Cloudysun

Pukul 17.00 Cafe Muara.

Lantunan musik klasik di cafe ini menemani Ao yang sedang duduk meratapi hujan diluar sana, ya sore ini hujan kembali membasahi kota tersebut.

Sesuai janjinya, dia hari ini akan bertemu Taeyong. Orang yang mengirim kannya gelang berkode morse itu.

Kalian mungkin sudah tau kan apa arti dari kode morse yang ada di gelang tersebut?

ya, sister. Arti dari kode morse yang ada digelang itu. Ao tidak tau apa maksudnya, karena itulah hari ini dia berada disini untuk meminta kejelasan.

Bunyi klintingan bel yang ada didekat pintu daritadi terus berdenting, menandakan orang yang datang ke cafe tersebut.

Namun, orang yang ao tunggu pun tidak kunjung tiba.

Sampai akhirnya, bel itu berbunyi lagi, menandakan satu pengunjung datang.

Ao menoleh kearah pintu, melihat laki-laki rupawan berambut basah itu masuk kedalam cafe, tentu saja sukses membuat tatapan para wanita yang ada disana tertuju kearahnya.

Siapa lagi kalau bukan Taeyong.

“Sorry, udah lama? Tadi kejebak hujan jadi balik dulu ngambil mobil.” Ucapnya

“Engga apa kak, duduk dulu aja.” Ucap Ao pelan.

Taeyong mengangguk, dia memperhatikan ao yang sibuk dengan handphone nya, dan didepannya ada kotak gelang yang kemarin dia berikan.

——- “Tadi gue telfon lo, tapi gak aktif, gue kira lo kejebak hujan.”

Ao hanya menggeleng pelan, “engga kak tadi waktu gue kesini masih mendung doang.”

Dia sengaja mematikan data seluler karena daritadi Bundanya sibuk menelfon unttuk sekedar menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Seiring berjalannya waktu, selagi menunggu pesanan, tidak ada dari mereka yang membuka suara sedikitpun, mereka sama sama tidak tahu harus membuka semua ini dari mana.

“Lo udah paham arti dari gelang itu?” Tanya Taeyong membuka suara

Ao mengangguk, “paham kak, makanya itu gue pengen ketemu lo buat nanya maksudnya, maksudnya apa kak?”

Taeyong menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia sedikit mengacak rambutnya yang basah itu.

“Sorry-“

Ao mengernyit, tidak mengerti apa yang dimaksud taeyong.

“Kenapa lo minta maaf kak?”

“Maaf gue baru muncul sekarang.”

“Maksudnya? Lo ngasih ini ada arti tertentu?” Tanya Ao sambil memegang kotak gelang itu.

“Ada ara, arti gelang itu adalah maksudnya.”

Ao semakin bingung, apalagi ditambah panggilan ara yang membuat pikirannya semakin menggila, siapa ara? Dan siapa taeyong sebenarnya?

“Nama gue ao, bukan ara.”

Taeyong tersenyum tipis, “ara itu nama yang gue buat untuk adik gue, dan lo orangnya.”

“Maksudnya? Gue itu? Adik lo? Gak mungkin, jangan becanda deh kak.” Sanggah Ao.

Taeyong hanya mengangguk pelan sebagai respon atas pertanyaan ao.

“Apasih gak ngerti, lo becanda kan? Lo ngasih gelang itu bukan untuk itu kan maksudnya? Gue ngga pernah punya abang kok, bunda gak pernah cerita sama gue, gue inget dari kecil gue anak tunggal, lo jangan ngaku ngaku ka—“ ucap Ao dengan suara yang sedikit bergetar.

Taeyong berdehem kemudian menarik nafasnya panjang, bersiap untuk menjelaskan semuanya.

“Lo lupa ra, makanya lo ngga pernah inget lo punya abang, lo lupa disaat gue ngga ada disana, gue udah di kota ini sejak lo smp tingkat akhir, dulu gue selalu ngehubungin lo setiap hari, nanyain kabar lo, kabar bunda. Lo liat foto yang ada di mobil gue waktu itu? itu gue, lo dan bunda.”

Ao kaget mendengar semua penjelasan taeyong, dia masih berusaha mencerna semuanya, karena sesungguhnya ini tidak nyata dipikirannya, karena dari kecil yang dia ingat hanya dia, bunda nya dan ayahnya yang jahat.

“Terus gelang ini? Lo bilang di surat itu kalau gelang ini gak sempet lo kasih ke gue? Kalo lo kakak gue, kenapa lo gak pernah datang ke rumah lagi? Kenapa lo ngga pernah nemuin bunda dan gue lagi? dan kenapa lo ga pernah dateng saat ayah jahat ke gue dan bunda?” Tanya Ao

suara ao semakin lama semakin bergetar, menandakan perempuan itu sedang menahan agar air matanya tidak keluar dari pelupuk matanya.

“Gelang itu harusnya gue kirimin di hari ulang tahun lo, dan disaat itu gue denger kabar kalo ayah kasar sama Bunda dari tetangga rumah yang gue titip pesan untuk jagain bunda, gue pas itu udah mau pulang tapi—

Taeyong kembali menarik nafasnya dalam.

“-bunda ngelarang gue, karena takut gue ngelakuin hal buruk sama ayah buat bales dendam karena udah nyakitin bunda, tapi habis itu gue pulang ra.—“

“Kalo lo bilang setelah itu lo pulang, kenapa gue gak pernah liat lo? Harusnya kalo lo pulang, pasti gue inget lo. Lo bohong kan? Bilang sama gue lo bohong kan?!” Teriak Ao yang sontak membuat pengunjung menoleh kearah mereka berdua.

“—gue pulang ao, lo lupa, lo gak pernah inget gue ao, malam setelah bunda dipukulin itu gue emang gak dikasih izin pulang, tapi tengah malemnya gue dapet kabar buruk malam itu, kalau lo kec—“

Seketika taeyong langsung menutup mulutnya, dia teringat janji bersama bundanya untuk tidak memberitahukan soal kecelakaan yang dialami ao, kecelakaan yang menyebabkan ao harus kehilangan ingatannya, kecelakaan yang ngebuat ao harus lupa akan sosok taeyong sebagai abang kandungnya dan membuat ao lupa akan siapa saja yang ada dihidupnyaa dulu.

“Apa? Kabar buruk apa? Kenapa berhenti? Kenapa lo gak lanjutin ceritanya, kalau lo emang abang gue pasti lo bakalan ngasih tau kan?” Tanya Ao dengan panjang lebar

Dering handphone Taeyong berbunyi menyelamatkan dirinya sebelum kebablasan menceritakan semua hal yang harusnya ao tidak tau.

”Johnny.”

”Ke cafe sekarang urgent banget nih lagi banyak pelanggan, lo juga pake kemana mana udah tau banyak kerja” teriak Johnny dari dalam telfon tersebut.

“Iya gue kesana” ucap taeyong singkat kemudian menutup telfonnya.

“Ayo lanjutin, berita buruk apa? Apalagi yang belum gue tau soal lo, kalo lo beneran abang gue?” Tanya ao lagi sesaat setelah taeyong menyelesaikan telfon.

“Gue gabisa lanjutin sekarang ya, ayo gue antar pulang kita atur ketemuan lagi nanti.”

Ao menolak, dia memaksa untuk taeyong agar menceritakan semuanya kepada dirinya.

“Kalo lo beneran abang gue, lo cerita sekarang.”

“Perlu bukti apa lagi biar lo percaya kalo gue abang lo?” Tanya taeyong

“Gue cuma mau lo selesaikan dan ceritain semua.” Tegas Ao.

“Gue gabisa sekarang.”

Ao menghela nafasnya kasar, “kalau gitu bukti yang setidaknya bisa meyakinkan gue kalau lo itu beneran abang gue?”

Taeyong kemudian menggulung kemejanya, menunjukkan satu tato kecil yang ada di lengannya.

”AK”

“Tatoo ini gue buat 1 bulan setelah lo ulang tahun saat itu, 1 bulan setelah berita buruk yang gak pernah mau gue denger terjadi, dan 1 bulan nungguin lo bangun—“

“Gue buat tatoo ini berharap bisa nunjukin kalo gue sayang banget sama lo, dan lo akan selalu ada di hidup gue bahkan sampe gue mati, walaupun realitanya lo sama sekali gak inget sama gue.” Ucap Taeyong panjang lebar, kemudian menarik tangan ao untuk mengajak pulang karena ada urusan yang harus ia selesaikan.

”Iya diterima.”

Satu bubble chat berisi pesan itu sontak membuat Ten loncat dari kasurnya.

Sudah selama itu dia tidak pernah merasakan rasa seperti ini.

Ten langsung buru-buru beranjak dari kasur dan berdiri didepan kaca merapihkan rambutnya yang masih basah karena kehujanan tadi.

Dia kemudian mengambil jaketnya yang berada dibelakang pintu, kemudian berlari keluar.

Ya, kemana lagi kalau bukan ke kamar Ao.

”buka pintu lo”gue didepan kamar lo

2 bubble chat di send Ten ke contact si anak kost yang sekarang resmi menjadi pacarnya.

Sekarang dia berdiri sambil menatap penuh harap dibalik pintu Kamar nomor 10 itu.

Klek

Suara knop pintu dibuka, menampilkan perempuan dengan rambut panjangnya.

“Ngapain?” Tanya Ao

“Gapapa.”

“Gajelas, gue tutup ya udah malem mau tidur.” Ucap Ao sambil berbalik badan untuk masuk kembali ke kamarnya.

Namun, dengan cepat Ten menarik tangan perempuan yang ada didepannya.

“Jangan masuk dulu kenapa, baru juga jadian.” Ucap Ten dengan pelan.

Ao benar-benar terkejut, apalagi disaat Ten mengatakan “baru jadian.” Dia jamin mukanya sudah merah sekarang.

“Apasih ah udah jangan gitu, udah ah mau masu—“

Belum selesai ao menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya tiba-tiba dipeluk oleh lelaki yang ada didepannya dengan erat.

Awalnya ao hanya terdiam, tidak membalas pelukan itu sama sekali, badannya terasa kaku, faktor kaget juga mungkin.

dia sangat tidak menyangka orang yang biasanya selalu menjadi teman cekcoknya setiap hari, orang yang dia anggap bapak-bapak selama ini sudah berganti status menjadi pacarnya.

“Makasih ya.” Ucap Ten pelan disaat memeluk tubuh ao, sesekali kepala ao pun dielus oleh dirinya.

Ao lagi-lagi tidak menjawab, namun dia tersenyum, dia kemudian menggerakkan tangannya untuk membalas pelukan laki-laki-laki.

Suasana dinginnya malam membuat keduanya semakin mengeratkan pelukannya, rasa nyaman dirasakan satu sama lain dari mereka.

“gue gak nyangka gue bakalan ngom—“

Kalimat Ten terpotong, tatkala terdengar teriakan laki-laki mencari dirinya

“BANG TEN LO DIMANA SIH? GUE DATENG KE KAMAR LO KOK LO GAK—astaga bang ngapai—“

Suara teriakan dan kemunculan sosok manusia penganggu mencari Ten sukses membuat mereka berdua melepas pelukannya.

keduanya langsung menjaga jarak, saat melihat seorang laki laki dengan jad hujannya berdiri di depan mereka.

“M-mark lo ngapain sih datang kesini?” Tanya Ten.

“Harusnya gue yang nanya, lo ngapain peluk pelukan sih?!”

Suasana sore menemani Ao dan aras yang sedang menunggu didepan gerbang kampusnya tersebut.

Gak, gak maksudnya Ao doang yang nunggu, Aras mah cuma nemenin.

“Lo duluan aja, gue gak usah ditungguin.” Ucap Ao

“Gapapa gue tungguin aja, daripada lo sendiri.”

“Gapapa, nanti pacar lo nungguin udah san—“

Ucapan ao terpotong tatkala 1 motor sport terparkir didepannya, membuat kedua wanita itu sama sama berhenti berbicara.

Alangkah kagetnya saat dilihat siapa yang ada didepannya itu.

“Lah?” Lontar Ao secara spontan saat melihat cowo dengan motor sport didepannya membuka kaca helmnya.

“Sorry, tadi gue ke bengkel mobilnya belom bisa diambil, jadinya gue naik motor, gapapa kan?” Tanya Ten.

Ya, cowo yang ada didepannya itu Ten

Ao hanya mengangguk, menandakan tidak masalah, berbeda dengan Aras yang sibuk menyikut nyikut siku temannya itu.

“Oh jadi ini makanya gak mau gue tungguin?” Goda Aras

“Apasih lo?” Sanggah Ao atas pertanyaan aras barusan.

“Udah jadian ya kak? Kalo udah jadian sabar sabar aja ya ngadepin ao, agak sint—“

Tubuh aras di dorong kebelakang oleh Ao, supaya anaknya gak makin ngawur ngomong aneh aneh.

“—aduh aduh iyaiya jangan didorong dorong dong. Jangan salting gitu ah.” Goda aras lagi.

“Ah anjir emang, dah pergi sana lo pacar lo nungguin itu sana minta jemput.”

Ten melihat pertikaian antar teman itu hanya tersenyum dibalik helm fullface yang dia pakai.

“Yaudah gue pergi dulu ya, sukses ya ngedatenya HAHAHAHHA.” Teriak Aras yang langsung berlari menjauh dari kedua orang tersebut.

”Sial” batin Ao

“Gapapa kan naik motor?” Tanya Ten memecah lamunan ao sesaat setelah aras pergi

“Gapapalah, yang penting gue sampe kosan selamat aja.” Jawab Ao

Ten hanya mengangguk, kemudian memberikan helm untuk Ao gunakan.

Ao naik ke motornya Ten yang bisa dibilang cukup tinggi. Kemudian mengeratkan tangannya dipinggang laki-laki itu.

Ten yang sedang memperhatikan jalanan tiba-tiba kaget dengan hal tersebut, dia seketika tidak bisa menggerakkan badannya.

“Eh aneh ya? Yaudahdeh gue lepasin, gue pegangan takut jatoh soalnya HAHA.” Ucap ao sambil melepaskan tangannya.

Namun, dengan cepat tangan itu ditarik kembali oleh orang yang ada didepannya.

“Gapapa, daripada lo jatoh, gitu aja.” Ucap Ten seketika, ia pun langsung menghidupkan mesin motornya dan bersiap menyusuri jalan sore itu.

———

Saat perjalanan, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka berdua, ntah apa, biasanya mereka sibuk berargumen satu sama lain.

Sore itu mereka tidak langsung menuju kost, karena Ten ingin membeli suatu barang, jadilah mereka saat ini menempuh perjalanan yang cukup jauh dari biasanya.

Jam menunjukkan pukul 18.30, mereka baru keluar dari toko yang mereka masuki tadi. Saat mereka keluar, mereka disambut dengan gerimis yang mulai membahasahi tempat itu.

“Mau nunggu dulu apa gimana?” Tanya Ten

“Lanjut ajadeh, kalo nunggu takut kemaleman.” Ucap Ao

Mereka dengan cepat menaiki motor dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju kost.

Tanpa aba-aba, rintikan hujan dengan cepat menghantam mereka berdua, awalnya Ten ingin menepi, namun ao menolak, dengan alasan tanggung karena sudah dekat dengan Kosan mereka, akhirnya mereka tetap melanjutkan perjalanan.

—— Lampu lalu lintas yang menunjukkan warna merah menghentikan perjalanan mereka berdua, ditengah derasnya hujan malam hari itu.

“Ao? Lo gak tidur kan?” Teriak Ten berusaha mengalahkan suara hujan agr tetap terdengar oleh Ao

“Engga, gue sadar 100%”

“Lo kedinginan gak?” Tanya Ten

“Engga kok, gue gak apa apa santai aja.” Jawab Ao lagi.

“Ao?” Lagi-lagi panggilan itu terdengar keluar dari mulut Ten.

“Apaaaa?”

Ten menarik nafasnya dalam dalam, “lo mau gak?”

“Mau apaan?” Jawab Ao

“lo mau gak jadi pacar gue?” Tanya Ten dengan suara pelan.

“Hah? Apa gak denger? Suara lo pelan banget kaya pake volume 10%”

“GUE SUKA SAMA LO, LO MAU GAK JADI PACAR GUE?” Teriak Ten.

Deg

Ao yang mendegar kata kata itu langsung merasakan sesuatu didalam hatinya, ntah apa yang dia rasakan, tapi tiba-tiba mulutnya kelu, tidak bisa berkata apa apa, tapi tergarus senyum simpul di sana.

“DIJAWABNYA NANTI AJA, INI UDAH LAMPU HIJAU, GUE MAU FOKUS BAWA MOTOR DULU.” Teriak Ten sambil memegang tangan ao yang melingkar di perutnya lalu menancapkan gas motornya dengan cepat.

08.30, Kampus Neo University.

“Oke, mata kuliah saya sudahi sampai disini, untuk tugasnya jangan lupa dikumpulkan minggu depan ya.”

Penutup dari Dosen mengakhiri kelas pagi ini. Aras, Jahe, Juna & Ao langsung melipir keluar kelas sesaat setelah dosen meninggalkan kelas.

Maklum kelas pagi, mana sempet sarapan, jadi dengan kecepatan kilat mereka langsung melipir ke kantin.

Setelah sampai dikantin, mereka langsung mengambil posisi duduk masing-masing.

“Lo perasaan daritadi gue perhatiin senyum senyum sendiri ya o, dari pas pelajaran pak sardi megang hp sambil senyum senyum.” Celetuk Juna

“Ih ngapain lo perhatiin gue? Suka lo sama gue?” Tanya Ao.

“Ngomong pake adab, suka apanya, gila yang ada gue kalo suka sama lo, stress.” Jawab Juna dengan cepat.

“Masa Jun? Padahal tadi waktu pergi mukanya kusut banget kaya gak mandi 1 ming—akh! Sakit tau.” Ucap Aras yang langsung mendapat cubitan dari Ao.

“Lo kaya baru kenal ao seminggu aja, dia mana pernah bisa ketebak suasana hatinya, cuma dia sama tuhan aja yang tau.” Sambung Jahe

Ao hanya mendecih kesal dengan judge judge dari temen temennya itu.

“Gue begitu karena punya alasan sendiri ya, gak mungkin gue begitu tanpa alasan!” Sanggah Ao.

————

Setelah mereka selesai sarapan, mereka kembali ke kelas untuk melanjutkan matakuliah selanjutnya.

Mereka berjalan diantara rindangnya pohon kampus yang ada, maklum posisi kantin dengan kelas mereka lumayan jauh. Terus tadi pada sok ngide mau jalan kaki, akhirnya sekarang mereka harus merelakan tenaga mereka lagi untuk kembali ke kelas.

Jaehyun dan juna sibuk berjalan dengan bermain game kart ridernya nya. Aras dan Ao sibuk bergossip ria dibelakang mereka.

“Eh btw o, nanti gue gak bisa anterin lo pulang ya, nebeng sama juna sama jahe aja.” Ucap Aras ditengah gossip mereka

Jaehyun & Juna yang kebetulan telah selesai bermain game dan mendengar itu kemudian langsung menoleh kebelakang.

“Apanih bawa bawa gue.” Ucap Jahe

“itu gue ntar gabisa anterin ao pulang, soalnya gue mau jemput pacar gue ntar.”

“Dih, harusnya lo lah yang dijemput pacar lo, kenapa lo yang ngejemput dah?” Decak Juna, juna selalu sebal kalau temen-temennya khususnya cewe digituin sama pacarnya

Emang Juna tuh sosok pacarable, makanya doi langgeng sama pacarnya yang ldr soalnya dia ngetreat pacarnya tuh ya sebaik itu, istilahnya gak suka nyuruh pacarnya ngelakuin sesuatu yang harusnya bukan tupoksi pacarnya. (A EN JE A YE)

Aras menggeleng, tidak membenarkan apa yang dikatakan juna. “Gak gitu, gue jemput pacar gue buat ngambil mobilnya di bengkel, yakali gue antar jemput dia, mikir pake otak, gue juga ogah kali punya pacar yang begitu wkwk.”

“Iya santai aja kali, gue juga nanti bisa pulang sendiri.” Ucap Ao.

“Ngapain sendiri? Itu gunanya dua manusia didepan ini apa?” Tunjuk aras kearah 2 laki-laki yang ada didepan mereka.

“Males ah gue sama jahe fansnya barbar, kalo keliatan gue pulang sama dia bisa diamuk massa, sama juna males juga nanti pacarnya salah paham lagi.”

Ya, pacar juna emang cemburuan, maklum ldr, cekcoknya selalu karena kesalahpahaman

Jaehyun dan juna hanya menertawakan apa yang dikatakan Ao, soalnya apa yang dia katakan benar, dia selalu kena imbasnya disaat dia balik bersama juna ataupun Jaehyun.

“Sedih banget emang jadi gue, ditinggal aras bucin, mau nebeng jaehyun diserang fans barbar nan gila, mau nebeng juna pacarnya cemburuan, begini amat nasib gue.”

“Yauda kalo gitu makanya cari pacar, biar gak jadi sad gurl.” Celetuk Juna

“Ya emang lo pikir gue mau jadi sad gurl diantara kalian? Ya nggak lah.”

“Berdoa aja manatau ada cowo yang tiba tiba jatuh hati sama lo hari ini, terus langsung mau jadi pacar lo” Ucap Jaehyun yang tumben banget ngedoain.

“Duh aamin banget aamiin, kayanya kalo ada yang nembak gue hari ini auto gue terima dah, udah cape gue jadi sad gurl diantara lo semua, biar kisah hidup gue ada uwu uwunya juga.” Harap Ao.

Teman temannya hanya mengangguk dengan perkataan ao barusan.

“Cuma angguk doang? Gak aamiinin?”

“IYA AAMIIN AAMIIN” ucap mereka bertiga secara serentak.

“Nah gitu dong baru konco kentel gue.” Tutur Ao sambil melukiskan senyum penuh harap di wajahnya.

30 menit, waktu yang cukup lama bagi Ao untuk bersiap-siap. Ajakan Ten tadi membuat dirinya beranjak dari kasur tercinta.

Setelah bersiap, ia kemudian kembali duduk meratapi apa yang harus dia lakukan jika bertemu dengan Ten, terhitung sudah hampir 3 hari kejadian pagi itu saat makan bubur.

Tok..Tok..Tok

“Udah kelar belom?” Teriak seseorang dari luar

Ao masih terdiam, tidak menjawab panggilan tersebut.

“Ao, lo hidup kan didalam? Kalo gak gue dobrak nih.” panggil suara tersebut lagi dari luar kamarnya.

Kalimat “dobrak” membuat ao tersadar dari lamunannya, dan langsung bergegas mengambil tasnya dan menuju pintu.

Dibukanya pintu kamarnya, dan menampilkan Ten dengan stelan casualnya sudah berdiri disana.

”ganteng” gumamnya dalam hati.

“Ngapain pake masker deh?” Tanya Ten memperhatikan apa yang ao pake

“Ngga papa”

“Kenapasih lo singkat singkat banget?”

“Ngga apa apa.”

“Yaudah dah gausah pergi, kaya ngomong sama robot.” Ucap Ten

“APA APAAN GUE UDAH PREPARE GINI MASA GAK JADI NYEBELIN BANGET SIH ISH KESEL BANGET GUE TAU GITU GUE GAK USAH MAN—“ teriak ao sambil membuka pintu kamarnya lagi, bersiap untuk kembali ke kamar, namun dengan sigap tangannya ditarik oleh Ten.

“Ini baru ao yang gue kenal, udah udah gue becanda kok haha, ayo.”

Ao masih terdiam, dia tidak biasa dengan sikap ten yang tibatiba menjadi soft boy.

“Ayo! Apa mau gue gendong?” Tanyanya lagi

“Gak gak gue bisa jalan sendiri.”

—————

Suasana malam ditambah lagu dari playlist Ten menemani perjalanan mereka malam itu.

Ntah tujuannya kemana, karena dari awal mereka masuk mobil mereka hanya hening tak bersuara.

“Lo mau kemana?” Tanya Ten membuka suara, selalu dia yang harus membuka suara.

“Terse—“

“Jangan jawab terserah.” Potong Ten dengan cepat

“Gue gak tau mau kemana abisnya kan lo yang ajak pergi.”

Ten terdiam, iya emang dia yang ajak pergi tapi dia pun tidak mempunyai tujuan, dia cuma mau menghabiskan malam dengan wanita yang ada disebelahnya.

Mereka berhenti di Alun-alun kota, kalau malam minggu begini banyak banget outlet makanan yang berjualan disini.

Ao membukan seatbeltnya, bersiap untuk turun dari mobil, tapi tangannya ditahan oleh Ten.

“Kaki lo masih sakit kan? Udah disini aja, Lo mau apa? Cilok? Sate? Cilor? Bakso? Mie ayam? Dadar gulung? Kerak telor? Cireng? Tahu Gejrot? Manisan? Kentang puter?” Tanya Ten

“Lo mau bikin gue gendut ya?!” Teriak ao

Ten hanya tertawa, dia lebih suka wanita yang ada disebelahnya ini cerewet daripada diam.

“Jadi mau apa?” Tanya Ten sekali lagi

“Apa ajadeh.” Ucap Ao

Ten mengangguk, kemudian beranjak keluar dari dalam mobil.

Selagi Ten membeli jajanan, ao memperhatikan sekeliling mobilnya, dia merasa aneh dengan salah satu foto yang digantung di mobil itu.

dia merasa tak asing dengan foto seorang perempuan dewasa memakai topi dengan 2 anak kecil disampingnya, namun karena dia tidak berhasil mengingat apa yang serupa dengan foto itu, dia kembali meletakkan foto itu di gantungannya.

Setelah sekitar 15 menit, Ten datang membawa segala makanan ditangannya, tak lupa mulutnya juga sibuk mengunyah sesuatu.

“Banyak banget?”

“Makan aja, udah gue beliin, jangan mubadzir.” Ucap Ten menyodorkan segala jenis makanan yang ada didepannya.

Jujur ao mah laper, tapi dia tiba tiba pengen jaim, gatau kenapa tuh tiba-tiba pengen aja??

Sebelum memulai makannya, ao menyempatkan untuk bertanya kepada Ten, mobil siapa yang mereka pakai hari ini, karena setau ao mobil Ten tidak seperti ini.

“Kak, ini mobil siapa deh?” Tanya Ao disela sela aktifitas makannya

“Taeyong, kenapa? Berantakan ya? Maafin ya anaknya suka aneh aneh di mobil, makanya gitu.” Ucap Ten, ngawur

“Oh...” jawab singkat ao

Ten hanya mengangguk mengiyakan, tak lupa ia curi-curi pandang memperhatikan ao makan, tiba-tiba Ten mendekati dirinya ke wajah Ao.

Ao yang menyadari hal tersebut, langsung terdiam membatu ditempat duduknya, tubuhnya tiba-tiba tidak bisa digerakkan, tanpa sadar dia memejamkan matanya.

“Ngapain merem deh? Ini gue cuma mau bersihin di pinggir bibir lo ada saus.” Ucap Ten jail.

“Bubur tuh enak gak diaduk!” Teriak Ao

Sekarang mereka tengah berada di ruang tengah kosan tersebut, menikmati bubur dari mamang yang belom naik haji kalau kata Ten mah.

“enakan diaduk, nih apaan kalo lauknya abis masa makan bubur polosan.” Balas Ten

Bahkan sebuah bubur pun bisa jadi bahan perkelahian mereka. Kayanya anak kosan ini tiap hari udah muak dengerin Ten sama Ao berantem mulu.

“Lo bohong ya soal pacar lo itu?” Tanya Ten

“HAH—uh..uk” Ao hampir saja tersedak saat mendengar pertanyaan Ten secara tiba-tiba.

“Lo tuh kenapa dah, nih minum dulu minum.”

“Lagian kenapasih pertanyaannya.”

“Ya kan gue nanya.” Ucap Ten sambil mengunyah bubur didalam mulutnya.

Ao hanya diam, melanjutkan makan buburnya tanpa menjawab pertanyaan dari Ten. Dia berfikir kalau Ten pasti sudah memikirkan aneh aneh tentang dirinya.

“Kalo jomblo tuh bilang aja kali, kenapa mesti bohong sih?” Tanya Ten

“ya gapapa...nanti lo mikirnya kok cantik cantik gini gue gak laku—aduh kak sakit!” Ucap Ao mengelus kepalanya setelah mendapat sentilan dari Ten

“Masih sempet aja lo kepedean.”

Ao hanya mendecih kesal, selalu saja Ten tidak terima kalau dirinya ini cantik.

“Terus kalo sekarang lo tau gue jomblo, lo mau apa? Mau ngejekin gue gitu pura-pura pacaran? Ish nyebelin banget!”

“Sotoy.” Ucap Ten singkat.

“Ya kalo lo bohong, kalau ada orang mau deketin lo kan jadi mundur.” Timpal Ten lagi.

Ao langsung mengalihkan wajahnya menatap Ten setelah mendengar kalimat tersebut, maksudnya apa? Siapa yang mau deketin dia?

“Hah? Emang siapa yang mau deket—“

“Bukan gue ya, gak usah geer.” Potong Ten.

“Siapa juga yang bilang lo, wle!” Ejek Ao sambil menjulurkan lidahnya.

Ten tidak bergeming, kalau di ladenin bisa panjang pertengkaran mereka pagi ini.

“Lagian lo juga kenapa gak punya pacar? Padahal fans lo bejibun, lo juga udah mapan, terus apalagi ya lo udah mau lulus S2 lagi sekarang, gaada kekurangannya tuh?” Tanya Ao

Lagi-lagi Ten diem, memikirkan jawaban apa yang pas untuk dia jelaskan ke Ao.

“Percuma gue mapan dan kalo lo bilang gue punya segalanya, lo salah.”

Ao mengernyitkan wajahnya, mencoba memahami lagi apa yang Ten bicarakan.

“Maksudnya? Emang lo gak punya apa lagi?” Tanya Ao.

“Gue masih punya rasa bersalah sama orang, gue pengen minta maaf dulu ke dia, tapi masalahnya gue ngga tau dia masih hidup atau engga, gue bahkan lupa sama namanya.” Ucap Ten sendu.

Ao mendekat, berpindah tempat duduk dari sebrang Ten, menjadi disebelahnya, sambil menepuk pundak laki-laki itu.

“Emang kalau misalnya lo udah tau dia dimana dan bisa minta maaf, lo bakal ngapain?”

“Bakal peluk dia lama.”

“Lo pacarin gak?” Tanya Ao niatnya berusaha menghibur

“Mungkin, kalah dia suka juga sama gue.” Jawab Ten singkat.

“Cantikan dia apa gue?”

“NGAPAIN SIH LO NANYAIN ITU?” Teriak Ten

“Ih nanya doang.”

“Gue ngga inget jelas mukanya lagi, tapi samar samar gue inget dia cantik.”

“Kalo gue cantik gak? Ini gue butuh jawaban serius ya! Tidak main main.” Ucap ao dengan nada agak sedikit mengancam.

“Cantik.” Ucap Ten singkat

“Terus kalo gue cantik, lo mau gak pacaran sama gue?”

Ten tersedak dengan perkataan ao yang barusan dia dengar, apa apaan ini semua.

“Hah? Lo sadar gak sih?”

“Jawab dulu ih!” Rengek Ao

“ya emang lo mau sama gue, kalo lo mau ya ayo aja.” Jawab Ten

“Hm— sayangnya gue gak mau sih, HAHAHAHHA BYEEEE.” Ucap Ao sambil tertawa keras, kemudian beranjak dari kursinya.

Namun, tangan Ao kemudian ditarik oleh Ten, memberi tanda untuk ao jangan beranjak dulu dari sana.

“Tapi, kalo gue serius sama kalimat terakhir gue gimana?” Tanya Ten.

Ao berdiri didepan kamar Ten, menunggu sang empunya kamar membuka pintunya, sambil menahan perih dari luka lukanya tersebut.

KLEK Pintu terbuka, menampilkan Ten dengan outfit yang sama seperti tadi saat dirumah sakit.

“Ngapain sih kesini? Tau gak sih lo tuh masih sakit?” Omel Ten saat pertama kali membuka pintu kamarnya

“Ih jangan marah marah!” Balas ao

“Ya lo tuh sakit, tau gak sih sakit? Apaan deh mau makin lama luka lo sembuh?”

“Harus dibawa jalan biar gak kaku.” Jawab ao lagi

“alasan mulu, masuk cepet.”

“Ih gaboleh berdua duaan dikamar.”

“Yaudah pergi sana.” Usir Ten

“Jahat banget?”

“Ya masuk makanya, cepet.”

Ao akhirnya menyerah, dengan kaki tertatih dia masuk kedalam kamar Ten, Ten mengikuti ao dibelakang, alih alih menjaga nih anak tiba-tiba oleng. Bukan Ao sama Ten namanya kalo berinteraksi tidak dimulai pertengkaran dulu.

“Gue gak tutup pintunya, nanti menimbulkan fitnah.” Ujar Ten dan mendapat decihan dari Ao.

Mereka diam beberapa saat, tidak ada yang membuka suara, Ten duduk di sofa yang ada dikamarnya, ao duduk di sebrangnya.

“Ini lo kesini cuma mau diem aja?” Ucap Ten buka suara

“Eng—gak sih.” Jawab Ao

“Terus?”

“Eh..itu—anu—“

Ten mengernyit, “apa? Anu lo kenapa hah?”

“Ih otaknya mesum banget!” Teriak Ao sambil melemparkan bantal sofa yang ada didekatnua.

“Heh otak lo tuh yang gak bener, anu kan bisa dalam arti lain!” Ucap Ten sambil melempar balik bantal tadi, tapi naas terkena tepat di luka ao yang ada di lengannya.

“Aw—“

Ten langsung beranjak dari sofanya untuk mendekati Ao, “astaga maaf maaf, gue gak sengaja, yaampun mana sini yang sakit, duh goblok banget gue.”

“duh, lo tuh udah tau gue sakit malah dilempar lempar.” decak ao

“Iya maap gue kan lupa, lagian udah gih balik sana ke kamar, ngapain disini lo buat gue emosi aja abisnya ish, udah ayo gue anterin ke kamar ayo.”

“Gue kesini mau bilang soal sepatu lo—“ ucap ao disela-sela Ten mengajaknya untuk balik ke kamar.

“Sepatunya robek gara-gara nyangkut waktu diserempet, nanti kalo gue udah sembuh gue ganti ya? Ntar gue temenin lo beli sepatunya, gue yang bayar, tapi tunggu gue udah seh—“

Ten menghela nafas kasar sebentar sebelum ao menyelesaikan kalimatnya.

“Please jangan marah” ucap Ao memasang puppy eyesnya yang kalo kata orang bisa buat iba.

“IH NGAPAIN LO GITU?” Teriak Ten

“Jangan marah please...” ucap ao lagi.

Ten mengusap wajahnya kasar, “Udah udah, soal sepatu jangan dipikirin, ya walaupun kesel tapi mau gimana lagi, daripada lo yang robek? Mending sepatunya aja. Lo yang lebih penting.” Ucap Ten soft, tumben.

Ya gak tumben sih, tapi ya mau gimana lagi? Udah kejadian, emang kalo marah marah bakal balik tu sepatu jadi mulus? Kan engga.

Ao yang mendengar kalimat terakhirnya sedikit tertegun, dia bener bener kaget sama sisi Ten yang satu ini.

“IH TUMBEN GAK MARAH MARAH?” Teriak ao sesaat setelah mendengar respon dari Ten.

“JADI LO MAU GUE MARAH-MARA—“

Ucapan Ten terpotong saat ada mamang mamang seragam ijo teriak didepan kosan “GOFOOD!”

“Makanan gue itu, biar gue ambil.” Ucap Ao berusaha beranjak dari sofa tersebut.

“Lo mesen makan?”

“Engga, dari kak taeyong.” Jawab Ao

“Taeyong?ngapain dia kirimin makanan?” Tanya Ten, dan mendapat anggukan dari Ao.

“Ya suka suka dia dong, dia kan baik gak kaya lo, minggir ah mau ambil makanannya, gue laper.” Ucap Ao

“Udah lo diem disini, biar gue yang ambil.” Ucap Ten beranjak keluar dari kamarnya meninggalkan Ao sendirian yang masih tertegun dengan sifat Ten kali ini.

Ten menancapkan gas nya dengan kecepatan tinggi menuju ke klinik yang ada di deket kampus. Benar saja, hanya butuh waktu 5 menit Ten sudah sampai ditempat tujuan.

Dia kemudian berlari, mencari dimana keberadaan ao saat ini.

“Duh gue gak tau lagi temen temennya yang mana, eh bentar itu bukannya pacarnya ya.” Gumam Ten saat melihat seseorang yang pernah dirinya temui di kosan waktu itu.

“Mas, mas pacarnya ao kan ya? Si ao dimana? Ini mau langsung dibawa ke rs?” Ucap Ten cepat.

Juna yang diberhentikan Ten langsung menoleh kaget saat kata kata “pacar ao” keluar dari mulut Ten, bagaimana bisa? Seorang juna yang tau bobrok bobroknya ao pacaran sama tuh orang.

Kemudian juna mengingat alasan kenapa dia dipanggil pacar ao, dan kemudian dia tertawa sendiri kaya orang sinting.

“Mas? Sumpah? Lo sama ao sama sama gila apa gimana?” Tanya Ten bingung sesaat setelah Juna tertawa kecil.

“Mas percaya kalau saya pacar ao?” Tanya Juna Balik

“Lah orangnya yang bilang begitu kan waktu itu?”

Belum sempat juna menjawab, Jaehyun datang menghampiri mereka dan kemudian mengajak Ten masuk kedalam bilik tempat Ao berbaring.

Jangan tanya keadaan ao sekarang, dibilang parah banget ya engga, parah kecil ya gak kecil juga.

Celana yang dia pakai robek, kemeja dibagian sikunya robek, pipinya sedikit merah dan berdarah.

“Lo gapapa?” Tanya Ten sesaat tiba didalam bilik tersebut.

Semuanya menoleh kesana, termasuk ao, siapa yang mengira ini orang rela-relain dateng kesini buat melihat keadaan ao.

“Gapapa— lagian ngapain kesini deh?”

“Gue ditelfon, gausah geer, gue bukan khawatir.” Celetuk Ten pedas

Cih, padahal gaada yang nyenggol soal khawatir, kenapa dibawa bawa.

Ao memasang muka masamnya, bahkan keadaan sedang sakit begini saja dia sempat sempatnya kesel dengan pemilik kosannya tersebut.

“Ini jadi mau dibawa ke rs buat rontgen? Soalnya pergelangan kaki kanannya agak sedikit bengkak, mungkin kalau di rontgen bisa lebih pasti hasilnya, Kalau iya saya bisa buat surat rujukannya supaya dapat langsung ditangani.” Ucap salah satu perawat klinik tersebut.

“Iya sus, langsung aja buat, biar cepet ditangani.” Ucap laki-laki yang berdiri disebelah ranjang dengan muka dinginnya, siapa lagi kalau bukan Ten.

————

Setelah surat rujukan jadi, Mereka mulai membereskan barang-barang yang ao pakai tadi, dan mereka semua pun bergegas menuju ke rumah sakit.

“Maaf, kebetulan kursi rodanya sedang digunakan semua, jadi kemungkinan mbak alyora-nya di gendong saja ke mobil apakah tidak apa apa?” Ucap perawat disana

Juna dan jaehyun langsung memalingkan arah, karena disini kalau tidak mereka berdua siapa lagi yang mau menggendong ao. Tapi ya kalau disuruh ya mau gimana lagi, daripada sahabat bawel mereka kesakitan kan.

“Gapapa sus, saya masih bisa jal—“

“Gue gendong aja ayo biar cepet.”

Semua orang menoleh kearah sumber suara tersebut, dia adalah Ten, orang yang langsung berjongkok disamping ranjang rumah sakit.

“Ayo? Nunggu apalagi? Biar cepet.”

“Tapi gue berat, gausah gue bisa jalan sambil dipapah yang lain kok.” Jawab Ao.

Ten kemudian menarik tangan ao dan melingkarkan tangan itu dilehernya. Sehingga ia bisa menggendong ao dengan di punggungnya.

“Ayo nungguin apa lagi, ini kunci mobil gue, tolong bukain pintu mobilnya ya nanti.” Ucap Ten berdiri dari sikap jongkoknya dan kemudian jalan sambil menggendong ao yang sudah ada dipunggungnya.

Teman temannya dibelakang hanya bisa mengiyakan perintah Ten, sambil memasang senyum jahil di wajah masing-masing.

“Lucu banget mereka.” Bisik Aras pelan kepada Jaehyun.

“Bang, gue bukan pacar ao kok, yang lo liat waktu dikosan itu salah sangka, ao mah jomblo, kalau mau deketin, deketin aja, dia available kok.” Teriak Juna dari belakang Ten tanpa mendapat jawaban dari orang tersebut.

”Juna Sialan!” geram ao saat mendengar perkataan Juna. Kalau saja dia tidak sakit, bisa bisa Juna bakalan ditimpuk Ao pake batu.

*ilustrasi Ten & Ao.

Tujuan mereka selanjutnya adalah, Pantai.

“Kenapa kesini?” Tanya Ao

“Gapapa, kenapa emangnya? Gak mau?” Tanya Ten balik

“Gapapasih.”

Suasana pantai sore itu sepi, tidak ada orang lain selain mereka berdua. Yaiya siapa yang mau ke pantai kalo lagi angin begini, ya cuma Ten.

“Pasti ada maksud tertentu kan lo ngajak gue ke pantai?” Tanya Ao

“Gak tuh, gak usah geer, gue gak mau confess ke lo.” Jawab Ten

“DIH? SIAPA JUGA YANG GEER LO BAKAL CONFESS KE GUE? IDIH PEDE BENER IDUPNYA.” Ejek Ao dengan nada menyindir.

Ten berdecak sebal, memang perempuan yang ada bersamanya ini memiliki kepribadian yang tidak bisa dikalahkan oleh apapun. Selalu aja opini atau katanya membuat Ten tidak bisa membalas.

“Tapi sumpah enak banget deh ke pantai sepi begini, gak ada suara hiruk pikuk orang orang, jadi kaya healing.” Celetuk Ao

“Ya kalo sepi mana ada suara hiruk pikuk lah, giman—“

PLETAK

Satu sentilan mendarat di pipi Ten, siapalagi pemberinya kalo bukan Ao.

“Gue lagi serius masih sempet sempetnya bercand—ah aduh aduh jaket gue jangan ditarik elah nanti melar, aaaa.” Ucap Ao sambil berlari, dikarenakan dia sekarang dalam posisi dikejar Ten.

————

Setelah sama sama lelah, mereka berdua pun duduk di pasir pantai yang kering, merebahkan diri dari kepenatan yang ada.

“Gue kangen banget begini sama ayah sama bunda.” Celetuk Ao

Ten yang mendengar itu langsung mengalihkan pandangannya kearah Ao, seakan akan siap untuk mendengarkan semuanya.

“Tapi kayanya gak bakal mungkin deh, tapi pengen banget ngajak bunda gue ke pantai.” Ucapnya lagi

“Emang ayah lo kemana?”

“Gak tau, Gue takut ketemu ayah, dan kayanya gue gak akan berani ketemu ayah lagi.”

“Maksudnya? gimana? Kenapa lo takut sama ayah lo? Bukannya kata orang ayah itu cinta pertama anak perempuannya?”

Ao hanya diam tak bergeming dan tak menjawab pertanyaan dari Ten.

“Sorry, kalo lo gak mau cerita gue gak maksa kok.” Celetuk Ten.

Ao hanya mengangguk pelan.

“sorry, tapi kayanya itu gak berlaku buat gue.”

“Tapi lo mau tau satu hal gak?” Tanya Ao kembali membuka mulutnya

Ten kembali menoleh ke arah Ao, “Apa?”

“Lo adalah salah satu cowo yang mulai buat gue kembali berani untuk berinteraksi sama orang lain, khususnya laki-laki, dan lo menjadi orang yang bisa buat gue kaya gitu selain 2 sahabat gue, makasih banget.” Ucap Ao sambil memasang senyum simpul diwajahnya.

Senyum itu membuat Ten menepuk kepala Ao pelan, “artinya lo udah bertahan, terimakasih juga ya udah bertahan sampe saat ini”

Tidak seperti biasanya yang keluar kelas dengan rombongannya, tapi kali ini dia keluar kelas dengan geng geng centil fakultasnya, karena kebetulan sore ini dia dan geng centil itu sekelas. Tapi untungnya, dia bersama dengan aras, jadi gak stress stress banget lah ngadepin geng centil yang masuk kedalam jajaran atas fans dari jahe & juna.

“Ao!” Teriak seseorang yang membuat semua mata tertuju pada suara itu, termasuk Aras dan geng centil tersebut.

“Aduh mampus kenapa manggil gue sih.” Gumam ao dalam hati

Aras pun menyenggol lengannya, “itu? Ten ten itu kan? Lo pulang sama dia?” ucapnya dengan suara pelan.

“iya..duh pake dipanggil lagi, bisa bisa hp gue malem ini rame sama si geng cen—“

Belum selesai perkataannya kepada aras, dugaan dan perkiraannya pun terjadi. Salah satu geng centil itu kepo dan nanyain ke Ao.

“Eh ao, siapa tuh yang manggil lo? Cakep banget, kenalin dong ke gue.”

“Gue juga”

“Gue juga mau.” Ucap mereka bertiga secara bersautan.

Ao langsung memasang kode kepada aras, kode bahwa dia harus segera pergi dari sini sebelum nih geng centil makin banyak nanya.

“Eh—duh sorry gue buru buru, nanti lagi ya.” Ucap Ao meninggalkan aras dan geng centil itu, dan berlari menuju Ten untuk menyuruhnya segera masuk ke dalam mobil.

———

“Masuk masuk masuk!” Ucap Ao sambil menyuruh Ten masuk kedalam mobilnya

“Apaansih dorong dorong.” Gerutu Ten, tapi tetap mengikuti arahan Ao.

Setelah mereka berdua berada di dalam mobil, ao pun menyeka keringatnya dengan tangannya karena berlari menghindari pertanyaan geng centil itu.

“Nih pake tisu, jorok.” Ucap Ten sambil menyodorkan kotak tisu ke arah Ao.

“Lagian ngapain pake lari-lari.”

“ya lo ngapain pake keluar mobil?mau caper ya?” Tanya Ao balik

“ya kan biar keliatan sih, kenapa emang kalo gue caper? Suka suka gue dong. Jangan jangan lo suka ya sama gue makanya gak suka gue caper ke orang.” Tanya Ten dengan nada sedikit mengejek

BRUUK

“Mamam tuh bantal, suka suka pala lo peyang.” Decak Ao sambil melempar bantal yang ada di mobil Ten kearah muka laki-laki itu.

——- Setelah cekcok kecil didalam mobil, suasana kembali hening. bahkan mereka berdua sama sama diam, jarang kan liat Ao sama Ten diem? ya sekarang lah fasenya.

“Terus mau kemana?” tanya Ao buka suara

“terserah” jawab Ten

“Kaya cewe”

“Kan lo yang minta gue traktir.”

“Ya tapi harusnya lo yang nentuin”

“Kok gue?”

“Karena lo cowo, lo juga yang bayarin, lo yang bawa mobil, lo yang jemput gue lo yang—“

Suara Ao terhenti, karena mulutnya ditutup oleh bantal yang tadi ia lemparkan ke Ten,

“Diem, lo ikut gue aja ya berarti, terserah gue bawa kemana.” Ucap Ten kemudian melepaskan bantal yang ada di mulut Ao dan menjalankan mobilnya menuju tempat tujuan.

“Tapi gue jangan dibawa ke tempat aneh aneh!”

“Siapa juga yang mau bawa lo ke tempat aneh aneh, lo tuh nyusahin!”

“Nyenyenye, nyebelin, untung ganteng, jadi sayang mau gue timpuk.” Guman ao dalam hati.

;bonus (Ao selama perjalanan)