupnya leher jenjang itu, sambil sesekali dihisap sampai meninggalkan bekas, seakan-akan menandai bahwa lelaki di bawahnya itu miliknya, tak lupa Mingyu menjilatinya, membasahi bercak kemerahan itu. Wonwoo mengerang geli.

“Ah! Bekas cupang gua kemaren.” Telunjuknya ia gunakan untuk mengelus bekas itu, lalu mulut nakalnya ia gunakan untuk menghisapnya, membuatnya semakin merah dan besar.

“Ng–nghh, ahhh!” Mingyu menemukan titik sensitif Wonwoo lagi, mendengar desahan Wonwoo tambah kencang Mingyu malah bermain-main di sana lebih lama.

“Aahhh! Lu ngapain anjir, sakit tau!!” erang Wonwoo saat Mingyu mengigit lehernya.

“Maaf, hyung.” Mingyu memandangi kiss mark yang ia buat, tiga buah kissmark kemerahan menghiasi leher jenjang Wonwoo. Mingyu tersenyum puas. ‘Andai aja bekas ini ga pernah ilang.’

“S–stop!!!” Wonwoo mendorong tubuh Mingyu, menjauhkannya dari tubuhnya.

“Kenapa, hyung?”

“Kalo lu cuma main-main mending lu berhenti sekarang.” Wonwoo mengubah posisinya menjadi duduk membelakangi Mingyu.

“Ngga kok, kan Mingyu udah bilang mau bantuin.” jawabnya enteng.

Wonwoo berbalik, lalu melanjutkan ucapannya. “Lu bener-bener mau ngelakuin itu sama gua?!”

“Ngelakuin apa, hyung? Ngeue?”

“I–iya, ngeue.” mengatakannya saja sudah membuat Wonwoo malu, apalagi melakukannya???

“Emang ga aneh tah buat lu?” Wonwoo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Ngelakuin itu sama sahabat sendiri?”

Mingyu hanya tertawa. “Jadi hyung mau ngomongin persahabatan kita?” Tangannya ia letakkan di atas tangan Wonwoo. “Gua gapapa kok ngelakuin itu sama lu. Mungkin lu ga tau ya kalo dulu gua kesepian pas lu lagi sibuk pacaran?”

“Kita udah temenan sejak umur kita 5 tahun, jadi Mingyu benci kalo tiba-tiba ada sesuatu yang Mingyu ga tau.” Mingyu menghela nafasnya dan melanjutkan. “Apa ga enak ya hyung saat gua nyentuh lu? atau lu benci ya saat gua nyium lu?”

‘Gua emang ngebacolin dia, tapi gua ga pernah kepikiran buat ngeue sama dia secara langsung.’ pikir Wonwoo.

“Hyung benci ya sama Mingyu?” tanyanya dengan nada lembut.

“Lakuin apapun sesuka lu.” Wonwoo membaringkan tubuhnya seperti tadi. “Beneran, hyung?” tanya Mingyu yang dibalas dengan anggukkan.

Seketika mendapat sinyal baik dari Wonwoo, Mingyu menyeringai dan langsung melanjutkan kegiatannya yang terhambat tadi. Tangannya menarik baju hitam Wonwoo yang tak berlengan itu, mengekspos kedua putingnya. Lalu tangannya bermain dengan puting Wonwoo yang sudah mengeras di balik baju, ditarik, dipilin, dan ditekan. Wonwoo tersentak dibuatnya.

“Anjir! Lu ngapa–”

“Setiap gua ngeliat pentil lu gua selalu pengen mainin.” Mingyu mencubit pentil Wonwoo gemas. “dan kaos lu terlalu menggoda gua, hyung.”

“Aah! S–stop... pentil gua—” dimainkannya kedua pentil Wonwoo secara bersamaan. “Ngaceng? Iya, pentil lu udah ngaceng kayak cewek.”

“Enak di sini?” tanya Mingyu sambil memilin puting di hadapannya, yang hanya dijawab oleh desahan kecil pertanda iya.

“Lu sama cewek ga ada bedanya ya, hyung.” dijulurkan lidah Mingyu lalu mulai menjilatinya. Dimainkan lidahnya disitu dalam bentuk melingkar.

“Anjing! Bener-bener lu ya!” tak memperdulikan ucapan Wonwoo, Mingyu memainkan lidahnya ke atas dan ke bawah secara terus-menerus. Puting Wonwoo yang satunya dipuaskan oleh tangan Mingyu. Matanya menatap Wonwoo dengan tatapan sensual, dengan lidahnya masih menjilati Wonwoo. Mingyu menyusui seperti anak bayi. Puting Wonwoo sensitif ya ternyata, pikir Mingyu. Lidahnya terus berputar mengitari puting merah muda itu sambil sesekali menghisapnya, sampai terlihat basah dan sintal. Rasanya sungguh nikmat.

“Kim Mingyu... stop.” Wonwoo menarik kepala Mingyu. “Gua ga tahan lagi, m–mau keluar......” tubuhnya bergetar, nafasnya berat.

“Ah, kalo gitu gua bikin lu keluar dulu gimana?” tanpa menunggu jawaban, tangannya melucuti celana Wonwoo. Mengeluarkan penisnya yang sudah tegang berdiri. Dijamahnya dengan gerakan mengocok.

“Kalo ga gitu ntar lu malah turn off duluan.” tangannya menekan kepala penis Wonwoo, gerakannya semakin cepat. Rangsangan di tubuh Wonwoo semakin menggelegar. “Jadi santai aja, Wonwoo hyung.” dikecupnya pipi Wonwoo.

‘Tangannya Mingyu.... kalo dia gitu lagi gua ga bakal tahan lama.’ Wonwoo berusaha menahan agar ia tidak keluar secepat kemarin. Namun tangan Mingyu sangat ahli untuk memuaskannya. Mingyu mengocok lebih cepat, penis Wonwoo semakin tegang dan basah, dan dalam sepersekian detik ia mencapai putih.

“Hnghh... aahhhhh!!!!” cairan Wonwoo muncrat membasahi perutnya dan tangan Mingyu.

“Hari ini lu keluar cepet juga, hyung.” Mingyu menatap tangannya sendiri yang dipenuhi sperma, tangannya terasa lengket dan basah. “Gimana lu bisa ngeue sama Sooah nuna kalo lunya aja keluar secepet ini. Jangan bilang lu cuma masukin bentar terus selesai?”

“Lu mau gua gampar sampe mati?” Wonwoo segera bangun dan mencengkram bahu Mingyu kuat. Ucapannya itu hanya dibalas oleh tawa kecil. Wonwoo mencondongkan tubuhnya yang ia letakkan di antara paha Mingyu. Wonwoo melirik ke bawah dan mendapati sebuah gundukan menonjol dari selangkangan Mingyu. Tanpa aba-aba ia langsung mencengkramnya, Mingyu berteriak. “Lu keras juga ternyata?!”

“Iya lah, gua kan cowo juga. Terus tadi lu keliatan sangat binal.” Wonwoo menelan ludahnya. Binal? Apakah ia sudah sebinal itu?

“Lepasin celana lu.” perintah Wonwoo.

“Hah?!”

“Gua bilang lepasin celana lu, gua mau liat.” perintah Wonwoo sekali lagi dengan nada yang lebih tegas.

“Ngga ah, malu.....”

“Anjing bisa-bisanya lu bilang gitu, padahal lu sendiri udah bikin gua kek gini.” Wonwoo beranjak berdiri, memperlihatkan bagian bawahnya yang tak tertutupi sehelai benang apapun.

“Bener juga....” Mingyu menyerah, ia menuruti perintah Wonwoo dan mulai melepas celananya.

“Anjing, kenapa punya lu gede banget? Padahal pas kecil gedean punya gua.” Wonwoo menatap penis Mingyu yang tak pernah ia lihat lagi semenjak mereka beranjak dewasa.

“Jangan ditatap gitu, ihh!” pipi Mingyu memerah dan wajahnya terlihat mulai terangsang. “Emang segeda itu tah?”

Wonwoo mengukur penis itu dengan tangannya. “Iya, sekitar satu jengkal lebih.”

“Apakah lebih gede dari dildo yang lu pake?” seringai Mingyu membuat Wonwoo kesal.

“Mana gua tau, kan belum pernah gua masukin.” ia menjamah penis Mingyu mulai dari kepalanya. Pertama kali Wonwoo membeli dildonya itu yaitu sewaktu ia masuk kuliah, dan pertama kali ia mencobanya rasanya sakit dan tidak enak. Mungkin karena Wonwoo belum punya kemampuan apapun untuk memuaskan dirinya sendiri. Waktu itu ia terlihat sangat menyedihkan. Dan sekarang, tak pernah Wonwoo sangka sebelumnya bahwa lelaki yang selalu ia idam-idamkan itu berada di depannya. Tubuh telanjangnya terasa hangat dan nyata, suara detak jantungnya begitu menenangkan, salivanya yang membasahi mulut Wonwoo, jarinya yang mengaduk-ngaduk lubang di bawah sana, wajahnya yang tepat di hadapan Wonwoo, Wonwoo merasa kayak mimpi. Pikirannya kacau, ia tak bisa berpikir lurus.

Jari Mingyu bergerak di dalam membentuk gunting, Mingyu menambah satu jarinya lagi sebelum mengobrak-abrik lubang Wonwoo dengan jari panjangnya. Jarinya melekuk-lekuk di dalam, bermain dengan prostat Wonwoo. Digesek, ditekan, ditepuk, membuat Wonwoo mendesah seperti dunia cuma milik mereka berdua. Hanya jari, baru jari tapi Wonwoo sudah seperti orang kesetanan gini.

“Gua masukin, ya?”

Keluar

“Bantuin apa????” mata Wonwoo terbelalak tidak percaya.

“Cara bersetubuh dengan perempuan, gua ajarin.” ucap Mingyu dengan wajah polos.

“Ajarin gua apa???!!!!” Wonwoo mendaratkan satu tamparan di wajah Mingyu. Mingyu memegangi pipi merahnya kesakitan.

“Aww, sakit.....” rintihnya kesakitan dengan nada pelan.

“Lu yang minta gua gampar!!!” emosinya meluap-luap tak tertampung. “Jangan main-main! Sekali lagi lu kek gitu lu bakal mati, anjing!”

“Bentar, hyung. Gua serius.” Mingyu memegang pipi Wonwoo dengan tangan kanannya, berusaha meredam emosinya.

“Lu udah terbiasa masturbasi dengan cara yang beda, jadi mungkin aja lu ga bisa berdiri lagi. Lu butuh sesuatu untuk muasin lubang lu. Gimana coba kalo lu lagi di ranjang sama seseorang tapi lu ga bisa berdiri? Yang ada lu malah malu-maluin diri sendiri, hyung.” Dada Wonwoo terasa seperti dihujam oleh ratusan anak panah. “Gua ga pernah kepikiran sampe situ!”

“Wonwoo hyung, sex antara perempuan sama laki-laki dalam suatu hubungan itu penting! Kalo lu nanti-nanti terus yang ada malah keburu telat. Jadi terima aja tawaran gua, mumpung gua masih mau ngajarin lu.” Mingyu berkata sungguh-sungguh, lalu melanjutkan ucapannya. “Lebih baik belajar dari awal tapi jangan sama orang lain, sama gua aja. Bahaya kan kalo orang lain tau lu yang sebenernya kek mana? Jadi bukankah gua orang yang sempurna buat ngajarin lu?”

“Jangan ngadi-ngadi ya! Gua emang ga pinter, tapi kenapa gua harus belajar sama lu?!”

“Bukannya gua udah liat semuanya ya? Gimana sukanya lu pas dienakin sama orang?” Mingyu terseyum. Orang ini sungguh gila, pikir Wonwoo. Mingyu berhasil membuat pipi Wonwoo merona lagi.

“Tapi apa ngga ngerepotin lu?”

“Ngerepotin? Ngga, gua malah suka kok.” Suka ngajarin orang bersetubuh? Fix, orang ini benar-benar gila. Gumam Wonwoo dalam hati.

Mingyu tersenyum cerah, gigi taringnya membuat senyumnya menjadi seribu kali lebih manis. “Jadi gimana, hyung? Mau Mingyu ajarin?”

Wonwoo masih menimbang-nimbang tawaran Mingyu. Di satu sisi ia sangat ingin sekali bersetubuh dengan lelaki itu, tapi di sisi yang lain ia berfikir bahwa ide ini benar-benar gila, ia takut hal ini akan merusak persahabatan mereka. Melakukan hal itu dengan Mingyu? Ah, itu merupakan mimpi Wonwoo sejak lama. Mingyu memegang dagu Wonwoo, mengangkatnya sedikit lalu membawa bibirnya untuk bertemu bibir Wonwoo. Bibir Wonwoo terasa sangat lembut dan kenyal, seperti permen yupi. Warna merah muda membuat bibirnya terlihat lebih kissable. Mingyu mencium bibir Wonwoo dengan lembut, tak disangka Wonwoo juga membalas ciumannya. Mereka mengambil nafas sebentar sebelum bibir mereka bertemu lagi. Mingyu melumat bibir sahabatnya itu dengan kasar. Kali ini lebih ganas dari sebelumnya sebab permainan lidah ia sertakan di dalamnya. Ia sesekali menghisap bibir bawah Wonwoo membuat Wonwoo mengeluarkan desahan kecil.

“H–hngg, ahh!” desah Wonwoo saat Mingyu menaruh tangannya di tengkuk Wonwoo dan memperdalan ciuman mereka. Lelaki yang lebih tinggi itu mengusap punggung Wonwoo, mengelitiknya namun terasa nikmat. Wonwoo tersadar ia lagi berada di dalam masalah yang besar. Adik kecilnya di bawah sana sudah meronta-ronta minta dipuaskan. Mingyu menidurkan Wonwoo di bawahnya, dibukanya kaki Wonwoo lebar memperlihatkan penisnya yang sudah menyembul dari dalam boxer. Mingyu berhasil membuat sahabatnya terangsang.

“Oh, lu udah kayak gini, hyung?” Mingyu menatap benda yang berada di antara kedua paha Wonwoo itu, tatapannya seperti singa kelaparan.

“Tapi kita belum ngapa-ngapain selain ciuman...” Celana Wonwoo sudah lembab oleh cairannya sendiri. Wonwoo mengalihkan pandangannya, ia terlalu malu untuk menatap Mingyu. Mingyu membawa bibirnya ke leher Wonwoo, menghisapnya pelan. “Aahhh!”

Kemudian Mingyu memindahkan lidahnya ke telinga Wonwoo, menjilatinya dengan basah. “T–tunggu, Kim Mingyu! Aaaahhhh!!!” Wonwoo mendesah lebih kencang, merasakan sensasi yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Bagaimana bisa Mingyu bisa tahu titik sensitifnya? Padahal mereka belum pernah melakukan ini sebelumnya. Wonwoo merasakan sengatan-sengatan aneh di tubuhnya, dan ia merasa sudah dekat. Dalam satu kali jilatan lagi di telinganya, Wonwoo pun keluar.

‘Anjing, kecepetan!!!’ umpat Wonwoo dalam hati. Ia tak pernah keluar secepat ini sebelumnya.

“Udah keluar? Cepet banget, hyung.” Wonwoo merasa sangat dipermalukan. Ia tak dapat menyembunyikan wajahnya yang merah dan juga penisnya yang sudah basah oleh spermanya sendiri.

“Lu bisa pulang.” Wonwoo beranjak dari tempat tidurnya, hendak ke kamar mandi. “Tapi kita belum selesai...” jawab Mingyu.

“Udah lah! Cepetan lu pulang aja!”

“Tapi lu mau kemana, hyung? Jangan bilang lu malu? Gapapa kok, gua juga kadang-kadang keluar dalam waktu semenit doang.”

“Gua mau ganti celana dalem karena gua keluarnya kecepetan! Udah lu diem aja sih, bangsat!!!” ucap Wonwoo berteriak kesal. Ia memasuki kamar mandi dan membanting pintunya. Mingyu yang kaget hanya bisa duduk diam.

‘Dia keluar tanpa gua sentuh. Antara dia bener-bener sensitif atau dia beneran suka sama gua.’ Mingyu memakai pakaiannya, kaos hitam dan celana pendek hitam. ‘Atau mungkin keduanya...’ lanjutnya dalam hati.

‘Anjir, gua harus gimana? Dia enak banget...’ Kejadian tadi terputar kembali di otak Mingyu. Hanya membayangkannya saja bisa membuat pipinya memerah. Setelah beberapa menit, Wonwoo keluar dari kamar mandi sudah berpakaian rapi.

“Lu masih di sini?” tanya Wonwoo mendapati Mingyu yang masih duduk di kasurnya.

“Ini mau pulang kok.” Mingyu beranjak dari duduknya dan mendekati Wonwoo. Matanya ia fokus kan ke leher Wonwoo dan terbercak di sana sebuah ruam merah yang tak terlalu besar akibat mulut nakalnya tadi. Ia hanya tertawa kecil tanpa memberi tahu sang empunya.

“Kenapa sih, anjir? Buruan pulang sana!”

“Wonwoo hyung, liat ke sini sebentar.” Mingyu terseyum, mengisyaratkan tangannya agar Wonwoo mendekat.

“Apa lagi—” Mingyu menangkup wajah Wonwoo dan menciumnya lembut. “Ini caranya ciuman, hyung. Jangan sampe lupa, ya?”

“Mingyu pulang ya, hyung. Sampai jumpa besok!” Melangkahkan kaki ke pintu, Mingyu meninggalkan Wonwoo dengan perasaan tak karuan. Wonwoo terdiam sebentar, menyentuh bibirnya yang masih basah, sebelum tubuhnya terduduk di lantai.

“Mingyu beneran gila atau apa sih!” teriaknya, merasakan seluruh tubuhnya panas akibat ciuman tadi.