nelpages

Mine

.

.

.

Jika Jaehyuk percaya bahwa Haruto sekarang berada di rooftop, ia sudah tertipu. Faktanya, kini Haruto sedang bersantai di salah satu bed yang ada di UKS sekolah, sembari mendengarkan keluh kesah seseorang yang berada di bed sebelah. Ah, lebih tepatnya menguping.

“Kenapa hiks, aku tidak punya hiks, teman, hiks

“Apa yang hiks, mereka inginkan hiks, sebenarnya, hiks

Sungguh, Haruto membenci isakan tangis yang masuk ke dalam indra pendengarnya. Namun, ia mencoba menahan diri untuk tidak menghampiri seseorang yang sedang menangis itu.

Tadinya, ia berada di UKS hanya untuk mengantar seragam atasan baru untuk Junkyu sebagai pengganti seragam yang sudah basah akibat ulahnya. Entah mendapat dorongan dari mana ia melakukan hal itu, ia hanya mengikuti kata hatinya untuk kali ini.

Setelah menyerahkan seragam yang diterima dengan bingung oleh Junkyu, Haruto bergegas keluar dari UKS, namun beberapa menit kemudian kembali dan menidurkan diri di salah satu bed samping milik Junkyu. Beruntung, tirai bed milik Junkyu sedang tertutup, jadi ia tidak perlu masuk dengan sembunyi-sembunyi.

Sekitar 30 menit telah ia habiskan untuk berdiam diri disana, karena sedari tadi ia memainkan ponselnya, ia pun baru menyadari bahwa suara isakan Junkyu sudah tak terdengar lagi. Namun kali ini tergantikan dengan suara gemeletuk gigi layaknya orang yang sedang kedinginan.

Menyadari hal itu, Haruto memberanikan diri untuk menghampiri Junkyu. Ia menarik pelan tirai yang ada di hadapannya, dan yang ia dapati adalah lelaki manis yang meringkuk menghadap ke arahnya dengan mata tertutup dan selimut yang ditarik hingga lehernya. Tubuh itu pun tampak gemetaran.

Persetan dengan gengsi yang Haruto pertahankan selama ini, tanpa basa-basi ia menurunkan selimut Junkyu dan langsung menarik lelaki itu masuk ke dalam pelukannya. Junkyu yang diperlakukan seperti itu sedikit terkejut, namun tepukan pelan di punggung dan eratnya pelukan tersebut membuatnya mengurungkan niat untuk menjauh.

Keheningan memenuhi ruangan, tidak ada tanda-tanda akan memulai percakapan antara kedua lelaki yang sebenarnya tidak kenal cukup dekat itu. Sampai akhirnya Haruto menyadari kecanggungan yang ada, dan memberanikan diri untuk bertanya pada si manis yang ada dalam pelukannya.

“Masih kedinginan, nggak?”

Samar-samar ia rasakan kepala Junkyu mengangguk kecil. Hal itu membuat Haruto memperbaiki posisi agar Junkyu lebih nyaman dalam pelukannya. Tangannya refleks merapikan rambut depan Junkyu yang sedikit berantakan, membuat Junkyu menatapnya bingung.

“Kenapa?”

“Kenapa apanya?”

“Kenapa kamu peluk aku? Kenapa kamu kasih seragam baru ke aku? Sedangkan tadi…”

Junkyu terdiam, hampir saja ia mengungkit kejadian di kantin tadi. Ia tak mau salah bicara dan membuatnya mendapat perlakuan kasar seperti tadi. Ia sudah lelah menghadapi semua ini, ia perlu beristirahat.

Haruto yang menyadari Junkyu terdiam, mengelus pelan rambut belakang Junkyu. Ia hanya ingin memberikan kenyamanan pada si manis sebelum ia lanjut berbicara.

“Lo gak sadar kan seragam lo tadi kotor bagian belakangnya? Ada yang coret baju lo waktu ketiduran di perpus. Gue kesel, gue bingung harus ngelakuin apa buat ngasihin pengganti seragam lo itu.”

“Tapi nggak gitu caranya..”

“Iya, maafin Haruto ya? Junkyu mau kan maafin Haruto?”

Junkyu kaget mendengar kalimat itu, begitu pula Haruto. Entah apa yang membuat ia berbicara seperti tadi, ia juga bingung.

Haruto mengelus pelan pipi Junkyu yang memerah saat ia mendongakkan kepala untuk menatap Haruto. Junkyu mencari kesungguhan dari permintaan maaf yang terlontar, dan yang ia dapatkan hanya ketulusan pada manik Haruto yang menatapnya dalam.

Junkyu mengangguk tanda menerima permintaan maaf itu, membuat Haruto merasa lebih lega dan hampir saja mengecup pipi gembil di hadapannya, jika saja ia tak ingat untuk tak membuat kecanggungan diantara mereka lagi.

“Mulai sekarang, gue bakal selalu sama lo. Gue bakal lindungin lo, gue bakal balas semua orang yang udah nyakitin lo dan berani gangguin lo lagi. Gue janji.”

Mungkin Junkyu pernah bermimpi untuk mendapatkan kalimat itu selama masa sekolahnya, namun kali ini kalimat indah itu benar-benar ditujukan pada dirinya, dari orang yang tak terduga pula, membuat maniknya berkaca-kaca.

“Kenapa?”

“Karena gue suka lo, Kim Junkyu. Maaf selama ini gue terlalu pengecut buat deketin lo, tapi gue gak mau nyia-nyiain waktu lagi. Jadi pacar gue, ya?”

Ketulusan dalam tiap kalimat yang Haruto lontarkan padanya benar-benar bisa Junkyu rasakan, membuat perasaan senang yang entah kapan kali terakhir ia dapatkan kembali memenuhi hatinya.

Cup

Saking senangnya, Junkyu refleks mengecup bibir Haruto yang masih setia memberinya senyuman. Sebelum Junkyu menundukkan kepalanya karena malu, Haruto lebih cepat memberi kecupan-kecupan tipis yang membuat pipi Junkyu semakin merona. Haruto tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya, dan kini ia sadar Junkyu adalah kebahagiaan yang selama ini ia cari.

Haruto menundukkan kepalanya, mengecup bibir manis dihadapannya sekali lagi sembari menggumam pelan,

Mine.”

Beautiful Sight

.

.

“Hyung, kau di dalam?”

Terhitung sudah lebih dari tiga kali Haruto mengetuk pintu studio pribadi Junkyu, namun tetap tidak ada jawaban. Tadinya ia ingin mengajak Junkyu untuk makan malam bersama, namun tidak ada tanda-tanda kehidupan di kamar Junkyu, membuatnya berakhir di depan studio ini.

“Aku masuk ya, hyung.”

Akhirnya ia memutuskan untuk langsung mengecek ke dalam. Terlihat Junkyu yang sedang fokus di depan komputernya, dengan melodi yang baru dibuatnya terdengar memenuhi ruangan itu.

Haruto mendudukkan diri di sebelah Junkyu, berbekal sekaleng cola yang ia sempat ambil di kulkas tadi untuk mengganjal perutnya.

Ia menumpu wajahnya dengan tangan, memperhatikan dengan seksama wajah serius Junkyu, kening yang berkerut, kemudian disusul mata yang mengerjap beberapa kali, dan jangan lupa bibirnya yang mengerucut lucu, ah, ini benar-benar pemandangan favorit Haruto.

Junkyu yang kemudian tersadar sedang diperhatikan, hanya menoleh sekilas dan memberikan senyum tipis pada Haruto, yang tentu saja membuat Haruto semakin jatuh hati pada hyungnya itu, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

Haruto sudah terbiasa dengan hal itu, maka ia juga tidak ingin mengganggu dengan mengajaknya berbicara, cukup duduk tenang memandangi wajah cantik Junkyu dari samping, dan lagi, kali ini hyungnya tampak berkali-kali lipat lebih manis dengan hoodie kupu-kupu kesukaannya.

Sesekali Haruto akan merapikan rambut depan yang sedikit mengganggu pandangan Junkyu, kemudian kembali fokus dengan satu tangan menumpu wajah.

'Ah, ingin sekali rasanya aku mencium pipinya', batin Haruto.

Junkyu sudah terbiasa dengan kebiasaan Haruto ini, jadi ia tak ambil pusing, sampai akhirnya Haruto bergumam kecil,

“Junkyu Hyung...”

Junkyu menolehkan wajah, memfokuskan pandangannya pada Haruto.

“Hmm?”

I love you.”

Mendengarnya, tak ayal membuat pipi berisi Junkyu bersemu merah, membuat ia tampak semakin menggemaskan di mata Haruto.

I love y—

“Yak, stop it!”

Melihat hyungnya semakin tersipu, Haruto tersenyum lebar, pun saat Junkyu mendorong wajahnya menjauh karena ia yang tak bisa menahan tawa.

Malam itu, studio Junkyu kembali menjadi saksi, bagaimana manisnya jatuh hati yang mereka berdua alami.

.

.

.

fin.

—; harukyu au

“Ah senangnyaa...”

Pekikan penuh kebahagiaan keluar dari bibir mungil seorang anak laki-laki di pagi hari itu. Akhirnya ia dapat menghabiskan waktu luangnya di taman ujung kompleks, setelah kemarin seharian mendekam di rumah akibat hujan salju yang cukup deras.

Salju-salju putih itu beberapa masih menumpuk di sekitaran taman, membuat anak laki-laki manis bernama Junkyu itu sedikit kedinginan, dan membuatnya lebih merekatkan jaket tebal yang menempel pada tubuhnya.

“Pasti lebih seru kalau teman-teman ikut bermain, hmm.”

Memang benar, pagi itu ia seorang diri di taman. Jarang orang tua yang akan mempersilahkan anaknya untuk bermain di luar di tengah cuaca yang cukup ekstrim ini, namun berbeda dengan Junkyu yang memiliki seribu satu akal untuk meloloskan diri.

Sembari tangan mungilnya yang mulai bermain dengan salju disana, ia mendengar derap langkah mendekat ke tempatnya bermain.

Begitu menoleh, ia mendapati seorang anak laki-laki yang mungkin seusianya, menatap acuh pada kegiatan yang ia lakukan. Anak laki-laki itu memakai jaket tebal lengkap dengan sarung tangan tebal yang melindungi tangannya. Nampak seperti anak orang kaya, pikirnya.

“Hai, siapa namamu?”, sapa Junkyu pada laki-laki itu.

Namun tampaknya, anak laki-laki di hadapannya itu tidak berniat untuk berkenalan. Tak apa, Junkyu akan berusaha membuatnya berbicara agar ia ada teman bermain di taman ini.

“Apa yang kau lakukan disini? Apakah kau pernah bermain salju?”

Masih tidak ada jawaban.

“Pernah membuat boneka salju tidak?”

Walaupun tetap tidak ada jawaban, Junkyu tidak menyerah.

“Apa kau tidak mau bermain?”

“Aku punya banyak mainan mahal di rumah, kalau aku mau bermain salju, kedua orang tuaku akan membawaku pada tempat indoor yang megah dan di dalamnya ada salju juga. Aku tidak perlu susah-susah untuk membuat boneka salju karena paman pasti akan membuatkannya untukku.”

“Ah, akhirnya kau berbicara juga.”

Tak bohong, Junkyu merasa senang karena anak laki-laki di hadapannya mau berbicara, walaupun jawabannya tidak sesuai dengan pertanyaan yang ia ajukan.

“Mau membuat boneka salju bersamaku?”

Anak laki-laki tadi kembali tutup mulut, membuat Junkyu menghela napas pelan. Ia pun mulai berjongkok dan mengumpulkan gumpalan salju untuk ia ubah menjadi boneka salju yang ia harapkan.

Nampak tertarik, anak laki-laki tadi kemudian mendekat pada Junkyu dan ikut membantu mengumpulkan gumpalan-gumpalan salju yang lebih kecil.

Melihatnya masih dengan sarung tangan tebal, Junkyu memberi ide untuk melepaskan sarung tangan laki-laki itu agar lebih bisa merasakan salju yang akan disentuhnya. Tak banyak bicara, anak itu mengikuti saran Junkyu. Awalnya cukup dingin, tapi seru juga, pikirnya.

“Namaku Haruto.”

Junkyu sedikit menoleh lalu tersenyum kecil, dan keduanya kembali melanjutkan kegiatan membuat boneka salju mereka.

Tak terasa hampir satu jam mereka berkutat dengan salju-salju itu, dan boneka salju yang mereka inginkan sudah berdiri kokoh di hadapan mereka. Senyum lebar muncul di bibir Junkyu, begitu pula Haruto yang tersenyum tipis melihat karyanya.

Junkyu mengajak Haruto menuju kursi taman yang tak jauh dari boneka salju buatan mereka. Mereka duduk bersisian dengan jarak kecil diantara mereka.

Tak lama setelah mereka berdiam diri di kursi itu, Junkyu mendengar gemeletuk pelan dari anak laki-laki di sampingnya. Ia menoleh, dan yang ia dapati ialah badan Haruto yang gemetaran dengan dua tangannya yang saling menggosok satu sama lain.

Melihat itu, Junkyu segera mengulurkan tangannya dan menggenggam kedua tangan Haruto. Benar, kedua tangan itu sangat dingin, berbeda jauh dengan tangannya yang lumayan hangat.

Genggaman tangannya ia eratkan, beberapa kali juga Junkyu meniup tangan dingin itu agar lebih hangat. Haruto hanya diam saja sambil memperhatikan apa saja yang Junkyu lakukan pada tangannya.

“Kenapa tanganmu dingin sekali?”

“Ibuku melarang untuk membuka sarung tangan jika di luar.”

“Loh? Lalu kenapa kau buka tadi?”

“Aku...kan kau yang menyarankannya tadi?”

“Maafkan aku, Haru. Sekarang pakai saja sarung tanganmu dulu.”

“Tak apa, nanti saja. Sekarang kan ada tanganmu?”

“Okeoke, sepertinya tanganku lebih hangat dari sarung tanganmu ya.”

Haruto tidak menjawab melainkan memalingkan wajahnya, membuat Junkyu tersenyum lebar karena bisa menggoda laki-laki di hadapannya ini.

Sebenarnya tak salah juga. Haruto akui kalau genggaman tangan Junkyu jauh lebih hangat dan nyaman pada tangannya.

Junkyu tak menolak saat ia mengeratkan genggaman tangan-tangan kecil mereka itu. Dalam jarak yang lumayan dekat ini pula, Haruto dapat mengagumi pipi chubby kemerahan Junkyu yang sangat menggemaskan.

“Apa kau masih merasa bersalah?”, tanya Haruto pelan.

“Hmm, sedikit.”

“Kalau begitu kemari, mendekatlah.”

“Lalu?”

“Peluk aku, buat badanku lebih hangat lagi.”

Junkyu tertawa kecil, walau ia tahu itu hanya akal-akalan Haruto, tapi ia tak menyesal telah memeluk anak laki-laki yang baru ia kenal itu, karena hangat pelukan mereka akan masuk dalam daftar hal favoritnya selama musim salju.

.

.

.

—fin.

; IOTNBO

Sore itu, langit nampak kurang bersahabat. Matahari yang awalnya masih memendarkan sinar berwarna jingga mulai tertutupi oleh awan-awan tebal yang nampak siap untuk menumpahkan hujan kapan saja.

Angin berhembus lebih kencang dari biasanya, diikuti dengan udara yang seketika menjadi lebih dingin.

Mungkin perubahan cuaca yang tiba-tiba ini biasa saja bagi sebagian orang, namun tidak dengan laki-laki manis bernama Junkyu itu. Angin sedikit kencang yang menerpa wajah dan menerbangkan anak-anak rambutnya justru membawa perasaan khawatir yang kian menyesakkan dan menghilangkan senyum manisnya beberapa jam lalu.

Pikirannya kini tertuju pada lelaki di seberang sana, lelaki yang telah menyita pikirannya sejak siang tadi, dikarenakan pesannya yang tak berbalas.

“Tak biasanya ia mengabaikan pesanku, apakah terjadi sesuatu padanya?”, pikirnya mulai kalut.

Ia tau, hari ini adalah hari yang dinantikan oleh lelaki yang telah mencuri ruang di hatinya, kekasihnya yang tampak dingin namun penuh perhatian itu.

Dan harusnya ia menghampiri laki-laki itu sejak tadi, saat pengumuman hasil perlombaan yang kekasihnya ikuti berlangsung. Tetapi karena waktunya yang tak ada luang, hal itu tak dapat ia penuhi.

“Apakah ia kecewa karena aku tak datang? Mengapa ia tak mengangkat teleponku, arghhh”, gumamnya kesal pada diri sendiri.

Tak terasa, perlahan awan yang telah bekerja sama menyembunyikan matahari sejak tadi mulai menumpahkan sedikit demi sedikit muatannya. Hujan yang awalnya hanya gerimis kecil, bersamaan dengan langit yang menggelap kini kian lebat.

Ponsel yang awalnya hening itu tiba-tiba berdering, dan memecahkan lamunan si lelaki manis. Sayangnya, itu bukan dari lelakinya, melainkan adik sang kekasih.

“Halo Airi, ada apa?”

“Kak, apakah kakak bersama Kak Haru?”

Dapat Junkyu dengan suara Airi yang, bergetar seperti menahan tangis?

“Hei tenangkan dirimu dulu, disini aku juga menunggu pesan dari Haruto sejak siang tadi. Apakah sesuatu telah terjadi?”

Dan Junkyu perlahan mulai memahami apa yang telah terjadi, Airi menjelaskan dengan sedikit terbata-bata tentang Haruto yang tiba-tiba pergi dari rumah setelah berselisih paham dengan sang ayah. Walaupun hanya itu yang dijelaskan, Junkyu tau kalau ayah kekasihnya pasti mempermasalahkan hasil lomba hari ini.

Setelah menjanjikan akan membawa Haruto pulang, Junkyu bergegas mengambil jaket tebal pemberian kekasihnya, tak lupa sebuah payung hitam yang kiranya cukup meneduhkan dua orang dewasa.

Ia mulai berjalan perlahan menerobos hujan dengan payung yang digenggamnya, memperhatikan sekeliling dengan seksama berharap menemukan Haruto secepatnya.

Udara dingin yang menusuk tak ia hiraukan, pikirannya hanya terpaku pada kekasihnya yang kini mungkin terguyur hujan dalam keadaan tak baik-baik saja.

Cukup lama ia langkahkan tungkai kakinya tak tentu arah, sembari terus merapal doa agar cepat bertemu yang dicari.

Jalanan yang ia lalui semakin sepi, tentu, tak ada orang yang akan senang hati menerjang hujan di kala malam dan di tengah dingin seperti ini. Namun tak masalah, asalkan ia dapat bertemu Haruto.

Dan akhirnya, di ujung jalan dekat sebuah jembatan, ia bisa melihat seorang yang ia cari keberadaanya. Yang sangat ia rindukan, walau belum genap 24 jam tak bertemu.

Ia langkahkan tungkainya lebih cepat, seakan objek di hadapannya akan hilang dalam sekejap mata. Sedikit mengatur nafas, ia memberanikan diri menggenggam tangan kekasihnya yang tampak bergetar kedinginan.

“Haru..”

Pelan, namun membuat lelaki di hadapannya itu menoleh dan yang Junkyu sadari, kekasihnya sedang menangis.

“Haru, apa yang kau lakukan disini, hm? Kau tak kedinginan?”

“Kak, aku gagal.”

Hanya kalimat pendek itu, dan pertahanan Junkyu pun runtuh. Ikut menangis merasakan rasa sakit yang kini kekasihnya tanggung.

No, kamu gak gagal sayang. Kamu berhasil, berhasil naklukin rasa takut kamu. Berhasil melewati ketakutan kamu dengan ikut lomba itu. Hasilnya, entah menang atau kalah, itu bonus. Kamu gaakan tau kalau kamu gak mencoba. Dan kesempatan untuk mencoba gak cuma satu kali ini, masih banyak kesempatan lain sayang, hm?”

“T-tapi ayah kak..”

Air mata Haruto kembali jatuh. Merasa satu tangannya tak cukup menenangkan kekasihnya, Junkyu memilih melepaskan payung di genggamannya. Biarlah hujan ikut membasahi tubuhnya, tujuannya kini hanya menenangkan lelaki yang ia cintai dengan tulus itu.

Junkyu merengkuh tubuh dingin Haruto yang masih menggigil, berusaha memberi kehangatan yang tersisa. Menyalurkan kenyamanan yang kiranya dapat mengurangi rasa sakit. Membisikkan kata-kata penenang yang kiranya dapat membantu menyembuhkan luka.

Langit juga tak sejahat itu pada mereka. Langit yang awalnya ikut bersedih, kini perlahan membantu menyingkirkan hujan, menggantinya dengan beberapa sinar kecil dari bintang.

Dan hingga kedua insan itu telah mampu saling menenangkan, bulan ikut menampakkan dirinya, bersinar begitu terang didampingi pelangi yang untuk pertama kalinya mereka lihat di malam hari.

Seakan memberi pesan, bahwa tak apa untuk jatuh, tak apa 'tuk merasa sakit dan tidak baik-baik saja, karena setelah segala masalah yang dihadapi, dan untuk segala usaha yang dilakukan untuk menyelesaikannya, hal yang indah akan datang menghampiri. . . .

—fin.

; harukyu au!

Makrab tahun ini diadakan 2 hari, yaitu hari Sabtu dan Minggu di salah satu villa milik orang tua Jeongwoo, si wakil ketua OSIS. Makrab sudah menjadi salah satu kegiatan tahunan, untuk memberikan wadah mengakrabkan diri bagi siswa siswi SMA YG School.

Semua angkatan berangkat pukul setengah 8 pagi menggunakan bus yang totalnya ada sepuluh bus, bersamaan dengan beberapa guru yang menjadi penanggung jawab kegiatan.

Kembali pada sie acara kita, susunan acara telah disiapkan secara matang dari beberapa hari sebelumnya. Makrab sebagai puncak acara, sedangkan sebelumnya akan dilaksanakan berbagai macam outbound.

Junkyu yang pertama kalinya mengikuti kepanitiaan di sekolah, mulai merasakan pegal-pegal pada beberapa bagian tubuhnya. Bagaimana tidak, ia yang tiap harinya lebih banyak rebahan kali ini harus menggunakan banyak tenaganya untuk berkeliling mengecek apakah kegiatan yang berlangsung telah sesuai dengan susunan acaranya.

“Keren juga ya kita, makasih banyak guys akhirya outbound yang kita ulang dari awal konsepnya bisa berjalan lancar”, ucap Yoshi sembari mengistirahatkan tubuhnya di salah satu kursi.

“Yoi, ganyangka gue bisa sesukses ini. Kyu, lo yang semangat dong, loyo banget gue liat-liat”, ejek Jaehyuk sambil mencubit pelan lengan Junkyu yang ada di sampingnya.

Hanya dehaman yang menjadi jawaban, nampaknya energi Junkyu kini sudah tinggal seperempatnya.

Junghwan menimpali, “Itu Kak Kyu ga semangat karena dari tadi gak liat Kak Ruto, mukanya aja nambah kusut gitu”.

Benar, sedari pagi Haruto, si Ketua OSIS yang menjadi crush Junkyu tidak menampakkan batang hidungnya. Hingga akhirnya, Junkyu merasa perjuangannya untuk ikut kepanitiaan ini sia-sia.

Yoshi segera menengahi sebelum terjadi perang ketiga diantara mereka, “Udah-udah, Wan mending lo siap-siap buat cek sie perkap di tempat makrabnya.”

“Siap kak, Wawan berangkat dulu”, saut Junghwan dan mereka berempat akhirnya kembali memisahkan diri.


Malam itu tampak lebih meriah dari kegiatan sebelumnya, dengan dekorasi yang cukup mewah untuk sekadar kegiatan makrab antar angkatan. Para siswa-siswi membentuk lingkaran dan mengelilingi api unggun yang ada di tengah mereka, memberikan kehangatan di tengah malam yang cukup dingin di sekitar villa ini.

Sie acara dibagi menjadi 2, Yoshi bersama Junghwan sedangkan Junkyu bersama Jaehyuk. Awalnya Junkyu hendak memprotes, namun berujung wajah yang lebih muram dari sebelumnya.

“Jae, Ruto beneran gak dateng ke makrab ini ya?”

“Gue seriusan gatau Kyu, kemaren gue udah pesen buat dateng, tapi lo liat sendiri kan yang sambutan tadi si Jeongwoo.”

“Huh, tau gini gue gabakal ikut ni kepanitiaan. Udah waktu rebahan gue keambil, badan gue berasa remuk semua pula”, keluh Junkyu lagi.

Jaehyuk tak minat menimpali, dan akhirnya melanjutkan tugas mereka agar lebih cepat mendapat waktu untuk beristirahat.

Makrab berakhir pukul 9 malam, setelahnya Hyunsuk, ketua panitia dari kegiatan ini pun melakukan evaluasi. Tidak banyak, karena memang makrab kali ini berjalan dengan sukses.

Sampai akhirnya mereka diberikan waktu untuk beristirahat. Dalam sekejap, ruang tamu lantai 1 itu sepi, hanya beberapa siswa yang berlalu lalang entah untuk apa.

Begitu pula Junkyu, yang sebelumnya mengeluh ingin cepat istirahat namun kini sedang berada di pantry dekat toilet. Walaupun suasana sepi ini bukan hal yang disukainya, tetapi ia sangat memerlukan susu saat ini.

Dengan wajah lelah, ia menuangkan susu bubuk dan berniat menambahkan air hangat, sebelum listrik di daerah sekitar villa seketika padam dan diiringi dengan teriakan siswa-siswi yang kaget dengan hal ini.

Mengabaikan gelas susunya, Junkyu mencoba mencari ponsel yang tadi ia kantongi untuk menghidupkan senter. Sialnya, daya baterai ponselnya lemah, dan membuatnya mengurungkan niat awal.

Tak kehabisan akal, ia mencoba menghubungi Junghwan, tetapi sepertinya kesialan masih ada padanya karena dalam sekejap ponselnya ikut mati.

“Huh, apa iya gue mesti bermalam di pantry malam ini? Ni perasaan gue apa gimana deh kok tambah dingin disini ya”, monolog Junkyu sambil memikirkan rencana bermalamnya.

Sebenarnya, Junkyu memiliki kebiasaan yang unik. Saat ia mulai merasa panik, ia akan bernyanyi untuk menenangkan dirinya. Dan di saat seperti ini, yang ia lakukan adalah..

“Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu Cintaku tanpamu ya sayang...

bentar, kok gue lupa lirik deh. Coba ulang,

Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu Cintaku tanpamu ya sayang...

aish, gue lupa lirik anjir. Nassar hyung, maafin gue ya, nanti gue apalin bener-bener deh lagunya”, monolognya sedih lengkap dengan wajah yang ditekuk dalam.

Beberapa menit ia habiskan dengan mengulang lirik yang ingat saja, listrik masih padam dan udara pun semakin dingin.

Sedari tadi, Junkyu telah meringkuk dan menenggelamkan wajah di antara kedua lipatan kakinya. Suara nyanyiannya masih terdengar jelas, karena ia bersikeras mengingat lirik yang ia lupakan.

Tanpa ia sadari, nyanyiannya itu mengundang rasa penasaran seseorang. Laki-laki yang sedari tadi juga berada di sekitar ruang tamu, dan perlahan mendekat karena merasa mengenal suara dan lantuanan yang disuarakannya.

Saat suara itu mulai memelan, ia sudah ada di hadapan Junkyu, menunduk menyamakan tinggi mereka, dan tanpa aba-aba mulai merengkuh tubuh Junkyu yang menggigil.

Junkyu yang diliputi keterkejutan, memberanikan diri mengangkat wajahnya. Tak disangka, tampak wajah sempurna Haruto yang kini hanya berjarak satu jengkal dari wajahnya.

Mengamati wajah kaget Junkyu yang sangat menggemaskan dengan jarak sedekat ini, membuat Haruto mati-matian menahan diri untuk tidak menggesekkan hidungnya pada hidung Junkyu.

Seakan kembali ingat akan tujuannya, ia menunduk dan membisikkan sesuatu pada telinga Junkyu yang perlahan menyamankan diri dalam pelukannya,

“Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu Cintaku tanpamu ya sayang bagai malam tiada berlalu—”, ucap Haruto pelan.

Junkyu berniat untuk menimpali ucapan Haruto, seperti menanyakan mengapa ia bisa hapal lirik lagu yang Junkyu nyanyikan, sebelum akhirnya terdiam karena kalimat lanjutan laki-laki itu,

“—itu lirik yang bener ya, sayang?”

; harukyu au

Setelah bersiap sekitar tiga puluh menit lamanya, akhirnya Haruto sudah siap 100% untuk menghampiri doinya, tak lain dan tak bukan adalah Junkyu, sahabatnya sedari kecil.

Kisah mereka sebenarnya lumayan rumit, dari sisi Haruto tentu saja. Karena tanpa diduga perasaan yang seharusnya tidak tumbuh antara ia dan Junkyu kini semakin besar tiap harinya. Dan sialnya lagi, Junkyu bukanlah orang yang peka dengan bentuk-bentuk perhatian Haruto yang lebih dari sekadar sahabat.

Kembali pada Haruto yang kini telah memarkirkan motor kesayangannya di hadapan rumah Junkyu. Setelah merapikan rambutnya yang khusus hari ini ia ubah gayanya, dengan harapan akan menarik perhatian Junkyu.

Entahlah, walaupun ia tahu Junkyu orang yang tidak peka, namun dengan berbekal doa dari Yoshi, ia memantapkan hatinya untuk berusaha kembali.

Tak lama setelah membunyikan bel, si pria manis pemilik rumah kini sudah ada di hadapannya. Katakan saja Haruto yang bucin, di matanya Junkyu selalu bertambah manis tiap harinya.

Setelah meminta ijin pada Bunda, mereka akhirnya berangkat menuju taman sesuai arahan Junkyu.

Tiba di taman, Junkyu segera turun dan berlari menuju salah satu ayunan yang telah menjadi spot favoritnya disini.

Haruto hanya terkekeh pelan melihat tingkah laku Junkyu, ya setidaknya di hari ulang tahunnya ini, ia dapat menghabiskan waktunya dengan sahabat yang ia cintai itu.

Mengambil tempat di ayunan sebelah Junkyu, Haruto memandang lurus ke depan dimana anak-anak kecil sedang berlarian dengan cerianya.

“Lihat mereka lari-lari, gue jadi inget masa kecil dulu deh, Ru.”

“Lo dulu hiperaktif banget, susah disuruhin diem, udah gitu suka ngeledekin gue. Udah aja gue kejar, lo nya jatuh terus nangis”, timpal Haruto sambil tersenyum kecil.

“Dipikir-pikir kita udah lama juga ya sahabatan, dari yang sekecil mereka, sekarang lo udah kayak tiang gini.”

“Lo juga tiang kali.”

“Tapi lo jauh lebih tinggi, lihat kaki lo sampai nekuk kayak gitu buat main ayunannya.”

“Bagus kali gue tinggi gini.”

“Apa bagusnya?”

“Kalo lagi berdiri sama lo, cocok aja gitu. Apalagi kalau gue peluk lo, pas hehe.”

Junkyu hanya mendengus mendengar perkataan yang mirip gombalan dari Haruto itu. Mungkin saking terbiasanya ya.

“Gue sayang sama lo, kyu.”

“Gue tau.”

“Terus?”

“Ya gaada terusannya.”

”...”

Karena tiba-tiba tak ada sautan, akhirnya Junkyu melihat ke arah Haruto. Dapat ia lihat sahabatnya itu sedang menunduk lesu. Ah, lucunyaa.

Ia jadi tak tega, dan akhirnya memutuskan sandiwaranya ini.

“Haru..”

“Ya?”

“Happy birthday.”

“Kirain lupa. Mana nih mana hadiah buat gue?”

“Ayo pacaran.”

“HAH?”

“Ayo. Pacaran.”

“Kyu?”

”...”

Tak ada jawaban dari Junkyu, dan akhirnya membuat Haruto yang semula senang, berpikir kalau Junkyu hanya bermain-main, seperti hari-hari sebelumnya. Ia putuskan untuk kembali fokus melihat anak-anak kecil di seberang yang kini sudah berkurang jumlahnya.

Cup

“Eh?”, kaget Haruto yang tiba-tiba merasakan bibir lembut Junkyu megecup pelan pipi kirinya.

“Hehe”, kekagetan Haruto hanya dibalas senyum polos oleh Junkyu.

”...”

”...”

“Kyu, lagi dong.”

.

.

-fin.

;– harukyu au

Usai menyetujui permintaan mami junkyu dan membalas pesan jeongwoo, haruto segera bersiap menuju rumah si manis. Jujur, sebenarnya kali ini ia merasa takut untuk menyambangi rumah itu, terlebih kehadirannya kemungkinan besar akan ditolak oleh pemilik rumah.

Namun dengan tekad dan dukungan yang sudah ia kantongi, ia memantapkan hatinya untuk langsung meluncur ke tempat tujuan.

Padahal tadi ia sempat memikirkan apa saja yang akan dia bicarakan pada junkyu kalau saja laki-laki manis itu menerima ajakannya bertemu besok, namun sayang hal itu tidak sesuai rencananya.

Buruknya lagi, akibat penolakan dari junkyu yang ia dapatkan tadi, kata-kata yang telah tersusun di kepalanya langsung pergi entah kemana.

Jadi doakan saja ia mendapat maaf dari junkyu dengan alasan seadanya.


Sesampainya di kediaman si manis, haruto merapalkan doa terlebih dahulu. Berharap tujuannya diterima dengan baik oleh pemilik rumah tentunya.

Pintu terbuka dan ia mendapati mami junkyu sudah berdiri di hadapannya. Setelah bersalaman dan berbincang sedikit, mami mengantarkan haruto ke depan kamar junkyu.

Jadi sedari tadi junkyu mogok bicara dan tidak mau turun untuk makan. Jelas saja maminya merasa khawatir, dan berujung menghubungi haruto.

Pintu kamar junkyu terkunci, beruntungnya mami memiliki kunci cadangan sehingga tidak perlu repot mendobrak pintu kamar anaknya tersebut.

Setelah berpesan untuk berbicara yang pelan dan menjelaskan yang sesungguhnya pada haruto, mami junkyu turun ke lantai bawah untuk memberikan waktu pada mereka berdua menyelesaikan masalah.

Doakan lagi ya, semoga junkyu tidak langsung mengusirnya keluar dari kamar ini.


Pelan-pelan ia masukin kamar itu. Dapat ia lihat junkyunya sedang terlelap menghadap ke arah jendela dan membelakanginya. Ia memutari kasur dan berhenti di hadapan kesayangannya itu.

Masih jelas terlihat jejak air mata pada pipi dan kelopak mata yang indah itu sedikit membengkak. Haruto semakin merasa bersalah karenanya.

Pelan ia usap surai coklat laki-laki manis di hadapannya ini, tak berniat membangunkannya. Kemudian beralih mengusap pipi junkyu yang sedikit dingin akibat AC di kamar ini, mencoba memberi kehangatan sebisanya.

Haruto duduk di lantai dan menghadap ke kasur yang ditempati junkyu. Cukup lama dalam posisi itu, sambil memandangi wajah damai kesayangannya yang tertidur lelap, tiba-tiba mata junkyu mengerjap pelan dan perlahan terbuka.

Dapat ia lihat haruto yang menggenggam tangannya kini ada di hadapannya. Junkyu mengerjap sekali lagi, takut bahwa ia masih di alam mimpi, namun ternyata haruto di hadapannya ini nyata.

Haruto yang melihat itu, perlahan menggerakkan jarinya sambil mengusap pelan punggung tangan junkyu. Junkyu yang mendapat perlakuan lembut seperti itu tak bisa menahan air matanya keluar lagi untuk kesekian kalinya.

Junkyu perlahan mengulurkan tangannya ke depan dan melingkarkannya pada leher haruto. Masih dalam posisi tidur, junkyu mendekatkan tubuhnya hingga kepalanya kini nyaman di ceruk leher haruto.

Haruto awalnya kaget, namun segera ikut menyamankan diri. Kini tangannya juga melingkar pada punggung junkyu. Dapat ia dengar isakan kecil keluar dari bibir si manis, ia coba tenangkan dengan mengelus pelan punggung junkyu.

Cukup lama dalam posisi itu, akhirnya junkyu mengangkat kepalanya. Menatap iris hitam haruto yang kini menatapnya lembut. Junkyu tahu ia tidak mungkin bisa marah pada laki-laki di hadapannya ini, ia hanya perlu waktu.

“Jangan menangis lagi, kumohon..”, ucap haruto pelan di samping telinga junkyu.

Junkyu kemudian meminta haruto untuk naik ke atas kasurnya, berbaring sambil memeluk tubuhnya karena hanya itu yang ia inginkan sekarang.

Dengan sigap haruto berbaring, dan membuka lengannya seraya menarik junkyu masuk dalam pelukan itu. Junkyu menyamankan diri dengan bersandar di dada bidang haruto, menghirup aroma sabun dan parfum yang bercampur menguar dari laki-laki yang kini sedang memeluknya.

“Kau pasti mau menjelaskan sesuatu kan? Baiklah akan aku dengar semuanya, jangan berbohong”, ucapnya kemudian mempersilahkan haruto untuk meluruskan kesalahpahaman di antara mereka.

Lalu haruto jelaskan semua mulai dari keputusannya untuk berhenti bekerja di counter pulsa dan mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan, mengenai orang tuanya yang sedang sakit dan perlu ia bantu dana pengobatannya, serta kegelisahannya apakah junkyu akan menunggunya atau tidak.

Junkyu mendengarkan tanpa memotong, perlahan terbit rasa bersalah karena berpikir buruk tentang hilangnya haruto selama seminggu ini.

Saat haruto meminta maaf dengan padanya karena tidak bisa mengabari, junkyu menolehkan kepalanya menghadap atas agar dapat melihat haruto.

Permintaan maaf itu sangat tulus, membuat junkyu semakin merasa bersalah. Akhirnya junkyu juga meminta maaf karena hampir tidak mempercayai haruto, merutuki dirinya karena meragukan perasaan haruto yang murni dan tulus.

Mereka saling menatap beberapa menit, hingga haruto yang menurunkan kepalanya untuk mengecup dahi junkyu lembut, yang membuat refleks junkyu menutup matanya. Kecupan itu perlahan turun pada bibir junkyu, membuatnya tersenyum lebar saking senangnya.

Semua rasa kesal dan marah yang ada dalam hati junkyu tadi sekejap menghilang, tergantikan perasaan bahagia yang sangat karena rindunya terbalaskan. Pun perasaan gundah dalam hati haruto juga telah tergantikan dengan perasaan lega karena junkyu yang mau menerimanya kembali.

“Jadi apa kamu memaafkanku?”, tanya haruto.

“Tentu”, jawab junkyu pasti

“Tapi jangan tinggalkan aku lagi..”, lanjutnya.

“Aku akan selalu disampingmu kyu, mulai hari ini, dan seterusnya. Tapi aku harus memastikan satu hal”

“Apa itu?”

“Apa kamu mau berkencan denganku?”

“Tak perlu aku jawab kamu pasti tau jawabannya”

“No no, coba katakan”

“Yes”

“Untuk apa?”, goda haruto.

“Jadi pacarku”

“Jawaban yang benar itu jadi pacarmu”

“Pacarku”

“Pacarmu”

“Pacarku”

“Pacarmu kyu”

“Yaudah iya pacarku haru”

“Kenapa kita merebutkan hal kecil ini?”

“Hhh kamu yang memulainya”

“Ututu gemasnyaa pacar akuu”, haruto sekarang sibuk memencet, mencubit, mengelus pipi junkyu berulang-ulang saking gemasnya. Junkyu? Ia hanya memasang wajah cemberut karena pipinya yang jadi sasaran.

Cup

“Bonus”

Cup

“Bonus lagi”

Kecupan itu terhenti, pun mereka tersenyum satu sama lain, menyalurkan perasaan mereka yang sama-sama bahagia. Haruto mengeratkan pelukannya, yang dibalas junkyu tidak kalah erat.

“Haru, aku masih mengantuk, kau harus tetap memelukku ya sampai aku tidur. Oh tidak, sampai aku bangun kamu harus tetap memelukku!”

Haruto hanya terkekeh karena pacarnya yang sekarang memasang wajah galak yang jatuhnya menggemaskan.

“Iyaa sayang, seterusnya aku peluk juga aku tidak keberatan, nanti aku beri bonus lagi hehe”

Ucapan haruto kemudian dibalas cubitan kecil pada pinggangnya oleh junkyu, lalu ia kembali mengeratkan pelukannya.

Melihat junkyu yang mulai menutup matanya, haruto mengelus pelan punggung dan belakang kepala junkyu agar pacarnya itu lebih cepat terlelap. Kemudian ia ikut menyusul terlelap beberapa menit kemudian.

Mereka tidak tahu, sedari tadi mami junkyu mengintip dari celah pintu sambil menggelengkan kepalanya.

“Ckck dasar anak muda”

–; harukyu au

Malam itu junkyu memilih untuk membawa tubuhnnya untuk berbarin di ranjangnya yang empuk. Entahlah ia merasa lelah, padahal ia hanya pergi keluar untuk makan bersama teman-temannya.

Kamar itu terasa hening karena pemiliknya yang tiba-tiba melamun, pikirannya kembali mengingat apa yang terjad beberapa jam yang lalu di depan rumahnya.

.

.

Flashback

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 9 malam, hingga akhirnya mereka bersiap-siap untuk kembali ke rumah masing-masing. Setelah berpamitan singkat, kemudian junkyu mengikuti yoshi menuju mobilnya.

Keduanya kini sudah ada di dalam mobil, kemudian yoshi melajukan mobilnya menuju rumah junkyu. Tidsk seperti jalur yang tadi dilaluinya, kini ia mengambil jalur yang lebih dekat agar lebih cepat untuk mengantarkan laki-laki manis di sampingnya ini.

Tidak sampai tiga puluh menit mereka kini sudah berada di depan rumah junkyu. Junkyu sedikit bingung karena yoshi yang tiba-tiba pendiam dibandingkan sore tadi namun memilih tidak ambil pusing, mungkin yoshi lelah, pikirnya.

Ia memilih untuk mengucapkan terimakasih dan berpamitan dengan laki-laki itu. Namun belum sempat ia membuka pintu mobil, tangannya sudah ditahan terlebih dahulu oleh yoshi.

Keadaan tiba-tiba canggung dan junkyu masih kaget karena perlakuan yoshi yang mendadak menahannya. Tapi ia kemudian memilih untuk bertanya apa yang yoshi inginkan.

“Kenapa yoshi? Ada yang mau kau bicarakan padaku?”, tanyanya pelan. Kini di hadapannya yoshi terlihat ingin menjawan namun ada keraguan disana.

“Yosh?”, panggilnya sekali lagi.

“E-eh anu, itu, aku sebenernya mau ngomong kyu”

“Soal apa?”

“Kyu, aku mau jujur sama kamu, selama ini aku itu deketin kamu karena aku ada rasa sama kamu, awalnya aku ragu, tapi setelah pertemuan pertama kita waktu kamu nabrak aku depan perpustakaan, rasanya aku mulai tertarik dalam pesona yang kamu punya.

Dan akhinya waktu di cafe itu kita punya kesempatan ketemu lagi, kenalan, dan tahu satu sama lain lebih dekat lagi. Aku tau ini mungkin terlalu cepat, bahkan belum genap seminggu dari pertemuan kita di cafe, tapi aku serius kyu, i'm in love with you, so would you be mine?”

Junkyu kaget tentu saja, ia tak menyangka bahwa yoshi memendam perasaan padanya dan mengungkapkannya secepat ini. Terlebih saat hatinya masih terpaku pada satu orang yang belakangan ini tiba-tiba menghilang.

Ia menatap mata itu, tatapan yoshi yang teduh dan sarat akan keseriusan dari tiap kata-kata yang diucapkannya tadi. Ia tak menyangkal bahwa ia tertarik pads yoshi, namun beda artian dengan ketertarikan yoshi padanya.

Lagi pula ia tak bisa menerima yoshi saat rasa sukanya masih sepenuhnya pada haruto, dan berujung menjadikan yoshi pelarian saja. Yoshi pantas untuk orang yang lebih darinya.

“Maaf..”, ucap junkyu pelan, meyakinkan diri untuk menjawab pernyataan yoshi.

Mendengar satu kata itu dari mulut junkyu, yoshi tahu apa keputusan dan jawaban junkyu. Ia tak bisa menyembunyikan kekecewaan yang tampak di raut wajahnya.

“Sekali lagi maaf yoshi, aku tidak bisa”, junkyu masih mengulangi kata maafnya namun ia tak mampu melihat yoshi kali ini.

“Kenapa kyu?”, pikir yoshi kali ini ia harus memastikan alasan apa yang membuat junkyu menolaknya.

“Apa kau menyukai orang lain?”, lanjutnya, yang meskipun berat hati ia ucapkan karena takut akan apa yang ada di pikirannya benar-benar harus ia hadapi.

“Mungkin, aku tidak bisa mengatakannya karena aku juga perlu memastikan perasaanku yoshi, aku tidak bisa menerimamu dalam kondisi yang dimana hatiku juga sedang bingung kepada siapa rasa sukanya akan berlabuh

Aku harap kamu mengerti ini, maafkan aku jika memang perlakuanku padamu membuat kesalahpahaman, aku hanya ingin jujur dengan diri sendiri, begitu pula padamu.”

Junkyu menatap mata yoshi dalam, berusaha menyampaikan apa yang ada di benaknya dengan hati-hati dengan harapan laki-laki di hadapannya ini mengerti perasaannya.

Yoshi masih tak bisa menerima alasan itu, namun ia tak ingin sampai berkata kasar atau melakukan hal di luar kendalinya pada laki-laki manis di hadapannya.

Karena itu, ia mengakhiri hening di antara mereka dengan mempersilahkan junkyu untuk masuk dan mengucapkan selamat malam tanpa perlakuan tambahan atau senyum manis yang biasa ia berikan pada junkyu.

Junkyu segera menurut dan turun dari mobil, kemudian memperhatikan mobil itu melaju sampai hilang di balik persimpangan kompleknya.

Ya, semoga saja ini keputusan yang benar, batinnya.

–; harukyu au

Sabtu itu, tepat pukul empat kurang lima belas menit, junkyu sudah selesai bersiap-siap karena sebelumnya yoshi sudah mengirimkan pesan bahwa ia hampir sampai.

Sebagian hatinya merasa senang karena akhirnya ia dapat menikmati waktunya lagi bersama teman-teman barunya, mungkin. Namun rasa kosong yang ia rasakan beberapa hari belakangan ini masih tetap menggerogoti hatinya.

Wajahnya tak seceria biasanya, maminya tentu menyadari itu. Hingga akhirnya junkyu mengatakan akan pergi besama temannya sore ini mami pikir akan merubah suasana hati junkyu yang suram akhir-akhir ini.

Tiba-tiba bunyi bel pintu itu kemudian mengintrupsi kegiatan penghuni rumah.

“kyu, temanmu sudah datang”, panggil maminya dari lantai bawah.

Junkyu bergegas turun menuju pintu utama untuk mempersilahkan tamunya masuk, yah mungkin yoshi ingin berkenalan dengan maminya, ia rasa tidak ada salahnya.

“hai, ayo masuk dulu yoshi, aku akan mengambil handphone ku sebentar”, ucapnya seraya mempersilahkan yoshi masuk. Dan junkyu segera naik ke atas untuk mengambil keperluannya, kemudian menghampiri maminya di dapur untuk berpamitan.

Maminya pikir yang akan ia temui adalah laki-laki tampan berwajah dingin yang sebelumnya pernah datang meminta ijin menjemput junkyu, namun ia rasa ia salah. Tanpa sadar maminya berceletuk,

“eh ini siapa? Mami kira kamu dijemput haruto kyu”, ucap mami junkyu yang sepertinya tidak sadar dengan situasi.

Hening sejenak karena pertanyaan tiba-tiba tadi, kemudian ia berinisiatif memperkenalkan yoshi pada maminya.

“mami, ini yoshi temen barunya junkyu, kita satu sekolah juga”, sela junkyu yang diikuti dengan uluran tangan yoshi dan disambut lembut oleh mami junkyu.

“oh nak yoshi, terimakasih ya sudah mengajak junkyu pergi, setidaknya anak ini tidak menghabiskan waktunya dengan rebahan saja”, junkyu hanya tersenyum kecut mendengarnya.

“ah tidak apa tante, kalau begitu saya ijin bawa junkyunya jalan-jalan dulu ya tan, nanti pulangnya gak malem-malem kok.”

“dah sana kalian biar gak terlambat pulangnya”

Usai itu junkyu pun mengikuti yoshi yang menuju mobilnya yang terparkir di seberang rumahnya. Yoshi memutar membukakan junkyu pintu dan mampersilahkannya masuk. Kemudian kembali ke tempat duduk kemudi.

Perjalanan mereka selingi dengan pembicaraan ringan, yang tentunya dimulai oleh yoshi. Beruntungnya mereka memiliki ketertarikan pada genre lagu yang sama yang membuat mereka seperti melakukan konser dadakan dalam mobil.

Junkyu menikmati perjalanannya, tempat tujuan kali ini yoshi yang memilih dan kebetulan ia tidak tahu tempatnya, jadi hanya sesekali memandang keluar jendela dan menyadari langit mulai gelap. Ia sebenarnya merasa perjalanan ini lumayan lama, namun karena yoshi yang terus mengajaknya berbicara perhatiannya pada jalan jadi teralihkan.

Tanpa ia sadari, sebenarnya yoshi sejak tadi sengaja mengambil rute yang lebih jauh dari seharusnya, hanya untuk dapat menikmati waktu lebih lama dengan lelaki manis di sampingnya ini. Begitu pula pesan dari teman-temannya dihiraukan, karena ia benar-benar ingin menikmati waktu berduanya dengan junkyu.

–; harukyu au

Untuk menikmati waktu me time nya, junkyu sengaja memesan es krim tiga cup sekaligus. Ia percaya dengan makan banyak makanan manis mampu menghilangkan perasaan sedihnya kali ini.

Ia tidak bohong saat mengatakan perlu waktu sendiri, ia tidak ingin membebani teman-temannya dengan keluh kesahnya apalagi tentang haruto yang notabene tidak kenal dekat dengan teman-temannya, kecuali jeongwoo.

Sengaja juga ia pilih tempat duduk disamping jendela, sama seperti kali pertama ia kesini bersama haruto. Hampir semua sudut di tempat ini mengingatkannya pada haruto, namun memang ia pilih tempat ini untuk me time nya karena rasa rindunya pada haruto yang makin menjadi. Padahal ini baru terhitung tiga hari dari hari terakhir mereka bertemu dan saling menghubungi.

Saking fokusnya dengan eskrim dan juga kenangannya dengan haruto yang datang silih berganti, tanpa junkyu sadari ada seorang laki-laki mendekati tempat duduknya.

“boleh aku duduk disini?”, tanya laki-laki itu pelan.

Junkyu yang terkejut sampai terdiam sesaat untuk menyadari laki-laki di hadapannya kali ini. Sepertinya tidak asing.

“ah iya boleh, silahkan duduk.”

“haha tidak usah formal begitu. Kamu lupa denganku?”

“maaf, aku tidak pandai mengingat orang. Bida kau beritahu kita pernah bertemu dimana?”

“aku laki-laki yang pernah kamu tabrak di depan perpustakaan itu, kau ingat?”

“ahh aku rasa aku mengingatmu, tapi kita belum berkenalan, kan?”

“nah ayo kita berkenalan sekarang. Aku yoshi, 11 ips 1, kau?”, sambil mengulurkan tangannya.

“aku kim junkyu, 11 ipa 2. Panggil junkyu saja”, ucapnya sambil tersenyum dan membalas uluran tangan yoshi.

Obrolan mereka berlanjut dengan pembicaraan-pembicaraan ringan sekitar tugas dan teman-teman sekolah mereka. Dan kebetulan juga salah satu teman yoshi yaitu jaehyuk adalah kekasih dari asahi.

Tak disangka junkyu ternyata yoshi teman yang nyaman untuk diajak bercerita, bahkan tidak terlihat bahwa mereka baru saja berkenalan beberapa menit yang lalu. Karena adanya yoshi yang menemaninya kali ini, junkyu dapat sedikit melupakan kesedihan dan rasa rindunya pada haruto. Sepertinya tidak buruk untuk menjalin pertemanan dengan laki-laki ini, pikirnya.

Hingga akhirnya yoshi menawarkan agar lain kali mereka pergi hang out bersama teman-teman mereka yang lain, dan tentu saja junkyu menyetujuinya karena itu bukan ide buruk.

“sebelum itu, bisakah aku meminta nomor telponmu, kyu? Agar lebih mudah menghubungi sewaktu-waktu, atau mungkin kau perlu teman bicara seperti ini lagi aku tak keberatan”, ucap yoshi lembut.

“ah baiklah, kemarikan hp mu agar aku bisa mencatatnya.”

Setelah saling bertukar nomor telepon, tak terasa mereka sudah berada di cafe ini hampir 2 jam. Dan teman-teman junkyu juga sudah mulai cerewet menanyakan keberadaannya.

“ah yoshi, maaf sepertinya aku akan pulang sekarang. Pasti mami akan panik jika aku pulang terlambat, sekali lagi maaf ya aku tidak bisa menemanimu lebih lama”, junkyu berkata dengan raut wajah yang bersalah.

“tak apa, kita bisa pergi bersama lain kali kyu. Ah apa kau mau sekalian aku antar pulang?”

“ah tidak usah, sopir ku sudah menunggu di depan. Kalau begitu aku pamit ya yoshi”, junkyu melambaikan tangannya sambil tersenyum manis pada yoshi yang masih duduk tenang di tempatnya.

Yoshi membalas lambaian tangan itu seraya tersenyum manis, ah tidak ia duga ia bisa menghabiskan waktu sore ini dengan laki-laki yang ia sukai.

“aku pasti akan bisa membuatmu menyukaiku kyu, tunggu saja.”