nelpages

First Fall

.

.

.

.

Laki-laki manis itu menempati salah satu bed UKS paling ujung. Gerutuannya terdengar menggema, tentu, karena hanya ia seorang diri yang kini ada di tempat itu.

Awalnya ia berpikir ia bisa menghadapi tatapan-tatapan tidak suka atau ingin tahu yang diberi warga sekolah hari ini, namun begitu membaca salah satu cuitan di base sekolah yang cukup ramai itu, tiba-tiba nyalinya menciut.

Mendadak, Junkyu tidak bisa berpikir jernih untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di hadapannya. Berakhir ia yang mengurung diri di UKS pagi ini.

Belum lagi karena pikiran kalutnya, ia malah memberi tahu keberadaannya saat ini pada Haruto, salah satu orang yang ia ingin hindari seharian ini.

Terlalu asik melamun, tanpa sadar pintu UKS itu tiba-tiba terbuka pelan. Langkah kaki siswa yang baru masuk itu terdengar mendekat ke arah tempatnya duduk, diikuti tersibaknya tirai yang ada di hadapannya dan menampilkan sosok Haruto dengan wajah yang amat khawatir.

“Lo gak kenapa kan, cil? Sakit apa? Udah diobatin belum? Lo kok gak tiduran sih?”

Diserang dengan banyak pertanyaan begitu membuat si manis bertambah pusing. Ia memutar bola matanya malas sebelum membalas pertanyaan Haruto.

“Jangan banyak tanya, gue pusing.”

Melihat wajah dihadapannya yang lumayan pucat, membuat tangan Haruto refleks menyentuh dahi Junkyu untuk mengecek suhunya.

“Lo gak demam, pusingnya masih ya?”

“Hm.”

“Sini.”

Bukannya membaringkan tubuh Junkyu, Haruto memilih untuk membawa tubuh mungil si manis masuk dalam dekapannya. Ia juga tak tahu apa alasannya melakukan hal itu.

Beberapa kali ia tepuk pelan punggung laki-laki dalam pelukannya, sesekali mengelus pelan rambut belakangnya untuk menyalurkan rasa nyaman. Ia juga memberi kata-kata penenang yang mungkin saja Junkyu butuhkan saat ini.

Tak lama setelahnya, dapat ia rasakan tubuh itu bergetar, seragam bagian depannya juga sedikit basah. Tapi tak apa, mungkin si manis perlu sedikit menumpahkan air matanya untuk menenangkan diri. Dalam hati Haruto berjanji akan mencari tahu siapa penyebar kebencian yang ditujukan pada Junkyu di base sekolahnya itu. Ia tak akan tinggal diam karena hal ini membuat Junkyunya menangis.

Setelah merasa lebih tenang, Junkyu mendorong sedikit tubuh Haruto guna melonggarkan pelukan mereka. Namun tubuh mereka tak terlalu berjauhan, tangan Haruto pun masih melingkar di pinggang Junkyu dengan nyaman.

“Udahan nangisnya? Masih perlu pelukan gue gak?”

Mendengarnya membuat Junkyu sedikit malu. Bahkan ia tak sadar memeluk Haruto sangat erat dan menangis di hadapan laki-laki itu. Karenanya, dia sedikit menarik diri agar lepas dari pelukan Haruto. Namun sebelum itu, Haruto memilih mengeratkan tautan tangannya di pinggang si manis.

“Diem dulu, lo bahkan belum jelasin apa-apa ke gue, cil.”

“Gak ada yang perlu gue jelasin.”

“Lo pacaran sama Jae?”

“Gak. Dan itu bukan urusan lo!”

“Cill...”

“Apasih?”

Beberapa menit tak mendapat balasan, membuat Junkyu yang awalnya menoleh ke arah pintu membawa pandangannya menuju wajah Haruto yang kini berjarah satu jari dengan wajahnya.

Ia tak bisa mengartikan tatapan dalam yang Haruto berikan padanya, tapi ia memilih untuk membalas tatapan itu, seperti saling menyampaikan hal-hal yang tak bisa mereka utarakan satu sama lain selama ini.

Hingga Haruto membawa wajahnya lebih mendekat dengan pandangan yang terfokus pada bibirnya, tubuh Junkyu malah merespon dengan menutup matanya, merasakan nafas Haruto yang mulai mengenai wajah membuatnya semakin tersipu.

Pikirannya untuk menjauh dari Haruto nampaknya tak direspon baik oleh tubuhnya. Sekarang, bahkan ia menunggu bibir lembut Haruto menyentuh bibir tipisnya. Namun sebelum itu semua terjadi, sebuah suara membawa mereka berdua kembali ke kenyataan,

Cekrek

Ah sepertinya setelah ini, masalah yang ia hadapi bertambah satu lagi.

Mine

.

.

.

cw // kiss

.

Malam itu, sesuai dengan kegiatan yang sudah diagendakan oleh panitia kemah sekolah, mereka akan mengikuti kegiatan jurit malam.

Peraturannya cukup ringan, peserta akan dibagi menjadi beberapa kelompok dengan beranggotakan masing-masing tiga orang, kemudian pergi menyusuri jalur ke tengah hutan untuk menemukan bendera sesuai warna kelompok, dan yang paling cepat kembali merekalah yang menjadi pemenang.

Sialnya, Junkyu yang juga mengikuti kegiatan ini harus berbagi kelompok dengan pasangan Doyoung dan Yedam. Harusnya tidak menjadi masalah, namun ia merasa tidak nyaman jika kehadirannya akan mengganggu pasangan itu.

Sedari tadi pula, ia tidak mendapati eksistensi pacarnya. Ya, ia dan Haruto memang sudah menjalin kasih, namun Junkyu memilih untuk menyembunyikan kenyataan itu dari orang-orang di sekolah, dan membuat Haruto memasang wajah datar mengiyakan permintaan pacarnya itu.

Hubungan mereka dapat dikatakan berjalan cukup lancar selama seminggu ini. Sayangnya, beberapa jam yang lalu mereka terlibat pertengkaran kecil hanya karena Haruto yang terus menempelinya sejak kedatangan mereka di tempat ini. Berakhir dengan Haruto yang menjauh karena kesal, dan Junkyu yang kebingungan harus melakukan apa untuk membujuknya.

Akhirnya, begitu permainan dimulai, dengan berat hati ia pun mengikuti pasangan yang menjadi anggota kelompoknya itu. Tak ada pembicaraan antara mereka, ah tepatnya hanya antara Junkyu dan dua orang itu. Sedangkan Doyoung dan Yedam sedari tadi bercengkrama tanpa mengindahkan kehadirannya.

Semakin memasuki hutan, udara pun semakin dingin. Jaket yang saat itu membungkus tubuh Junkyu sepertinya tak mampu menghalau udara dingin yang seakan menusuk kulitnya. Hal itu membuat langkah si manis perlahan semakin melambat, dan beberapa kali tertinggal langkah oleh kelompoknya.

“Yak Kim Junkyu! Lo gak bisa jalan lebih cepet? Kelompok kita lama sampai finish cuma gara-gara lo tau!”

“Udahlah doy, kita tinggalin aja, gak ada untungnya nungguin jelmaan siput kayak dia.”

Bahkan belum sempat Junkyu menyahuti kedua anggota kelompoknya itu, ia sudah tertinggal sendirian di tengah hutan. Sebenarnya ia bukan tipe yang penakut, namun di saat kedinginan dan ia yang tak tahu jalur untuk keluar dari hutan ini, seketika membuatnya panik. Beberapa kali ia mencoba berteriak meminta pertolongan, namun usahanya itu sia-sia.

Akhirnya, ia pun memilih berjalan menurut insting sambil merapatkan kembali jaketnya, berdoa ia bisa bertemu satu saja orang yang bisa membantunya keluar dari hutan ini.

Entah mengapa, ia teringat Haruto, membayangkan laki-laki itu tiba-tiba datang dan menyelamatkannya bak superhero. Namun bayangan itu ia usir cepat, sadar hal seperti itu hanya ada dalam cerita dongeng yang ia baca.

Beberapa kali ia rasakan melewati jalan yang sama, beberapa kali juga ia hampir tersandung akar pohon karena kakinya yang mulai lelah berjalan. Begitu ia hampir menyerah, tiba-tiba ia rasakan tangan seseorang menggenggam pergelangan tangan kirinya.

“Kyu, kamu kemana aja sih?”

“Ruto?”

“Iya ini aku, ah aku kira nggak bakal ketemu kamu setelah keliling hutan hampir satu jam.”

“Sorry.”

Jujur, begitu melihat Haruto yang menemukannya dan kini berjalan bersamanya, Junkyu sangat ingin memeluk laki-laki itu. Namun karena perasaan malunya, hal itu pun ia urungkan.

Begitu pula dengan Haruto, saat menemukan Junkyu tadi, ada banyak sekali pertanyaan yang sebenarnya sudah ada di ujung lidahnya, tapi melihat pacarnya yang dalam keadaan kurang baik, berakhir ia menggenggam tangan Junkyu erat dan menuntunnya untuk keluar dari hutan ini.

Merasakan tangan Junkyu yang sedikit gemetaran akibat dingin, Haruto berinisiatif membawa tangan mungil yang digenggamnya itu masuk ke dalam kantung jaketnya. Ibu jarinya pun tak henti mengelus pelan punggung tangan Junkyu.

“Kyu, kamu inget gak? Aku pernah bilang, kalau kamu nggak harus terlihat kuat di depanku.”

“Iya, aku inget.”

“Kapanpun kamu ngerasa capek, inget ada aku. Kapanpun kamu perlu temen cerita, dateng ke aku. Gak peduli seberapa banyak kata-kata menyakitkan yang udah kamu denger, aku bakal kasih berkali-kali lipat pujian yang lebih cocok buat pacarku ini.”

Ah, Haruto memang sangat pandai membuat Junkyu merasa jauh lebih baik.

“Ruto?”

“Ya?”

“Boleh peluk?”

Bahkan dalam gelapnya hutan malam ini, Haruto masih bisa melihat pipi gembil Junkyu yang bersemu kemerahan.

“Sini.”

Benar, ini yang sedari tadi Junkyu harapkan. Pelukan hangat serta kata-kata penenang yang membuat hatinya menghangat. Tak peduli kata-kata orang yang menyakitinya, selama ia memiliki Haruto yang menyayanginya sebegini besar, Junkyu sudah sangat sangat bahagia.

Dalam pelukan mereka, Junkyu beberapa kali mengusakkan rambutnya pada dada Haruto, membuat pacarnya itu bertanya, “Dingin ya, sayang?”

Sungguh, rasanya Junkyu mau melebur sekarang juga. Katakan saja ia yang tak terbiasa menerima segala afeksi yang orang lain berikan, terlebih lagi dari pacarnya ini. Begitu Haruto mencoba melihat wajahnya yang sedari tadi ia sembunyikan, membuat Junkyu semakin mengeratkan pelukannya. Menyadari itu, membuat Haruto terkekeh kecil.

“Haha...malu ya? Mana sini coba lihat mukanya, pasti warna merah deh.”

Setelah berkata seperti itu, Haruto malah dihadiahi cubitan kecil di punggungnya.

“Eh kyu, kamu nggak mau keluar dari sini?”

Ah iya, Junkyu baru sadar ia sudah terlalu lama terlarut dalam pelukan hangat itu. Rasa-rasanya, ia sampai lupa waktu dan tak sadar masih berada di tengah hutan. Akhirnya, ia pun menguraikan pelukan itu dan mengajak Haruto untuk melanjutkan perjalanan mereka. Namun sebelum itu, Haruto sudah berkata lagi.

“Kamu capek kan? Sini naik ke punggungku. Dijamin aman sampai keluar hutan, mau nggak?”

Tawaran yang menggiurkan memang, namun ia juga berpikir kalau Haruto pasti akan lelah jika menggendongnya sampai keluar hutan nanti.

“Gapapa kok, aku mau jalan bareng kamu. Cukup kamu pegang tangan aku kayak gini, aku udah gak capek lagi.”

Entah keberapa kalinya Haruto bertanya, kebaikan apa yang ia lakukan dulu sampai ia bisa memiliki pacar dengan hati setulus dan sebaik Junkyu ini.

Cup

“Itu hadiah supaya kamu kuat jalan sampai keluar hutan nanti.”

Kecupan tiba-tiba yang Haruto berikan dipipinya membuat pipi gembil itu bersemu lagi. Pacarnya itu memang tak terduga, batinnya.

“Ruto…juga mau?”

“Mau apa?”

“Itu…”

Sebenarnya Haruto mengerti apa yang dikatakan pacarnya itu, namun saat digoda seperti ini, Junkyu nampak berkali-kali lipat lebih menggemaskan.

“Mau, tapi di bibir ya?”

“Eh?”

Wajah Junkyu tampak lebih merah lagi karena malu. Senang sekali rasanya menggoda Junkyu seperti ini. Melihatnya salah tingkah, membuat Haruto pun mengakhiri kejailannya. Namun sebelum itu, Junkyu sudah bergerak terlebih dahulu.

Cup

“Udah, makasih banyak ya Ruto. Kyu seneng banget jadi pacarnya Ruto.”

Hampir saja ia terjatuh karena serangan tiba-tiba itu, padahal tadi dia hanya berniat mengerjai Junkyu saja, namun pacarnya itu mengganggap serius permintaannya. Haruto tentu merasa sangat senang, bahkan rasanya ingin salto depan belakang, namun ia urungkan karena malu dengan Junkyu.

Akhirnya mereka pun berjalan beriringan dengan tangan yang saling menggenggam, sesekali Haruto bernyanyi lagu kesukaan Junkyu, yang kemudian diikuti oleh si manis pula.

Mungkin, awalnya Junkyu kira perkemahan yang ia ikuti kali ini benar-benar buruk dan tak mengesankan, namun selama bersama Haruto, ia yakin apapun yang dilewatinya pasti akan jadi lebih menyenangkan.

Junkyu membawa dirinya mendekat pada Haruto, kemudian berbisik, “Ruto, i love you.”

Mendengarnya, membuat Haruto mengembangkan senyum yang hanya akan ia berikan pada si manis di hadapannya ini. Haruto pun membawa tangan Junkyu yang ia genggam itu untuk dikecupnya,

I love you too, mine.”

First Fall

.

.

.

.

cw // kissing

Suara-suara di hadapannya itu masih dapat ia dengar dengan jelas. Walau sudah hampir menghabiskan dua botol wine, namun ini belum seberapa dari batas minumnya dulu.

Masih tersisa kekagetannya tadi saat orang yang ia tunggu-tunggu itu menyebutkan namanya. Sunghoon, ia masih ingat orang itu adalah orang yang menyatakan perasaannya secara tiba-tiba di kantin, dan dihadapan temannya yang lain. Dan ia juga ingat jelas bagaimana penolakan yang ia berikan. Apa iya Sunghoon dendam dengannya karena penolakan itu?

Terlarut dalam pikirannya, ia sampai tak menyadari bahwa ketiga orang yang tadi berbincang dihadapannya itu sekarang sudah mengambil posisi di sampingnya, bersiap mengangkut ia menuju tempat yang mereka siapkan.

Jujur saja, sebenarnya Junkyu takut dengan hal yang akan ia hadapi nanti. Namun, demi mengetahui orang-orang yang menjebaknya ini, ia nekat menuju club yang sama yang bahkan sudah ia tinggalkan bertahun-tahun lalu.

Lagi pula, ada orang yang bisa ia andalkan disini, tepatnya ada di belakangnya, jadi ia merasa aman.

“Lo gabisa angkat dia sendiri, hoon?”

“Terus kalian berdua ngapain?”

“Bantu doa.”

Sunghoon memutar bola matanya malas mendengar jawaban dua wanita di hadapannya ini. Yah, mau tak mau memang ia sendiri yang harus mengangkut Junkyu menuju lantai atas.

Menunggu Shasa yang memimpin jalan mereka sambil menunjukkan arah, Sunghoon mengambil posisi menaruh satu tangan Junkyu untuk melingkari lehernya dari belakang, sedangkan satu tangan melingkari pinggang Junkyu dari belakang. Nana yang saat itu ada disampingnya hanya bertugas memastikan keadaan sekeliling aman.

Namun belum sempat melangkahkan kaki dari meja tadi, sebuah suara menghentikan langkah mereka bertiga,

“Oke, udah habis waktu buat kita bersenang-senang kawan. Kyu, mending lo bangun sekarang, lihat orang-orang yang udah ngejebak lo ini.”

Nana dan Sunghoon yang berada tepat satu langkah di depan orang itu segera membalikkan badan, merasa suara yang mereka dengan itu tidak asing.

“J-jaehyuk?”

“L-lo..kok bisa ada disini?”

Kedua orang itu tampak gelagapan, seperti pencuri ayam yang ketahuan pemiliknya. Sunghoon yang menyadari bahwa Junkyu sedari tadi berpura-pura tidak sadar segera menjauhkan dirinya.

“Gimana? Udah puas ngejebak gue kayak gini? Sebenernya yang kalian mau tuh apa sih dari gue? Gue bahkan gak pernah mengusik kalian!”

Mereka berempat, termasuk Jaehyuk, tentu kaget karena tiba-tiba saja Junkyu mengeluarkan suaranya dengan nada tinggi. Wajahnya semakin memerah, karena setengah mabuk dan juga menahan amarahnya sedari tadi.

Seakan sadar ia kelepasan berteriak, Junkyu menarik nafasnya perlahan sebelum bertanya kembali.

“Gue tau na, lo pasti benci gue karena gue deket sama Haruto, iya kan? Tapi bahkan dia udah punya pacar lain setelah putus dari lo. Kenapa lo masih marah sama gue?”

“Dan lo hoon, gue ada salah apa sama lo? Gara-gara gue tolak lo, iya?”

Sunghoon yang awalnya ragu memilih membeberkan semuanya.

“Iya, karena lo nolak gue, gue malu. Itu di kantin dan bahkan disana ada banyak orang, lo tega nolak gue begitu aja. Dan karena lo nolak gue juga, gue kalah taruhan sama Haruto.”

“Taruhan?”

“Lo gak sadar kan, niat awal Haruto sama lo aja udah salah. Dia dari awal mau jadiin lo bahan taruhan!”

Mendengar kenyataan yang sebenarnya bahkan dari orang yang tidak ia duga, membuat Junkyu sakit hati. Tak bohong, ia benar-benar merasa kecewa pada Haruto, yang bahkan ia kira memiliki niat tulus baik padanya.

Suasana seketika hening, Sunghoon dan Nana tak berkata apa-apa lagi, karena memang niat dan alasan mereka sudah diketahui Junkyu. Shasa juga memilih mengundurkan diri dari sana, terlebih ia tidak tahu apa-apa mengenai masalah di antara mereka.

Jaehyuk yang melihat manik Junkyu sedikit berembun, dan terlihat sebentar lagi akan menumpahkan air matanya, memilih mendekat. Dengan perlahan ia mengangkat dagu Junkyu agar wajah itu mengarah padanya.

Cup

Tidak hanya Sunghoon dan Nana yang kaget dengan gerakan tiba-tiba itu, bahkan Junkyu pun hanya bisa melebarkan matanya, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

Masih dalam keterkejutannya, ia bertanya pelan, “Jae, lo ngapain cium gue?”

“Gue nolong lo.”

Hanya kalimat pendek itu yang menjadi jawaban Jaehyuk. Merasa tidak puas, akhirnya Junkyu mengangkat wajahnya untuk menatap Jaehyuk yang kini pandangannya terfokus pada suatu hal di belakangnya. Junkyu mengikuti arah pandang itu sembari membalikkan badan, membuatnya entah harus berterima kasih atau malah melampiaskan marah pada laki-laki yang tadi mengaku menyelamatkannya itu.

“Ruto?”

First Fall

.

.

.

.

tw // alcohol

Suasa Club XXO malam itu lumayan ramai, masing-masing dari pengunjung tempat itu sibuk dengan urusannya. Begitu pula dengan pengunjung yang duduk di salah satu meja tak jauh dari pintu masuk.

Seorang laki-laki yang sudah tampak mabuk akibat menegak banyak minuman alkohol itu terlihat tertidur dengan kepala di atas meja dan salah satu tangannya memegang botol minuman.

Lain lagi dengan seorang wanita yang berada di hadapannya. Ia nampak jauh lebih fresh, seperti tak tersentuh alkohol, padahal sedari tadi ia juga minum sama banyaknya dengan laki-laki satunya.

Setelah melaksanakan tugas pertamanya, Shasa, nama wanita tadi, menatap penuh keingintahuan pada laki-laki yang tak sadarkan diri di seberangnya.

“Gue gak tau harus ngelakuin ini atau enggak, tapi gue udah dibayar. Jadi, sorry Junkyu, lo udah main-main sama orang yang salah macem si Nana.”

Sebenarnya ia berteman baik dengan Nana, namun hampir satu tahun ke belakang mereka sudah tak pernah bertukar pesan. Namun, Shasa tentu tau tabiat Nana yang akan menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai.

Tak mau membuang banyak waktu, ia memilih untuk bersiap dengan rencana terakhirnya yang sudah ia jelaskan pada Nana tadi. Namun, begitu ia berdiri di samping Junkyu yang tak sadarkan diri itu, ia merasa perlu bantuan.

Ia pun segera menghubungi Nana untuk membantunya membawa Junkyu ke tempat tujuan, ia tak mau mengambil risiko terjatuh di tangga menuju private room yang sudah ia pesan beberapa hari lalu.

Begitu tersambung, dapat ia dengan suara Nana di seberang sana.

“Apaan?”

“Bantu sini, ni orang udah tepar, gue gak bisa ngangkut sendiri ya. Lo mau nanggung kalo pinggang ramping gue ini patah, hah?”

“Yaelah, kirain bisa sendirian lo. Baru juga gue mau nontonin dari sini.”

“Monyet lo, cepetan anjir keburu dia bangun!”

“Sabar-sabar.”

Setelahnya, sambungan itu diputus secara sepihak. Tak lama kemudian, dapat ia lihat Nana menghampiri mejanya bersama seseorang laki-laki yang tak ia kenal.

Nana yang sudah berada di hadapannya bertanya, “Sekarang angkutnya?”

“Besok, ya sekarang lah bego!”

“Ngegas banget sih lo, lama gak ketemu juga masak gak kangen?”

“Na, kalo lo mau kangen-kangenan sama gue mending nanti deh habis kita ngurus ni orang.”

“Yaudah, ni gue udah bawa orang buat bantu kita. Kenalan dulu sama partner gue, tuh.”

Nana kemudian menatapnya mempersilahkan untuk mengenalkan diri.

“Gue Shasa temennya Nana, lo?”

“Sunghoon. Salam kenal, sa.”

First Fall

.

.

.

.

Dengan terburu-buru, Haruto segera menuju rumah Junkyu sebelum si manis berubah pikiran dan kembali menghindarinya. Bukannya Haruto tak sadar, semenjak seminggu yang lalu, Jungwon selalu menempeli Junkyu kemanapun si manis pergi. Mungkin hal itu juga yang membuat Junkyu menghindarinya.

Setibanya di hadapan rumah yang lumayan besar itu, ia dipersilahkan masuk oleh satpam yang berjaga di bagian depan. Setelahnya, ia menuju ke dalam dan mendapati Junkyu yang sedang bersantai di sofa ruang tengah.

“Cill!!”

“Astaga!! Ruto bisa gak sih nggak ngagetin gitu?”

Tentu Junkyu merasa kesal karena akibat panggilan Haruto yang tiba-tiba di samping telinganya membuat ponselnya terjatuh tepat di dahi. Haruto pun berinisiatif mengelus dahi Junkyu yang kemerahan akibat ulahnya. Junkyu juga tak menolak hal itu.

Setelah berbincang sebentar di ruang tengah, Junkyu mengajak Haruto untuk naik ke kamarnya. Awalnya Haruto ragu, namun ia pikir ada baiknya ia tak menolak kesempatan yang tak datang dua kali ini.

“Ruto, sini duduk.” Junkyu menggeser badannya sedikit dan memberi ruang untuk Haruto duduk di atas kasurnya.

“Jadi, mau mulai belajarnya sekarang atau gimana?”

“Ayo mulai sekarang!! Kyu juga kangen belajar sama ruto.” Junkyu berkata sambil memasang wajah memelas bak anak kucing kehilangan induknya. Haruto hanya memberi senyum tipis sebagai balasan.

“Sini kedua tangan lo, coba pegang pipi gue.”

“Kayak gini?”

“Junkyu pipi gue jangan diteken keras-keras, sakit ini!”

“Eh sorry, hehe”

“Sekarang benerin sesuai yang gue bilang.”

“Gini kan?”

“Aduhh, lo kok nyodok mata gue sih, cil!”

Oke, kesabaran Haruto mulai menipis. Akhirnya, ia pun memberi contoh dengan membawa kedua tangannya menangkup wajah kecil Junkyu.

“Gini loh, kecil...”

Jari-jari Haruto mulai melingkupi pipi chubby Junkyu. Terasa sangat pas, dan nyaman. Haruto bahkan menggerakkan ibu jarinya untuk mengelus pelan pipi mulus itu. Junkyu yang diperlakukan seperti itu pun menutup matanya karena terlalu nyaman.

Melihat Junkyu yang menutup mata, membuat Haruto mulai terbawa suasana. Maniknya terfokus pada bibir tipis Junkyu, yang beberapa hari lalu juga sangat menggoda untuk ia kecup.

Hingga tanpa sadar, wajah mereka kini hanya berjarak kurang dari satu jari. Junkyu yang merasakan nafas Haruto yang menerpa wajahnya, seketika membuka matanya. Hampir saja ponsel di tangannya melayang ke arah wajah Haruto.

Suasana seketika canggung, Junkyu mengalihkan pandangannya dan menutup pipinya yang memerah. Begitu pun Haruto yang langsung menggaruk belakang kepalanya salah tingkah.

Ah, padahal tadi hampir saja...

First Fall

.

.

.

.

Malam itu, sesuai rencana kemarin, Junkyu akan menginap di apartemen Haruto. Saking senangnya, ia berangkat 30 menit lebih awal dari jam yang ditentukan.

Sayangnya, begitu ia sampai di apartemen laki-laki itu, yang ia dapati adalah Haruto yang sedang tidur-tiduran di sofa depan televisi.

“Ruto?”

“Loh, cepet amat lo datengnya?”

“Iya, kyu laper mau makan ramen buatan ruto.”

Mendengar jawaban Junkyu, Haruto menampilkan wajah bersalah, “Ah sorry kyu, kayaknya kita makan ramen di luar aja deh. Gue traktir!”

Junkyu yang awalnya ingin marah jadi mengurungkan niatnya, “Yaudah ayo, kyu udah laper banget.”

Let's go!!”

***

Dua jam mereka habiskan untuk mengisi perut mereka. Tentu, perjalanan mereka tidak lah damai karena ada saja pertengkaran-pertengkaran kecil diantara keduanya. Namun untungnya setelah kenyang, mereka tidak saling emosi lagi.

Setibanya di apartemen, Haruto meminta ijin untuk membersihkan dirinya. Junkyu yang sudah kekenyangan karena dua mangkuk ramen itu pun langsung merebahkan dirinya di kasur empuk Haruto.

“Ah nyamannya, mungkin bentar lagi kyu ketiduran,” gumam Junkyu.

Haruto yang sudah selesai dengan ritual mandinya, tersenyum kecil melihat Junkyu yang sudah bergelung dengan selimut di atas kasurnya.

Setelah berpakaian lengkap, ia pun memutuskan untuk bergabung dengan ikut menyelip ke dalam gumpalan selimut tersebut. Melihat Junkyu yang memejamkan mata, muncul ide jahil Haruto untuk membangunkan si manis.

Mengambil posisi yang pas, ia pun mulai menggelitiki pinggang Junkyu sampai si manis terbangun dan terbatuk-batuk akibat terlalu banyak tertawa kegelian. Melihat itu, Haruto pun menyudahi aksinya.

“Ish, ruto jahil banget sih. Kyu ngambek nih!”

Junkyu memasang wajah kesal yang jatuhnya malah menggemaskan di mata Haruto.

“Iya iya, maaf ya kecil. Sini dong jangan jauh-jauh sama gue. Gamau peluk nih?”

Mendengar tawaran Haruto, membuatnya goyah. Dan berakhir ia yang beringsut ke dalam pelukan Haruto yang sejak tadi siap menyambutnya.

Menyamankan posisi dengan kepalanya yang berbantalkan lengan Haruto, tangan Junkyu yang menganggur mulai menggapai jari-jari Haruto untuk ia mainkan. Malam itu, dengan posisi nyaman mereka, Junkyu banyak bercerita tentang harinya dengan Haruto yang mendengarkan sambil sesekali mengelus pelan rambut belakang Junkyu.

Sampai akhirnya Junkyu ingat hal yang harus ia tanyakan, ia mendongakkan kepalanya menghadap Haruto.

“Ruto, kapan ruto mau kenalin kyu ke temennya ruto? Kyu mau cepet-cepet punya pacar..”

Haruto yang ditanya tiba-tiba awalnya kebingungan, namun akhirnya menjawab, “Besok gue kirimin kontak temen gue ya? Baik kok, nanti langsung lo chat aja orangnya.”

“Wah, serius? Beneran ya ruto, kyu gak sabar!!”

Wajah Junkyu saat bahagia benar-benar membuat Haruto tertegun. Matanya yang berbinar, belum lagi pipinya yang sedikit kemerahan itu mampu membuatnya lupa bahwa ia sudah memiliki pacar. Belum lagi bibir pink tipis Junkyu yang menjadi fokusnya sedari tadi. Tanpa sadar, tangannya mengelus pelan bibir itu.

“Ruto ngapain?” tanya Junkyu yang kebingungan.

”...”

“Ruto?”

“Eh? Sorry sorry

Begitu kesadaranya pulih, Haruto langsung mengalihkan pandangannya dari Junkyu. Hampir saja pertahanannya goyah.

“Kyu, gue udah ngantuk. Tidur yuk?”

“Iya kyu juga ngantuk. Hoamm..”

Malam itu, dua laki-laki yang bingung dengan perasaannya masing-masing, memilih untuk segera membawa diri ke alam mimpi dengan saling berpelukan, menghangatkan satu sama lain.

First Fall

.

.

.

.

Suasana di apartemen Haruto siang itu sangat hening. Dua orang yang kini duduk berjarak di sofa ruang tengah itu belum ada yang mengeluarkan suara. Mereka masih asyik dengan cola di tangan masing-masing.

Bagaimana mereka bisa bersama? Jadi, tadi saat pulang sekolah, Haruto tiba-tiba mengirimkan pesan untuk mengajak Junkyu ke apartemennya. Mengingat kalau hari ini ia ada jadwal belajar dengan Haruto, maka Junkyu mengiyakan hal itu. Sayangnya, ia tak mengabari Jungwon terlebih dahulu.

Begitu kaleng cola di tangannya sudah kosong, Haruto memulai percakapan terlebih dahulu.

“Mau sekarang belajarnya?”

Junkyu yang ditanya pun mengangguk, “Boleh, hari ini belajar apa ruto?”

“Lo maunya apa? Gue bakal ajarin sebisa gue.”

“Pelukan? Ah iya, kyu mau tau gimana caranya pelukan yang baik dan benar.”

“Yaudah, lo kesini deh deketan.”

Begitu Junkyu berpindah tempat menjadi tepat di samping dan menghadap ke arah Haruto yang juga sekarang menghadapnya, Haruto pun memajukan tubuhnya dan menarik Junkyu untuk membawanya ke dalam pelukan.

“Eh?”

“Sekarang dengerin gue ya?”

Junkyu pun mengangguk pelan. Ini pertama kalinya Junkyu dipeluk teman laki-lakinya jadi ia sedikit terkejut. Bahkan dengan Jungwon pun tidak pernah. Terakhir kali, ia berpelukan dengan ayahnya.

“Karena gue lebih tinggi dari lo, posisi paling nyaman kalo pelukan kayak gini tu dagu gue bisa bertumpu di puncak kepala lo. Tangan gue posisinya meluk pinggang lo—

“—biasanya, biar orang dalam pelukan kita lebih nyaman, usap-usap punggungnya, rambutnya juga. Pokoknya lakuin dengan pelan, harus lembut dan penuh perhatian. Sekarang gue tanya, lo ngerasa nyaman gak?”

Iyalah, pakai nanya lagi, batin Junkyu.

“Hmm, nyaman banget.”

Junkyu merasakan dadanya berdebar, suatu euforia tersendiri berada dalam pelukan seseorang. Dan lagi, aroma tubuh Haruto mungkin akan membuatnya mabuk kepayang jika berlama-lama dalam posisi ini.

Saking nyamannya, Junkyu mengusak-ngusakkan kepalanya pada dada Haruto, persis seperti kucing yang manja. Haruto yang merasa geli beberapa kali meminta Junkyu berhenti, walaupun Junkyu malah semakin menjadi.

Akhirnya, ia menyerah dan membiarkan Junkyu bermanja-manja dalam pelukannya.

Biasanya, setiap memeluk pacar-pacarnya yang dulu, Haruto tidak pernah merasakan perasaan senang yang seperti ini. Junkyu seperti mendatangkan kebahagiaan yang berbeda. Namun, sekalipun Haruto menyadarinya, ia berusaha segera mengenyahkan rasa itu.

Di tengah kenyamanan yang mereka bagi, ponsel Junkyu bergetar menandakan pesan masuk. Dan saat itulah ia juga mendapat pesan dari orang yang sama, memberi tahu untuk segera membawa Junkyu pulang. Ah, bahkan ia tak sadar hari sudah menjelang sore saking nyamannya pelukan tadi.

Kedua laki-laki itu melepaskan pelukan dengan perasaan yang sama-sama tidak rela. Namun tak apa, masih ada hari lain, batin masing-masing. Setelahnya, mereka pun bersiap untuk menuju rumah Junkyu.

'Harusnya lo sadar to, tujuan lo cuma jadi tutor dan biro jodoh untuk Junkyu, gak lebih.'

.

.

.

“Huft…bosennn!”

Entah sudah berapa kali lelaki manis itu menghela nafas gusar. Semenjak kalah pada permainan awal yang mengharuskannya untuk menunggu permainan itu sampai selesai, membuat Junkyu tidak tahan lagi. Bisa-bisa ia mati kebosanan.

Sebenarnya bisa saja ia mencari makan terlebih dahulu, namun untuk bergerak pun ia sudah tidak ada energi lagi. Padahal sedari tadi perutnya berteriak minta untuk diisi, namun berakhir tidak ia hiraukan.

Ia tak menyadari bahwa sedari tadi ada yang memperhatikannya dari kejauhan.

Haruto, laki-laki yang juga telah kalah dalam permainan duduk berjarak lima kursi dari tempat Junkyu. Memperhatikan Junkyu yang sedari tadi menekuk wajahnya, membuat Haruto menggerakkan kakinya menghampiri si manis.

Tak lupa juga sebelumnya ia sudah mengambil salah satu jajanan yang ada di atas meja. Mungkin ini bisa membantu menaikkan mood Junkyu, pikirnya.

“Ngelamun aja lo.”

“Rutoooooo lo kemana aja sih dari tadi, gue bosen sendirian disini”, ucap Junkyu seraya mencebik kesal.

“Nih nih mending makan ini dulu dah, mukak lo udah mirip orang gak makan seminggu.”

“Ish!!”

Walaupun kesal, Junkyu tetap menerima makanan itu dan mulai melahapnya. Melihat Junkyu yang makan dengan semangat dan mulutnya yang penuh dengan makanan itu membuat Haruto tersenyum kecil, ah Junkyunya sangat menggemaskan.

Setelah selesai makan, Junkyu tiba-tiba berdiri.

“Ruto, coba sini deh”

Begitu Haruto berdiri, Junkyu mulai memberikan instruksi-instruksi padanya, seperti melipat tangan sampai mengangkat kakinya. Haruto menuruti semua arahan Junkyu itu dengan wajah yang polos. Sampai akhirnya Junkyu tertawa melihat tingkah Haruto, ia baru sadar bahwa Junkyu sedang mengerjainya.

Teman-teman di sekitar mereka yang melihat itu pun ikut menertawai tingkah keduanya, terlebih Haruto yang terkenal dingin itu tiba-tiba berpose manis, sepertinya hari itu perlu dimasukkan dalam sejarah.

Namun bukannya marah atau kesal, Haruto justru ikut tertawa menyadari apa yang ia lakukan. Sungguh, melihat Junkyu yang tertawa lebar dan ia yang menjadi alasan dari kebahagiaan Junkyu itu adalah suatu kebanggaan sendiri. Ia rela melakukan hal-hal bodoh jika itu dapat membuatnya melihat senyum Junkyu.

Menyadari mood Junkyu yang sudah lebih baik, Haruto meminta ijin untuk menghampiri Jaehyuk yang sudah mencarinya sejak tadi.

Jaehyuk yang melihat Haruto menghampirinya segera melambaikan tangan. Di tengah keheningan kegiatan yang mereka lakukan, Jaehyuk tiba-tiba bertanya,

“Mau sampai kapan lo kayak gini?”

“Entah.”

“Lo gak malu bertingkah bodoh kayak tadi?”

“Gapapa, asal dia seneng.”

Selalu jawaban ini yang Jaehyuk dapatkan. Tapi ia juga tak bisa memaksakan keadaan antara dua laki-laki yang saling denial dengan perasaannya itu.

Bagi Haruto, walaupun status mereka saat ini tak bisa lebih dari teman, tak apa. Karena selama Junkyunya bahagia, itu cukup untuknya.

Terus bahagia kayak gini ya, kyu.

First Fall

.

.

.

.

Sesuai janjinya, begitu bel istirahat berbunyi Jungwon langsung menuju kelas Junkyu untuk mengajaknya makan siang bersama.

Sebenarnya, selain ingin mengenalkan sandwich favorit di sekolah ini, Jungwon juga harus mengawasi kakak sepupunya yang begitu polos itu. Lebih baik mencegah daripada menyesal kemudian, kan?

Dari kejauhan dapat ia lihat kakaknya bersama dua orang, yang tak lain adalah Doyoung dan Yedam, yang merupakan kakak kelas sekaligus teman ekskul vokalnya.

Mereka berempat berjalan beriringan menuju kantin, mengambil tempat duduk di kantin bagian pojok yang lumayan jauh dari keramaian. Doyoung yang kali itu berbaik hati, menawarkan diri untuk memesan makanan untuk mereka berempat, yang tentunya disambut dengan senang hati oleh tiga lainnya.

Sibuk dengan ponsel masing-masing, mereka sampai tidak menyadari kedatangan personil baru di tempat mereka itu. Haruto yang saat itu bersama Jeongwoo dan Jaehyuk langsung mengambil tempat tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Jungwon yang melihatnya hanya mendengus pelan, sudah terlalu terbiasa dengan hal itu.

“Kyu, lo udah makan belom?”

Junkyu yang kaget karena baru sadar dengan kehadiran Haruto di samping kirinya pun mengelus dada pelan.

“Ruto ngagetin aja sih.”

“Hehe sorry, lagian lo fokus banget sampe gak sadar ada cogan disini.”

Yedam yang mendengar hal itu pura-pura mual, hal yang sama juga dilakukan oleh rekan sepernakalan Haruto, si Jeongwoo dan Jaehyuk.

“Aku belom makan, ini lagi nunggu Doyoung.”

“Oh iya ruto, tadi kyu kenalan sama cewek cantik waktu jalan ke ruang guru. Kyu yang ajak kenalan duluan loh, kyu hebat kan?”

Melihat Junkyu yang antusias bercerita, membuat Haruto tanpa sadar mengusak pelan rambut si manis di hadapannya ini.

“Hebatnyaa, nanti mau belajar lagi gak?”

“Lusa deh, nanti kyu ada janji sama mama.”

Teman-teman di sekitar mereka yang mendengar percakapan tadi mungkin mengira mereka berdua siswa ambis, padahal kan...

“Ini pesanannya tuan-tuan muda.”

Doyoung datang memutus pembicaraan antara mereka berdua. Yedam dan Jungwon yang sudah lapar pun segera mengambil bagian mereka, diikuti oleh Junkyu dan Doyoung.

Makan mereka yang tenang tiba-tiba terusik begitu ada seseorang yang langsung duduk di samping kanan Junkyu, yang saat itu kebetulan kosong.

“Hai.”

Junkyu yang merasa disapa menghentikan makannya.

“Hai juga.”

“Kenalin gue Sunghoon.”

“Aku Junkyu, salam kenal Sunghoon.”

“Lo manis, tipe gue banget.”

“Makasih, tapi kata mama kyu ganteng dan keren, bukan manis.”

“Ganteng dan keren juga tipe gue kok. Lo mau jadi pacar gue nggak?”

Walaupun ia sudah mengetahui hal ini akan terjadi, tapi tetap saja Haruto kaget dengan keberanian Sunghoon itu.

“Ah maaf, tapi kyu sukanya sama cewek.”

Mendengar jawaban itu terlontar dari bibir Junkyu, membuat teman-teman yang berada di meja yang sama menahan tawa mereka. Sunghoon yang merasa malu pun langsung berlalu, tentu setelah bertatapan mata dengan Haruto yang tersenyum licik.

Jujur, Haruto senang karena taruhan ini gagal dan motor ninjanya aman. Pun senang karena uji coba yang ia rencanakan berjalan lancar, meskipun jauh dalam hatinya ia merasa sedikit tidak nyaman dengan jawaban Junkyu tadi.

First Fall

.

.

.

Sekitar lima belas menit, akhirnya orang yang ditunggu Junkyu datang juga. Memakai kaos putih dengan jaket jeans hitam dan celana jeans senada, Junkyu hampir saja terang-terangan mengagumi visual teman adik sepupunya yang kini akan menjadi tutornya untuk mendapatkan pacar.

Haruto tidak kesulitan untuk menemukan Junkyu, karena dilihat langsung pun laki-laki itu 100% sama dengan foto profilnya. Setelah memesan menu, Haruto langsung saja menghampiri meja Junkyu.

Sorry ya agak lama, tadi macet.”

“Gaapa kok, kyu juga sambil abisin es krim.”

Setelahnya mereka sama-sama diam, menatap ponsel masing-masing sembari menunggu pesanan Haruto datang. Haruto tidak menyangka ia akan gugup berhadapan langsung dengan Junkyu, karena dilihat dari jarak dekat seperti ini, Junkyu sangatlah tipenya. Manis, cantik dan tampan sekaligus.

Minus tingkah polosnya dan pengalaman yang nol besar dalam berpacaran, tentunya.

Begitu pesanan Haruto datang, ia mencoba memulai percakapan.

“Jadi kenapa lo minta cepet-cepet buat belajar? Pasti ada alasannya kan yang belum lo sampaiin?”

Junkyu terdiam, menimbang apakah lebih baik menceritakan hal tadi atau tidak. Tapi percuma juga kalau dia mengutamakan gengsi karena takut ditertawai Haruto, harusnya memang ia terbuka pada tutornya sendiri.

Maka, ia menceritakan dengan detail mulai dari saat ia bertemu perempuan yang ditabraknya di dalam cafe tadi, sampai perempuan itu marah dan meninggalkan Junkyu yang kebingungan.

“Lo beneran sama sekali gapernah deket sama cewek?”

“Pernah kok, sama mama.”

“Bukan itu, Junkyu.”

Hah, harusnya Haruto tau kalau ia memang harus ekstra sabar.

“Yaudah gue ajarin dasar-dasarnya dulu. Kalau kejadian kayak tadi, ini kan lo pakai kemeja luaran, dipinjemin aja, lo harus menunjukkan rasa tanggung jawab lo. Dengan itu, cewek tadi pasti tertarik deh sama lo karena manner lo bagus.”

“Kemejanya dikasihin gitu? Tapi iya sih, tadi pakaian dia kayak kekurangan kain gitu, pasti dia gapunya uang cukup untuk beli, harusnya kyu kasih aja kemeja kyu hmm..”

“Bukan..”

Haruto bingung menjelaskannya.

“Intinya, kalau lo salah, lo harus tanggung jawab. Karena itu penting, banyak cewek yang tertarik sama cowok yang punya manner bagus.”

“Oke, kyu bakal inget itu. Ruto pasti tanggung jawab banget ya orangnya?”

“Hmm bisa dibilang gitu. Oh iya, lo gak pulang? Kayaknya kesorean buat jam main lo keluar.”

“Ini mau pulang kok.”

“Sendiri?”

“Bentar dijemput kakak. Ruto mau pulang sekarang?”

“Nungguin lo aja dulu.”

“Oh iya kyu, ini juga bisa dijadiin pelajaran. Kalau lo lagi sama cewek, pastiin dia pulang dengan aman, kalau perlu lo yang anterin. Itu termasuk tanggung jawab.”

Sore itu, Junkyu banyak belajar dari Haruto. Pikirannya tentang Haruto yang akan bermain-main dengannya seketika hilang karena pertemuan kali ini. Haruto pun yang awalnya gugup menjadi lebih nyaman berhadapan dengan Junkyu.

Tentang ketertarikan pada lelaki manis di hadapannya ini, Haruto juga bingung. Nanti, ia akan membuktikannya, itu pasti.